ALL I ASK
Oh Jaehee / OC || Kim Joonmyun / EXO Suho
Lee Hana / OC || Baek Jinmi / OC || Kim Jongin / EXO Kai || Kim Jongdae / EXO Chen / Others
Alternative Universe, School Life, Family, Slight!Musical, Slight!Angst
PG || Chapters
Teaser || [PART I] || [PART II] || [PART III] || [PART IV] || [Part V] || [PART VI] || [PART VII] || [PART VIII] || [PART IX]
© neez
Beautiful Poster Cr : Ken’s@Art Fantasy thank you Ken Honey ^^
BETA : IMA
Joonmyun tahu, ia hanya membiarkan emosi menguasai dirinya tempo hari saat ia mengonfrontasi Jaehee di depan toilet. Dan ia setengah menyesal. Ia frustasi, ia berharap gadis itu bisa memberikannya jawaban yang memuaskan mengenai sikap acuhnya selama satu minggu semenjak audisi. Joonmyun harus berpikir apa selain bahwa gadis itu sebenarnya tidak benar-benar tulus berteman dengannya?
Tapi, mendengar Seolhyun mengatakan bahwa akting Jaehee semakin hari semakin buruk—karena Joonmyun sendiri tidak menyaksikannya secara langsung, ia malah menjadi tak tega dan khawatir. Taruhlah, ia memang tidak mengenal Jaehee seratus persen. Tapi entah mengapa, bayang-bayang ketidakpercayaan diri Jaehee saat berlatih bersamanya kembali membayangi pikiran Joonmyun.
”Uhhhh aku sangat kesal padanya,” gumam Joonmyun memasukkan kedua tangannya ke dalam saku celana sambil menaiki satu persatu anak tangga di hadapannya satu. ”Tapi aku tidak bisa tidak berpikir kalau dia memang tidak memanfaatkanku… damn, aku pastilah terdengar sangat sombong kemarin.” Ia terus bergumam hingga tiba di puncak tangga. ”Aktingnya jelek, jika ia memanfaatkanku, dia justru seharusnya baik padaku dan memintaku mengajarinya, kan? Kim Joonmyun, apa kau pikir kau ini pengajar yang hebat… ughhh!” frustasi pada dirinya sendiri Joonmyun mendorong pintu balkon lantai lima, dan terperanjat.
* * *
”Mianhaeyo Jaehee-ssi,” Jinmi menghela napas, ”Jika begini terus, aku tidak bisa mempertahankanmu lebih lanjut. Guru Han sudah mengatakan bahwa Seolhyun akan menggantikanmu jika dalam waktu satu pekan ini kau tidak menunjukkan perkembangan dalam aktingmu.”
Jaehee membungkuk dalam-dalam, malu bercampur rasa bersalah. Tenggorokannya tercekat. Ia tidak bisa menyalahkan Baek Jinmi, dan juga Guru Han yang ingin menggantikannya dengan Seolhyun. Seolhyun jauh lebih profesional jika dibandingkan dengan dirinya. Ia memang tidak tahu malu.
”Jaehee-ssi,” panggil Jinmi dengan nada lembut.
Jaehee mendongak. Entah ada apa di wajahnya, tapi ia tak tahan Jinmi melihatnya dengan begitu iba.
”Aku tahu aktingmu sebenarnya hebat. Aku tahu Oh Jaehee yang di panggung pada waktu itu, bukan Oh Jaehee yang ada saat ini. Yang aku tidak tahu, mungkin ada sesuatu yang mengganggumu sehingga kau tidak bisa menjiwai peran ini lagi,” ujarnya lembut. ”Aku tidak menyalahkanmu. Mungkin saja kau memiliki masalah, yang tentu saja tak akan mungkin kau bagikan pada kami, aku berharap apa pun itu, kau dapat segera menyelesaikannya.”
Jaehee tersenyum kecil, berterima kasih.
”Aku percaya pada kemampuanmu. Begitu pula dengan Kepala Sekolah Jung… semoga apa pun itu yang kini tengah kau pikirkan, kau bisa segera menuntaskannya. Hwaiting~” Jinmi mengepalkan tangannya memberi semangat, sebelum menepuk lengan Jaehee dan pergi meninggalkannya yang masih terpaku di ruang ganti.
Dengan gontai, Jaehee menggulung naskahnya dan mendorong pintu ruang ganti. Ia tahu semua tim produksi, baik jajaran pemain yang harus berulangkali mengulang adegan karena Jaehee nampak seperti pemain baru yang selalu salah dalam berdialog, atau selalu tidak dapat membawakan perannya dengan baik, hingga tim soundtrack, tata panggung, dan semua yang terlibat, harus pulang hingga larut malam karena latihan tidak dapat dipercepat. Pada akhirnya, Jaehee pun tetap tidak menunjukkan progres yang diharapkan Jinmi, Guru Han, dan Kepala Sekolah Jung hingga membuat suasana menjadi tidak enak.
Bercerita kepada Hana pun percuma. Gadis itu hanya akan mendesaknya untuk bercerita mengapa Jaehee jadi seperti ini. Pelan-pelan, Jaehee bahkan ikut membenci dirinya sendiri. Ternyata jatuh cinta itu tidak enak, perasaannya tidak bisa dikontrol, dan akibatnya semua orang terkena imbasnya. Awalnya, ia sudah ingin mengundurkan diri, namun ia merasa tindakan tersebut sangat tidak bertanggungjawab. Dan kini, ia malah akan didepak…
Berjalan gontai, Jaehee memutuskan menyepi di loteng lantai lima, dimana tak seorangpun (kecuali Joonmyun mungkin) mau repot-repot beristirahat disana. Joonmyun pun pasti sudah enggan datang kesini, karena mereka sekarang sudah resmi menjadi musuh. Hebat sekali, Oh Jaehee, hebat sekali. Pikirnya sinis.
Memeluk lututnya, meletakkan naskahnya yang sudah digulung-gulung Jaehee merebahkan kepalanya diatas lututnya sendiri, perlahan-lahan—untuk kesekiankalinya, ia menangis. Uh, dia benci jadi cengeng seperti ini. Dulu, sebelum kenal Joonmyun, dalam waktu satu bulan, bisa dihitung dengan jari berapa banyak ia menangis, itu pun biasanya karena bawaan PMS seperti yang Hana bilang. Menangis pun biasanya karena menonton sesuatu yang mengharukan. Tapi sekarang? Bahkan belum satu bulan ia sudah menangis hampir setiap hari.
Jatuh cinta itu merepotkan, pikirnya getir. Jika tahu begini rasanya, jika bisa memilih, lebih baik ia tidak usah jatuh cinta saja sekalian! Jatuh cinta itu menyusahkan, dengan mudahnya bisa mengontrol perasaan. Dan Jaehee tidak siap, karena ini pertamakalinya ada laki-laki yang bisa membuatnya merasa seperti bermain roller coaster setiap hari.
”Lemah sekali… bodoh sekali…” Jaehee membiarkan dirinya menangis. Lagi. Berharap untuk kali ini, setelah ia puas menangis ia bisa membuat perubahan dalam hidupnya. Tangisnya perlahan-lahan mereda, digantikan dengan rasa lelah luar biasa. Ya, jatuh cinta membuatnya tidur tidak nyenyak. Lalu apa enaknya jatuh cinta???
* * *
Joonmyun menutup pintu balkon lantai lima. Ia masih belum yakin untuk memperbaiki hubungannya yang sudah terlanjur rusak dengan Jaehee. Saat ia mendongak, ia kini malah mendapati tatapan tajam dari sahabat sekaligus sepupunya, Kim Jongin. Dikatakan tajam disini, karena meski mata Jongin memang berwarna gelap dan selalu intens jika tengah menatap seseorang, Joonmyun belum pernah di tatap seperti ini sebelumnya oleh sahabatnya tersebut.
”Jongin?”
”Kapan kau mau bilang padaku kalau kau dan Zhang Yixing itu bekerjasama?” tanya Jongin dengan nada tajam.
Deg!
Terlalu sibuk memikirkan Oh Jaehee sampai-sampai Joonmyun lupa mengatakan bahwa Yixing mengajaknya untuk bergabung sebagai tim tata musik di musikal Romeo & Juliet. Joonmyun mengangkat kedua tangannya, ”Aku bisa jelaskan,”
”Kau tahu kan kalau aku amat sangat membenci pria itu?”
Joonmyun menghela napas keras, frustasi. Ia memijat pangkal hidungnya sebentar sebelum menyahuti Jongin, ”Tentu aku tahu, tapi aku…”
”Kenapa kau tidak pernah bilang?! Ini sudah satu minggu setelah kau bergabung dengan pria sialan itu!”
”Jongin!” seru Joonmyun, tidak suka. ”Aku tahu kau membenci Yixing, tapi bukan berarti aku juga harus membencinya bukan? Kau sendiri yang mendorongku untuk meraih mimpiku. Dan Yixing satu-satunya orang yang berbaik hati menawarkanku untuk mengembangkan bakat bermusikku, Jongin! Jangan jadi hipokrit, eoh?”
Jongin sedikit kaget mendengar jawaban Joonmyun yang panjang dan sebenarnya Jongin sadar, sahabatnya itu hanya ingin mengejar mimpi yang takkan pernah didukung oleh kedua orangtuanya. Tapi, bukankah Joonmyun tahu betapa Jongin membenci Yixing hingga ke lubuk hatinya yang paling dalam? Ia juga merasa kecewa kenapa Joonmyun tidak berkata jujur sejak awal mengenai hal ini?
”Hipokrit? Dengar, kalau kau sudah sejak awal jujur mengatakan bahwa kau akan ikut andil dalam pentas musikal ini bekerja sama dengan si brengsek itu, tidak akan seperti ini!” decih Jongin, ia melempari Joonmyun tatapan merendahkan sebelum bergumam, ”Kukira kau benar-benar sahabat dan sepupuku, cih.”
”Ugh!” geram Joonmyun saat memandangi Jongin yang penuh emosi pergi meninggalkannya begitu saja. Percuma saja mengejar Jongin dan meminta bocah itu untuk mengerti, Joonmyun tahu betul tabiat sahabat sekaligus sepupunya itu jika emosi tengah menguasai otak dan pikirannya. ”Semua saja menjauhiku!”
Joonmyun kemudian menyandarkan tubuhnya pada daun pintu balkon lantai lima dan memejamkan matanya erat-erat. Ia masih mendengar suara isakan kering Jaehee. Kepalanya berputar-putar. Suara Jaehee menangis, suara teriakan Jongin bergema di dalam pikirannya, membuat kepalanya sakit. Ia benar-benar hendak membicarakan perihal dirinya dan Yixing bekerjasama pada Jongin, namun ia tahu, bahwa hal itu memerlukan waktu yang tepat.
Siapa pula yang memberitahu Jongin bahwa ia dan Yixing kerjasama? Damn. Bercerita pada Jongdae pun tidak begitu membantu, Jongdae sama halnya dengan Joonmyun yang tahu benar perangai Jongin yang keras kepala.
”Biarkan saja dulu dia begitu, nanti kalau sudah tenang baru kau ajak bicara baik-baik,” saran Jongdae begitu Joonmyun menceritakan kegusarannya soal Jongin yang mendadak memusuhinya seperti anak kecil ketika keduanya berjalan bersama-sama menuju Hanlim Hall Convention Center. ”Dia memang sangat membenci Zhang Yixing.”
Joonmyun menggosok dahinya, lelah. ”Kukira setelah selama ini dia begitu mendukungku untuk mengembangkan bakatku, dia akan mengerti.”
”Percayalah, Sobat, aku mengerti sekali.” Jongdae membesarkan hati Joonmyun. ”Dan mungkin memang seharusnya kau bicara pada Jongin, dan katakan padanya mengenai kerjasamamu dan Yixing sebelum kau benar-benar mulai bekerja dengan Yixing. Jika begini, ya aku tidak heran juga dia sakit hati,” Jongdae memutar kedua matanya, ”Meskipun kekanakan.”
”Zhang Yixing tidak seburuk yang ia kira,” gumam Joonmyun sambil menendang kerikil di perjalan. Lalu menambahkan dengan jengkel, saat ia mengingat betapa dekat dan intensnya Yixing pada hampir semua wanita, walaupun sebenarnya yang membuat jengkel adalah betapa dekatnya Yixing dengan Jaehee, namun Joonmyun tak mengakuinya. ”Walaupun dia sangat manis pada wanita.”
Jongdae terkekeh, ”Well, untuk urusan itu, tentu saja. Kudengar mantan kekasihnya sendiri banyak… tak heran sih, dia punya segalanya yang Jongin mau.” Joonmyun terkekeh. ”Tapi memang, sebenarnya dia tidak buruk. Dia kemarin menghampiriku dan menyalamiku, mengatakan bahwa dia menyukai suaraku…”
”Keurae? Kau tak kenal Yixing sebelumnya?”
”Karena Jongin begitu, tentu aku tidak mau cari urusan dengan Zhang Yixing, tapi sebenarnya kau benar… si Zhang Yixing itu tidak begitu buruk, dan ah… begitu juga Oh Jaehee.” Jongdae menghentikan langkahnya, Joonmyun mengikuti. Keduanya memperhatikan Jaehee yang membiarkan rambut panjangnya menutupi wajahnya yang lesu, gadis itu datang dari sisi yang berlawanan dengan mereka berdua.
Joonmyun ingin sekali berlari menghampiri gadis yang sudah seminggu ini bertingkah bak mayat hidup itu, namun tentu saja… dia sudah tidak mau punya urusan apa-apa lagi, kan? Meski hatinya meneriakkan kata iba pada gadis itu. Batin dan otaknya masih terus bertengkar hebat mengenai Jaehee sejak kemarin.
Tiba-tiba ia menyadari kalimat Jongdae barusan dan menoleh, ”Oh Jaehee? Apa maksudmu?”
”Bukankah dia sepertinya bukan gadis yang buruk?” pancing Jongdae sambil menaikkan alisnya. ”Dari apa yang kulihat selama satu minggu ini bekerja didekat gadis itu, dia sama sekali tidak seperti keluarga Oh yang dibicarakan. Geuchi?”
Joonmyun mengangkat bahu dan mendahului Jongdae, tidak ingin membahas pendapatnya jauh lebih lanjut. Jongdae mengernyitkan dahinya dan bergegas merendengi langkah Joonmyun, ”Menurutmu apa tidak sayang jika peran itu jatuh pada tangan Seolhyun?”
”Kau tak mau Seolhyun jadi Juliet?” tanya Joonmyun balik.
Jongdae mengangkat bahu, ”Aku masih berpendapat akting Oh Jaehee itu brilian ketika kemarin melihatnya di audisi. Entah apa yang terjadi hingga aktingnya jadi jelek selama seminggu ini. Aku yakin ada masalah yang menerpa gadis itu sehingga ia tidak bisa berakting dengan baik.”
”Masalah? Menurutmu begitu?” tanya Joonmyun mendorong pintu kaca HHCC, dan menunggu Jongdae ikut masuk bersamanya sebelum melepaskan pegangan pintu. Mereka berdua berjalan memasuki auditorium di dalam gedung tersebut dan melihat kru musikal Romeo & Juliet sudah berkeliaran.
”Tentu saja begitu. Dia bisa begitu baik aktingnya, lalu tiba-tiba jelek… aktingnya kemarin kan bukan mujur saja, atau dibuat-buat… kalau dia bisa membuat-buat aktingnya berarti dia akting juga, dong?”
Joonmyun menggelengkan kepalanya, tak mau ikut berdiskusi masalah ini lagi. Namun begitu melihat jalannya latihan hari ini, hatinya tidak bisa tidak menjerit melihat betapa kasihannya sosok Jaehee yang menunduk meminta maaf. Joonmyun bahkan yakin ia bisa melihat kristal bening di sudut mata gadis itu, dan ia benci sekali melihat sosok Seolhyun yang sudah mulai hadir di latihan dan dipersiapkan untuk menggantikan Jaehee.
Benar, aktingnya jelek setelah kami berhenti berbicara. Apakah mungkin aksi diam gadis itu karena dia memang ada masalah sebelumnya? Batin Joonmyun memperhatikan bagaimana semua orang kembali memandang Jaehee sebelah mata, padahal kemarin mereka semua memuji-muji dirinya dan menjelekkan Seolhyun. Saat Jaehee pergi ke samping panggung, Joonmyun melihat hanya beberapa orang yang masih mau menghibur gadis itu, termasuk Baek Jinmi dan Zhang Yixing.
”…tapi mau sampai kapan kita membiarkan anak itu tidak berkonsentrasi seperti ini, Kepala Sekolah Jung? Saya percaya dengan Miss Oh, tapi biar bagaimanapun juga, waktu pementasan sudah semakin dekat. Jika kita tidak bertindak, bukan hanya latihan yang kacau… pementasan juga kacau, saya tidak mau hal itu terjadi.” Mohon Guru Han.
Kepala Sekolah Jung juga nampaknya masih ingin memberikan Jaehee kesempatan lagi, namun memang sudah memasuki minggu kedua dan gadis itu nampaknya masih belum bisa keluar dari masalahnya sendiri. Apa pun itu, itu bukanlah sikap yang profesional. Namun, Joonmyun yakin, apa pun yang bisa membuat Jaehee sampai seperti ini pun bukanlah hal biasa. Hingga gadis itu menjauhinya, murung, dan sering menangis sendiri.
Joonmyun rasa, dan keputusannya kali ini bulat, sikap acuh Jaehee padanya tempo hari adalah efek masalah yang mungkin kini tengah dihadapi oleh gadis itu. Dan jika melihat dari sikap Jaehee yang selama ini Joonmyun kenal, boleh jadi Jaehee memilih menyimpan apa pun masalah itu sendirian sehingga ia menjadi tidak fokus.
”…aku tidak menyangka bahwa aku yang akan mendapatkan peran Juliet itu, Jongdae-ya,” sayup-sayup Joonmyun bisa mendengar suara Seolhyun yang begitu bersemangat memberitahu Jongdae. ”Aku tahu aku tidak boleh senang diatas penderitaan orang lain, tapi aku benar-benar menginginkan peran ini.”
Jongdae hanya menjawab, ”Jangan terlalu senang dulu, Oh Jaehee belum resmi digantikan.”
* * *
Jongin tidak masuk.
Joonmyun menyerah mengontak sahabat sekaligus sepupunya itu, karena menurut Jongdae saat ini Jongin pasti masih dalam fase keras kepalanya, dan takkan mau mendengarkan penjelasan. Joonmyun berpikir apa yang ia alami dengan Jongin pada saat ini adalah karmanya, karena ia telah memarahi Jaehee tanpa tahu alasan gadis itu yang sebenarnya. Sama seperti yang Jongin lakukan kepadanya.
Hari ini, dia memutuskan untuk meluruskan segalanya. Apa pun itu masalah Oh Jaehee, Joonmyun tahu tidak seharusnya ia bersikap tidak adil pada gadis itu. Dan Joonmyun beruntung saat kembali ke balkon lantai lima di jam istirahat, ia menemukan sosok yang begitu minta dikasihani.
Joonmyun terenyuh melihat pemandangan di depannya. Jaehee yang meringkuk di pojok balkon, memeluk naskahnya. Ada berkas-berkas air mata pada kedua ujung matanya, yang membuat Joonmyun semakin merasa bersalah karena sudah bersikap terlalu keras pada gadis itu. Joonmyun beringsut mendekat dan duduk disamping tubuh Jaehee yang meringkuk, dilepasnya blazer sekolahnya kemudian disampirkannya untuk menutupi kaki Jaehee yang terbuka karena posisi berbaringnya. Sesekali Joonmyun bahkan bisa mendengar dan melihat Jaehee terisak kecil dalam tidurnya, dan tubuhnya semakin meringkuk, seolah-olah gadis itu sedang takut pada sesuatu.
Entah karena alasan apa, Joonmyun mengulurkan tangannya dan menggenggam tangan Jaehee.
Isakan kering Jaehee perlahan mereda, digantikan dengan suara macam tersedu setelah menangis, namun tubuhnya semakin meringkuk. Joonmyun benar-benar merasa kasihan, masalah yang dihadapi Jaehee pastilah berat hingga terbawa mimpi seperti ini.
”…walaupun kau membenciku, karena sikapku yang tidak adil,” ucap Joonmyun penuh sesal. ”Tetap jadi temanku, Jaehee-ya.” Bisiknya penuh harap, Jaehee akan memaafkannya karena sikapnya kemarin.
* * *
Jaehee terbangun.
Sebenarnya dia tidak berniat tertidur. Setelah tadi pagi menyaksikan Kepala Sekolah Jung berdebat panas dengan Guru Han mengenai posisinya sebagai pemeran utama, juga mendengarkan banyak pendapat mengenai dirinya yang sebaiknya digantikan saja oleh Kim Seolhyun, dan ditambah lagi Joonmyun yang membencinya membuat emosinya menjadi campur aduk jadi satu. Membolos semua kelas, berpikir untuk berlatih sendirian di balkon lantai lima favoritnya, ia justru malah menangisi nasibnya disana dan tertidur.
Aku benar-benar akan dipecat sebagai Juliet. Batinnya saat menyadari ada sebuah tangan yang kini tengah menggenggamnya, tak cukup erat, namun membuatnya kaget setengah mati. Saat Jaehee mendongak, kedua matanya melebar saat menyadari sosok lelaki yang tengah duduk, dengan kaki lurus ke depan, kepala terkulai ke samping kanan, dan ya tangan kanannya kini menggenggam tangan Jaehee sendiri.
”J-joonmyun?” panggil Jaehee bingung, sambil duduk perlahan-lahan karena tidak ingin mengagetkan Joonmyun yang tertidur dengan wajah super polos. Rambutnya terjatuh sedikit menutupi dahi dan matanya, dan bibirnya yang berwarna merah muda, membentuk lingkaran kecil yang menggemaskan.
Mau tak mau Jaehee tersenyum melihat pemandangan itu. Melihat tangannya dan Joonmyun yang bertautan, wajahnya memanas dan senyuman yang tersungging pada bibirnya tak mau hilang.
Joonmyun tidak marah lagi padanya?
Jaehee tersenyum. Tak masalah lagu itu untuk siapa, yang penting sekarang Joonmyun tetap mau berteman denganku, ya itu cukup.
”Sudah bangun?”
Jaehee melonjak dari lamunannya dan kaget saat melihat Joonmyun yang bersandar pada dinding balkon, menatapnya dalam dengan kedua mata cokelat hangatnya yang amat sangat Jaehee rindukan. Tatapannya itu membuat Jaehee merona. Wajah tampan, mata cokelat hangat, dan suara yang lembut memabukkan.
”Su-sudah…”
Joonmyun tersenyum, menyadari bahwa ia masih menggenggam tangan Jaehee. ”Gwenchana, Jaehee-ya?”
”Hah?”
”Gwenchana? Kau menangis terus seminggu ini, benar kan?” tanya Joonmyun dengan wajah penuh penyesalan. ”Aku mau minta maaf atas sikapku kemarin… aku hanya… aku hanya…” Joonmyun terlihat kebingungan memilih kata-katanya sendiri, antara jujur saja atau membuat alasan, namun saat matanya bertemu dua mata polos cokelat tua milik Jaehee, ia merasa terperangkap. ”Aku… kesal.”
Jaehee menggigit bibirnya, ”Kesal kenapa?” tanyanya hati-hati pada Joonmyun.
”Karena kau mendadak menghindariku,” ujar Joonmyun jujur, menatap Jaehee ragu-ragu. ”Aku tak tahu apa salahku tapi kau menjauhiku, setidaknya… katakan apa pun, bilang saja jika aku membuat salah… dan aku juga tidak membenarkan sikapku padamu… aku hanya, aku hanya merasa begitu kesal.” Jelas Joonmyun panjang lebar.
Jaehee kehilangan kata-kata mendengar penjelasan Joonmyun.
”Jika aku membuatmu kesal,” Joonmyun menambahkan lagi, ”Kau boleh memarahiku, atau apa pun… tapi jangan jauhi aku seperti kemarin.”
”Tapi… kau tidak melakukan apa pun,” sergah Jaehee jadi tidak enak sendiri.
Joonmyun mengangkat bahu, ”Apa pun itu, pastilah ada sesuatu yang membuatmu sampai harus begitu. Dan untuk apa pun itu, ditambah dengan sikapku kemarin padamu… aku minta maaf, Jaehee-ya.”
”Kau tidak salah apa-apa,” Jaehee menggeleng. “Aku yang harusnya minta maaf… sikapku menyebalkan.”
Joonmyun terkekeh dan mengusap kepala Jaehee dengan tangannya yang lain, tangan kanan masih menggenggam erat tangan Jaehee. ”Yaksok?”
”Yaksok.” Angguk Jaehee mengabaikan semburat merah pada pipinya. Untung matahari tengah bersinar, meski tidak begitu terik, setidaknya wajah merahnya tidak akan begitu menarik perhatian Joonmyun.
Joonmyun mengembuskan napasnya lega. Seolah-olah beban berat pada punggungnya terangkat begitu saja begitu melihat Jaehee tersenyum lagi kepadanya. Belitan pada dadanya hilang, dan dia tidak peduli jika ia terlihat seperti perempuan jika bertingkah seperti ini..
”Lalu, kau mau bercerita kenapa dengan dirimu selama ini?” tanya Joonmyun pada Jaehee dengan wajah penasaran. ”Aktingmu selalu bagus, kenapa denganmu belakangan ini? Apakah kau ada masalah?”
Jantung Jaehee berdegup kencang mendengar pertanyaan Joonmyun barusan. Ia tentu saja takkan bisa menjawab pertanyaan ini. Mereka baru saja berbaikan. Jika Joonmyun tahu Jaehee mengharapkan hal yang lebih dari pertemanan mereka, maka mereka berdua tidak akan saling bicara lagi, dan Jaehee tidak mau hal itu terjadi lagi.
”Aku hanya memiliki beberapa masalah,” gumam Jaehee sambil mengalihkan pandangannya dari Joonmyun, tak ingin pria itu mendeteksi kebohongannya. ”Tapi aku tidak mau memikirkannya… aku hanya mau berakting dengan baik, dengan profesional, aku tidak mau lagi melibatkan perasaanku pada akting.”
Joonmyun memandang gadis di depannya ini dengan khawatir. ”Jinjja? Apa ada yang bisa aku bantu untuk menyelesaikan masalahmu? Aku ini kan temanmu, Jaehee-ya, kita teman… kau boleh cerita apa pun padaku.”
Ya, cerita tentang perasaanku padamu? No no no. Batin Jaehee.
”Ya, aku tidak ingin memikirkannya lagi,” Jaehee mengangkat bahu dan tersenyum berusaha meyakinkan Joonmyun. ”Tapi mungkin sudah terlambat ya? Seolhyun pasti akan jadi Juliet yang baik.” Sesal Jaehee sambil menatapi naskahnya.
Joonmyun meremas tangan Jaehee yang masih berada dalam genggamannya. ”Halsuisseo, Jaehee-ya, masih ada waktu untuk memperbaikinya. Ayolah, percaya padaku kau pasti bisa. Dan satu lagi, percaya pada dirimu sendiri. Kau kemarin bisa, apa susahnya melakukan hal yang kemarin kau lakukan pada dirimu?”
”Entahlah, Joonmyun-ah… aku seperti tidak bisa berkonsentrasi begitu Baek Jinmi mengatakan action.”
Joonmyun nampak bersimpati, ”Apa itu karena kau memikirkan masalahmu?” Jaehee mengangguk kembali menghindari mata Joonmyun. ”Kalau begitu, kau harus melupakan masalahmu di atas panggung, Jaehee-ya… jangan diingat-ingat. Yang harus kau ingat, di atas panggung kau adalah Juliet, bukan Oh Jaehee. Juliet memiliki masalah lain yang harus dipikirkan, bukan masalah Oh Jaehee.”
”Tapi…”
”Begini,” Joonmyun tersenyum, ”Bayangkan saja saat kau di panggung, kau bisa melakukan apa saja sebagai Juliet, apa pun yang kau lakukan sebagai Juliet diatas panggung, tidak akan mempengaruhi penilaian orang terhadap Oh Jaehee. Jadi, masalahmu tidak akan ikut denganmu di panggung jika kau sudah menjadi Juliet.”
Masih terlihat ragu, namun melihat senyuman menawan Joonmyun, Jaehee mengangguk.
”Apa pun sah di atas panggung, itu panggungmu. Bayangkan apa saja yang kau inginkan, yang bisa membantumu mendalami peranmu. Kau Juliet, bukan Oh Jaehee.” ulang Joonmyun lagi memberi semangat.
Apa pun sah di atas panggung, itu panggungku. Bayangkan apa saja yang aku inginkan, yang bisa membantuku mendalami peranku.
Aku mau kau, aku mau Romeoku.
* * *
TERPUKAU.
Ketika Jaehee berdiri di atas panggung, tepat di atas plester silang yang disiapkan oleh tim tata panggung untuk menandakan posisi blocking-nya, Jaehee menghela napas dalam-dalam dan mengembuskannya. Ia bisa mendengar suara Guru Han, suara Baek Jinmi, dan suara-suara orang lainnya, namun suara tersebut tidak begitu mengganggunya lagi, apalagi saat melihat Joonmyun mengintip dari balik tirai panggung dan mengacungkan kedua ibu jarinya. Ya ampun, itu saja sudah bisa membuat Jaehee senyum-senyum sendiri.
Yang jelas, mengikuti saran Joonmyun tadi, di panggung ini, dia bisa melakukan apa pun sesuai kehendaknya. Dia bukan Oh Jaehee, dia adalah Juliet, dan sah-sah saja dia membayangkan Joonmyun yang berdiri di hadapannya. Urusan hatinya, dia urus belakangan saja, kesempatannya menjadi pemeran utama mungkin hanya sekali seumur hidup. Belum tentu setelah ini dia bisa mendapatkan peran utama lagi, bukan?
Seolah deja vu disaat audisi, sekeliling ruangan kembali kosong. Hanya ada dirinya, dan Minseok yang wajahnya berubah menjadi Joonmyun. Dengan itu, auditorium kembali terkesima melihat penampilannya. Jika kemarin di audisi Jaehee terlihat sangat baik, kali ini ia terlihat… bersinar? Apalagi saat memeragakan adegan jatuh cinta, yang tidak pernah sekalipun berhasil ia lakukan kemarin.
”Romeo,” Jaehee berjongkok di balkon imitasi yang dibuat dari plester dan gipsum yang sangat kokoh. Set balkon tersebut juga dihiasi oleh tanaman-tanaman imitasi, dan lampu-lampu minyak kuno yang semakin menegaskan kesan zaman dahulu. Namun senyuman Jaehee yang merekah saat memunculkan kepalanya diantara pilar-pilar balkon untuk menatap Minseok membuat seluruh studio terperangah.
”My Nyas (Elang kecilku?)” tanya Minseok sambil tersenyum dan mendongak menatap Jaehee.
Jaehee meneruskan dialognya, ”What o’clock tomorrow shall I send to thee? (Jam berapa harus kukirimkan pengantar pesanku besok?)” tanyanya.
Minseok terkekeh, ”By the hour of nine.”
Jaehee mengangguk-angguk dengan penuh semangat, ”I will not fail. ‘Tis twenty year til then. I have forgot why I did call thee back. (Aku tidak akan terlambat. Sekarang hingga besok rasanya seperti dua puluh tahun lagi. Aku sampai lupa kenapa aku memanggilmu lagi.)”
“Let me stand here til thou remember it. (Aku akan berdiri disini sampai kau ingat).” Goda Minseok sambil sedikit mendekatkan wajahnya ke arah wajah Jaehee yang menyembul diantara pilar-pilar balkon.
”I shall forget, to have thee still stand there, remembering how I love the company. (Aku akan melupakannya kalau begitu, agar kau tetap berdiri disitu, karena aku sangat senang ditemani olehmu).” Jaehee kini balas menggoda, bahkan sampai mengedip-ngedipkan matanya, namun kemudian menatap wajah Minseok begitu dalam, seolah ia benar-benar jatuh cinta.
Perubahan ekspresi yang sebelumnya tidak pernah terjadi. Mata penuh cinta yang sebelumnya tidak pernah ada. Bahkan Minseok sampai tersipu-sipu sendiri karena Jaehee seolah benar-benar menyukainya.
”And I’ll still stay, to have thee still forget, forgetting any other home but this. (Aku akan terus berdiri disini, walaupun kau terus menerus lupa. Aku pun akan lupa kalau aku memiliki rumah lain selain disini bersamamu).”
Bahkan para penonton ikut, ”Awww…” mendengar interaksi keduanya.
”‘Tis almost morning. I would have thee gone. And yet no further than a wanton’s bird, That lets it hop a little from his hand Like a poor prisoner in his twisted gyves, And with a silken thread plucks it back again, So loving-jealous of his liberty. (Ini sudah hampir pagi… Aku ingin membiarkanmu pergi, tapi kau harus tahu aku membiarkanmu pergi seperti anak-anak yang membiarkan burung piaraannya terbang bebas. Anak yang membiarkan burung piaraannya meloncat sedikit dari tangannya dan dan akan menariknya lagi dari dahan).” Dengan nada mengeluh, dan menjelaskan seperti anak kecil yang merajuk. Bahkan Jaehee bisa mengucapkan kalimat panjang tersebut dalam satu tarikan napas, tanpa ada salah sekalipun.
Minseok mengerang, ”I would I were thy bird. (Aku ingin sekali menjadi burung piaraanmu).” Dan itu membuat semua yang menonton tertawa, karena tentu saja… burung dan laki-laki tidak dapat disatukan dalam kalimat yang sama tanpa ada tanda kutip bukan? Dan disitu juga, konsentrasi Jaehee tetap tidak terpecah, meski Minseok sedikit nyengir karena mendengar tawa dari penonton.
Mengeluh, Jaehee mengulurkan tangannya yang diraih oleh Minseok, membiarkan pria itu mengecupi tangannya sementara Jaehee menatapnya dengan sedih. ”Sweet, so would I. Yet I should kill thee with much cherishing. Good night, good night! Parting is such sweet sorrow That I shall say good night till it be morrow. (Manisku, aku juga. Tapi aku akan membunuhmu karena aku terlalu sering menepuk-nepuk dirimu jika kau adalah burung piaraanku. Hmm, perpisahan adalah kesedihan yang manis. Aku akan mengucapkan selamat malam… hingga malam ini berganti jadi esok).”
Minseok melepaskan tangan Jaehee dengan enggan, melambai saat Jaehee berdiri dan menghilang. Minseok mengucapkan dialog terakhirnya dan Baek Jinmi menjerit, ”CUT! DAEBAAAAKKKK!!!”
Jaehee keluar lagi, dan kali ini Minseok bahkan menghadiahinya pelukan selamat. Pria itu memeluknya dan memutar-mutar tubuhnya di atas panggung. Jujur, Minseok ikut stress karena tidak bisa melakukan pendalaman karakternya selama seminggu ini. Jaehee begitu kaku, diam, dan tak bisa diajak berkomunikasi. Tapi hari ini? Ia bahkan bisa dengan alami merasa malu dengan gestur yang dilemparkan oleh gadis itu. Dan itu baik untuk akting, dimana ia dapat terlihat benar-benar seperti pria yang tengah kasmaran.
”Oh Jaehee!” jerit Jinmi sambil mengacungkan dua jempolnya. Disampingnya Park Chanyeol, dan Kepala Sekolah Jung berdiri sambil bertepuk tangan atas ’kembalinya’ Oh Jaehee dari kenestapaan yang diciptakannya sendiri.
Jaehee jadi terharu. Saat ia sibuk membungkuk mengucapkan terima kasih atas penghargaan rekan-rekan bahkan gurunya, Jaehee menoleh dan mendapati satu orang yang ikut bangga akan prestasinya, tersenyum salut padanya dan memberikan dua ibu jarinya juga. Jaehee tertawa dan mengedip padanya.
* * *
Joonmyun turun kembali dari posisinya di samping panggung setelah menyaksikan Jaehee berlatih. Gadis itu lucu, sikap tidak percaya dirinya benar-benar berbahaya. Untung saja dia membujuk gadis itu, hingga perasaan gadis itu jauh lebih baik. Joonmyun benar-benar lega.
Tapi sepertinya, tidak semua orang senang dengan perubahan drastis Jaehee hari ini. Joonmyun harus menyaksikan Guru Han yang terlihat bersalah pada Seolhyun yang berkaca-kaca, ia harus merelakan peran Juliet untuk kedua kalinya. Seolhyun membungkuk pada Guru Han sebelum pamit meninggalkan ruangan. Guru Han menghela napasnya merasa tidak enak pada muridnya itu.
Joonmyun menghela napas juga, merasa tidak enak. Ia tahu betul Seolhyun sangat-sangat berambisi hendak menjadi pemeran utama dalam setiap pementasan yang sekolah selenggarakan. Apalagi ini adalah pementasan penentuan, dimana pencari bakat mungkin akan mencari bibit-bibit aktris musikal berbakat disini.
Seolhyun masih lebih membutuhkan dirinya, kan? Dibandingkan Jongin, juga dibandingkan keinginannya untuk bertemu dengan Jaehee? ia berpikir, toh Jaehee dan dia takkan mungkin saling menyapa juga di muka umum, maka Joonmyun memutuskan untuk mengejar Seolhyun.
Yang kemudian Joonmyun temukan tengah duduk di samping lapangan sepak bola, dengan muram, dan air mata meleleh di kedua pipinya.
”Seolhyun-ah,”
Seolhyun masih tetap menatap lurus ke lapangan tanpa menghiraukan kehadiran Joonmyun yang duduk sampingnya. Ia hanya menggigit bibirnya, agar bibirnya tak terus menerus bergetar karena menahan tangisan dan rasa sakit hati. Pada ketidakadilan yang ia rasakan selama beberapa minggu ini.
”Gwenchana, Seolhyun-ah…” bujuk Joonmyun, sambil menepuk-nepuk pundak Seolhyun dengan lembut. ”Masih ada kesempatan di lain kali… mungkin peran ini memang bukan ditakdirkan untukmu.”
Seolhyun masih tak menjawab.
”Aktingmu bagus. Jadi, jangan patah semangat ya… kurasa, masih banyak pertunjukan lain yang lebih cocok bagimu.” Tambah Joonmyun lagi karena melihat tubuh Seolhyun justru ganti bergetar setelah gadis itu menahan bibirnya untuk tidak bergetar karena menahan tangisan. ”Kau harus merelakan peran ini, Seolhyun-ah…”
”Tapi kenapa?!” tanya Seolhyun dengan nada yang amat sangat getas.
Joonmyun mengernyitkan dahinya, ”Apanya yang kenapa?”
”Kenapa setelah sekarang?” isaknya. Ia mengusap wajahnya dengan punggung tangannya dan menggeleng-gelengkan kepalanya, ”Kenapa setelah Guru Han baru mau memberikan peran itu padaku, akting Oh Jaehee kembali bagus? Kenapa?!” Seolhyun menoleh padanya, tatapannya menunjukkan bahwa temannya itu kini tengah terluka. Joonmyun bisa mengerti, ibaratnya Seolhyun sudah diberikan harapan namun kini dihempaskan begitu saja, karena jelas sekali begitu akting Jaehee kembali baik, Guru Han tidak punya alasan lagi untuk membuatnya menjadi Juliet, bukan?
Joonmyun terus mengusap pundak Seolhyun, ”Mungkin gadis itu juga punya masalah, dan kini ia sudah bisa menyelesaikan masalahnya hingga bisa berakting dengan baik lagi, Seolhyun-ah.” Ujar Joonmyun.
”Kenapa? Kenapa baru sekarang?! Bukankah itu berarti dia tidak profesional?! Aku bisa mengesampingkan perasaanku, masalah pribadiku di setiap pertunjukan yang aku jalani. Aku amat sangat profesional! Bagaimana jika suatu saat nanti gadis itu ada masalah lagi? Dia mau bersikap seperti anak manja yang kemarin hanya bisa menangis-nangis saja, dan semua orang kasihan padanya hinga memberinya kesempatan?!” Seolhyun menumpahkan semua kekesalannya pada Joonmyun.
”Seolhyun-ah…” geleng Joonmyun.
”Lalu kenapa begitu dia tahu dia hendak digantikan, dia baru get her shit together, eoh? Apa dia sengaja?!”
”Sengaja bagaimana maksudmu?!” seru Joonmyun. ”Seolhyun-ah, sudahlah… dengan kau bersikap begini, kau justru akan semakin sakit hati. Anggap saja, memang Juliet ini bukan peran yang baik untukmu.”
Seolhyun menunduk dan kembali menangis ke dalam kedua tangannya.
”Aku tahu kau adalah orang yang paling kecewa dalam hal ini, tapi memang begitulah hidup. Terkadang tidak semua yang kita inginkan terjadi, itu tidak boleh membuatmu menyalahkan orang lain melainkan kau harus menerimanya. Kau akan belajar dari pengalaman ini… mungkin saja, nanti di dunia kerja… tidak semua peran yang kau sukai yang akan datang padamu. Kau tidak menyukai cerita itu, Seolhyun-ah, itulah kenapa kau tidak terpilih dari awal.”
Seolhyun masih terus mengisak.
”Oke?”
”Tapi mereka sudah menawarkan peran itu kepadaku, Joonmyun-ah,” Seolhyun mengisak kembali. ”Bukankah ini kejam?”
”Mereka hanya mencoba untuk mencari kemungkinan terburuk atas situasi ini, Seolhyun-ah,” bujuk Joonmyun lagi. ”Kau pun harus begitu, kalau peran utama gagal, kau harus punya alternatif berikutnya untuk menunjukkan kemampuanmu. Hidup kita tidak berakhir hanya karena kita gagal meraih sesuatu yang kita inginkan, Seolhyun-ah.”
Seolhyun menggigit bibirnya.
”Apa yang salah dengan mencoba peran pendukung? Sebagai pemeran pendukung pun, kalau kau membawakannya dengan baik, kurasa orang tetap akan melihat kemampuanmu.” Joonmyun meremas bahu Seolhyun, ”Oke? Sekarang cuci muka, hapus air matamu… jangan murung terus hanya karena kau tidak mendapatkan peran utama, oke? Aku harus kembali bekerja.”
Seolhyun masih saja mengisak sendirian, bahkan setelah Joonmyun meninggalkannya.
* * *
Joonmyun kembali ke auditorium, saat latihan masih berlangsung. Semua orang nampak bekerja lebih keras daripada biasanya. Mungkin kemarin, saat si pemeran utama masih sibuk dengan kesedihannya, merembet ke hampir semua lapisan kru. Namun sekarang, setelah si pemeran utama sudah berhasil membawakan perannya dengan baik, semua kru nampak ikut senang dan bekerja pun jauh lebih menyenangkan.
”Ah, atmosfer ruangan ini jauh lebih berbeda,” komentar Yixing begitu Joonmyun melangkah masuk ke dalam ruangan tata musik yang letaknya di samping panggung sebelah kanan. ”Akhirnya kita bisa benar-benar bekerja, ah… Joonmyun-ah, kemari! Kemari! Kita sudah bisa mulai memasukkan lagu-lagu ke dalam setiap adegannya. Sepertinya Jaehee tidak jadi digantikan, betul?”
Solar mengangguk penuh semangat. ”Berarti benar apa yang dikatakan oleh Jinmi. Oh Jaehee pastilah tengah memiliki masalah selama seminggu ini sampai-sampai ia tidak bisa berakting. Aktingnya hari ini keren sekali…” bahkan Solar mengerjap-ngerjapkan matanya penuh kekaguman.
”Joonmyun-ah, bagaimana kalau kita mulai bekerja? Ada lagu dalam benakmu?” tanya Yixing sambil merangkul tubuh Joonmyun mendekat ke arah keyboard. ”Solar tadi mengajukan lagu Runaway.”
”Runaway?” tanya Joonmyun menerima kertas yang diberikan Solar dengan mata berbinar-binar. ”Untuk siapa?”
”Oh Jaehee, keurom. Lagu ini dinyanyikan setelah Juliet masuk ke dalam kamar, dan Romeo pergi meninggalkannya dan mereka menanti pagi agar bisa membicarakan kapan dan dimana mereka menikah. Lagu ini tepat sekali menggambarkan situasi itu…”
Joonmyun meraih kertas tersebut dan membacanya dengan seksama, memperhatikan bait ke baitnya. Membayangkan Jaehee menyanyikannya, ah iya… Joonmyun belum pernah mendengar gadis itu benar-benar bernyanyi, bukan?
Tersenyum, Joonmyun mengangguk. ”Kurasa akan bagus, Solar-ssi.”
”Yay!” Solar bersorak gembira.
* * *
Setiap hari, setelah selesai latihan, biasanya Kepala Sekolah Jung akan mengumpulkan seluruh kru dan para pemeran Romeo & Juliet, untuk melakukan evaluasi. Biasanya evaluasi tersebut akan membuat Jaehee stress, dan merasa bersalah pada seluruh kru dan para pemain. Namun kali ini, Jaehee dapat tersenyum lega karena melihat hampir semuanya tersenyum, meski kelelahan.
”Saya mengucapkan terima kasih sebanyak-banyaknya pada seluruh staf dan para pemain,” ujar Kepala Sekolah Jung setelah evaluasi dimulai. ”Saya melihat banyak sekali perubahan yang saya lihat hari ini, terima kasih banyak… kalian semua bekerja semakin hari semakin baik sekali. Juga untuk Miss Oh, saya mengucapkan selamat datang kembali setelah kemarin-kemarin sepertinya Anda di dunia lain…” guraunya, membuat wajah Jaehee merona, namun untungnya hampir semua orang yang disitu tertawa, bahkan Minseok menepuk bahunya. ”Saya melihat Anda sudah kembali seperti semula, dan saya harap masalah apa pun yang Anda hadapi, sudah selesai… dan ke depannya, kesampingkanlah masalah pribadimu, untuk dirimu sendiri.”
Jaehee mengangguk, dan membungkuk dalam-dalam.
”Kemudian ada satu buah perubahan yang ingin saya lakukan untuk pertunjukkan Romeo & Juliet ini,” Kepala Sekolah Jung tersenyum. ”Terutama perubahan ini akan sangat mempengaruhi Miss Oh dan Mr Kim,” ia mengangguk pada Minseok, ”Saya mau… semua adegan asli yang ada dalam naskah di lakukan.”
Jaehee mengernyit, mengangguk. Tentu saja, semua adegan sudah dilakukan bukan?
”Ketika saya mengatakan semua… adalah semua. Termasuk… adegan kiss dan bed,” Jaehee bisa mendengar hampir seluruh ruangan terkesiap mendengarnya. ”Rate untuk show ini sudah diberikan izin, memakai PG-15, dimana saya rasa hampir semua perguruan tinggi ingin melihat totalitas akting para calon aktris dan aktor…”
Jaehee ternganga, Minseok pun nampak kaget. Tapi anak-anak lain justru tertawa dan bergumam lirih bahkan mulai bersorak-sorak.
”Jadi, Miss Oh dan juga Mr Kim, kalau kalian punya kekasih tolong diminta izinnya terlebih dahulu,” gurau Kepala Sekolah Jung lagi. ”Karena saya mau semua adegan yang ada di dalam naskah, dilakukan sebenar-benarnya.”
Eottokhe?! Jaehee melirik Joonmyun yang tersenyum penuh arti kepadanya.
-Part X Kkeutt-
Gak di protect yayyyyy~
Kemarin aku liat di komen banyak readers baru bermunculan, gak tau apa memang betulan readers baru atau ya bilangnya readers baru, tapi anyway aku mau kasih kesempatan dulu buat readers baru. Untuk part yang aku protek, aku akan minta kalian komen di setiap part sebelum postingan yang ini, jadi aku masih kasih kesempatan kkkk… jadi nanti pas di kunci gak usah pada bingung lagi sama syaratnya, gak banyak kan? Hehehehe
Daaannnn… gimana part ini? Sudah baikan tuh Joonmyun-Jaeheenya, dan part depan aku kasih spoiler lagi ya… untuk pertamakalinya di AIA akan ada adegan kiss :p siapa sama siapa yang akan kiss? Yayyy~
Oh iya aku bikin FF baru judulnya
IM
Perfection, basically itu FF spin off dari FF-nya IMA yang judulnya IMPERFECTION, yang belum baca dan mungkin berkenan mau baca karya aku yang lainnya, monggo lho yaaa, ini linknya
IM
Perfection by Neez : Slide 1
Dan yang ini FF Aslinya yang dari IMA, monggo di cek juga ya yang belum baca, biar nyambung
IMPERFECTION by IMA : EPILOGUE
IMPERFECTION-nya IMA sudah tamat, disitu ada karakter Joonmyun-Jaehee juga, nah aku buat spin off-nya dari cerita itu, gitu deh intinya.
Oke sampai ketemu di part selanjutnya, baik AIA atau yang mau baca
IM
Perfection ^^
bye yeom,
XoXo,
Neez
Filed under: Angst, AU, Musical Life, romance, school life Tagged: exo, OC, suho