2016-06-28



TITTLE

BEAUTIFUL HANGOVER [SENA’S STORY]

AUTHOR

SYAMMER

MAIN CAST

OH SEHUN & HWANG NANA

SUPPORT CAST

VARIOUST ARTISTS AND OTHER

GENRE

AU, ROMANCE, FLUFF, DRAMA, & FRIENDSHIP

LENGTH

TWOSHOOT

RATING

‘M’ PG 17+ (WARNING!!!)

DISCLAIMER

THE PLOT IS MINE BUT OF ME AND GOD IS KNOW

INSPIRATED

BEAUTIFUL HANGOVER – BIG BANG

COPYRIGHT © SYAMMER 2016

NOTE!! AUTHOR HARAP PARA READER HATI-HATI, OKEY!

™˜

“Aku tak akan lari darimu Oh Sehun.” Tambah Nana jengkel.

Ditambah dengan ekspresi Sehun yang begitu datar dan santai. Nana sendiri merasa diabaikan ucapannya oleh Sehun. Nana hanya bisa mendengus kesal dengan lelaki yang berdiri menjulang disampingnya itu.

“Kau sungguh menyebalkan sekali.” Gumamnya pelan tapi sayangnya gumamnya terdengar dijelas ditelinganya. Lelaki itu menoleh kearahnya sambil menatapnya lurus, kemudian bibir tipis itu berucap, “aku mendengarnya.”

Nana hanya memutar bola matanya malas saat mendengar sahutan Sehun. “Bagus kalau kau mendengar ucapanku dan sekarang aku sedang tak ingin bertengkar denganmu.”

“Okay.” Ucap Sehun singkat sembari melepas genggamannya yang menggenggam erat jemari lentik itu. Lelaki tampan itu langsung mundur dan berdiri tepat dibelakang Nana sambil menyandar dinding lift itu sambil melipat tangan dibawah dadanya. Sehun sendiri menikmati pemandangan indah didepan matanya dan tatapan seolah ingin menyantap wanita itu sekarang juga.

Bagaimana Sehun tidak betah saat melihat wanita itu. Tinggi sempai, putih mulus, S-line nyaris sempurna dan proporsi tubuhnya langsing dan berisi. Padahal wanita itu hanya mengenakan dres merah maroon setengah paha dan berlengan sesiku yang meliuk indah ditubuh rampingnya. Payudaranya hampir tumpah karena belahan dadanya yang begitu rendah. Dan tak lupa mengenakan pump Christian Louboutin hitam yang tinggi 11 cm membuatnya lebih jenjang.

Nana sendiri sedikit lega karena jemarinya bisa bergerak bebas. Tak lama kemudian Nana melihat pantulan wajah Sehun dari pintu lift itu. Tatapan seperti ingin melahapnya. Nana mulai risih dengan tatapan lelaki yang berdiri dibelakangnya. Tiba-tiba lengan kekar itu menyelinap tanpa permisi dipinggangnya ditambah lelaki itu menghujami ciuman di leher, diperpotongan antara bahu dan leher lalu menciumi bahunya yang terekspos bebas dengan penuh gairah. Nana sendiri terkejut setengah mati mendapatkan serangan tiba-tiba dari lelaki itu, terlebih lagi punggungnya menempel sempurna didada lelaki itu. Sehun mendadak mengangkat salah satu tangannya memencet tombol stop pada tombol lift itu dan mereka berhenti diantara lantai dua puluh sembilan dengan lantai tiga puluh.

“Aku sungguh menginginkanmu…” gumam Sehun frustasi dileher Nana. Namun Nana tak mendengar begitu jelas ucapan Sehun. Tanpa sadar Nana mendesah, “Sehꟷaahh…” reflek wanita itu mengadahkan kepalanya. “Geu… manhae…” ucap Nana terpotong-potong karena Sehun terus menyerang lehernya.

Hitungan detik, lelaki itu dengan cepat kedua tangannya memutar kearahnya lalu mengangkat pinggang Nana kemudian mendorong wanita itu kedinding lift itu dan menyangga tubuh Nana dengan salah satu kakinya, mengurungnya diantara kedua tangan kekarnya. Nana yang terkejut dan belum sempat mencerna keadaan Sehun sudah mendaratkan ciuman panas dibibir manis Nana, yang tadinya tangannya menggantung dibahu lebar Sehun kini jemarinya menyusup disela rambut Sehun yang rapi lalu menjambaknya pelan dan sekarang berantakan karenanya. Nana sendiri juga berantakan terlebih lagi dres yang ia kenakan dan rambutnya. Nana yang tadinya terkejut setengah mati karena serangan Sehun yang mendadak hingga terlarut dalam kegiatan panas mereka. Rambut yang tadinya tergelung indah dibelakang kepalanya sekarang nampak tak beraturan dan bahkan saat inikedua kaki Nana sudah melingkar erat dipinggang ramping milik Sehun.

Ciuman itu berlangsung lama dan perlahan Sehun melepaskan sendiri ciuman itu hingga napas mereka bertemu Sehun membuka manik elangnya menemukan mata hazel milik Nana masih terpejam dengan bibir Nana yang setengah mengatup dan bahkan bibir menggoda itu nampak bengkak karenanya, ia sendiri tak tahan lagi untuk melumatnya lagi dan lagi sembari menurunkan Nana dari gendongannya tanpa melepaskan tautan bibir mereka. Dengan cepat melepaskan ciuman panas itu secara sepihak, tentu membuat Nana melenguh saat ia melepaskan tautan bibir mereka. Nana sudah menginjakan kakinya kembali dilantai lift. Ia tersenyum puas melihat Nana begitu berantakan karena ulahnya. Rok dressnya terangkat keatas memamerkan pahanya yang mulus, kerah salah satu melorot, rambutnya seperti tumpukan jerami dan bibir mungil itu bengkak karenanya.

“Penampilanmu sungguh luar biasa, sayang.” Puji Sehun tersenyum miring sembari membenarkan helai rambut kekasihnya itu sedangkan Nana memilih diam karena malu setelah yang mereka lakukan beberapa detik yang lalu sambil membenarkan dressnya yang cukup berantakan karena ulah Sehun.

“Tapi sayangnya ada bekas merah dilehermu. Lebih baik kau geraikan saja rambutmu.” Tambah Sehun memperingatkan tapi terdengar perintah telinga Nana. Wanita itu mendengus mendengar perintah Sehun kemudian langsung mendorong dada Sehun darinya. “Namja byuntae! Namja pervert! Cocok sekali denganmu!” cibir Nana sembari memencet tombol pass pada lift itu. Sehun yang bersandar di dinding dengan salah satu tangannya menyangga tubuhnya dan salah satu tangannya bersarang disaku kanan celananya malah tersenyum miring mendengar cibiran Nana.

“Jinchayo?”

“Ne!!” pekik Nana tak tahan dengan pria tampan bertubuh tinggi tegap sungguh menggoda imannya apalagi kemeja tak dikancingkan dua kancing teratas dan rambut hitam yang tadinya ditata rapi tapi sekarang menjadi berantakan ditambah bahunya lebar sungguh pemandangan yang menggiurkan. Tapi ia tetap menyukai penampilan pria itu, (aku sendiri yang nulis aja juga tergiur melihatnya) tak lama kemudian pintu lift itu berdenting dan perlahan pintu lift itu terbuka.

Nana dengan cepat melangkah keluar dari tempat terkutuk itu bersama dengan pria yang membuatnya panas dingin didalam tubuhnya. Saat bersama pria itu juga membuat adrenalin hormonnya selalu tertantang. Lelaki itu seperti malaikat setengah iblis tanpa sayap yang kadang membuatnya ke surga dan ke nekara di dalam satu waktu. Tapi sayangnya Sehun sudah memblokir jalan keluar itu, Nana mendengus kesal sembari melipat tangan dibawah dadanya.

“Oh Sehun! Pikyeo!” pekik Nana sembari menatap Sehun semakin geram. Sehun yang menikmati ekspresi Nana semakin lebar senyumannya. “Tapi sayang, aku menolaknyanya.” Ujar Sehun santai sambil menelengkan kepalanya.

“Jangan kekanak-kanakan Oh Sajangnim!” ujar Nana tegas bahkan menekan kata ‘sajangnim’ pada Sehun. “Tapi aku tak peduli Nyonya Oh Sehun.” Sahut Sehun cepat dengan menekankan setiapnya pada Nana.

Sikap Sehun membuatnya ingin menjambak rambut lelaki itu. Tapi ia tahu dimana sekarang, ia hanya menghela napas panjang dan bersabar menghadapi sikap Sehun yang kekanak-kanakan itu, “kau sungguh menyebalkan, Tuan Oh!” sungut Nana. “Kau tahu, menggodamu sungguh sangat menyenangkan sekali.” Timpal Sehun sembari menyambar jemari Nana kemudian menariknya keluar dari lift dan mengikuti langkahnya.

“Apa kau bilang?” desis Nana semakin kesal pada Sehun bahkan jemari Nana beranjak menjewer telinga Sehun dengan memlintirnya. Tentu Sehun langsung mengerang kesakitan disana bahkan Nana tak tanggung-tanggung menarik telinganya sedikit kencang.

“Aw! NaꟷAw! APPO!! AARRGGHHH!!!” Sehun mengerang kesakitan sambil mencoba melepaskan jemari Nana. Tinggi Nana hanya sebatas dagunya membuatnya sedikit menunduk jika tidak telinganya akan putus karena ditarik Nana. “AARRGGGHHH! AW! AMPUN CHAGI!” pekik Sehun kesakitan sambil mengikuti langkah kaki Nana.

Nana berhenti melangkah, “Kapok?” tanya Nana jengkel dan ia langsung mengangguk cepat karena sudah tidak tahan lagi.  Perlahan Nana menarik tangannya dari telinga lelaki itu. Sehun mengusap sayang telinganya yang masih berdenyut nyeri.

Nana berjalan terlebih dulu meninggalkan Sehun tanpa berkata apapun, ‘apa gadis itu marah?’ batin Sehun bertanya pada dirinya sendiri. “Sayang!” seru Sehun memanggil Nana. Wanitanya tak menghiraukannya, “mau kemana?” berjalan mengikuti cepat langkah Nana lalu dengan cepat menarik tangan mungil itu dan membawa tubuh ramping itu kedalam pelukannya.

“Sayang…” panggil Sehun berbisik ditelinga Nana. “Gajima…”

“Aku ingin ke rooftop mencari udara segar. Aku bosan seharian kau mengurungku dikamar itu.” keluh Nana pelan dan akhirnya ia mengeluarkan semua dibenaknya. “Mianhae… Aku mengurungmu karena aku benar-benar takut kau akan pergi lagi. Aku tak ingin kau lari untuk kedua kalinya.” Gumam Sehun pelan. Nana mendengar nada bicara lelaki itu seperti ketakutan, menyesal dan rapuh. Perlahan Nana membalas pelukan Sehun, membawa lengannya melingkar dipinggang pria itu.

“Jika aku menjadi istrimu, apa kau akan mengurungku?” tanya Nana spontan. Sehun mengembangkan senyumnya dipuncak kepalanya. “Menurutmu bagaimana?” tanya Sehun balik.

Hah. Nana mendesah panjang. “Aku tak suka dikurung seperti tadi sungguh membuatku bosan dan tidak ada kegiatan lainnya untuk dilakukan.” Ujarnya sembari merenggangkan pelukannya lalu mendongak menatap Sehun yang berdiri menjulang didepannya.

“Jadi kau suka dikurung seperti apa?” tanya Sehun sedikit menunduk sembari salah satu jemarinya membelai lembut wajah cantik mulus tak berperi itu seraya manik elangnya melirik disekitarnya. Ia rasa cukup sepi seketika langsung mendorong Nana ke dinding lalu merangkapnya. “Seperti ini?” goda Sehun sambil menyunggingkan smrink-nya.

Nana yang terkejut tapi beberapa detik kemudian langsung mendengus bersamaan memutar bola matanya malas. “Jangan mulai, Tuan Oh… ani… Tuan Kulkas!” cibir Nana sembari melipat tangan dibawah dada.

“Mwo?” Sehun tak percaya dengan apa yang ia dengar tadi. “Kulkas?” beo Sehun.

Nana mengangguk. “Neee~~~~!!!” jawab Nana mantap

“Wae?” tanya Sehun cepat. “Dinding sekali!” ucap Nana cepat. “Ini.” Membelai wajah Sehun lembut. “Lalu ini.” Nana meraba seduktif dileher lelaki itu dan tentu saja Sehun tak keberatan bahkan menyunggingkan smrink evil-nya. “Dan ini.” Jemari Nana terus menari di atas tubuhnya meraba dada bidangnya dan berakhir diperutnya. “Dingin dan keras seperti es kutub.”

“Kalau lembek dan hangat itu cacing, Na.” ucap Sehun membenarkan ucapan Nana, seketika wanita itu mekikik setelah mendengar ucapan Sehun terdengar konyol. Ia tersenyum melihat Nana yang gembira dan perlahan ia melepaskan diri dari Nana seraya ia mengulurkan tangannya. Ia menunggu Nana menerima uluran tangannya.

Nana sengaja mengulur waktu hanya untuk menatap uluran tangan Sehun dihadapannya. “Kkaja…” ajak Nana seraya menerima uluran tangan Sehun. Lelaki itu tak henti-hentinya tersenyum dibibirnya. Nana menguraikan jemari menaut sempurna disela jemari Sehun yang begitu pas menggenggam jemarinya. Dengan lembut Sehun membawa punggung telapak jemari Nana lalu menciumnya lembut. Wanita itu tersenyum kulum melihat jemarinya dicium Sehun berulang kali.

Hingga mereka berhenti disebuah pintu besar berwarna hitam berdaun dua pintu. Sehun pertama kali melepaskan genggaman tangan mereka seraya menggenggam dan mendorong kenop metalik, pintu terbuka dan pintu sudah terbuka lebar. Sehun sembari melangkah kembali kepada Nana yang menatap bingung dengan ruangan gelap itu, Sehun tersenyum hangat saat manik hazel menatapnya dengan tatapan bertanya-tanya. Ia berucap datar, “kau akan tahu sendiri jika kau masuk bersamaku.”

“Chakkaman?!” potong Nana saat Sehun menarik tangannya. “Kau takut?” tanya Sehun langsung saat ia menghentikan langkahnya. Ia hanya menggeleng sebagai jawabannya.

“Lalu?”

“Apa ada orang disana?” tanyanya pada Sehun. “Mollaseo.” jawab Sehun sambil mengedikan bahunya. “Waeyo?” tanya lelaki itu lagi.

“Aku tak suka gelap, Sehun…” cicit Nana sembari menarik lengan Sehun menjauh dari pintu itu. “Aku tak bisa melihat apapun kalau aku masuk kedalam.”

Sehun terkekeh melihat ekspresi kekasihnya ini, “suka yang suasana yang remang-remang?” tanyanya sambil menarik Nana kedalam pelukannya. Ia melihat Nana mengangguk. “Kau akan mendapatannya setelah masuk kedalam.” Sembari mengusap lembut puncak kepada wanitanya.

“Kkaja…” ajak Sehun menggiring Nana didalam pelukannya masuk kedalam ruang itu. Mereka masuk, Sehun mengangkat salah satu tangannya yang bebas lalu menjentikannya.

Nana langsung melihat lampu lighting menghujani sebuah meja dengan dua kursi berhadapan dengan lilin menyala diatas meja yang berada ditengah-tengah ruangan itu. Kini lampu perlahan redup, cahaya dari lilin itu semakin terlihat semakin indah disana. Ia menunduk pelan, manik hazelnya melihat jalan setapak dipenuhi kelopak mawar merah lalu pinggirannya ada ratusan gelas kecil lilin menuju tempat itu.

“Sehun…” panggil Nana lirih sembari mendongakan wajahnya menatap Sehun yang sudah menatapnya sambil tersenyum hangat tapi tak begitu kentara karena ruangan itu begitu redup. “Kau yang melakukan ini semua?” tanya Nana kehabisan kata-kata.

Sehun mengangguk sebagai jawabannya, “Sayang… duduklah…” perintah Sehun mempersilahkan Nana duduk sembari mengitari meja itu dan duduk menghadap Nana yang menatapnya lurus sambil tersenyum tipis. “Wine atau Tequilla?” tawar Sehun.

“Tequilla, Sir.” Sehun tersenyum miring dengan pilihan Nana. “Kuharap kau tidak mabuk setelah minum ini.” Sehun memperingatkan Nana sembari membuka penutupnya lalu menuangkan minuman itu kedalam gelas wine milik Nana kemudian miliknya. “Karena minuman itu mempunyai kadar alkohol yang tinggi.”

“Aku pernah meminumnya walau aku harus merogoh uang sedikit dalam dan sepadan dengan rasanya. Aku baru mabuk setelah satu botol itu habis.” Jelas Nana langsung membuatnya terkejut.

“Benarkah?” tanya Sehun sembari menaruh kembali minuman itu ditempatnya. Nana hanya mengangguk pelan sembari mencium aroma minuman itu. “Cheers…”

Nana minum minuman itu begitu anggun dan menggoda saat bersamaan sedangkan manik elang itu terus mengamati gerak-gerik Nana yang sedangkan Sehun minum hanya menyeruput sedikit minuman itu. Sehun terlebih dulu menaruh gelas itu dimeja. Kemudian membungkuk meraih sesuatu dilantai, seikat bunga. Mawar merah. Banyak sekali. Mungkin sekitar seratus tangkai lalu menyerahkan pada wanita yang ada didepannya, “Sayang… ini untukmu.” Ujar Sehun lembut sembari menyerahkan seikat bunga mawar itu.

Nana terkejut langsung menaruh gelas itu dimeja perlahan menerima seikat mawar merah itu, “hhmmm… banyak sekali… gomawo… sayang…” Nana menunduk mencium bunga mawar yang ada dipelukannya sambil berucap.

“Iya sama-sama chagiya…” balas Sehun lembut sembari beranjak berdiri membuat kursi yang ia duduki berderit pelan dan membuat Nana mendongak menatap Sehun bingung.

“Mau kemana?” tanya Nana bingung. “Aku mau kesuatu tempat. Aku hanya sebentar, tunggu disini.” Ucap Sehun cepat. Perlahan lampu lighting semakin terang menghujami mereka. Nana masih memeluk buket bunga mawar itu sambil menatap Sehun melangkah menjauh dan menghilang dari kegelapan.

Tak lama kemudian, Sehun sudah berada di atas stage. Ia tengah duduk dibelakang piano sembari jemarinya menekan tuts yang ada dipiano itu, kemudian lampu lighting itu menghujami cahaya padanya. Membuat Nana menoleh di dimana lampu lighting dan suara piano yang merdu berada. Ia melihat Sehun memainkan piano dengan mahir. Ia mendengar nada intro itu. Bukankah itu lagu favoritnya. John Legend – All Of Me.

Sehun perlahan menyanyikan dengan lembut dengan suara baritonnya yang terdengar sexy dan merdu di indera pendengarannya, membuatnya tersenyum lembut. “My head’s under water, but I’m breathing fine. You’re crazy and I’m out of my mind. ‘Cause all of me loves all of you. Love your curves and all your edges all your perfect imperfections. Give your all to me, I’ll give my all to you. You’re my end and my beginning even when I lose I’m winning. ‘Cause I give you all of me and you give me all of you, oh.”

Sehun mengakhiri lagu itu dengan tuts yang romantis. Sehun menoleh kearah Nana sambil menatapnya lurus dan ia mendapati Nana juga tersenyum lembut kearahnya sembari mengambil microphone itu dari stand mic, ia beranjak berdiri lalu digantikan oleh pianist lain sambil memaikan instrument sebuah lagu dan disusul dengan suara violint dan cello. Lampu sorot itu berganti menghujami Sehun dari depan yang perlahan maju lalu turun dari stage melangkah menghampirinya. Ia pernah mendengar instrument itu. Bukankah lagu itu Christina Perry – A Thousand Years ost dari Twilight Saga.

Sehun sudah berdiri didepannya sambil mengulurkan tangannya didepan wanita itu. Nana menerima dengan senang hati dan Sehun menariknya pelan untuk berdiri menghadapnya. Sehun masih menggenggamnya erat jemari lentik itu lalu ia mengangkat microphone itu didekat mulutnya dan berucap, “Nana sayangku…” panggil Sehun lembut. Nana hanya tersenyum tipis sambil berucap lembut saat menatapnya lurus, “iya…”

Sehun menatapnya lurus tepat dimatanya hingga membuatnya tak bisa berpaling dan lampu sorot itu menghujami cahaya tepat diatas mereka, lampu temaran membuat suasana semakin romantis. “Aku ingin mengatakan ini padamu untuk pertama dan terakhir untuk seumur hidupku. Kalau aku ingin selalu bersamamu disepanjang hidupku. Menggenggammu erat seperti ini dan menjagamu. Aku ingin selalu berbagi hidup denganmu. Aku ingin selalu melihatmu setiap pagi saat bangun tidur dan setiap malam sebelum memejamkan mataku. Aku ingin selalu menjadi sandaranmu dimana saat duka mau pun suka. Aku benar-benar telah jatuh cinta padamu. Dan tuhan sebagai saksiku… tak perduli berapa lama waktu yang kubutuhkan. Hanya kau selalu menjadi milikku. Aku tak bisa membayangkan hidupku tanpa dirimu. Kau adalah pusat kehidupanku, dan terima kasih sudah datang di kehidupanku dan merubahku menjadi lelaki yang lebih baik. Aku akan selalu mencintaimu dan selamanya mencintaimu…. Dan untuk yang terakhir aku sangat berharap kau mau menjadi ibu untuk anak-anakku kelak…” ujar Sehun melamar Nana sembari ia menurunkan tubuhnya dan bersujud dengan salah satu kakinya lalu mendongakkan kepalanya menatap Nana sedangkan Nana menunduk dengan terkejut dan kemudian Sehun berucap kembali, “maukah kau menikah denganku dan menjadi pendamping disisa hidupku, Hwang Nana?”

Nana tak bisa berkata-kata, ia hanya bisa mengeluarkan airmata bahagia dan ia melihat Sehun meletakan microphone disamping kakinya disaat bersamaan Sehun juga melepas genggamannya dari jemarinya dan kemudian Sehun merogoh saku dalam jasnya. Ia melihat Sehun mengeluarkan kotak kecil bludru warna kemudian membuka dan ia kembali mengambil mic itu dan berucap kembali, “Hwang Nana… bersediakah dirimu menikah denganku hingga kematian memisahkan kita?” tanya Sehun tegas tanpa ragu sedikitpun.

Airmatanya terus mengalir dilekuk pipinya dan membuatnya tak bisa hentikan airmata yang terus menyeruak. Bahkan ia tak bisa berkata-kata saking bahagianya. Ia hanya mengangguk mantap berulang kali dan berucap pelan, “aku bersedia menikah denganmu, Sehun-ah…”

Sehun tersenyum bahagia sembari mengambil cincin itu dari kotak dan menyelipkan dijemari manis kiri Nana. Cincin emas putih simple dengan berlian ditengah dan semakin memperindah jari manis Nana dan Sehun beranjak berdiri sambil memasukan kotak itu kedalam saku jasnya sembari membuka tangannya untuk Nana. Dan Nana kembali jatuh kedalam pelukannya.

“Gomawo, sayangku…” ujar Sehun lembut sambil menangkup wajah Nana semberi mencium dahi wanitanya. Sehun menyudahi kecupan lembut itu seraya membawa Nana kepelukan, menenggelamkan didadanya dan Nana membalas pelukannya reflek melingkarkan lengannya dipinggang Sehun yang ramping. Dan alunan instrumentpun berhenti.

Dan saat itu pula lampu menyala terang diruangan itu dan terdengar riuh sorakan dan tepukan tangan bahagia disetiap inchi ruangan itu. Sehun merenggangkan pelukannya kemudian mengusap lembut bekas airmata Nana dengan jemarinya. Nana begitu terkejut melihat banyak orang disetiap sudut ruangan. Ia melihat orang tuanya berdiri disana bersama orang tua Sehun dan ia melihat teman-teman bersama kekasihnya tersenyum bahagia.

Sehun hanya tersenyum hangat lalu membungkuk mengambil microphone itu lalu mendekatkan benda itu didepan mulutnya dan berseru, “SHE SAY YES!!”

Tepukan tangan dan sorakan bahagia membuat Sehun sedikit membungkuk lalu mengangkat paha Nana dan menggendongnya sambil berputar-putar beberapa kali seraya membuat Nana memeluk lehernya bahkan tangannya masih menggenggam erat buket bunga mawar pemberian Nana.

“Sehun! Geuman!” pekik Nana karena takut sekaligus bahagia sambil memeluk erat leher Sehun bersamaan ia menenggelamkan wajahnya bahu lebar milik Sehun.

Perlahan Sehun menurunkan Nana dari gendongannya dan meletakkan microphone itu dimeja. Nana tersenyum saat Sehun menariknya pelan melangkah menghampiri orang tuanya, tak lama kemudian Sehun dan Nana sudah berdiri dihadapan orang tua wanitanya. Sehun bow 90°degree.

“Saya ingin meminta restu dari Abeoji untuk mempersunting Nana menjadi istri saya. Apa Abeoji merestui kami?” tanya Sehun sopan sekaligus tegas.

Tuan Hwang maju selangkah sembari mencengkram erat bahu Sehun sambil tersenyum kulum, “sebenarnya tadi aku ingin marah padamu tapi kau berhasil membuatku luluh, nak. Daebak! Hanya tiga jam kau mempersiapkan ini semua untuk anakku. Terima kasih, Nak.”

Sehun hendak membuka mulutnya tiba-tiba ada suara nyaring menginterupsi mereka, “mwo? Tiga jam?” tanya Nana penasaran sambil menatap bingung appa-nya dan Sehun bergantian.

Sehun mengangguk. “Ne!” jawab Sehun cepat sambil menatap Nana datar. “Aku berbohong kalau ada rapat padahal aku menyiapkan ini semuanya hanya untukmu. Sebelum itu aku kerumah orang tuamu untuk menyakinkan mereka kalau aku bisa menjaga, merawatmu dan sebagai jaminannya aku harus menikah denganmu, Na!”

Tuan Oh Jin Hyuk. Ayah dari Oh Sehun menginterupsi. “Kau bahkan tak membicarakan hal ini dengan orang tuamu, heum? Aku masih terkejut melihat yang baru saja terjadi.”

“Bukan begitu, appa… aku hanya ingin membuat kejutan untuk semuanya. Aku sudah mempersiapkan semuanya dengan matang. Dan aku sendiri sudah menentukan tanggal pernikahannya.” Tandas Sehun.

“MWO?” seru kompak Tuan dan Nyonya Hwang dan orang tuanya bahkan Nana tak percaya dengan ucapan Sehun yang terbilang mendadak itu.

“Kapan tanggalnya?” sela Tuan Hwang dan ayahnya kompak. Lagi.

Sehun langsung menoleh kearah ayahnya dan ayah dari Hwang Nana bergantian, lalu terkekeh. “Whoaaa… kalian bertanya kompak sekali? Pas untuk besanan, ya…… karena aku pria dewasa. Aku juga sudah sejak lama aku mempersiapkan pernikahan itu dengan Nana bahkan sebelum menikah dengan mantan istriku. Undangan sudah ku sebarkan mulai hari ini dan hari H-nya adalah tanggal 12 April. Inginku dihari ulang tahun Nana untuk melaksanakan upacara pernikahan pada tanggal 8 Maret tapi sayangnya sudah lewat.”

“LUSA?!” pekik semua orang disana. Sehun mengangguk mantap, “Ne! Lusa!” ulang Sehun. “Aku harap kalian disini sehat selalu hingga hari pernikahan kami tiba. Tempat acaranya… disini. Dimana kalian berdiri sekarang.”

Sehun membungkuk hormat pada para orang tua, Sehun menegakan tubuhnya sembari meraih jemari Nana dan menggenggamnya. “Kami permisi dulu.” Pamit Sehun. “Eodiseo?” bisik Nana pada Sehun.

“Mau kemana lagi?” kompak Nyonya Oh dan ibu-nya Nana. “Kalian ingin meninggalkan kami lagi?”

“Saya rasa begitu.” tambah Sehun sambil tersenyum miring kemudian menoleh kearah Nana. “Karena saya ingin memanjakan calon istriku terlebih dulu.”

Nana langsung melemparkan tatapan tajam pada Sehun, “wae?” tanya Sehun cepat. “Aku ingin kau cantik, Na. Agar membuatmu rilex dan tidak tertekan. Aku ingin kau melakukan treatment sebelum pernikahan kita. Mulai dari spa, massage dan lain-lain, aku tak bisa menyebutkan satu persatu. Dan untuk eomma dan eommonim, karena aku juga punya salon kecantikan sendiri untuk kalian berdua free. Terutama kau, sayang.”

“Untuk kami bagaimana?” sela Sera dan kawan-kawan. “Karena hari ini aku baik hati, hari ini gratis tapi besok bayar 50%. Itu hanya berlaku selama dua hari saja.” Jawab Sehun enteng.

“Sehun-ah! itu semua berlebihan.” Potong Nana. “Aku tidak suka penolakan, sayang.” Tandas Sehun tegas.

“Baiklah.” Nana mengalah.

™˜

Malam setelah treatment. Nana benar-benar dimanja oleh Sehun. Setelah treatment Sehun mengajak Nana untuk berbelanja. Mulai dari 5 stel dress formal, 5 stel cocktail, 5 stel vintage, 5 stel bandage, 5 stel outfit dan 5 stel semiformal. Lalu ada 6 tas dengan branded ternama didunia. Kemudian 3 stiletto, 2 pump platform, 3 boot, dan 4 sandal. Keluaran dari Dior, Christian Louboutin, Jimmy Choo, dan Valentino. Aksesoris, jewelry, alat make up dan terakhir lengire. Dan barang-barang yang dibelikan Sehun tidak murah bahkan Sehun sudah mengeluarkan uang dengan budget hampir 10 juta won. Hanya untuk membelikan barang-barang untuk Nana bahkan Sehun menyuruh Nana untuk membeli lagi.

Bahkan Sehun menyuruh membawakan beberapa orang untuk membawakan belanjaan Nana keruangannya. Nana kelelahan setelah berbelanja dengan Sehun, dengan santai ia menjatuhkan tubuhnya disofa yang empuk itu tepat disamping Sehun lalu menyandarkan punggungnya disandaran sofa sambil mengadahkan kepalanya menatap langit-langit diruang tamu itu sembari menoleh menatap Sehun. Lelaki itu menoleh dan tersenyum hangat padanya. Ia menegakan tubuhnya dengan Sehun masih menatapnya.

“Apa uangmu tidak habis, heum? Kau membelikan barang-barang sebanyak ini untukku?” tanya Nana tiba-tiba karena ia benar-benar tak menyangka dengan Sehun sambil mengedarkan matanya melihat tas berisi barang-barang belanjaannya yang kurang lebih sekitar 30 sampai 35 paperbag. Belum lagi yang paperbag dengan ukuran kecil.

Sehun tersenyum tipis sembari membungkuk meraih kedua pergelangan kaki Nana diatas pangkuannya, “luruskan kakimu…” perintah Sehun lembut dan Nana mengikuti instruksinya. Sehun dengan lembut melepas pump hitam yang menyiksa kaki Nana. Jemari tangan Sehun dengan lembut memijat pergelangan kaki Nana secara pergantian dan wanita itu merasakan kenyamanan disana.

“Aku tak peduli dengan uang, sayang. Karena uang bisa dicari lagi.” Ujar Sehun datar. “Berbeda dengan cinta. Itu sangatlah susah untuk dicari dan susah untuk menggantikan penggantinya.” Nana hanya menatapnya diam kemudian Sehun tersenyum miring. “Biasakan hal apapun yang kuberikan padamu.”

Sehun masih memijat lembut pergelangan kakinya, “nyaman?” tanya Sehun sambil memandang wajah Nana yang sedikit kelelahan lalu mengangguk pelan. Perlahan Sehun menyudahi lalu menaruh kaki Nana menapak dilantai. Sekarang gilirannya, ia merebahkan tubuhnya dengan kepala bersandar dipangkuan Nana. Wanita itu sedikit terkejut melihat tindakannya lalu Nana tersenyum sembari membenarkan posisi kepalanya dan menyangga kepalanya dengan bantal sofa.

“Aku ingin tidur seperti ini dipangkuanmu, Na.” ucap Sehun menatap Nana dari bawah. Nana menunduk sambil tersenyum seraya membelai lembut puncak rambutnya. Ia melihat pria yang tingginya hampir 2 meter membaringkan kepalanya dipangkuannya. Dibawanya jemari Nana kedalam genggamannya yang erat. Nana tersenyum lebar kemudian mendaratkan kecupan sayang didahi lapang milik Sehun. Surai coklatnya jatuh disisi wajahnya menerpa wajah Sehun. Sedetik kemudian wajah Nana menjauh sambil menyelipkan rambut disalah satu sisi wajahnya kebelakang telinganya.

Sehun tersenyum miring sambil menunjukan bibirnya dengan jari telunjuknya tanda untuk menyuruh Nana mencium bibirnya, “aku ingin yang ini dengan waktu yang sedikit lama.”

Nana tersenyum lebar menunduk sengaja menggoda Sehun, “no.” tolak Nana pelan langsung menjauhkan wajahnya dan sontak membuat Sehun terkejut dengan penolakan.

Sehun langsung menegakan tubuhnya dan menatap Nana tak percaya. “Tega sekali.”

Nana langsung menyemburkan tawa solonya. Melihat Sehun memelas seperti itu. “Aku justru ingin menyiksamu, sayang.”

“Mwo?” ulang Sehun. Terkejut dengan ucapan Nana. Ia melihat Nana menegakan tubuhnya dengan kedua lututnya disamping Sehun. Dan salah satu tangannya menyangga tubuhnya disandaran sofa dibelakang bahunya.

Nana menjewer telinga Sehun tak begitu keras, “Oppa…” panggil Nana manja. Sehun sendiri diam merasakan telinganya semakin panas saat ditarik Nana. “Oppaaaa…” panggil Nana sekali lagi dan menarik sedikit kuat membuat Sehun meringis. Nana langsung menghamburkan pelukan dileher Sehun sembari mengecup bekas jewerannya ditelinga Sehun.

“Oppaaa….” Panggil Nana manja sambil menyandarkan kepalanya dipuncak kepala Sehun.

“Itu tidak lucu, Na.” ujar Sehun datar sambil merangkul pinggang Nana. Wanita itu mekikik mendengar ucapan Sehun.

“Neo naega…” ujar Sehun geli saat melihat Nana sedari tadi menempel terus padanya. Nana membelai lembut rahang tajam milik Sehun dengan salah jemari tangannya membawa kepala Sehun bersandar didadanya.

Sedangkan Sehun menikmati pelukan Nana membuatnya etah dan mencium aroma tubuh Nana yang memabukan tiba-tiba Nana bersuara ditengah keheningan mereka seraya Nana melepaskan pelukanya dan duduk diatas lututnya, “oppaa… apa… emm…” panggil Nana ragu.

Sehun merasakan hawa dingin menyambut kepalanya setelah Nana melepaskan pelukannya begitu juga dengan rangkulan tangannya, “apa?” tanya Sehun melihat Nana menggigit bibirnya. Ia tahu Nana ragu untuk bertanya.

“Katakan saja, sayang.” Ujar Sehun menyakinkan Nana. “Apa kau akan marah?” tanya Nana ragu dan Sehun menggeleng pelan. “Aniya.”

“Apa dadaku terlihat kecil menurutmu?” cicit Nana dan bertanya polos pada Sehun mengenai ukuran dadanya.

‘Pertanyaan apa-apaan ini?’ batin Sehun tak percaya. Sehun menjatuhkan pandangannya dibelahan dada Nana yang hampir tumpah itu dan tanpa sadar ia menelas saliva-nya. Ia berdeham lalu menjawab pertanyaan Nana yang vulgar itu.

Sehun menggarukkan tengkuknya yang tidak gatal. “Itu ukuran untuk wanita yang operasi.”

“Aku tidak operasi. Kau tak menyukainya?”

‘Astaga! Berhenti, Na!’ batin Sehun menahan gejolak didalam dirinya semakin tak tertahan saat Nana mempertanyakan lekuk tubuhnya padanya.

“Aku menyukainya. Aku suka karena kau alami. Sexy luar biasa. Aku suka tubuhmu yang sekarang berisi. Nana dengarkan aku dan aku tak akan mengulanginya. Aku mencintaimu apa adanya bukan karena tubuhmu yang indah, sayang.” Tutup Sehun tanpa jeda. Membuat Nana terdiam menatap Sehun lurus begitu juga dengan Sehun menatap wanitanya terdiam membisu tak bisa membalas ucapannya lagi.

Suasana hening setelah Sehun berkata seperti itu hampir lima menit mereka saling diam. Tak lama kemudian, “Kemarilah…” ujar Sehun dengan suara seraknya sambil menepuk pahanya untuk menunjukan dimana Nana akan duduk, Nana melihat tatapan mata Sehun begitu gelap saat menatapnya. Ia menapakkan kakinya dilantai lalu menghampiri dan duduk dipangkuan Sehun sembari merangkul leher lelaki itu.

Lalu dengan cepat Sehun beranjak dari duduknya sambil menggendong Nana ala bridal style membawanya kekamar. Saat hendak menuju kamarnya. Sehun berujar serak karena menahan gejolak didalam dirinya. “Aku sungguh menginginkanmu dan malam ini kita akan melakukannya, aku sudah sangat rindu menyentuh tubuh indahmu, Na. Dan aku tak suka penolakan yang tak berarti dari mulutmu.” Sehun terus menghujami ciuman panas hingga Sehun membawa Nana kedalam dan menutup bahkan mengunci pintu itu dari dalam.

Keesokan harinya, sinar mentari menyusup tanpa ijin kedalam ruangan. Ruangan itu nampak berantakan, beberapa potong pakaian berserakan dilantai. Tapi tak berpengaruh pada dua sejoli yang masih tertidur pulas diatas ranjang sambil berpelukan dan satu selimut yang menutupi tubuh polos mereka. Sangat wanita tertidur bersandar didada telanjang dan memeluk pinggang seorang pria yang juga memeluk punggungnya polosnya.

Wanita itu bergerak pelan, ia merasa tulangnya sudah remuk setelah melakukan aktifitas tadi malam bersama lelaki yang tengah memeluknya sekarang. Jemari lentik itu terangkat membelai lembut sisi wajah tidur pria itu. Oh Sehun. Perlahan membuka kelopak matanya dan mendapati Nana menatapnya lembut sambil membelainya wajahnya.

“Pagi… honey…” sapa Sehun dengan suara seraknya setelah bangun tidur sambil tersenyum tipis. “Hhhmmm…” Nana hanya berdeham sebagai jawaban lalu bergerak pelan menyerukan wajah dileher panjang milik Sehun.

Sehun merengkuhnya kedalam dekapan ketubuh kokoh itu. Jemari Nana menurun menyusuri rahang, leher dan dada bidangnya. “Selamat untukmu yang sudah membuat tulangku remuk semua.” Keluh Nana bergumam dileher Sehun. Lelaki itu terkekeh mendengar keluhan Nana.

Sehun tersenyum sembari menunduk mengecup puncak kepala Nana. “Tapi buktinya kau sangat menikmatinya saat aku melakukannya.” Goda Sehun dengan suara berat. Setiap ucapan yang terlontar dari bibir Sehun terdengar dengan nada menjijikan diindera pendengaran Nana.

“Ada kissmark dibahuku dan ada dibawah sana. Dan kau yang melakukannya.”

Nana langsung menjauhkan tubuhnya dari pelukan Sehun dan menatap lelaki itu tajam. “Sehun!” pekik Nana malu setengah mati dan bersamaan wajahnya merona.

“Aku tak menyangka kau seagreꟷhmmpp!” goda Sehun namun terpotong saat Nana membungkam mulutnya yang terus berucap vulgar. “Bisa berhenti tidak?” tanya Nana kesal. Sehun menggeleng mantap.

Mata Nana langsung membola seketika. “JINCHA?!” pekik Nana geram saat menatap Sehun tak percaya. “AAAA!!!” jerit Nana saat Sehun menggigit telapak tangannya daan seketika ia menjauhkan tangannya dari mulut Sehun yang tengah tersenyum miring saat menoleh kearahnya.

“BYUNTAE!” pekik Nana geram melihat tingkah Sehun. Tawa Sehun langsung menyembur seketika.

“Ayo…” ajak Sehun tiba-tiba sambil tersenyum misterius saat menatapnya. “Boe?” tanya Nana ketus.

“Kemarilah.” Perintah Sehun kalem sembari menarik tubuh Nana lembut. “Boe?” tanya Nana lagi tapi sayangnya Sehun hanya diam sambil mempertahankan senyuman misteriusnya.

Saat tubuh Nana didalam pelukannya lalu dengan cepat ia menggulingkan tubuh Nana berada dikurungannya. “Sehun!” pekik Nana sekali lagi karena terkejut bahkan posisi tubuh mereka yang cukup berbahaya.

“Jangan marah, sayang.” Ujar Sehun kalem sembari mengecup berkali-kali dibibir Nana yang menggoda itu. “Kalau kau marah-marah aku akan membuatmu tak bisa berjalan nantinya.” Sembari mengecup lembut pipi dan mata Nana bergantian. Dan terakhir mengecup lembut dahi mulus wanitanya itu.

Nana mengerucutkan bibirnya dan langsung mendapatkan kecupan dari Sehun. “Yaeh-” ucap Nana tertahan ditenggorokan. “Sehun! Tubuhmu sangat berat.” Desis Nana sibuk mendorong dada bidang Sehun agar menjauh dari atas tubuhnya.

“Aku menginginkan lagi, sayang…” Sehun berbisik husky ditelinga Nana, hembusan napas hangatnya membuat Nana meremang seketika. Bahkan jantung Nana berdegup kencang. Bibirnya menurun hingga dibawah telinga Nana, mengendus, mencium dan menjilat bahkan menggigitnya.

“Sehun…” suaranya tertahan ditenggorokannya. Sehun masih asyik dengan kegiatan barunya.

TINGTUNGTINGTUNGTENG (DREETTTT)… TINGTUNGTINGTUNGTENG (DREETTT)…

TINGTUNGTINGTUNGTENG (DREETTT)…

Tapi Sehun masih tak menghiraukannya dan masih melanjutkan kegiatannya tapi nada nyaring itu masih terus mengganggu ditambah lagi suara desahan Nana yang membuatnya sedikit kesal, “Seh-hun… geeuu-maanhaee… ponselmu bordering!” ucap Nana menghentikan kegiatan Sehun sambil mendorong bahu pria itu. Membuat pria itu menatapnya tajam lalu menoleh keatas nakas yang berada disamping ranjangnya dengan ekspresi geram. ‘Mengganggu saja!’ batin Sehun kesal.

TINGTUNGTINGTUNGTENG (DREETTTT)… TINGTUNGTINGTUNGTENG (DREETTT)…

TINGTUNGTINGTUNGTENG (DREETTT)…

Sehun beranjak dari atas tubuh Nana sembari bergerak menjauhi Nana yang berbaring disana bahkan masih menyempatkan mencium bibir Nana. Nana masih mengenakan selimut hingga menutupi hingga dadanya. Ia melihat Sehun memunggunya saat duduk dipinggiran ranjang, manik matanya melihat punggung lebar putih seputih susu. Menggerakan tangan Sehun mengambil ponsel yang tergeletak disana.

Sehun menatap panggilan yang tertera di LCD ponselnya. Ternyata ibu dari kekasihnya. Sontak membuatnya langsung terkejut dan cepat ia menggeser tombol hijau lalu menempelkan benda persegi itu ketelinganya.

“Kenapa lama sekali?” tanya Nyonya Hwang Soejuong. Ibu dari kekasihnya.

“Jeosonghamnida, eommonim.” Ujar Sehun kikuk sambil mengacak rambutnya. Ia menoleh kebelakang. Ia melihat Nana duduk sambil memeluk selimutnya untuk menutupi tubuhnya dan menatapnya bingung. “Eomma-mu. Ini…” bisik Sehun pada Nana yang menatapnya bingung saat Sehun memberikan ponselnya pada Nana. “Kau saja yang bicara… aku mau mandi dulu.” Tambah Sehun sembari menyerahkan ponselnya pada Nana kemudian wanita itu menerimanya.

“Ada apa eomma?” tanya Nana langsung. Dan matanya mendapati tubuh Sehun yang polos dan matanya langsung tertutup rapat. Sehun tersenyum miring melihatnya lalu dengan cepat Sehun mengenakan pakaiannya tanpa kemeja dan langsung meluncur kekamar mandi.

“Anak nakal! Kenapa ponselmu mati?” semprot eomma. “Ini sudah jam berapa, ha?”

Nana melirik jam digital diatas nakas, “O MY. AKU TERLAMBAT!” teriaknya. Saat jam itu sudah menunjukan pukul 09.30 KST. Lalu ia menyingkirkan selimutnya tak memperdulikan tubuhnya yang polos dan langsung menyambar kemeja Sehun dengan cepat ia memakainya. Ia mengambil pakaiannya yang berserakan dilantai dan meletakkan kedalam keranjang pakaian kotor.

“Eomma tunggu 30 menit dari sekarang. ditempat kau melakukan treatment kemarin.” Tutup eommanya yang sedikit kesal dan langsung menutupnya.

Tut. Tut. Tut.

Panggilan langsung diakhiri oleh ibunya. Ia kemudian meletakan ponsel itu pada tempat semula. Dengan cepat ia berjalan menuju pintu kamar mandi dan menggedor-gedornya.

“SEHUN! PALLI! 30 MENIT LAGI AKU HARUS DITEMPAT EOMMA!” teriak Nana memberitahu Sehun. Dua detik kemudian suara kunci pintu dibuka dan kepala Sehun yang basah menyebul dari balik daun pintu satu detik kemudian tangan Sehun menarik lengan masuk kedalam kamar mandi.

10 menit kemudian mereka keluar dari kamar mandi, Sehun hanya mengenakan handuk memilit dipinggangnya dan Nana hanya mengenakan handuk kimono warna putih dengan rambut tergelung diatas kepalanya. “Kau dulu yang ganti, aku mengambil pakaian diluar yang kau belikan kemarin.” Ucap Nana cepat. Sehun hanya mengangguk mengerti dan matanya melihat Nana keluar dari kamar dengan handuk kimono itu. Sempat Nana melihat bekas kissmark-nya ditubuh Sehun. Dibahu, didada dan dibawah pusar.

Dengan cepat Nana keluar dari kamar itu dan menutupnya dari luar. Ia belum sempat melihat barang-barang belanjaan karena kelelahan. ‘WOW!’ batin Nana kagum sekaligus tak menyukai barang-barang belanjaannya yang terlalu banyak itu bahkan hampir memenuhi ruang tamu itu. tapi apa boleh buat, ia menolak malah membuat Sehun mengamuk.

Ia mengumpulkan paperbag itu satu per satu. ’10 juta won? Uang sebanyak itu dari mana?’ batin Nana bertanya pada dirinya. ia berpikir akan lelah mengeluarkan barang-barang dari paperbag. “Kau sungguh keterlaluan saat membeli barang Sehun-ah.” Gumamnya pelan.

Tiba-tiba ada suara baritone berdendang diindera pendengaran dan sekaligus membungkuk memeluk bahunya saat ia terduduk disofa. “Aku tak bisa menghabiskan uangku sendirian, Na.” ucap Sehun lembut sembari mengecup penuh kasih sayang didaun telinga Nana. “Berpakaianlah. Eomma-mu sudah menunggu, sayang.” Sembari melepas lingkar lengannya dari bahu Nana seraya mengusap puncak kepala Nana lalu kemudian menegakan tubuhnya.

Nana menoleh mengadahkan kepalanya menatap Sehun yang menjulang tinggi dibelakangnya, ia melihat Sehun hanya mengenakan kaos hitam berlengan namun disingkap sampai kesiku lalu celana jeans warna biru dongker yang menggantung indah dipinggulnya dan menempel pas dikaki panjangngnya dan tak lupa mengenakan ikat pinggang warna merah maroon. Rambutnya yang hitam kecoklatan ditata keatas. Pergelangan tangan kirinya mengenakan jam silver metalik. Rolex. Harganya kurang lebih hampir 200 juta rupiah kalau di convert kedalam rupiah. Untuk satu buah jam tangan. Dan pergelangan tangan kanan mengenakan gelang emas putih dengan sembilan berlian kecil dipermukaannya. Tak lupa mengenakan sepatu kulit wing tip warna hitam. Bahkan Sehun mengenakan kalung emas putih mengalung dilehernya yang nampak berkilauan diperpotongan lehernya sayangnya disembunyikan dibalik kaosnya. Bahkan ada tato diperpotongan lehernya sebelah kiri yang bertuliskan. ‘MINE’. ‘Kenapa Sehun hari ini sexy sekali.’ Batin Nana saat melihat penampilan Sehun hari ini.

Nana memilih meninggalkan Sehun sendirian diruang tamu bersama barang belanjaannya disana. “Aku ingin kau memakai salah satu barang yang kubelikan. Aku tak suka penolakan.” Ujar Sehun sambil berlalu menuju dapur untuk minum. “Ne. Tuan Pengatur.” Jawab Nana datar membawa beberapa paperbag itu masuk kedalam kamar Sehun lalu menutupnya dari dalam dan menguncinya.

Sehun menunggu, terkadang melihat barang-barang belanjaan Nana membuatnya tersenyum sendiri. Bagaimana Nana tidak kesal padanya saat ia membeli barang bahkan banyak sekali dengan harganya terlalu mahal menurut Nana dan 10 menit berlalu, Nana keluar dari tempat persembunyiannya.

Sehun mendengar suara stiletto mengetuk lantai dan langsung tertoleh mendapati sosok cantik disana sambil melipat tangan dibawah dadanya. Sehun tersenyum puas melihat penampilan Nana. mengenakan tanktop dan celana jeans warna putih lalu jaket kulit warna biru tua. Ia mengenakan kacamata dengan glasses warna biru menutupi matanya, lipstick warna merah maron menghiasi penuh bibirnya, dilehernya tergantung kaling silver disana.  Dan aksesoris cincin silver dijari telunjuk tangan kanannya. Tas putih kecil ia sampirkan dibahu kirinya. Dan rambutnya diikat tak rapi.

Sehun menatap Nana dari ujung kaki sampai ujung kepala tapi tak lama kemudian ia menyipitkan matanya menajamkan penglihatannya. Ada yang mengganjal dikulit mulus milik Nana terutama ditubuh bagian atas. Sehun tersenyum miring sembari beranjak berdiri dan kemudian melangkah menghampiri Nana yang berdiri disana. Nana mendongakan kepalanya saat Sehun berdiri tepat didepannya, lelaki itu mengangkat tangannya sisi wajah Nana lalu menuruni rahang tirus Nana dan berakhir diperpotongan leher Nana bagian kanan dimana ada tato yang bertuliskan ‘YOURS’.

“Kau milikku.” Sehun mendekatkan wajah ditelinga Nana sembari berbisik, “honey… hati-hati dengan tandaku didadamu yang itu jangan sampai kita dibully oleh kedua orang tua kita masing-masing.” Ujar Sehun kalem sembari memperingatkan Nana.

Nana terkejut langsung menunduk seketika sedikit membuka jaketnya yang bagian depan. Nana melihat bercak-bercak kissmark dimana-mana disekitar dadanya. Sehun juga menunduk melihatnya. Nana mendengus kesal seketika memukul dada Sehun.

“Apa yang kau lihat, eo?” pekik Nana ketus dan langsung menutup rapat jaketnya yang bagian depan. “Dadamu… sungguh indah!” goda Sehun yang masih meringis kesakaitan.

“Yak! Namja byuntae!”

“I just do it only you. My future wife.” Tutup Sehun menjelaskan statusnya sekarang pada Nana. Wanita itu terperangah mendengar ucapan Sehun. “Pervert. Dirty Brain.” Tandas Nana sembari berbalik meninggalkan Sehun dan melangkah menuju pintu keluar. Sehun hanya terkekeh pelan melihat ekspresi Nana bersungut-sungut seperti itu dan hanya mengikutinya dari belakang.

Saat mereka berdua dilift, perlahan Sehun melingkar lengannya dibahu sempit milik Nana dan menyandarkan pipinya dipuncak kepala Nana. “Sehun oppa…” panggil Nana datar sambil menyandarkan kepalanya disalah satu lengan Sehun.

Sehun tersenyum geli mendengar panggilan dari Nana. “Hmm…” Sehun berdeham sebagai jawabannya. “Apa benar kita akan menikah?” tanya Nana polos bahkan tak berpikir dulu sebelum berucap.

Sehun tak percaya sekaligus gemas dengan ucapan Nana yang melantur menurutnya, tangan kanannya yang bebas langsung menyentil pelipis Nana. “Akh! Appo!” pekik Nana langsung mengusap pelipisnya.

“Kenapa kau tertanya seperti itu, heum? Kau tidak mau menikah denganku?” tanya Sehun datar. Terbesit dibenak Nana untuk mengerjai Sehun. Ia diam menatap Sehun.

Nana mengangguk mantap. “Aku tidak mau.” Ujar Nana berusaha untuk mempertahan ekspresi serius diwajahnya.

Sehun membeku ditempat. Hatinya langsung hancur seketika mendengar ucapan Nana, tanpa sadar tangannya perlahan menarik tangannya dari bahu sempit Nana. “Kau tidak bercandakan?” tanyanya lemah. Sebanarnya ia tak tega mengerjai Sehun seperti ini.

“Aku tidak bercanda, Oh Sehun-ssi.” Ucap Nana tegas. ‘Sayang, aku hanya bercanda.’

Perlahan Sehun menjauh dari tubuhnya seketika memutar tubuhnya menghadap penuh kearah Sehun. “Katakan itu hanya bercanda, Na!” seru Sehun pilu. ‘Itu hanya bercanda, sayang.’

“Apa salahku?” tanya Sehun pelan. Ia hanya menggeleng. ‘Kau tidak salah, sayangku.’

“Sehun-ssi… akhiri saja hubungan kita.” Tutup Nana. ia sebenarnya tak tega mengerjai Sehun seketerlaluan ini.

“Mwo?” Sehun jatuh lagi kedalam jurang tak berdasar. “Akhiri saja hubungan kita.” Ulang Nana.

“Aku tak ingin kehilanganmu lagi, Na! Setelah yang kita lakukan selama ini hanya permainan untukmu, Na?” teriak Sehun dengan mata sudah memerah. “Kau anggap aku apa selama ini? Kau berubah pikiran. Setelah aku mempersiapkan semua kejutan lamaran, semua persiapan pernikahan kita dan sekarang kau mengakhiri hubungan kita. Aku kecewa padamu, Na.” dari ucapan Sehun terdengar hancur dan patah hati.

Perlahan Sehun menjaga jarak padanya. Membuat Nana menoleh kearah Sehun yang sudah hancur disana. Ia menarik kacamatanya keatas memperlihatkan manik hazelnya. Bibirnya tersungging geli menatap Sehun. Saat itu pula Nana melihat Sehun benar-benar tulus mencintainya.

“Kau ini kenapa, heum?” goda Nana. “Kemarilah!” menarik lengan Sehun namun ditepis oleh lelaki itu. “Siapa yang mengatakan kita akan mengakhiri hubungan kita? Siapa yang mengatakan aku tak mau menikah denganmu? Siapa yang mengatakan yang kita lewati itu hanya sebuah permainan? Siapa yang mengatakan kalau aku tak menyukai kejutanmu?” tanya Nana balik pada Sehun. Lelaki itu menoleh kearahnya dengan tatapan sinis.

“Aku kecewa padamu.” Ujar Sehun dingin. “Astaga! Aku hanya bercanda Sehun sayangku!” Nana berucap jujur pada akhirnya. “Aku tadi hanya mengerjaimu!” timpal Nana sambil menyengir.

Sehun akhir mendesah panjang. Lalu menatap Nana tajam dan hatinya terhancur seketika pulih seketika setelah mendengar ucapan Nana dan hatinya lega. “Lalu kenapa kau melakukan sekejam itu padaku?” tanya Sehun ketus.

Nana melangkah mendekatinya bahkan mengalukan kedua lengan kecil dilehernya. “Aku hanya ingin tahu seberapa besar ketulusanmu mencintaiku. Dan aku melihatnya, kau mencintaiku sepenuh hati dan jiwamu. Dan benar-benar mencintai diriku apa adanya.” Jelas Nana dan Sehun menatapnya lurus tanpa bersuara.

Bahkan Nana memiringkan wajahnya lalu bibirnya mengecup lembut bibir tipis lelaki itu berkali-kali. “Kau bahkan tak memelukku?” gerutu Nana dibibir Sehun.

“Tidak.” Tolak Sehun. ‘Oh… kau ingin lebih dari ini sayang?’ batin Nana tersenyum iblis. Wajah Nana beralih menyeruhkan keleher panjang milik Sehun. Mengendus, mencium, menjilatnya dan menggigitnya gemas. Nana melakukannya beberapa kali hingga ia mendengar erangan Sehun tertahan ditenggorokan lelaki itu dan lengan pria itu sudah bertengger dipinggangnya. Nana berhasil. Meski ia harus sedikit agresif.  Ia tersenyum dileher Sehun.

Dan disaat itu pula lift itu berdenting. Perlahan Nana menjauhkan wajahnya dari leher Sehun dan meninggalkan bekas lipstick warna merah disana. Sehun sedikit menunduk menatapnya. “Ada bekas lipstickku dilehermu, sayang.” Ujar Nana lirih sambil membersihkan bekas lipsticknya dileher lelaki itu jemarinya.

“Sayang… jangan berhenti…” ujar Sehun memohon dengan suara seraknya. “Kita sudah lobby, sayang.” Ucap Nana mengalihkan perhatiannya. “Kkaja… eomma sudah menunggu kita.” Nana menarik tangan Sehun agar mengikutinya.

Nana tersenyum miring, Sehun jatuh kedalam pelukannya lagi. Sedetik kemudian ia merasakan tangannya ditarik kebelakang dan wajahnya menabrak dada bidang yang berdiri didepannya saat bersamaan ia merasakan hangatnya dekapan pria itu membuatnya mengadahkan wajahnya mendapati menunduk menatapnya penuh sayang dan senyumannya mengembang menawan dibibir tipisnya. Kedua tangannya menahan dada Sehun agar menjaga jarak dengannya.

Nana masih membeku dipelukannya tanpa sadar mereka menjadi pusat perhatian dari para pengunjung dan para karyawannya. ‘Kenapa pria ini semakin tampan dan mempesona?’ batin Nana mengumpat dan merutuki dirinya sendiri. Bahkan jarak wajah mereka hanya sejengkal saja. Jantung Nana tak hentinya berdebar begitu keras hingga terdengar ditelinga dan hawa tubuhnya terasa panas dingin. Manik matanya bergerak pelan menyusuri wajah Sehun. ‘Astaga! Apa-apaan ini?’ pekik Nana dalam hati saat ia menemukan semua orang menatap mereka terkejut. Ia berdeham lalu menegakan wajahnya yang sejajar dengan dada Sehun.

“Ehemm…” perlahan mendorong tubuh Sehun agar melepaskan pelukannya. ‘Bagaimana seorang direktur utama bermesraan didepan umum seperti ini bahkan dikantornya?’ batin Nana tak percaya dengan sikap Sehun. Dan Sehun merenggangkan pelukannya.

“Apa kau tak malu, heum?” Nana berbisik sambil mencibir didepan Sehun. Lelaki itu hanya terkekeh mendengar ucapan kekasihnya itu.

Sehun menggeleng. “Aniya.” Bola mata Nana membola. “Mwo?” Nana terkejut lalu menggeleng tak percaya.

“Aku bukan sajangnim saat aku memakai outfit seperti ini.” Jelas Sehun datar. “Tapi tetap saja kau pemilik tempat ini, OH SEHUN SAJANGNIM!” pekik Nana bersungut bahkan menekan kata terakhirnya.

Sehun menyemburkan tawa solo, “kkaja!” sembari meraih jemari Nana mengajak ketempat tujuan mereka. “Jangan katakan kau sengaja membuat tontonan untuk mereka, begitukan Oh Sajangnim?” cibir Nana seolah bisa membaca pikiran Sehun.

“Kau benar, chagiya…” Sehun membenarkan ucapan Nana sembari merangkul bahu Nana sambil berjalan keluar dari hotel sekaligus apartement-nya.

Setibanya ditempat tujuan, Nyonya Hwang langsung menyemprot mereka saat mereka tiba disana. “Kenapa kalian lama sekali?”

“Joseonghamnida, eommonim. Tadi ada sesuatu dikantor membuat saya harus menyelesaikan saat itu juga.” Ucap Sehun sopan setelah membungkuk hormat pada Nyonya Hwang, calon ibu mertuanya. Ia menoleh kearah Nana dengan wajah cemberutnya membuatnya tersenyum tipis sembari mendorong lembut punggung Nana dengan tangan kirinya. “Pergilah… sebelum eomma-mu mengamuk.” suruh Sehun sambil berbisik ditelinga Nana.

“Jangan pergi…” cegah Nana sambil menggenggam erat ujung kaos Sehun. “Nana… aku bisa bosan jika aku menunggumu disini selama dua jam lebih.” Jelas Sehun mencoba memberi pengertian.

Nana menggeleng menolak ucapan Sehun, “andweseo! Jebal… Sehun oppa… temani aku…” mohon Nana sambil memelas.

Tiba-tiba ada suara lembut menginterupsi mereka dan membuat mereka menoleh pada sumber suara itu, sosok cantic berdiri disana mengenakan jas putih. “Tuan Oh Sehun, Nona Hwang hanya melakukan treatment pedikur dan menikur saja. Paling lama empat puluh lima menit saja.” Jelas dokter kecantikan.

“Benar begitu, Yoon Seon Young-ssi?” tanya Sehun cepat. Nana terkejut tak kentara mendengar Sehun memanggil nama lengkap dokter itu dan dokter cantic itu juga tahu nama kekasihnya bahkan ia baru tahu nama dokter cantik itu sekarang.

Dokter itu tersenyum tipis sambil mengangguk mantap. “Ne. Tuan Oh.”

“Baiklah.” Sehun akhirnya mengangguk setuju. Sebenarnya ia bukan tipe pria yang suka menunggu kekasihnya disalon kecantikan tapi ia terpaksa menemani Nana yang memohon padanya.

Saat Nana melakukan treatment, Sehun terus menggerutu tak jelas. Mau tak mau Nana tersenyum geli melihat ekspresi Sehun yang berubah setiap menitnya. “Andwe! Bagus yang warna merah maroon itu. Terlihat sexy.” Ucap Sehun spontan saat jemari Nana hendak diberi nail warna beige. Sontak membuat Nana dan orang yang bekerja di tempat treatment itu menoleh kearahnya dengan tatapan bingung. “Ganti warna merah maroon.” Perintah Sehun cepat.

“Tapi aku suka warna itu, oppa…” sahut Nana. “Tidak.” Tolak Sehun cepat.

“Oppa… aku suka warnanya.” Nana memohon lagi. “Ganti atau aku pergi dari sini?” ancam Sehun mengerjai Nana. Saatnya Sehun giliran mengerjai Nana bahkan ia mempertahankan ekspresi dinginnya.

“Aku suka warna ini, oppa…”

“Geurae…” ujar Sehun beranjak berdiri. “Aku pergi dan nanti aku akan menyuruh orang untuk menjemputmu. Aku akan pergi ketempat yang lebih menyenangkan dari tempat ini.” Sehun berdiri sembari meraih kunci mobilnya yang ada diatas meja dan kemudian berlalu.

Dengan cepat Nana beranjak dari duduk dan menghampiri Sehun yang hendak membuka pintu. “Oppa. Kau ini kenapa?” tanya Nana pelan dengan cepat meraih lengan Sehun untuk menahan Sehun. Lelaki itu hanya terdiam menatap Nana datar. “Aku baik-baik saja. Aku mau pergi dan terserah kau mau melakukan apa.”

Nana menatap Sehun sendu, “mau pergi kemana?” tanya lirihnya. “Pergi senang-senang. Wae?” tanya Sehun santai.

“Ajuma bisa tinggal kami sebentar?” tanya Nana tiba-tiba menoleh kearah wanita paruh baya itu. ia melihat wanita itu keluar dari tempat itu dan meninggalkan mereka berdua.

Nana kembali menatap Sehun dengan ekspresi datarnya. “Oppa… ada apa denganmu?” tanyanya lagi. Sehun hanya bungkam. “Kenapa kau akhir-akhir ini suka mengaturku?”

“Ne. Wae?” ujar Sehun singkat. “Apa kau akan tetap seperti itu setelah menjadi suamiku?”

“Oh!”

Matanya berkaca-kaca dan berujar pelan menyuruh Sehun pergi. “Pergilah. Pergilah sesuka hatimu…” Sehun hanya diam sembari membuka pintu itu lalu menutupnya dari luar dan meninggalkannya didalam ruangan.

Akhirnya airmata itu terjatuh karena kecewa dengan sikap Sehun, “aku bukan bonekamu tapi aku kekasihmu, Oh Sehun.” Gumam Nana pelan dibalik pintu sedangkan Sehun diluar ruangan dimana ada didalamnya tepat didepan pintu itu, Sehun mendengar gumaman Nana yang terdengar jelas bahkan ada isakan tangis disana. Sehun berhasil mengerjainya walau harus membuat Nana menangis. Ia tersenyum dan disisi lain ia sedikit bersalah membuat gadisnya menangis karena ulahnya. Dengan cepat Sehun membuka kembali pintu itu dan menemukan Nana tertunduk dengan bahu terguncang pelan sembari menutup dan menguncinya dari dalam lalu diraihnya tubuh gadis itu kedalam dekapannya.

“Mianhae.” Ucap Sehun pertama kali meminta maaf. “Aku hanya mengerjaimu sayang. Aku hanya ingin kau merasakan yang rasakan tadi dilift.”

“Kejam!”

“Saat bercinta denganmu.” Timpal Sehun santai sambil memeluk erat tubuh Nana.

“Hisk… hisk… jahat…” ujar Nana sambil merenggangkan pelukannya. “Kau jelek kalau kau menangis.” Tambah Sehun sambil jemarinya mengusap lembut bekas airmata dilekuk pipi gadisnya.

Perlahan Sehun memiringkan wajahnya sembari meraih dagu Nana kearahnya, Nana hanya menatapnya sambil mengerjap pelan. “Aku ingin menciummu.” Ujarnya husky didepan bibir Nana. Ia melihat Nana memejamkan mata sebagai tanda ia diperbolehkan. Sehun memiringkan wajah untuk memperdalam ciumannya dan perlahan memutar tubuh Nana lalu mendorongnya kepintu. Tangan Sehun sudah merangkap dipinggang Nana begitu erat dan seduktif bahkan Nana membalasnya sambil mengalungkan lengannya dileher Sehun. Ciuman itu berlangsung lama hingga suara ketukan pintu menginterupsi ciuman mereka. Ciuman itu terlepas. Mereka menyatukan dahi mereka dan mereka saling melemparkan senyuman geli.

“Kau membuatku seperti yeoja.” Ujar Sehun terkekeh dan Nana mengangguk pelan sembari membersihkan bekas lipsticknya dibibir Sehun yang nampak belepotan dengan telapak tangannya. “Dan maafkan aku untuk yang tadi, sayang.” Ujar Sehun lembut sembari mencium jemari Nana yang bebas diwajahnya. Lalu jarinya beranjak membersihkan bekas lipstick disekitar bibir menggoda itu dengan ibu jarinya. “Kkaja…” ajak Sehun keluar dari tempat itu.

™˜

Setelah upacara pernikahan. Mereka telah resmi menjadi a couple of marriage. Bahkan menghebohkan seluruh penduduk kota Seoul dan sekitarnya. Bagaiman tidak, untuk budget-nya hampir 10 juta $ untuk biaya pernikahan itu. Kini sudah pukul 11.00 KST, mereka menikmati pesta resepsi mereka. Sedari tadi Nana mengeluh tidak enak badan, ingin mual dan sudah kelelahan. Wanita itu berdiri sambil mencengkram kuat lengan Sehun. Membuat Sehun langsung tertoleh menatap Nana yang semakin pucat pasi bahkan banyak peluh yang keluar bercucuran didahinya.

Sehun langsung menyentuh sisi wajahnya, lelaki itu merasakan kulit Nana dingin. “kau kedinginan?” tanyanya berbisik sembari melepaskan tuxedo hitamnya dan Nana mengangguk lelah.

“Antar aku ketoilet sekarang. aku tidak kuat menahannya.” Mohon Nana namun sedetik kemudian Nana langsung mual, “ho’ek!” tapi sayang cairan yang dikeluarkan dari perut mengenai kemeja Sehun untung itu air yang keluar

Aksi Nana membuat semua orang tertuju pada mereka. Sehun terkejut melihat Nana, “maafkan aku.” Ujar Nana lirih sembari mengusap bibirnya. “Tak apa sayang… kau sakit?” Sehun menggeleng pelan sembari bertanya padanya.

Seluruh tamu undangan terdiam seketika saat mendengar pembicaraan mereka. “Sejak tadi pagi aku mual-mual terkadang pusing. Seperti morning sick.” Keluh Nana pada Sehun yang menariknya untuk duduk.  Sehun bersujud didepan Nana sambil mengusap lembut pipi Nana.

Sehun menatap Nana melihat bentuk tubuh Nana yang sedikit berubah dan sedikit berisi, melihat tingkahnya seperti anak remaja yang masih labil. ‘Mungkihkah dia hamil?’ batin Sehun berharap seperti itu. “Sehun akhir-akhir ini aku sering kelelahan dan banyak makan. Bahkan berat badanku sedikit naik dari sebelumnya.” Tambah Nana pelan sembari menunduk lesu.

Sehun mengerti tanda-tanda wanita hamil soalnya ia pernah membaca artikel tentang itu, namun hendak berucap Nana mendahuluinya. “Ah ne… Aku lupa memberitahumu…” ucapan Nana cepat dan langsung menggantungkan kalimatnya membuat Sehun menunggu kalimatnya. Meraih jemari Sehun membawa telapak tangan pria itu diperut ratanya. Sehun mengerutkan dahinya. Dan Nana hanya tersenyum lembut padanya.

“Aku positif, Sehun appa.” Ujar Nana tersenyum tipis sambil menggerakkan jemari Sehun diperutnya. Appa? Batin Sehun bingung. Sehun masih terlalu bingung dengan ucapan Nana.

“Positif maksudmu?” beonya. “Aku positif hamil, Sehun. Aku hamil anakmu.” Jelas Nana untuk kedua kalinya.

Sehun shock, terkejut, tak bisa berkata-kata, bahagia dan sebentar lagi akan menjadi ayah. “Kau hamil, Na?” pekiknya untuk memperjelasnya lagi. ‘Cepat sekali padahal aku melakukannya kemarin lusa? Tapi dengan cara ini, kau akan menjadi milikku seutuhnya. Nyonya Oh. Aku mencintaimu.’ Semua orang langsung bersorak. Dan Nyonya Hwang dan eommanya berseru, “Whoooaaaahhh cucu pertama kita!”

“Deabak!” pekik Aron selaku pengiring pengantin pria. Bahkan ia melihat Sehun menarik dagu Nana kearah lelaki itu membuat Nana sedikit membungkuk karena Sehun sedikit rendah, kembali berciuman mesra didepan umum dan disaksikan oleh ratusan pasang mata yang diruangan itu dan cinta membuat mereka dipersatukan kembali dialtar pernikahan.





ENDING.

SEE YOU AGAIN. READER! SILENT READER! SAENG! EONNI! CHINGU! Makasih udah nyempetin baca dan tolong bantuannya, ya! Typo bertebaran, kata kebalik, kurang pas. Mohon kritik dan sarannya, ya…

Filed under: AU, Drama, <a href="https://saykoreanfanfiction.wordpress.com/category/f

Show more