2016-04-09



Flower in Autumn

-BYEONIEB@2016-

I love you. As always, it is you..

Main Cast:: Baekhyun of EXO as Byun Baekhyun, OC/You/Readers as Han Minjoo || Other Cast:: Chanyeol of EXO as Park Chanyeol, Suga of BTS as Min Yoongi || Genre:: Drama, Romance, Angst, Fluff || Rate:: 18+ || Length:: Chapter || Before:: #XII Last Word || Poster by Jungleelovely

최고의 행운 by Chen of EXO {OST. It’s Okay It’s Love}

[#XIII Best Luck (END): I love you. As always, it is you.]

H A P P Y  R E A D I N G

“Selamat Datang di Bandara Internasional Incheon. Selamat Datang di Korea Selatan.”

Itu adalah kata-kata yang bergema di telinga Minjoo saat pertama kali dia menginjakan kakinya di atas lantai Bandara Incheon, Korea Selatan.

Akhirnya, Minjoo kembali.

“Rasanya sudah lama sekali bukan, Minjoo-ya?”

Chanyeol muncul dari belakang tubuh Minjoo sambil mendorong koper hitam miliknya. Dia kemudian mengambil nafas banyak-banyak, seakan Chanyeol menghirup seluruh udara yang ada.

“Aku rindu udara Korea Selatan…” Matanya terpejam tanpa ia sadar namun itu hanya beberapa detik sebelum ia menolehkan wajahnya pada Minjoo, “Iya kan, Minjoo? Kau merindukan Korea juga, bukan?”

Korea Selatan.

Tentu saja Minjoo merindukan Korea Selatan.

Di negara ini, Minjoo banyak menyimpan ceritanya dahulu. Entah cerita itu menceritakan tentang senyumannya atau air matanya. Entah memberikan kesan terbaik atau terburuk. Entah juga membuat Minjoo ingin selalu berada disini atau tidak.

Yang Minjoo tahu, di negara ini semua kenangannya dimulai dari sini. Semua cerita dan hidup yang ia jalani, dimulai dari negara ini.

“Ayo Oppa, kita segera pulang. Aku rindu rumah.”

Chanyeol tersenyum mendengar perkataan Minjoo. Ia pun langsung menggenggam tangan Minjoo, hendak membawa gadis itu berjalan namun tangannya seperti menyadari sesuatu di jemari Minjoo.

“Kau masih memakainya?” Chanyeol melihat ke arah jemari manis Minjoo yang tersemat oleh sebuah cincin batu perak. “Kau bilang kau ingin melepasnya..”

Minjoo terdiam selama beberapa detik. Lalu ia tersenyum.

“Tidak mau. Aku tidak mau melepasnya, Oppa.”

.

.

.

.

.

Seorang pria bertubuh tinggi dan wajah tampannya yang khas itu tengah duduk di sebuah café. Satu minuman yang baru saja datang beberapa menit lalu telah ia hisap sedikit, mencoba menghilangkan rasa heningnya sendirian. Sendirian memang tidak selalu menyenangkan, bukan?

Tapi, tak butuh menit atau jam yang lainnya, seseorang yang pria itu tunggu telah datang melalui pintu café. Seorang gadis dengan rambut sebahunya. Oh, itu penampilan yang baru bagi pria itu.

“Minjoo-ya,” Pria itu memanggil dengan mengangkat tangannya. “Disini.” Lanjutnya lagi dan langsung ditanggapi oleh Minjoo.

Minjoo langsung dengan segera menghampirinya, tersenyum dan ketika persis di hadapan pria itu, Minjoo langsung duduk di hadapannya.

“Ada apa dengan rambutmu itu? Patah hati kah?” sembur Sehun sambil terkekeh pelan di akhir kata.

Minjoo tentu saja tertawa mendengar perkataan Sehun, kemudian ia meraba sedikit rambut pendeknya, “Memangnya kenapa? Apakah aku tampak seperti sedang patah hati?”

Sehun terkekeh pelan sambil menggeleng-geleng kepalanya, “Tidak-tidak, hanya bercanda..”

“Oh Sehun, apa kabarmu?” setelah tertawa kecil mengenai penampilan Minjoo, gadis itu langsung menyapa Sehun. Sehun pun meredakan tawanya sambil tersenyum pada Minjoo, “Tentu saja baik, bagaimana denganmu? Kau sudah sembuh total bukan?” Sehun tahu mengenai penyakit Minjoo tiga tahun yang lalu, bahkan pria itu kerap kali menjenguknya.

“Tentu saja sudah, Sehun-ah. Aku sudah menjalani pengobatan intensifku selama dua tahun lebih dan ya.. aku sembuh.” Minjoo tersenyum pelan pada Sehun. “Kau pasti sudah lama menunggu? Melihat dari gelasmu yang sudah berkurang cukup banyak.” Ujarnya lagi dengan menyesal saat melihat gelas Sehun.

“Ah tidak, hanya baru datang sekitar 20 menit yang lalu.” Sehun menambahkan senyuman di akhir kata untuk meyakinkan Minjoo yang merasa tidak enak padanya. “Omong-omong, kapan kau kembali kemari?”

“Aku baru kembali beberapa hari yang lalu Sehun-ah. Bagaimana denganmu? Ah iya, bukankah waktu itu kau sedang bekerja di salah satu perusahaan disana?”

Sehun mengerucutkan mulutnya, “Tidak, aku sudah berhenti. Aku tidak suka bekerja disana, mereka seperti meremehkan kemampuanku. Aku kembali kemari karena aku akan melanjutkan perusahaan Ayahku saja.”

“Ah..” Minjoo berusaha memberi simpati pada Sehun, “Hm, Aku tahu maksudmu bekerja disana adalah agar kau merasa mandiri dan bisa berdiri dengan kakimu sendiri. Mencari pekerjaan tanpa bantuan orang tuamu, maksudku. Tapi, melanjutkan apa yang telah Ayahmu kerjakan juga merupakan sesuatu usaha yang bisa dikatakan cukup hebat.. apalagi jika kau bisa membangun perusahaan Ayahmu lebih sukses lagi.”

Sehun berpikir beberapa detik. Memang benar dengan apa perkataan Minjoo, ketika ia di London waktu itu, ia sedang berusaha untuk tidak selalu tergantung dengan Ayahnya. Dia ingin belajar untuk bisa hidup lepas dari bantuan orang tuanya, atau bisa kita sebut mandiri.

“Tapi yang kuinginkan adalah aku bisa bekerja benar-benar dari nol, zero-base Minjoo-ya. Dari situ aku ingin belajar bagaimana susahnya bekerja, bagaimana kerasnya bekerja.”

“Kau juga bisa melakukan itu di perusahaan Ayahmu, Sehun.” Minjoo menimpali perkataan Sehun, “Mungkin nanti tanpa kau sadari, kau malah membuat suatu inovasi yang sangat hebat hingga akhirnya perusahaan Ayahmu sangat terkenal di seluruh penjuru dunia sampai-sampai yang mereka ketahui adalah bahwa kau itu kunci suksesnya mereka. Dari situ juga tanpa kau sadari kau seperti bekerja mulai dari nol, karena kau memajukan perusahaan Ayahmu walaupun itu tidak benar-benar nol.”

Sehun berpikir sebentar sambil memicingkan matanya pada Minjoo, “Hm, kau benar Minjoo-ya.” Sehun tersenyum lebar, “Kurasa kita memang cocok, kau selalu bisa memberiku saran-saran terbaikmu.”

Minjoo terkekeh pelan mendengar perkataan Sehun yang sedikit menggodanya, “Kau berlebihan, Sehun.”

“Untung kita telah berteman selama 3 tahun, Minjoo. Kalau tidak aku akan memacarimu, kau tahu.”

Minjoo semakin tertawa lebih keras lagi, “Itu sudah terlalu berlebihan, cukup Sehun-ah.”

Sehun pun ikut tertawa dengan Minjoo, namun setelahnya ia meredakan tawanya dan teringat sesuatu. “Ah iya, kau bilang kau ingin memberiku sesuatu. Apa itu?”

Minjoo yang mendengar ingatan Sehun pun tersadar akan sesuatu, “Ah benar, Sehun. Untung kau mengingatkan.”

Minjoo mengeluarkan sesuatu dari tas kecilnya, sebuah amplop berwarna merah dengan ukuran sekitar 10×10 cm, “Ini.”

Sehun mengernyit beberapa detik sambil ikut mengambil amplop itu dari tangan Minjoo. “Apa ini?”

“Buka saja.” Tutur Minjoo dengan senyum gummynya.

Tentunya Sehun pun menjadi penasaran dengan senyum yang Minjoo torehkan disana. Ia pun dengan segera membuka amplop itu dan menemukan surat disana. Membacanya dengan detail dan detik selanjutnya, matanya membulat.

“Kau akan menikah!?”

Minjoo mengangguk sekali. Mengiyakan perkataan Sehun.

Sehun kembali membaca surat undangan itu dengan seksama. Memerhatikan nama yang menjadi pasangan Minjoo. Dia kemudian menghela nafasnya, “Ah tapi aku tidak terlalu kaget sih. Mengingat kau selalu bersamanya juga.”

Minjoo terkekeh pelan, “Ya sudah, aku pergi dulu, hm? Aku lupa kalau aku ada janji untuk fitting gaun pernikahanku.” Minjoo kemudian bangkit dari kursinya, “Annyeong, Sehun-ah. Janji kau harus datang! Acaranya minggu depan..” ujarnya siap-siap melangkah.

“Iya, aku datang. Aku ingin bertemu juga dengan dirinya yang pernah mengira bahwa aku lelaki genit waktu itu.”

Minjoo tertawa lalu setelahnya ia benar-benar pergi dari hadapan Sehun. Setelah kepergian Minjoo, Sehun kembali melihat ke arah surat undangan itu. Memerhatikan dua nama yang berada disana.

“Aku memang tahu bahwa kau pada akhirnya akan menikah dengannya, Minjoo-ya.”

.

.

.

.

.

Chanyeol melihat ke arah Minjoo dengan sedikit menguap, “Sampai kapan Oppa harus menunggumu disini, Minjoo-ya?” ujarnya dengan sedikit malas. Sebenarnya Chanyeol tidak merasa keberatan untuk menemani Minjoo mencoba gaun pernikahannya, hanya saja gadis itu terlalu lama memilih. Bahkan ia sudah menghabiskan 3 jam hanya untuk memilih gaunnya.

“Sebentar Oppa, aku kan harus memilih yang sesuai dengan tubuhku.” Ujar Minjoo sambil memerhatikan lekukan tubuhnya dihadapan kaca besar seukuran tubuhnya.

Chanyeol menghela nafasnya yang kasar, “Kenapa kau tidak mengajak suamimu saja, huh!?”

“Tidak mau, aku kan masih marah dengannya.”

“Ya lalu mengapa kau menikahinya Minjoo…” Chanyeol menghela nafasnya kasar, “Demi Tuhan, hanya memilih gaun saja sampai menghabiskan waktu 3 jam, Han Minjoo?”

Minjoo memutar tubuhnya lalu menghadapkan sepenuhnya pada Chanyeol, “Bagaimana, bagus tidak?” ujarnya lalu sedikit memutar tubuhnya untuk memperlihatkan gaun putih tanpa lengan di tubuhnya.

“Semuanya tampak sama di mataku, Minjoo!”

“Aish, Oppa!” Minjoo menghentakkan kakinya sekali, “Bagaimana Oppa mau menikah jika mengantarku untuk membeli gaun saja marah-marah begini!? Pantas saja Oppa tidak punya kekasih sampai detik ini..”

“Oppa maunya menikah denganmu.” Ada nada keseriusan di suara Chanyeol. Ya mungkin dia sedikit serius dengan perkataannya. “Oppa tidak mau mencari kekasih kalau itu bukan dirimu.”

“Oppa…” Minjoo melihat Chanyeol dengan lembut, “Jangan berbicara seperti itu, bagaimanapun juga Oppa harus melepasku. Aku akan segera menikah dan mempunyai kehidupanku sendiri. Aku punya dirinya yang menemani hidupku dan aku juga ingin Oppa punya seseorang yang bisa menemani hidup Oppa.”

Mendengar itu, Chanyeol mengubah raut wajahnya yang kesal menjadi tersenyum pada Minjoo.

“Aku tahu dan aku hanya bercanda tadi, Minjoo. Tidak perlu menceramahiku seperti itu.” ujarnya. “Kau tampak cantik dengan gaun ini menurutku. Kau lebih terlihat percaya diri dengan gaun ini.”

Minjoo kemudian memutar tubuhnya lagi, melihat bias dirinya di cermin. Benar dengan perkataan Chanyeol, gaun ini sangat pas dengan dirinya. Dia terlihat sangat percaya diri dengan gaun itu.

“Ayo kita pergi kunjungi Ayah dan Ibu, Oppa.”

.

.

.

.

.

Minjoo melangkahkan kakinya ke hadapan batu nisan kedua orang tua angkatnya lalu menaruh satu buket bunga persis di antara mereka.

“Ayah, Ibu. Apa kabar? Maaf aku baru datang kembali setelah 3 tahun lamanya..” Minjoo sedikit membungkukkan tubuhnya untuk membersihkan beberapa debu yang menempel di batu nisan. “Ibu.. Ayah.. sekarang aku sudah sembuh. Sembuh total, aku hidup tanpa beban penyakit di tubuhku lagi. Itu yang kalian mau bukan?”

Minjoo mengangkat tubuhnya untuk berdiri tegap sepenuhnya dan memandangi nisan itu bergantian.

“Selama ini.. aku tahu bahwa Ayah dan Ibu sangat menyayangiku. Aku tahu alasan mengapa kalian mengangkatku menjadi anak kalian karena kalian ingin aku sembuh dan aku ingin berterima kasih pada kalian karena telah memberikan seluruh kasih sayang kalian padaku selama kalian masih hidup..” Membahas Tuan dan Nyonya Park selalu berhasil mencuri air mata Minjoo, seperti saat air mata Minjoo yang telah turun detik ini. “Mungkin ini sangat terlambat karena aku baru mengucapkan terima kasih pada kalian saat ini.. tapi, asal Ayah dan Ibu tahu.. sepanjang hidupku aku akan selalu berterima kasih pada kalian dan selamanya aku akan menganggap kalian orang tuaku yang asli. Tak peduli dengan darah kalian yang tidak mengalir di nadiku kalian ataupun gen ku yang tidak sama dengan kalian, aku tetap akan menganggap kalian satu-satunya orang tuaku dan aku akan tetap menyayangi kalian sampai kapanpun. Aku berjanji bahwa Ayah dan Ibu adalah orang tuaku di dunia ini maupun di dunia yang lainnya.”

Minjoo menghapus aliran air matanya yang tak terasa sudah mengalir cukup deras. Mungkin ini karena membahas Tuan dan Nyonya Park yang punya pengaruh sangat penting bagi Minjoo. Tidak hanya sebatas orang tua angkat gadis itu saja, tapi lebih dari itu. Selayaknya Nyonya Park adalah wanita yang melahirkan Minjoo dan Tuan Park yang memberikan Minjoo kehidupan yang layak. Minjoo memang sangat berterima kasih pada mereka sampai jika bisa, ia rela mengganti darahnya dengan darah nyonya dan tuan Park.

“Terima kasih Ayah dan Ibu untuk pernah menyayangiku sampai akhir umur kalian. Aku pun akan menyayangi kalian sampai akhir umurku.”

“Jangan menangis.”

Minjoo menolehkan wajahnya mendengar suara itu. Suara dari seorang lelaki yang kini telah berdiri persis di sampingnya sambil menolehkan wajahnya pada diri gadis itu juga.

“Kenapa sih kau selalu menangis? Kau sangat jelek dengan wajah seperti itu, kau tahu.”

Pria itu kemudian menggenggam tangan Minjoo dan menolehkan wajahnya lagi pada Tuan dan Nyonya Park.

“Halo Tuan dan Nyonya Park..”

Pria itu semakin menggenggam tangan Minjoo dengan erat, memberikan keyakinan pada gadis itu.

“Perkenalkan aku.. lelaki yang akan menjaga putrimu, menyayangi putrimu.. sebagaimana kalian dan Chanyeol menyayanginya sampai titik penghabisan darah kalian..”

“Aku..”

“Byun Baekhyun, akan membawa putri kalian untuk hidup bersamaku selamanya..”

.

.

.

“Dokter, aku belum melihat calon pendonorku. Apakah aku bisa melihatnya sebelum aku tertidur?”

Dokter itu terdiam seribu bahasa mendengar perkataan Minjoo, untungnya Baekhyun yang mengerti keadaan langsung menjawab, “Dia pasien yang sudah meninggal Minjoo-ya, kau bisa melihatnya nanti ketika kau sudah sadar dari tidurmu.” Dan lebih untungnya lagi Minjoo langsung setuju mengenai perkataan Baekhyun.

Dokter itu kemudian pergi keluar dan pamit untuk meninggalkan mereka, kembali pada ruangan kerjanya untuk mengambil alat operasinya yang tertinggal di ruang kerjanya sambil membaca beberapa data tentang Minjoo.

Tok. Tok.

“Masuk—“

“Dokter! Kita mendapatkan satu pendonor untuk pasien yang akan dioperasi hari ini!”

Dokter itu langsung terkesiap dengan perkataan suster lelaki itu, “Kau serius? Kalau begitu cepat beritahu pendonor yang sekarang ini untuk membatalkannya!”

Suster itu menggeleng kepalanya, “Dia sudah terlelap dokter, kita tidak bisa memberitahunya sekarang. Aku pindahkan pendonor itu dahulu ke ruang opname lalu kita batalkan operasi saat ini untuk menunggu kedatangan pendonor tersebut. Pendonor ini sudah meninggal dan dia pernah menuliskan surat janji bahwa ia akan mendonorkan seluruh organ tubuhnya untuk orang lain jika ia meninggal di kemudian hari.”

Dokter pun menghembuskan nafasnya dengan lega, “Astaga.. sungguh melegakan. Kupikir aku melakukan suatu kesalahan fatal karena membiarkan orang meninggal, kau tahu.”

“Aku tahu, dok.” Suster itu tersenyum pelan, “Aku pamit sekarang, aku akan memindahkan pendonor Byun untuk memasuki ruang opname dan menunggu dia sampai tersadar.”

“Baiklah.”

.

.

.

“Ya! Mengapa kau menemuiku!?” Minjoo menyalak pada Baekhyun yang kini tengah mengendarai mobil di sebelahnya. Setelah menemui orang tua Minjoo di pemakaman tadi untuk meminta restu mereka, Baekhyun kini mengantar gadisnya pulang.

“Kenapa tidak boleh? Kau kan istriku..” ujarnya sambil menyeringai. Ketika lampu merah menyala, ia langsung memutar tubuhnya menghadap Minjoo sambil menyolek dagu gadis itu. “Sampai kapan kau akan marah padaku, sayang?”

Ya, Minjoo memang sedang marah pada Baekhyun. Ini semua terjadi karena satu bulan yang lalu, setelah mereka berdua menetapkan tanggal pernikahan mereka tanpa sengaja Chanyeol memberitahu Minjoo bahwa Baekhyun sempat akan menjadi pendonor Minjoo ketika 3 tahun yang lalu. Selama ini, Baekhyun selalu menyembunyikannya karena ia tahu jika Minjoo mengetahuinya, gadis itu pasti akan marah besar padanya. Ya persis seperti satu bulan yang lalu sampai detik ini, Minjoo tidak mau menemuinya, tidak mau menghubunginya kalau bukan Baekhyun yang memaksa untuk melakukannya. Seperti tadi saja, dia tidak mungkin bertemu Minjoo kalau saja dia tidak dengan sengaja menanyakan keberadaan Minjoo dimana pada Chanyeol dan tanpa peduli Minjoo yang marah padanya, ia langsung menemui gadis itu.

“Sudah berapa kali bilang bahwa aku akan selamanya marah padamu, Baekhyun-ssi?” Minjoo menatap Baekhyun dengan berani, “Aku menikah denganmu hanya karena kita sudah terlanjur memesan gedung dan segala sesuatunya, kau tahu.”

Demi Tuhan, Minjoo adalah gadis paling lucu yang pernah Baekhyun temui di dunia ini. Baekhyun selalu bersyukur jika Minjoo ini adalah miliknya dan bukan yang lain. Mana ada pernikahan yang dipaksakan hanya karena sudah memesan gedung saja?

“Minjoo-ya.. Aigoo..” Baekhyun menaruh kedua tangannya di pipi Minjoo, mencubit pipi gadisnya gemas. “Gadisku memang gadis paling menggemaskan di seluruh dunai ini!”

“Ya!” Minjoo menepuk-nepuk tangan Baekhyun yang berada di pipinya, “Lepaskan! Sakit!”

Baekhyun hanya tertawa lalu setelah ia melepaskan tangannya dari pipi Minjoo, Baekhyun dengan kilat mencium pipi Minjoo gemas.

“Sekarang masih sakit tidak?” ujarnya menggoda.

“Dasar lelaki penggoda.” Ujar Minjoo tersipu malu.

.

.

.

.

.

Baekhyun baru saja keluar dari kamar mandi sambil mengeringkan rambutnya yang basah. Ia berjalan menuju kasurnya, bermaksud mengambil ponselnya dan mengecek apakah ada panggilan masuk atau pesan yang belum terbaca. Saat ponsel itu menyala, satu hal yang membuat Baekhyun langsung tersenyum di tempatnya.

Foto Minjoo.

Selama hidupnya, Baekhyun tidak pernah menyangka jika senyumannya hanya muncul karena satu wajah dari satu nama dan dari satu orang. Han Minjoo. Entah itu Baekhyun sedang di masa terpuruknya, atau tersedihnya apalagi bahagianya.. hanya Minjoo yang mampu membuat Baekhyun tersenyum. Mungkin Baekhyun sudah pernah bilang jika Minjoo punya pengaruh yang sangat besar di dalam hidupnya namun kini Baekhyun ingin menegaskan lagi bahwa itu seratus persen benar.

“Aku jadi ingin berbicara dengannya..” Baekhyun berpikir sebentar. Karena Minjoo marah padanya dari satu bulan yang lalu, hampir semua teleponnya Minjoo matikan karena saking kesalnya gadis itu. Baekhyun tahu, Minjoo marah tidak dalam arti yang sebenarnya, mungkin gadis itu hanya ingin memberi tahu secara tersirat bahwa Baekhyun seharusnya tidak pernah mencoba untuk meninggalkannya lagi. Terlebih saat itu Baekhyun telah menjanjikan untuk tidak pernah meninggalkannya dan parahnya, Baekhyun sudah melamar gadis itu.

“Tidak ada salahnya mencoba juga bukan.” Baekhyun mengangkat bahunya acuh, ia ingin sekali menelepon Minjoo karena ia sangat merindukannya. Karena insiden marahnya Minjoo lagi, Baekhyun baru bertemu Minjoo kembali ketika di pemakaman hari ini tadi.

Nada dial telah terdengar di ponsel Baekhyun. Cukup lama memang sampai Baekhyun berpikir bahwa Minjoo memang tidak mau mengangkatnya namun akhirnya panggilan pun tersambung saat Baekhyun mendengar deruan nafas Minjoo dari balik telepon.

“Kau mengangkatnya?” Baekhyun terkekeh pelan, “Sudah tidak marah ya kalau begitu?” ujarnya kembali.

Minjoo terdiam namun ia pun menjawab, “Ya sudah aku matikan kembali teleponnya—“

“Sedang apa, istriku?” sambarnya cepat-cepat sebelum Minjoo mematikan panggilan. Han Minjoo, kau benar-benar gadis yang mampu membuat Baekhyun bertekuk lutut padamu.

Baekhyun sempat mendengar Minjoo terkekeh pelan di seberangnya, mungkin menertawai Baekhyun yang begitu menggilainya, “Hmm.. sedang apa ya?” Dia terdiam kembali namun Baekhyun mendengar suara bising dari gesekan plastik. “Kau tebak aku sedang apa?”

“Aku bukan cenayang, Han Minjoo.”

“Tetap saja kau harus menebaknya, Baekhyun!” ujar Minjoo mengotot. Oh, Baekhyun bahkan bisa membayangkan wajah Minjoo yang mengotot saat ini. Pasti manis, tentunya.

“Kudengar tadi ada suara gesekan plastik.. hm..” Baekhyun menerawang sambil berpikir. “Apakah kau sedang muntah-muntah, Minjoo-ya? Apakah anak kita sedang membuat ulah disana, hm?” ujar Baekhyun sambil menahan kekehan jahilnya.

“Baekhyun-ah!! Sudah berapa kali kubilang kalau aku tidak hamil!! Kau ini gila atau apa, huh!? Kita bahkan belum pernah melakukannya!!” ujar Minjoo dengan sedikit menggertak. Mungkin kesal karena Baekhyun menjahilinya seperti itu.

“Kita akan melakukannya satu minggu lagi, Minjoo-ya. Lihat saja nanti.” Baekhyun menjeda perkataannya beberapa detik sambil mengecilkan volume suaranya, membuat suara yang sedikit menggoda. “Aku akan memberikanmu malam yang selalu kau impikan selama ini!” ujarnya lagi sambil menahan tawanya.

“Byun Baekhyun, kau tahu? Aku tidak pernah mengerti kenapa aku bisa jatuh cinta pada pria yang nyatanya semesum dirimu!”

Baekhyun semakin tertawa lagi mendengar perkataan Minjoo. Baekhyun tahu pasti jika sebenarnya wajah gadis itu memerah saat ini. Minjoo selalu mempunya hormon lebih jika itu membahas sentuhan fisik bersamanya. Katakan itu cinta, karena Minjoo memang selalu menginginkan Baekhyun baik hati ataupun sosok pria itu.

“Sekarang aku serius, kau sedang apa memangnya, sayang?” dia mereda tawanya, “Sepertinya kau sedang membungkus sesuatu ya?”

“Hm.. sebenarnya tidak membungkus sih, hanya saja aku sedang melihat kartu undangan kita, Baek..” ujar Minjoo. “Coba kau lihat kartu undangannya, menurutmu bagus kan? Tidak aneh kan?”

Baekhyun melihat ke meja nakas di samping tempat tidurnya dan mengambil amplop merah yang berada disana. Ia membukanya lalu melihat ke arah undangan pernikahannya.

“Menurutku bagus saja, Minjoo-ya. Memangnya kau berpikir bahwa ini aneh?”

“Tidak-tidak hanya memastikan saja..” Minjoo menjeda perkataannya kembali namun tiba-tiba ia kembali mengeluarkan suaranya yang cukup pekak, “Ingat ya, Byun Baekhyun! Kau tidak boleh menemuiku sampai hari pernikahan kita! Kita harus berpisah sampai kita bertemu di gereja, kau mengerti?!”

Siang tadi, Minjoo meminta pada Baekhyun untuk membuat suatu ritual dimana mereka tidak boleh bertemu sampai hari pernikahan mereka. Minjoo bilang dia hanya ingin mengetahui seberapa kuat cinta mereka sampai satu minggu lamanya. Sungguh kekanakan memang.

“Han Minjoo.. memangnya cinta mana yang tak kau percaya dariku, hm?” Baekhyun menjeda perkataannya sambil memikirkan semua waktu yang mereka lalui, “Kau tahu kondisiku saat aku berpisah denganmu, bukan? Aku sekarat, aku mati. Saat aku tahu kau masih sakit, kau tahu juga bagaimana kan? Aku benar-benar ingin mati. Bahkan aku rela memberikan hidupku padamu, Minjoo, karena aku memang tidak bisa hidup tanpamu. Apakah itu belum cukup membuktikan bahwa aku sangat mencintaimu?”

Baekhyun mendengar deruan nafas Minjoo cukup lama, mungkin ia sedikit tersipu malu mendengar perkataan Baekhyun. Jujur, Baekhyun tidak menggombal pada Minjoo. Itu benar-benar murni dari apa yang pernah ia rasakan dan ia alami. Dia memang sangat menyayangi Minjoo sampai sebegitu menderitanya, memang.

“Bukan begitu, Baekhyunku.. Maksudku.. aku hanya ingin kita tidak bertemu dulu sampai hari pernikahan kita karena ya.. mungkin aku butuh menyiapkan diriku sebagai istrimu di masa depan.. Ya mungkin begitu..”

“Aku tidak butuh kesiapanmu, aku hanya butuh dirimu untuk berada di sampingku selamanya. Itu saja.”

“Pria gombal! Cukup menggombalnya!” Minjoo menyentak cukup keras namun itu membuat Baekhyun tertawa.

“Aku tidak menggombal sayang, aku serius dengan perkataanku. Aku tidak peduli dengan apa kekuranganmu atau apa penampilanmu. Kau ada di sampingku, itu sudah lebih dari cukup.”

“Iya.. iya.. aku mengerti, dan aku pun begitu. Sudah terlalu malam, aku matikan teleponnya ya.”

“Baiklah, selamat malam dan aku hanya mengingatkan bahwa satu minggu lagi kau akan menjadi milikku sepenuhnya, Han Minjoo..”

“Ya!!”

“Haha, Selamat malam dan aku mencintaimu.”

“Selamat malam, aku mencintaimu juga.”

Minjoo memutuskan panggilan dengan cepat hingga membuat Baekhyun tertawa pelan. Baekhyun tahu sebenarnya gadis itu hanya sedang tersipu malu karena Baekhyun godai habis-habisan tadi.

“Minjoo-ya.. aku benar-benar menyayangimu.”

.

.

.

.

.

Minjoo menutup panggilannya dengan cepat lalu ia langsung melempar ponselnya ke atas kasur. Mungkin ini sudah biasa bagi Minjoo, semua perkataan manis Baekhyun yang ia katakan padanya. Tapi, hatinya tidak pernah begitu. Hatinya selalu bergenderang sangat besar hingga menyalurkan darah Minjoo begitu cepat ke permukaan kulit Minjoo. Hatinya belum pernah terbiasa dengan perkataan manis Baekhyun.

Dia memegang dadanya, mengecek jantungnya yang masih berdetak cukup cepat. Ya Tuhan, bahkan itu semua sudah dimulai saat Baekhyun mengatakan bahwa ia akan memberikan malam yang Minjoo selalu impikan. Sumpah, Minjoo rasa ia benar-benar kehilangan sendi lututnya saat itu.

“Pria itu benar-benar..” ujarnya. “Aku harus mendinginkan hatiku.. dan juga tubuhku.” Maka Minjoo pun langsung bangkit dari duduknya dan berjalan menuju lantai bawah. Setelah di dapur, ia mengambil segelas air dingin dan meneguknya cepat-cepat. Hati dan pikirannya harus dingin, atau jika tidak dia akan pergi ke apartemen Baekhyun detik ini juga.

Saat ia masih meneguk air dingin itu, tak sengaja netranya menangkap pria yang ia ketahui Oppa-nya itu sedang duduk di taman belakang rumahnya. Menatap ke arah langit, entah dengan wajah yang bagaimana karena ia membelakangi tubuhnya.

Merasa aneh karena Chanyeol belum tidur di waktu larut seperti ini, Minjoo menghentikan kegiatannya yang meminum air putih itu lalu ia menghampiri Chanyeol di taman belakangnya.

“Oppa..” Minjoo memanggil hingga membuat Chanyeol menolehkan wajahnya. Pria itu tersenyum pelan. “Oppa sedang apa?” ujar Minjoo kembali setelah ia duduk di atas rumput di sebelah Chanyeol.

Chanyeol terdiam sambil terus memandangi Minjoo. Melihat wajah cantik gadis itu.

“Oppa sedang berbicara pada Ayah dan Ibu bahwa sebentar lagi kau akan menikah, memiliki kehidupanmu sendiri dan..” Dia menjeda perkataannya sambil memancarkan kesedihan pada Minjoo. “..meninggalkanku. Sendirian.”

“Oppa..”

“Minjoo-ya, kau tahu.. selama ini aku menyayangimu bukan hanya karena kau adikku. Tapi lebih dari itu. Aku menyangimu karena aku ingin kau selalu berada di sampingku, aku ingin kau selalu bisa kulihat, selalu bisa bercanda bersama. Aku ingin kau selalu menjadi orang yang mendengar ceritaku, orang yang mengetahui masalahku. Aku ingin kau selalu bisa bersamaku, Minjoo.”

Chanyeol mungkin salah berbicara seperti itu pada Minjoo. Mungkin, setelah ini Minjoo akan merasa canggung padanya atau di luar ekspetasinya, Minjoo akan membencinya. Ketika dia bilang dia bisa melepas Minjoo, dia tidak seratus persen yakin dengan perkataannya. Memang, cukup melihat gadis itu tetap hidup saja sudah membuatnya senang sangat luar biasa, tapi.. melihat gadis itu pergi dari hidupnya untuk menikah dengan pria lain.. Chanyeol rasa dia tidak bisa. Chanyeol sudah terlalu lama tinggal bersama Minjoo dan itu membuatnya ketergantungan pada sosok Minjoo. Chanyeol selalu ingin hidup bersama Minjoo.

Minjoo terdiam selama beberapa detik namun akhirnya ia tersenyum.

“Aku sudah mengetahuinya Oppa. Sudah dari waktu yang sangat lama.”

Jujur, Chanyeol sedikit tersentak kaget mendengar itu. Minjoo mengetahuinya?

“Aku mengetahuinya saat Oppa bertengkar dengan Ayah ketika dahulu. Aku mendengar semua pembicaraannya..” ia menjeda perkataannya selama beberapa detik. “Termasuk saat Oppa bilang bahwa Oppa menyayangiku lebih dari seorang adik.”

Chanyeol membeku. Minjoo mengetahui semua rahasia yang Chanyeol coba sembunyikan selama ini. Dan dia benar-benar skak mat.

“Lalu.. mengapa kau tak pernah membahas itu padaku, Minjoo?”

“Itu semua karena aku membutuhkanmu. Sangat.”

Chanyeol terdiam sambil terus memandang netra Minjoo, mencari alasan yang sesuai dengan perkataan gadis itu.

“Aku sangat membutuhkan Oppa karena hanya Oppa yang berdiri untukku, menyayangiku dan melindungiku. Aku tidak pernah membahas ini karena aku ingin Oppa tetap seperti Oppa yang kukenal, Oppa yang sangat memanjakanku dan menyayangiku lebih dari apapun. Dan jika aku membahas itu, aku takut kehilangan Oppa yang menyayangiku seperti itu.”

Minjoo pun kemudian mengangkat tangannya dan menyentuh tangan Chanyeol, “Oppa akan selalu menjadi pria pertama yang punya pengaruh besar dalam hidupku. Meskipun Oppa tidak bisa memiliki hatiku, ketahuilah bahwa aku akan selalu membutuhkan Oppa selamanya. Tidak peduli aku menikah dan hidup bersama siapa nantinya, Oppa akan selalu menjadi orang pertama yang akan aku jadikan rumah, jadi kumohon..”

“Jangan pernah bilang bahwa aku meninggalkan Oppa karena aku tidak. Aku tidak pernah bisa meninggalkan Oppa.”

Chanyeol terdiam sambil tak kuasa menahan air matanya. Minjoo benar-benar gadis yang selalu berhasil mencuri hatinya. Mungkin Chanyeol selama ini salah, menganggap Minjoo hanya memikirkan Baekhyun dan Baekhyun. Namun nyatanya tidak, Chanyeol punya pengaruh yang hampir sama besarnya dengan Baekhyun walaupun itu minus hati Minjoo.

“Minjoo-ya, bolehkah Oppa memelukmu?” tanya Chanyeol. Dia takut, karena Minjoo sudah mengetahui bahwa ia menyayanginya lebih dari seorang adik, Minjoo akan merasa canggung dengannya.

“Kenapa tidak?” Minjoo mengambil tangannya kembali dari tangan Chanyeol sambil mendekatkan tubuhnya pada tubuh Chanyeol. “Oppa kan kakakku yang paling kusayang. Sejak kapan aku tidak membolehkan Oppa memelukku?”

Chanyeol terkekeh pelan lalu ia menarik Minjoo untuk masuk ke dalam pelukannya. Memeluk gadis itu hangat dan merasakan pelukan itu mungkin untuk yang terakhir kalinya.

Minjoo-ya.. selama hidup ini aku akan selalu menyayangimu. Mungkin aku tidak pernah bisa memilikimu secara ragamu dan hatimu. Mungkin aku juga bukan lagi jadi orang yang membuatmu tersenyum dan tertawa. Mungkin juga aku tidak bisa lagi menjadi bahu pertama untuk kau tangisi atau kau sandari. Atau pun aku hanya akan menjadi pilihan kedua dari setiap pilihanmu.

Aku hanya ingin bilang padamu bahwa aku tidak pernah menyesal Tuhan mengirimmu menjadi adikku. Nyatanya, perasaan ini pun tumbuh saat kau menjadi adikku. Hanya saja aku terlalu merasa nyaman bersamamu dan ikatan darah kita yang tak sama membuat hatiku berdegup padamu.

Ya, Han Minjoo.. Aku tidak akan pernah merasa akan ditinggalkan olehmu karena selamanya pun aku akan selalu mengikutimu. Tidak peduli seberapa jauh pria itu membawamu pergi, aku akan tetap berada di belakangmu. Tidak peduli seberapa bawahnya aku menjadi pilihanmu, aku akan tetap di belakangmu. Saat aku telah memiliki penggantimu, aku pun akan tetap berada di belakangmu, Minjoo-ya.

Karena aku tahu, selamanya, kau adalah adikku yang paling aku cintai.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

Minjoo duduk dengan gaun putih tanpa lengan, dua sarung tangan yang menutupi sampai sikunya dan tudung di atas kepalanya. Perasaannya begitu bergemuruh saat ini. Tangannya basah, dahinya sedikit berkeringat dingin.

Ini adalah harinya. Hari pernikahannya.

Seumur hidupnya, Minjoo tidak pernah merasa secemas ini hanya karena acara pernikahan. Ketika orang-orang bilang bahwa pernikahan itu bisa membuat lututmu melemas, itu benar adanya. Rasanya seperti seluruh rambut dikulitmu berdiri dan udara di sekitar menjadi sesak. Entah mengapa itu bisa terjadi karena Minjoo sendiri pun tidak tahu. Hatinya hanya mendesir-desir dengan cepat dan mengalirkan darah ke seluruh tubuhnya.

“Noona.. apakah noona sakit?” sahut Jasper yang menemani Minjoo di ruang pengantin. “Dahi noona benar-benar basah..”

Minjoo menjadi panik saat mendengar perkataan Jasper mengenai dahinya, “Astaga! Jasper, coba ambilkan kaca..”

Jasper pun mengambil kaca dengan cepat dan memberikannya pada Minjoo. Minjoo pun dengan segera juga melihat ke arah wajahnya melalui cermin itu.

“Ini luntur tidak ya..” Minjoo terus memerhatikan dahinya sambil mengusap perlahan keringatnya menggunakan tisu.

“Noona, apakah noona sakit? Kalau sakit, Jasper panggilkan ibu panti agar merawat noona disini..”

Minjoo menurunkan cerminnya lalu tersenyum pada Jasper, “Noona tidak sakit, Jasper. Noona hanya sedang cemas saja saat ini..”

Jasper membuat huruf O selama tiga detik lalu sambil mengangguk-angguk mengerti. Setelah Minnjoo memastikan bahwa make-up nya tidak rusak akibat keringatnya, ia memajukan wajahnya pada Jasper, “Jasper, bagaimana wajah noona? Tidak luntur kan make-upnya?”

Jasper memerhatikan Minjoo dengan detail, “Menurutku, luntur atau tidaknya make-up noona, Noona masih tetap cantik seperti biasanya.” Ujarnya.

Minjoo pun tersipu malu dan langsung mencubit pipi Jasper pelan, “Bisa saja adik noona yang satu ini!”

Cklek.

“Noona!”

“Eonnie!”

Saat itu, tiba-tiba dua orang bocah dan gadis cilik memasuki ruangan mereka dengan ditemani Chanyeol di belakangnya. Siapa lagi jika bukan Hailey dan Michael.

“Astaga, Hailey! Michael!” Minjoo tersenyum lebar lalu menghampiri mereka. Ingin memeluk mereka, namun Chanyeol mengingatkannya bahwa ia tidak bisa menghancurkan riasannya karena memeluk mereka.

“Kalian kesini dengan siapa? Kenapa tidak memberitahu noona..” ujar Minjoo sambil menatap mereka bergantian.

“Kami kemari bersama ibu panti, Minjoo. kami ingin melihat Minjoo menikah..” ujar Hailey dengan gemas sambil memegang tangan Minjoo.

“Ah, Minjoo apakah kau tidak bisa menungguku lebih lama lagi? Aku kan ingin menikah denganmu juga..” ujar Michael. Dasar bocah lelaki itu, tidak pernah berhenti menyukai Minjoo.

Minjoo tentunya terkekeh pelan lalu mengacak-acak rambut Michael dengan gemas, “Ah, iya.. perkenalkan ini temanku juga..” Minjoo menarik Jasper dan menyuruhnya memperkenalkan diri menggunakan bahasa inggris yang telah ia pelajari.

“Halo, namaku Jasper. Senang bertemu dengan kalian.”

Mendengar sapaan dari Jasper pun tak ayal membuat Hailey dan Michael senang. Orang baru, teman baru.

“Hai, Jasper. Namaku Hailey dan ini Michael. Senang bertemu denganmu juga.”

Mereka pun tersenyum dan saling menjabat tangan, membuat Minjoo ikut tersenyum juga namun detik selanjutnya ia menjadi sepuluh kali lebih cemas dari sebelumnya saat mc mengatakan bahwa sang mempelai wanita sudah diharapkan untuk berada di atas panggung.

“Ayo, Minjoo..” Chanyeol menjulurkan tangannya ke hadapan Minjoo, hendak membantu gadis itu.

Setelah mengambil nafas banyak-banyak dan mengumpulkan semua keberaniannya, Minjoo pun mengangkat tangannya dan membalas juluran tangan Chanyeol. Kemudiannya ia berdiri dan menatap Chanyeol dengan yakin.

“Ayo, Oppa..”

Chanyeol tersenyum pelan lalu mereka berdua berjalan berdampingan meninggalkan ruangan pengantin. Jasper, Hailey dan Michael pun berdiri di depan mereka, menjadi pendaming pengantin dan menebarkan bunga di setiap jalan yang Minjoo pijak.

Saat ia mulai memasuki gereja, semua mata menatap pada Minjoo. Melihat betapa mengagumkannya sosok Minjoo di hadapan mereka. Dilihat seperti itu, Minjoo pun merundukkan pandangan, menyembunyikannya ke bahu Chanyeol dan meremas lengan Chanyeol dengan kuat.

“Lihat ke depan, Minjoo-ya. Lihat seseorang yang telah menunggumu di altar sana.”

Minjoo menaikkan pandangannya melihat Chanyeol tidak mengerti.

“Aku yakin.. saat kau melihatnya, kau akan menjadi percaya bahwa duniamu ada disana. Hidupmu untuk di masa mendatang yang kau impikan ada disana. Di seseorang yang menunggumu di altar sana.”

Minjoo pun menolehkan pandangannya perlahan menuju ke depannya.

Apa yang Chanyeol katakan benar. Saat kau melihat pasanganmu di atas altar sana, kau seperti meninggalkan dunia dimana kau pijaki karena duniamu yang sebenarnya ada disana. Setiap langkah yang menipis semakin memperlihatkan bahwa kau memang tercipta untuknya dan dia tercipta untukmu. Saat jarak matamu dan matanya semakin mendekat, kau yakin semua impian yang kau ciptakan berada disana. Dan saat dia mengambil tanganmu dan tersenyum padamu, kau tahu bahwa dia adalah orang yang benar-benar menungggu dirimu.

Baekhyun tersenyum begitu lebar sambil menggenggam tangan Minjoo yang sudah berada di jemarinya, “Satu minggu tidak bertemu, kau malah semakin cantik Han Minjoo.” bisiknya di telinga Minjoo.

Minjoo tak kuasa untuk terkekeh sangat kecil mendengar perkataan Baekhyun, “Aku kan memang selalu terlihat cantik di hadapanmu.”

Baekhyun hanya bisa menanggapi itu dengan senyuman lalu ia membawa Minjoo berjalan menghampiri pastor yang berada tak jauh dari mereka.

“Kepada mempelai wanita dan pria.. anda siap untuk melakukan prosesi pembacaan janji suci saat ini?”

Mereka berdua pun mengangguk dengan mantap dan menjawab secara bersamaan, “Siap.”

“Baiklah, kepada para jemaat di persilahkan untuk mendengar setiap janji suci yang mereka akan pegang teguh dalam hidupnya.”

Minjoo pun menggenggam tangan Baekhyun semakin erat, mereaslisasikan betapa meledaknya jantung Minjoo saat ini.

“Byun Baekhyun, apakah kau bersedia mengakui Han Minjoo sebagai satu-satunya istri dan hidup bersamanya selamanya di hadapan Tuhan?”

Minjoo hanyalah wanita terakhir yang akan Baekhyun sayangi dan sangat ia cintai di hidupnya. Ya, dia adalah satu-satunya wanita yang Baekhyun inginkan untuk hidup bersama.

“Saya bersedia.”

“Apakah kau juga bersedia mengasihinya, mengasuhnya, merawatnya, menghormatinya dalam keadaan susah maupun senang, dalam harta melimpah atau kekurangan, ataupun sakit maupun sehat, selama kalian berdua hidup bersama?”

Tidak peduli seberapa banyak kekurangan Minjoo, seberapa banyak masalah yang menimpa mereka, seberapa kelamnya Minjoo, Baekhyun akan menjadi pria nomor satu yang mengasihi, mengasuh, merawa, menghormati Minjoo selamanya.

“Saya bersedia.”

“Apakah kau juga akan bersedia menjaga kesucian pernikahanmu sebagai suami yang setia di hadapan Tuhan?”

Setia? Bahkan Baekhyun tidak pernah akan melepas Minjoo selamanya.

“Sangat bersedia.”

Kini giliran Minjoo menjawab semua pertanyaan yang pastor tadi berikan. Alasannya sama seperti Baekhyun, Baekhyun adalah pria terakhir yang Minjoo inginkan untuk hidup bersama, tak peduli seberapa susah, kekurangan dan masalah yang menimpa Baekhyun, Minjoo akan menjadi wanita nomor satu yang mengasihi, mengasuh, merawat dan menghormati Baekhyun selamanya. Setia? Minjoo tidak akan pernah selamanya melepas Baekhyun.

“Sekarang kita beralih pada yang paling utama, yaitu pengucapan janji suci untuk pasangan ini.” Pastor itu kembali melihat ke arah Baekhyun. “Silakan, saudara Baekhyun untuk mengucapkan janji pernikahan.”

Baekhyun sempat tersenyum sekilas pada Minjoo lalu ia menggenggam tangan Minjoo semakin erat.

“Saya, Byun Baekhyun, menerima Han Minjoo untuk menjadi satu-satunya istri dalam pernikahan yang sah, untuk dimiliki dan di pertahankan dalam suka maupun duka, dalam kelimpahan maupun kekurangan, dalam sehat maupun sakit, untuk dikasihi dan diperhatikan, di hadapan Tuhan.. saya mengucapkan janji setia pada Han Minjoo.”

Semua orang tampak tersenyum pada Baekhyun, melihat betapa kesungguhan Baekhyun mengucapkan janji-janji itu. Baekhyun memang pada dasarnya sangat memegang teguh janji itu untuk di masa depannya.

“Sekarang, silakan saudari Minjoo untuk mengucapkan janji pernikahan.”

Maka Minjoo pun mengucapkan kalimat yang sama persis seperti Baekhyun, dengan tidak kalah lantangnya dan percaya dirinya. Membuat semua orang semakin menyukai mereka karena mereka benar-benar menikah karena perasaan mereka yang begitu kuat.

“Kita masuk ke prosesi kedua yaitu pemasangan simbol pernikahan pada kedua jemari pasangan saudara Baekhyun dan saudari Minjoo..”

Mereka berdua pun mulai menghadapkan tubuh mereka. Baekhyun adalah orang yang pertama kali menyematkan cincin di jari manis Minjoo, lalu kemudian di susul oleh Minjoo yang memasangkannya juga pada jari manis Baekhyun.

“Para jemaat silakan mendoakan pasangan ini agar kebahagiaan selalu senantiasa menyertai mereka. Dengan diakhir mempelai pria yang mencium mempelai wanita, maka saudara Baekhyun dan saudari Minjoo dinyatakan resmi menjadi pasangan yang sah di hadapan Tuhan.”

Baekhyun pun menyeringai sambil berbisik pelan, “Kau ingin french kiss atau natural kiss, sayang?”

Minjoo pun mendecak kesal sambil menyubit pinggang Baekhyun yang telah terhimpit dengannya.

“Kau gila, Baek.”

Baekhyun hanya tertawa kecil namun setelahnya ia langsung menarik pinggang Minjoo dan menekan tengkuk gadis itu. Menciumnya dengan lembut dan penuh perasaan, sebagaimana ia menyalurkan perasaan bahagianya yang meletup-letup saat ini. Sama seperti Baekhyun, Minjoo membalas ciuman Baekhyun dengan senyuman yang terukir di bibirnya. Memberitahu Baekhyun bahwa ia sangat bahagia saat ini.

Suara riuh tepuk tangan tidak terdengar oleh mereka berdua. Di atas altar dimana tempat mereka berpijak, dimana saat bibir mereka menyatu, yang mereka rasakan dan pikirkan hanya satu. Bahagia untuk hidup bersama selamanya.

.

.

.

.

.

.

Wajah Minjoo pegal, sungguh. Dia harus berulang kali senyum pada ratusan atau ribuan orang yang datang menghadiri pernikahannya. Kakinya pun seperti mau lepas dari tubuhnya karena ia menggunakan heels yang cukup tinggi.

“Kakimu sakit, Minjoo-ya?” tanya Baekhyun yang berada di sampingnya. Baekhyun menyadari jika Minjoo begitu gelisah di tempatnya, dia kerap kali meremas lengan Baekhyun yang ia lingkarkan di miliknya akibat tidak bisa menahan rasa sakit di kakinya itu.

“Kapan ini akan berakhir, Baek? Kakiku benar-benar sakit..” bisik Minjoo pada Baekhyun.

Mendengar keluhan Minjoo, Baekhyun pun dengan segera merundukkan tubuhnya dan berusaha untuk melepas sepatu itu dari Minjoo. Minjoo tentunya menautkan alisnya kebingungan, “Apa yang kau lakukan, Baek?”

Baekhyun pun mengangkat sedikit gaun Minjoo yang menutupi kaki gadis itu, “Melepas sepatumu.”

“Tidak usah..” Minjoo menolak, “Malu kalau aku tidak pakai sepatu, Baekhyun-ah.”

“Tidak usah malu, toh aku pun tidak malu.” Baekhyun mencoba untuk melepaskan sepatu Minjoo darinya namun Minjoo masih tetap menolak.

“Tapi kan aku yang malu, Baekhyun. Banyak orang yang melihat..”

“Kau tidak perlu malu pada apa yang orang akan lihat padamu, mereka pun tidak akan terlalu peduli jika kau hanya melepas sepatumu kecuali jika kau berusaha untuk menarik perhatian lelaki lain..” Ujar Baekhyun dengan nada yang ia buat sedikit sinis pada Minjoo.

Minjoo yang mendengar perkataan Baekhyun tertawa kecil, “Baru saja menikah sudah cemburu lagi. Byun Baekhyun, kau benar-benar..” Akhirnya Minjoo pun menuruti perkataan Baekhyun dengan melepas sepatunya.

“Nah, ini baru gadisku yang pintar.” Ujar Baekhyun lalu menyuruh salah seorang petugas untuk mengambil sepatu Minjoo dan menaruhnya di ruang ganti mereka. “Lagipula aku tidak suka melihatmu tersiksa hanya untuk tampil cantik.”

“Ouuh..” Minjoo memajukan wajahnya pada Baekhyun, “Suamiku perhatian sekalii..”

Baekhyun hanya terkekeh pelan lalu ia mencium pipi Minjoo sekilas.

“Ya! Pasangan yang selalu di mabuk cinta! Bisakah kalian tidak usah menunjukkan kemesraan kalian disini!?” Yoongi berjalan menghampiri mereka, sambil tertawa pelan juga.

“Kau hanya sirik, hyung. Kau belum pernah merasakan cinta, hm?” ujar Baekhyun sedikit menyebalkan.

“Ya! Sudah waktu itu membohongiku tanpa memberitahuku bahwa kau akan menjadi pendonornya hingga membuatku tiba-tiba mengidap penyakit jantung.. kau masih bisa berkata seperti itu padaku!?”

Minjoo tertawa pelan menanggapi perkataan Yoongi, “Benar, Yoongi-ssi, dia benar-benar lelaki yang egois. Membiarkan orang di sekitarnya merasakan luka darinya.”

Mereka bertiga pun tertawa kembali cukup keras hingga akhirnya Baekhyun meredakan tawanya, “Tapi, terima kasih hyung untuk selama ini. Terima kasih karena telah berdiri untukku dan selalu berada di sampingku. Terima kasih juga untuk tidak pernah menyerah dariku dan selalu membantuku.” Ia melepas tangan Minjoo darinya lalu beralih untuk memeluk Yoongi secara tiba-tiba, “Kau benar-benar hyungku!”

“Ya! Ya! Mengapa menjadi sendu seperti ini!” Yoongi menepuk-nepuk Baekhyun dengan kasar sambil tertawa, “Ya.. sama-sama. Terima kasih karena telah mau menjadi adikku untuk waktu yang cukup lama.” Yoongi melepas pelukannya lalu menepuk-nepuk bahu Baekhyun, “Sekarang kau telah memilikinya, kau selalu bilang bahwa dia segalanya untukmu, bukan? Jika benar begitu, jagalah dia dengan baik dan benar, lindungilah dia selamanya.” Kemudian Yoongi menolehkan wajahnya pada Minjoo, “Jika ia bermain dengan wanita lain, kau laporkan saja padaku, Minjoo-ssi. Aku akan menghabisinya detik itu juga.”

Minjoo terkekeh pelan, “Kau tidak akan sempat menghabisinya Yoongi-ssi, akulah yang pertama akan membunuhnya.”

Mereka tertawa lagi lalu di akhiri dengan Yoongi yang akan menyalami beberapa kerabatnya yang diundang ke pernikahan Baekhyun. Baru saja Baekhyun dan Minjoo akan berjalan kembali, Jongdae dan Minseok datang menghampiri mereka.

“Minjoo-ssi!!” ujar mereka berdua dengan ceria lalu menghampiri Minjoo. Minjoo pun tentunya dengan ceria menanggapi mereka, “Jongdae-ssi! Minseok-ssi!”

Jongdae dan Minseok sengaja hanya menyapa Minjoo saja karena mereka berniat untuk membuat Baekhyun kesal, dan itu memang berhasil. “Ya! yang sahabatnya kalian ini aku atau Minjoo, sih!? Kenapa kalian hanya menyapanya saja!?” sentaknya cukup keras.

“Kami tidak peduli denganmu, kami pedulinya pada nona yang kau bilang hanya penggemarmu saja…” celetuk Jongdae dengan senyuman mengejeknya yang lalu disambut Minjoo serta Minseok tawa cukup keras.

“Kau benar-benar.. Jongdae-ya..” Baekhyun pun menarik kepala Jongdae dan ia selipkan di sekitar tangannya sambil memukul-mukul kepalanya pelan. Jujur ini suatu hiburan untuk Minjoo serta Minseok, melihat bagaimana mereka bertengkar seperti anak kecil.

“Minjoo-ya, annyeong..”

Suara seorang lelaki asing menginterupsi mereka namun tidak asing untuk Minjoo. Gadis itu dengan segera menolehkan wajahnya pada suara itu dan ia tersenyum begitu cerah.

“Nah..” Minjoo menarik tangan Sehun untuk berada di sekitar mereka dan itu cukup membuat Baekhyun sedikit geram. “Ini Oh Sehun, pria yang menjadi tumbal luapan emosi Baekhyun di café waktu itu..”

“Oh jadi itu dirimu..” Jongdae tertawa lalu ia melihat ke arah Baekhyun, “Baekhyun-ah, apa harus aku menghajar lelaki ini demimu?”

Mereka pun tertawa lagi di tambah Sehun yang ikut tertawa bersama mereka.

“Halo, perkenalkan aku si lelaki genit yang mengganggu pacar orang saat itu.” tutur Sehun hingga itu membuat semua orang semakin terbahak dengan candaan klasik mereka.

Suasana memang sangat bahagia saat ini, saling mengenal satu sama lain, saling membagi pengalaman bahagia. Baekhyun menatap Minjoo dengan hatinya yang masih meletup-letup, melihat betapa bahagianya gadis itu dan Baekhyun lebih bahagia lagi saat ia menyadari bahwa Minjoo resmi jadi miliknya seutuhnya. Istrinya.

Tak sengaja matanya menangkap ke arah yang tak jauh dari mereka, seorang lelaki tersenyum melihat mereka. Baekhyun menatap Chanyeol lalu sekilas mengatakan dengan tanpa suara ‘mari-bergabung’ namun Chanyeol tidak bisa menangkap maksudnya dengan mengangkat kedua alisnya.

Tidak mungkin mengganggu orang-orang dengan berteriak, Baekhyun pun berjalan menghampiri Chanyeol di dekat meja dimana kue-kue berada.

“Chanyeol-ah, mari bergabung dengan temanku dan teman Minjoo.”

Chanyeol tersenyum tenang, “Tidak usah, kalian dan aku berbeda tingkat usia. Kurasa aku tidak akan mengerti dengan apa yang kalian omongkan.”

Baekhyun mengangguk-angguk mengerti namun ia tidak memutuskan untuk kembali pada dimana Minjoo, Sehun dan teman-temannya berada. Dia memilih diam dan melihati Minjoo dari jarak sejauh ini.

“Dia sangat bahagia, bukan?” ujar Chanyeol menyadarkan Baekhyun dari lamunannya menatap Minjoo.

“Huh?”

“Dia benar-benar bahagia sekarang. Lihatlah..” Chanyeol menunjuk Minjoo yang sedang tertawa bersama Sehun, Jongdae dan Minseok. “Ini persis ketika dia kecil dahulu dan sebelum kau meninggalkannya waktu itu.”

Baekhyun kembali memerhatikan Minjoo yang masih menorehkan senyuman lebarnya disana. Benar kata Chanyeol, Minjoo sangat bahagia saat ini.

“Dia hanya bisa tersenyum seperti itu jika saat ia bersamamu. Dahulu pun begitu, saat orang tuaku masih ada dan dia gadis cilik yang menjadi adik angkatku. Tapi, dia benar-benar merasa bahagia jika saat ia bersamamu..”

Chanyeol menjeda perkataannya selama beberapa detik sambil terus menatap Minjoo, “Mungkin aku belum bisa melepaskannya, sampai detik ini pun aku masih sangat menyayanginya sebagai adikku dan lebih dari adikku. Aku masih tidak rela jika ia harus menikah tapi satu hal yang ingin kukatakan padamu..”

“Aku.. mempercayakanmu padanya. Aku ingin kau menjaganya sebaik mungkin seperti sayap kupu-kupu yang mudah rusak. Melindunginya sebagaimana kau melindungi dirimu sendiri dan mencintainya sepenuh hatimu. Aku percaya kau bisa melakukan itu padanya, Baekhyun-ah.”

Baekhyun terdiam sambil tersenyum.

“Iya, aku bisa melakukan itu semua. Mencintainya sepenuh hatiku, menjaganya dan melindunginya selamanya. Tanpa perlu kau kasih tahu, aku pun akan melakukannya karena itu tujuanku menikahinya.”

Dia kembali menjeda perkataannya lalu tersenyum pada Minjoo yang sedang melihat ke arahnya lalu beralih ke Chanyeol.

“Terima kasih telah mempercayaiku, Chanyeol-ah. Terima kasih juga karena menyayangi Minjoo sampai detik ini.”

Chanyeol tersenyum, “Tidak perlu berterima kasih karena itu murni aku yang ingin melakukannya.”

Mereka pun terdiam sambil terus menatap Minjoo yang masih tersenyum bahagia. Hanya melihat gadis itu tersenyum pun mampu membuat mereka cukup senang detik itu juga.

.

.

.

.

.

Minjoo menatap dirinya di hadapan kaca kamar mandinya sambil menggigit bibirnya cemas. Gaun khusus pengantin transparan berwarna hitam telah terpasang mengikuti lekuk tubuhnya, cukup memperlihatkan sebagain tubuh Minjoo kecuali bagian payudaranya. Oh, bahkan lihatlah, itu pun hanya menutupi sampai bokong Minjoo saja, gadis itu sengaja tidak mengenakan celana atau yang lainnya untuk menutupi kakinya yang panjang itu.

“Minjoo-ya, kau benar-benar seperti wanita jalang.” Ucapnya mengatai dirinya sendiri tapi menurutnya memang begitu adanya. Dia terlihat seperti wanita yang tengah menyalakan nafsu para pria di luar sana dengan tampilan seperti itu. Sudah gaunnya hanya bertali tipis melingkar di bahunya, ditambah dia mengenakan celana dalam—dia tidak mengenakan branya—berwarna merah juga. Benar-benar terlihat seperti wanita murahan.

Minjoo pun menundukkan wajahnya, menyalakan keran air lalu membasuh wajahnya untuk mendinginkan suhu tubuhnya yang sangat panas. Setelah resepsi pernikahan tadi, Minjoo dan Baekhyun langsung pergi menuju pulau Jeju, destinasi bulan madu yang telah mereka siapkan dari sebelumnya. Sebenarnya Baekhyun meminta pada Minjoo untuk bulan madu di Brazil, lebih tepatnya di Rio De Jenario namun Minjoo menolaknya dengan alasan ia terlalu lelah untuk pergi ke luar negeri kembali.

Mereka memesan sebuah rumah penginapan yang jauh dari hiruk pikuk kota, sepi dari pengunjung dan persis langsung menghadap ke pantai. Baekhyun bilang dia ingin menghabiskan waktunya hanya dengan Minjoo. Tanpa siapapun, bahkan binatang pun tidak boleh mengganggu mereka.

Dan tiba saatnya malam ini, malam pertama mereka. Sedari tadi Minjoo terus berdiam di kamar mandi, melihat ke arah cerminan tubuhnya, berjalan mondar-mandir di sekitar kamar mandi, duduk di atas closet. Dia tidak takut sebenarnya, hanya saja dia tiba-tiba mengidap ‘sindrom malam pertama’ dimana ia merasa hawa tubuhnya begitu panas, oksigen seperti terserap entah kemana dan tangannya begitu berkeringat dingin. Jangan lupakan juga jantungnya tengah meledak-ledak sedari tadi.

“Minjoo-ya..” Baekhyun mengetuk pintu kamar mandi berkali-kali. “Sedang apa kau? Sudah hampir 1 jam kau diam disana..”

Sumpah, jantung Minjoo rasanya benar-benar meledak saat ini juga. Dengan susah payah ia pun menelan salivanya lalu menjawab, “Memangnya ada apa? Terserah aku bukan jika aku ingin diam di kamar mandi lebih lama ataupun tidak juga.” ucapnya sedikit tergagap.

“Jangan bilang kau sedang menghindariku?!” tanya Baekhyun sedikit berteriak dari luar sana.

“Kalau iya bagaimana..”

“Ya, Han Minjoo..” Baekhyun mencoba berbicara lembut pada Minjoo dari luar sana, “Kau takut, hm? Tidak usah takut.. aku tidak akan menyakitimu. Aku akan melakukannya secara pelan dan lembut padamu.”

Dan itu semakin membuat jantung Minjoo copot dari tempatnya. Demi Tuhan, rasanya ia ingin pingsan detik itu juga.

“Kalau aku tidak mau melakukannya bagaimana Baek—“

“Ya! Han Minjoo..” Baekhyun mencoba untuk membuka pintu kamar mandi namun untungnya Minjoo telah mengunci pintu kamar mandi itu, “Coba kau buka pintu ini dan lihat mataku. Kau harus percaya padaku..”

Bukannya Minjoo tidak mau melakukan itu, hanya saja nyalinya menciut. Entah kenapa yang tadinya ia tidak takut kini menjadi ketakutan setengah mati.

“Tidak mau, Baekhyun-ah..”

“Han Minjoo…” Baekhyun kembali mencoba untuk membuka pintu kamar mandi, “Kumohon buka pintunya dan lihat aku dahulu.”

Minjoo terdiam.

“Aku tidak bisa, Baekhyun-ah..”

Setelah mengatakan itu, Minjoo melihat ke arah kenop pintu yang secara perlahan terangkat ke atas. Menandakan Baekhyun menyerah untuk membuka pintu kamar mandi.

“Ya sudah, tenangkan saja dirimu dahulu Minjoo. Aku tidak akan memaksa.” Ujar Baekhyun dengan suara yang begitu lemas.

Jujur Minjoo merasa bersalah pada Baekhyun saat itu. Harusnya dia tidak egois memikirkan dirinya sendiri karena sekarang ini statusnya Minjoo adalah istri dari pria itu, yang artinya apapun keputusan yang ia buat punya pengaruh yang cukup kuat pada Baekhyun.

Minjoo pun berjalan mendekati pintu, menempelkan telinganya di pintu untuk mendengar apa yang Baekhyun lakukan di balik sana.

“Baekhyun-ah..” Minjoo berteriak memanggil Baekhyun, “Kau marah?”

Tidak ada jawaban.

Tentunya Minjoo semakin merasa bersalah lagi mendapati Baekhyun yang tidak menanggapinya, ia pun dengan segera membuka pintu itu lalu berjalan keluar dari kamar mandi.

“Baek—ah!”

Tubuhnya tiba-tiba terhuyung seperti melayang saat Baekhyun tiba-tiba mengangkatnya ke atas. Pria itu menjahilinya ternyata.

“Ya!” Minjoo memukul bahu Baekhyun dengan geram, kesal karena Baekhyun menjahilinya. Namun Baekhyun hanya menanggapi itu dengan kekehan lalu dengan segera ia mengangkat Minjoo menuju kasurnya, kasur mereka.

Jantung Minjoo berdegup dengan kencang kembali sesaat Baekhyun membaringkannya di atas kasur. Pergerakannya begitu cepat, Baekhyun kini sudah berada di atas tubuh gadis itu, menguncinya disana.

“Kau cantik sekali malam ini, sayang.” Ucapnya lalu mengecup kening Minjoo. “Dan.. aku juga suka gaunmu malam ini.” Lanjutnya lalu terkekeh sambil memilin ujung gaun tidur Minjoo.

Minjoo semakin merasa gila lagi saat bibir Baekhyun berada di keningnya tadi. Rasanya begitu hangat padahal Minjoo sudah terbiasa merasakannya sebelumnya. Entahlah, dengan jarak sedekat ini dan tahunya Minjoo apa yang akan ia lakukan semalaman ini membuat segala sentuhan Baekhyun begitu berharga untuknya.

Melihat Minjoo yang begitu memancarkan kegelisahan di bawahnya, Pria itu pun mengangkat tangannya dan mengusap pipi Minjoo.

“Kau benar-benar takut, hm? Coba lihat aku.”

Minjoo pun menaikkan pandangannya pada mata Baekhyun yang semulanya ia sengaja melihat sembarang arah, berusaha membuang pandangannya dari Baekhyun.

Mata itu begitu memancarkan kepercayaan pada Minjoo, memberikan Minjoo keyakinan bahwa semua yang Minjoo inginkan ada disana. Seluruh hal yang Minjoo ingin lakukan, ingin dapatkan begitu terlihat jelas di mata Baekhyun. Seperti sebuah film yang datang dari masa depan, Minjoo begitu menginginkan film itu terealisasikan bersama Baekhyun mulai dari saat ini.

“Kau percaya kan bahwa aku tidak akan menyakitimu? Aku ingin melakukannya denganmu karena aku ingin kau tahu bahwa aku sangat mencintaimu. Mungkin cinta tidak bisa didasari dengan melakukan itu saja, tapi setidaknya aku mencoba memberikannya lewat sana agar kau tahu.. jika aku benar-benar menyayangimu. Dari hatiku sampai ke tubuhku.”

Minjoo melemas. Ini perkataan yang Baekhyun ucapkan paling indah menurutnya.

“Selain itu.. malam ini juga merupakan deklarasi awal untuk dunia bahwa kau, Han Minjoo, adalah milikku, Byun Baekhyun, seutuhnya. Ketika aku mengatakan seutuhnya, itu berarti dari ujung rambutmu sampai ujung kuku kakimu. Semuanya yang berkaitan dengan dirimu itu adalah aku. Aku adalah dirimu, Minjoo.”

Dan ini semakin membuat Minjoo percaya bahwa ia memang harus melakukannya dengan Baekhyun.

“Kau.. sudah siap untuk melakukannya denganku..?”

Minjoo terdiam selama beberapa detik sambil tetap memandangi mata Baekhyun. Tidak terlalu lama kemudian ia mengangkat tangannya dan melingkarkannya di leher Baekhyun.

“Hm, aku siap melakukannya. Aku.. ingin melakukannya.”

Baekhyun tersenyum begitu cerah lalu ia memangkas jarak mereka dengan mengecup lembut bibir Minjoo. Tidak menuntut dan memaksa, karena ia ingin melakukannya secara lembut pada Minjoo.

Dan gadis itu juga merasakan hal yang serupa dari Baekhyun. Minjoo merasakan hatinya meletup-letup bagaikan kembang api tengah dipentaskan di dalam perutnya. Ini bukan ciuman pertamanya namun kesannya begitu berarti untuk malam ini bagi Minjoo.

Baekhyun memulai aksinya menjamahi mulut Minjoo dengan menggigit bibir Minjoo, meminta Minjoo untuk menyatukan indera pengecap mereka bersamaan. Tangannya yang sudah menyelusup ke pinggang Minjoo pun kini tengah mengenggam erat pinggangnya, mencoba menyuruh Minjoo menyetujuinya. Dan Minjoo menyetujui itu, ia memperdalam eratan tangannya pada leher Baekhyun sambil sesekali menjenggut rambut pria itu. Mencoba bertahan lewat sana akibat hatinya yang telah mencair seketika di dalamnya.

Saat oksigen mereka sudah habis, Baekhyun memundurkan wajahnya sedikit lalu melihat Minjoo. Hanya terdiam sambil tersenyum.

“Kenapa ada wanita secantik dirimu di dunia ini, sih?” Baekhyun mengangkat satu tangannya yang bebas dan mengusap pipi Minjoo kembali. Mendengar itu Minjoo terkekeh pelan lalu mencubit pinggang Baekhyun.

“Tidak usah merayu, Baekhyun.”

Baekhyun hanya tersenyum nyengir lalu ia mencium kening Minjoo, lalu turun ke kedua pipi Minjoo, lalu ke dagu Minjoo dan akhirnya ia mencoba untuk menyalakan hormon Minjoo di lekukan leher gadis itu. Mengecupnya begitu dalam, menggigitinya dan menyesapnya.

Minjoo menutup kedua matanya saat Baekhyun melakukan itu. Ia pun lagi dan lagi menjenggut rambut Baekhyun untuk memberikannya pertahanan saat ini. Setiap bibir dan gigi Baekhyun yang beradu dengan lehernya mampu membuat Minjoo menghilangkan sendi lututnya saat ini. Begitu hangat dan memabukkan.

Baekhyun perlahan menurunkan ciumannya dari leher Minjoo menuju dada gadis itu. Sambil mengecupnya, Baekhyun juga mencoba membuka ritsleting dari gaun Minjoo dibalik punggung gadis itu. Minjoo yang menyadari tangan Baekhyun mulai merayap untuk membuka gaunnya pun mengizinkan itu dengan mengangkat tubuhnya sedikit hingga memudahkan Baekhyun untuk melepas gaunnya. Saat Baekhyun berhasil melepas gaunnya, Minjoo merasakan jika Baekhyun berhenti mengecup dadanya.

Gadis itu pun membuka matanya lalu melihat ke arah Baekhyun yang sedang memerhatikan dadanya disana. Pria itu sedikit tersenyum lalu ia menaikkan pandangannya menatap Minjoo.

“Kau memang luar biasa Minjoo-ya.” ucapnya sambil terkekeh. “Benar-benar gadis yang kuimpikan.”

Minjoo hanya tersipu malu dan ia berusaha menutupi kedua payudaranya, “Jangan berbicara seperti itu. Aku malu, Baek..”

Baekhyun lagi-lagi tertawa dan ia pun mencoba menarik tangan Minjoo yang menutupi dadanya. “Tidak usah malu pada suami sendiri, nyonya Byun..” Ia kemudian mencolek dagu Minjoo sedikit, “Aku kan sudah sah menjadi orang yang melihat luar dan dalam tubuhmu, sayang..”

Minjoo semakin tersipu malu lagi dan ia pun menutupinya dengan tertawa pelan. Sebelum Baekhyun melanjutkan kegiatan yang sebelumnya, Minjoo menahan tubuh pria itu dan menatap pria itu dengan malu-malu.

“Aku kan sudah melepas gaunku..” Minjoo kemudian memilin-milin ujung baju Baekhyun, sedikit mencoba untuk mengangkatnya, “Kau.. tidak melepas bajumu juga, Baek…?”

“Memangnya kau ingin melihat tubuhku?” ujarnya dan Minjoo hanya mengangguk mengiyakan.

Baekhyun tentunya tertawa lagi melihat tingkah manis Minjoo, “Han Minjoo.. kau benar-benar membuatku terbuai, kau tahu?” Dia pun mendudukan tubuhnya beberapa menit lalu membuka kaus putihnya dalam sekejap. Langsung memperlihatkan tubuhnya yang terbentuk walaupun tidak sebagus atlit pengangkat beban.

“Kau senang?” ucapnya sambil tersenyum.

Minjoo mengangguk dan setelahnya Baekhyun kembali menyerang daerah dada Minjoo dengan mengecup dalam setiap

Show more