2016-03-16



WHAT IS LOVE – Part 2

[4th Series]

Title : WHAT IS LOVE

Author: Azalea

Cast : Byun Baekhyun (EXO), Lee Sena (OC/You), Kim Yura (GD)

Genre : Romance, Sad, School-Life

Rating : NC +18

Length : Series

Disclaimer : Cerita ini murni dari otakku sendiri.

Series Sebelumnya : PLABOY ( 1st Series ) -> LADY LUCK Part 1 ( 2nd Series ) -> LADY LUCK Part 2 ( 2nd Series ) -> BEAUTIFUL ( 3rd Series ) -> WHAT IS LOVE Part 1 ( 4th Series )

“Kau tahu, alasan kenapa dulu aku menolak perjodohan kita, itu karena kau tidak pernah menganggapku sebagai seorang pria. Mungkin karena dari kecil kita sudah saling mengenal dan bermain bersama sehingga kau memperlakukan aku tidak pernah istimewa. Aku tidak ingin mengikat seseorang yang tidak mencintaiku untuk hidup bersamaku sepanjang hidupnya. Itulah alasan kenapa aku menolaknya.” Kata Chanyeol yang mana malah membuatku merasa bersalah padanya.

Setelah dia mengatakan semuanya, kami tidak berucap sepatah katapun karena aku tidak tahu harus menanggapi ucapannya seperti apa. Pada akhirnya, kami menyelam pada pikiran masing-masing. Sampai lift menunjukkan angka lantai yang dituju Chanyeol, barulah kami sadar dari lamunan kami.

“Aku pergi dulu.” Katanya sambil melangkah keluar dari lift. Saat pintu lift akan tertutup, ku tekan salah satu tombol yang menyebabkan pintu lift tidak jadi tertutup kembali. Ku panggil Chanyeol yang sudah mulai menjauh dari lift.

“Chan..” kulihat dia menolehkan kepalanya untuk menghadapku kembali. “Gomawoyo, untuk semuanya, dan juga telah menjadi sahabatku sampai sekarang.” Teriakku sambil tersenyum ke arahnya. Kulihat dia membalas senyumanku dengan senyuman paling tampan yang dia punya dan mengacungkan ibu jarinya ke arahku. Setelahnya dia melambaikan tangannya padaku, dan kembali melanjutkan langkahnya yang sempat terhenti.

Akhirnya pintu lift tertutup, menyisakan diriku sendirian di dalamnya. Ku tolehkan wajahku ke dinding kaca lift ini guna melihat pantulan wajahku di sana. Benar seperti kata Chanyeol, diriku sudah seperti zombie. Aku hanya bisa tersenyum kecut melihat pantulan bayanganku sendiri.

Tanpa terasa, pintu lift terbuka di lantai yang aku tuju. Aku berjalan gontai menuju kamarku. Saat ku tutup pintu kamar, ku rasakan sebuah getaran yang berasal dari handphoneku. Saat kulihat siapa yang mencoba menelponku saat ini, dan ternyata adalah Baekhyun. Ku tekan tombol merah untuk memutuskan sambungannya. Segera ku matikan handphoneku dengan mencopot baterainya.

Kurasa aku terlalu lelah hari ini jika aku harus mendengarkan semua penjelasannya. Kuletakkan sembarangan handphoneku bersamaan dengan tas kecil yang aku bawa tadi. Ku buka yukata yang aku pakai dan menggantinya dengan gaun tidurku. Tidak lupa ku basuh wajahku yang sangat mengerikan ini.

Setelah selesai membasuh muka, segera saja aku berjalan menuju tempat tidur. Yang ada dipikiranku saat ini adalah tidur dan aku berharap semua kejadian yang terjadi hari ini hanyalah mimpi buruk semata. Tapi yang terjadi malah sebaliknya. Kembali aku menangis dengan sendirinya dan menghabiskan waktu yang cukup lama hingga aku jatuh tertidur, tenggelam ke alam mimpi membawa sakit hati yang aku rasakan ini.

Saat pagi menjelang, ku buka mataku dan segera bangun karena ingat penjalanan menuju Osaka akan dilakukan di pagi hari. Ku tatap pantulanku di cermin wastafel kamar mandi. Sungguh mengerikan. Efek menangis semalam belum hilang sepenuhnya. Malah bertambah parah pikirku. Segera ku basuh mukaku, dan mandi secepat yang aku bisa.

Saat ini aku hanya mengenakan celana jeans warna hitam dan dipadukan denagn kemeja jean warna biru yang aku gulung tangannya sampai sebatas siku. Kugunakan sepatu sneakers warna merah dengan polet hitamku. Rambut yang biasanya aku ikat seperti ekor kuda hari ini aku gerai. Untuk menutupi bekas tangisanku ku poles sedikit make-up pada wajahku. Yang terakhir ku gunakan kaca mata hitam yang diproduksi oleh RayBan Sunglasses untuk menutupi mata bengkakku.

Dengan menyebarkan hawa dingin aku berjalan keluar dari kamar hotel dengan membawa koper pakaianku. Saat aku keluar dari kamar, aku berpapasan dengan Irene dan Soojung. Mereka berdua tampak terkejut saat melihat penampilanku yang sekarang ini.

“Wae?” tanyaku karena mereka tidak bersuara sama sekali.

“Kau baik-baik saja?” tanya Irene pada akhirnya. Yang aku jawab hanya dengan senyuman pada mereka.

“Semalam kau pulang jam berapa?” tambah Soojung. Dan kembali aku hanya tersenyum pada mereka.

“Aku baik-baik saja. Kajja, kita sarapan karena sebentar lagi kita harus sudah berangkat.” Kataku sambil berlalu dari hadapan kedua sahabatku ini. Saat lift yang aku tunggu terbuka, senyuman yang tercetak di bibirku langsung hilang saat aku berpapasan dengan gadis itu, Kim Yura. Ku lihat dia sedikit kaget dengan ekspresi yang aku tunjukan padanya.

Dengan wajah datar aku langsung memasuki lift, dan ku lihat dia keluar dari lift dengan raut muka yang tidak bisa diartikan. Mungkin sekarang dia tahu kalau aku sedang marah padanya. Tapi aku tidak peduli sama sekali. Rasanya aku ingin sekali mencakar wajah cantiknya itu dengan jari-jariku karena telah berhasil membuatku patah hati. Segera ku tekan tombol yang mengarah ke lantai 1 tempat di mana restoran berada.

Untuk saat ini aku tidak ingin bertemu Baekhyun ataupun Yura karena hal itu akan mengingatkanku kembali pada kejadian semalam. Saat aku sampai di restoran, kulihat semua mata langsung memandang ke arahku, aku tidak tahu apa yang menyebabkan mereka memandangku seperti itu, tidak berkedip sama sekali. Apa karena tampilan baruku yang tidak mengikat rambut panjangku? Atau karena aura dingin yang aku bawa saat ini? Entahlah aku tidak tahu dan aku tidak peduli.

Ku abaikan pandangan semua orang padaku, segera ku ambil sandwich isi sayuran, potongan daging asap, dan segelas susu coklat. Ku edarkan pandanganku untuk mencari tempat yang kosong. Saat ku berjalan ke arah yang dituju, semua mata masih memandangku dengan takjub, seakan terhipnotis akan penampilanku saat ini. Irene dan Soojung berjalan di belakang dan sama herannya denganku kenapa semua orang terus memandangku seperti itu?

“Kau tahu, kau seperti ratu salju di film Narnia. Ke mana pun kau berjalan, semuanya berbuah menjadi beku. Apa yang terjadi padamu?” tanya Soojung saat kami sudah duduk di salah satu kursi yang tersedia.

“Aku sedang tidak ingin menceritakannya sekarang. Lain kali saja.” Jawabku sambil berusaha tersenyum kepada ke dua sahabatku ini.

“Kau yakin baik-baik saja?” tanya Irene khawatir.

“Hm, aku baik-baik saja.” Tidak. Ingin sekali aku berkata kalau aku tidak sedang baik-baik saja. Kami sarapan dalam keadaan yang sedikit tidak nyaman tapi untungnya Soojung mampu mencairkan suasana sarapan kali ini dengan gurauannya, dan aku hanya bisa tersenyum saat mendengar dia sedang bercanda.

Segera ku habiskan sarapanku dan berjalan menuju bis agar aku bisa menghindari Baekhyun untuk sesaat. Aku benar-benar tidak ingin bertemu denganya saat ini. Karena kalau aku bertemu dengannya bisa dipastikan aku akan bertengkar hebat dengannya dan menangis kembali, membuat tambah mengerikannya wajahku saat ini.

Setelah manaruh koper di bagasi, aku langsung naik ke dalam bis, memilih tempat duduk, kemudian mengeluarkan earphoneku, dan memejamkan mata. Bisa kurasakan saat Irene  duduk di sampingku, tapi dia tidak mengucapkan sepatah katapun. Tanpa bisa ditahan lagi entah kenapa air mata ini turun dengan sendirinya. Irene menyodorkan sebungkus tisu padaku tanpa berkata apapun. Kembali ku menangis, dan hanya Irene yang tahu. Aku menangis sampai jatuh tertidur dan tidak sadar saat kami berangakat menuju Osaka yang membutuhkan waktu kurang lebih 1 jam dari Kyoto.

Saat aku terbangun, ternyata kami sudah sampai di sebuah kawasan yang dipenuhi dengan bangunan-bangunan bersejarah. Saat ku edarkan pandanganku ke sekeliling bis, semua siswa sudah turun kecuali Irene yang dengan setianya menungguku sampai terbangun, mungkin karena dia tidak tega melihatku yang menangis sambil sesenggukkan kemudian tertidur. Maklum saja, aku baru bisa tidur jam 3 pagi, dan selebihnya aku gunakan untuk menangis.

“Di mana kita?” tanyaku bingung pada Irene yang duduk di sebelahku sedang asyik membaca dengan salah satu novel klasiknya. Kami bisa dekat karena kami menyukai hal yang sama, sastra klasik.

“Kita ada di sebuah kawasan Jepang kuno. Kalau tidak salah namanya Nara.” Jawabnya sambil tidak mengalihkan pandangannya dari buku yang ia baca. Aku hanya bisa menganggukkan kepalaku tanda mengerti.

“Irene-na, apa wajahku mengerikan?” saat ku buka kaca mata hitamku menunjukkan mata sembabku padanya.

“Eoh!” katanya singkat.

“Aiissh, sudah ku duga akan seperti ini.” Kataku sambil merapikan rambutku yang sedikit berantakan, kemudian ku poleskan sedikit bedak pada wajahku dan lipsgloss untuk menyamarkan keadaanku. Saat sedang membenahi penampilanku, tiba-tiba Irene berkata sesuatu yang tidak aku duga sama sekali.

“Tadi Baekhyun ke sini mencarimu, tapi aku bilang kau sedang tidur. Kemudian dia pergi, Katanya handphonemu mati jadi dia tidak bisa menghubungimu semalaman lalu dia menyuruhmu untuk menghubunginya jika kau sudah bangun.” Jelasnya panjang lebar tapi dengan pandangan yang masih terpaku pada bukunya.

Aku hanya bisa tersenyum kecut mendengar perkataan Irene. Masih adakah rasa pedulinya padaku? Padahal bukankah sudah jelas kalau dia mungkin tidak pernah menyukaiku?Akting yang bagus. Dasar pembohong.

“Kajja, mungkin siswa lain sudah melakukan tour di kawasan ini.” Ajakku mengabaikan ucapan Irene tadi. Kemudian kami turun dari bis, sebelum melangkah lebih jauh lagi segera ku pasang kaca mata hitamku ini. Selama mengelilingi kawasan Nara ini, aku hanya berdua dengan Irene saja karena Soojung sudah keluar duluan, mungkin dia punya kencan dengan Jongin.

Memang bagi murid yang memiliki pasangan, acara-acara seperti ini bisa dijadikan acara kencan mereka, apalagi acara studytour ini ke luar negri. Sedangkan aku, walaupun sudah memiliki pasangan tapi aku tetap merasa bahwa aku masih saja sendirian. Sungguh miris. Nara ini merupakan salah satu kawasan yang terletak di antara Kyoto dan Osaka, jadi sebelum sampai di Osaka, kami menyempatkan terlebih dahulu untuk singgah di kawasan ini.

Tempat pertama yang kami datangi adalah Kohfukuji Temple, tempat ini sebenarnya merupakan kuil Budha milik keluarga Fujiwara yang merupakan klan paling berpengaruh di Jepang pada masa Nara dan Heian Period. Kami menghabiskan waktu yang cukup lama di kuil ini. Sebisa mungkin saat aku sedang berjalan mengelilingi kuil untuk tidak berpapasan dengan Baekhyun ataupun Yura, karena saat melihat wajah mereka aku jadi teringat akan kebodohanku yang menunggu kedatangannya sendirian di bawah pohon sakura sampai berjam-jam lamanya.

Aksi untuk menghindar dari Baekhyun di kuil Kohfukuji berhasil, perjalanan dilanjutkan menuju Todaiji Temple yang berjarak kurang lebih 700 meter dari Kohfukuji Temple sehingga tidak perlu naik bis untuk sampai di sana. Seakan terlarut tour ini, tidak terasa ternyata kami sudah menghabiskan waktu sekitar 8 jam hanya untuk sekedar berjalan-jalan di sekitar kedua kuil ini. Sore hari sudah mulai menjelang, kami kembali ke parkiran bis. Aku bisa melihat Baekhyun sedang menungguku di dekat bis kelasku.

Namun, segera saja aku berjalan dengan bersembunyi di antara teman-temanku untuk bisa masuk ke dalam bis tanpa ketahuan oleh Baekhyun. Ku abaikan tatapan heran mereka asalkan aku bisa masuk ke dalam bis dengan selamat. Ku lihat Baekhyun mengedarkan pandangannya ke segala arah, mungkin untuk mencariku. Aku memperhatikannya dari dalam bis, namun tidak lama kemudian aku melihat seseorang menghampirinya membuat Baekhyun yang tadinya menundukkan kepala menjadi mendongakkan kepalanya ke atas.

Sial. Kenapa aku harus melihat keakraban mereka? Segera saja ku palingkan wajahku agar aku tidak bisa melihat interaksi mereka. Namun ada sesuatu yang mengganjal di pikiranku hingga membuatku mau tidak mau melihat ke luar lagi, menatap kedua insan yang sedang berbicara itu. Ku lihat tatapan memuja dipancarakan oleh gadis yang sedang mengajak Baekhyun bicara itu, dan hal yang sama juga dipancarkan oleh Baekhyun tapi tidak sekentara seperti yang dilakukan gadis itu, Kim Yura.

Tanpa terasa air mataku menetes kembali setelah seharian aku berusaha mengembalikan kembali moodku yang hancur dan sekarang hanya dalam hitungan detik semua pertahananku hancur kembali. Segera ku palingkan kembali wajahku berlawanan arah, aku tidak kuat melihat mereka berdua. Cemburu, kecewa, marah, merasa dihianati, itulah yang aku rasakan saat ini. Sudah cukup mereka berdua mempermainkanku selama ini, aku bukan boneka yang bisa dimainkan dengan seenaknya. Segera ku hapus air mata di wajahku dengan kasar.

“Gwenchana?” tanya Irene yang sudah duduk di sebelahku. Aku hanya bisa tersenyum kaku padanya. Saat pandanganku tidak sengaja menatap ke arah depan, senyuman yang terpatri di wajahku langusng hilang dalam sedetik kemudian. Bisa ku lihat raut wajah tegang bercampur rasa bersalah di dalam wajah cantiknya. Harus ku akui, dia memang cantik, mungkin dia memang yang tercantik, tapi sayang karena keegoisnnya sendiri dia melepaskan Baekhyun dan sekarang setelah Baekhyun menjadi milikku dia ingin memintanya kembali. Dasar munafik!

Walaupun sebagian wajahku tertutup kaca mata hitam tapi aku tahu dia bisa melihat wajah terluka dan benciku padanya. Cukup lama aku bertatapan dengannya sampai tatapan kami terputus karena Soojung yang berusaha masuk ke dalam bis tidak sengaja menyenggolnya. Setelah tatapan kami terputus, ku alihkan wajahku untuk menatap pemandangan di luar jendela sana. Saat pandanganku menatap lurus ke luar, ku rasakan sebuah mata sedang mentapku dari bawah bisku.

Tidak sengaja, tatapan mata kami bertemu. Raut wajahnya tidak bisa aku deskripsikan, mungkin dia marah, khawatir, ataupun rindu. Aku tidak tahu pasti apa yang sedang coba ia jelaskan padaku. Otakku sedang kacau karena perasaan cemburu dan amarah yang sedang menguasai sebagian besar diriku. Tidak lama kemudian, ku lihat dia dipanggil Chen untuk segera menaiki bisnya karena bis akan segera berangkat menuju Osaka.

Aku terus memperhatikannya yang perlahan menjauh dari jangkauan pandanganku, hingga akhirnya bisku yang pertama berangkat meninggalkan kawasan Nara menuju Osaka.  Seperti penginapan di Tokyo maupun Kyoto, di Osaka juga kami menyewa hotel bintang 5 untuk menginap selama kurang lebih 2 hari di Osaka. Imperial Hotel Osaka, merupakan salah satu cabang dari The Shilla Corp, perusahaan keluargaku.

Setelah sampai di hotel, aku segera mengambil barang bawaanku dan mengambil kunci kamar. Walaupun di sini aku sebagai panitia, tapi ada Kyungsoo yang akan mengurus segala hal yang kami perlukan karena dia merupakan ketua pelaksana studytour ini, dan aku hanyalah penanggung jawab umum saja.

Ku seret koperku dengan sedikit berlari, menuju lift guna menghindari Baekhyun yang akan segera sampai di hotel. Irene dan Soojung mengejar di belakangku. Walaupun aku belum bercerita pada mereka, tapi mereka tahu kalau sesuatu saat nanti aku pasti akan menceritakan semua masalahku saat ini. Tanpa banyak bertanya mereka mengikutiku dan masuk ke kamar masing-masing.

Segera ku tutup kembali pintu kamarku saat aku sudah berhasil membukanya dan masuk ke dalam dan menguncinya. Ku langkahkan kakiku semakin ke dalam kamar suite ini. Di sini terdapat sebuah ranjang king size yang muat untuk dua orang, ku langkahkan kembali kakiku menuju jendela besar yang terdapat di dalamnya.

Pemandangan dari atas sini sangatlah indah, karena aku bisa melihat matahari terbenam dan juga mekarnya bunga sakura yang menghiasi di sepanjang sisi sungai Okawa. Aku merasa tenang melihat pemandangan ini, sampai seseorang mengetuk pintu kamarku dengan tidak sabarannya. Saat kulihat di celah yang berada di pintu, ku lihat Baekhyun sedang mencoba membuka pintu kamar ini. Bagaimana dia bisa tahu kalau aku di sini? Apa dia mengikutiku ke sini? Pikirku.

Ku lihat Baekhyun terus saja mengetuk pintuku malah sedikit menggedornya, mungkin dia jengkel karena aku tidak membukakan pintu untuknya. Baekhyun mengabaikan tatapan heran dari setiap siswi yang lewat, karena area ini memang dikhususkan untuk area siswi.

Ku lihat guru Han, datang dan langsung menjewer telinga Baekhyun dan menyeretnya untuk menjauh dari area siswi ini. Aku bersyukur di dalam hati karena guru Han datang menyelamatkanku dari Baekhyun.

Hari sudah mulai malam, segera aku mandi karena tubuhku terasa lengket sekali akibat seharian berjalan mengelilingi kawasan Nara. Hari ini kuputuskan untuk makan malam di dalam kamar. Setelah selesai makan malam aku langsung jatuh tertidur, mungkin karena tubuhku yang begitu lelah ditambah dengan emosiku yang tidak stabil, dan ini adalah hari kedua aku tidak tidur dengan Baekhyun. Semoga aku terbiasa tidur tanpanya.

Sinar matahari pagi menembus jendela kamarku yang tidak aku tutup dengan gordeng membuatku mau tidak mau membuka mata walaupun rasanya sangat berat. Kulihat jam di handphoneku, ternyata waktu sudah menunjukkan pukul 6 pagi.

Ini hari kelima perjalanan kami di Jepang, hari ini rencananya kami akan mengeksplorasi kota Osaka yang dulunya sempat menjadi ibukota dari Jepang. Ku singkap selimut yang menutupi tubuhku, dan segera ke kamar mandi untuk mandi karena sebentar lagi sarapan akan dimulai. Kulihat wajahku yang terpantul di cermin wastapel, keadaan wajahku lebih baik dari kemarin, tidak terdapat bekas tangisan dengan mata yang bengkak ataupun kusutnya raut muka ku.

Semuanya dalam keadaan normal dan aku bisa bernapas lega. Hanya butuh waktu 30 menit buatku mandi dan mempersiap diri untuk melanjutkan tour ini. Hari ini aku memakai sebuah jeans warna biru dengan sebuah kaos garis-gairs hitam berlengan panjang yang sedikit aku tarik hingga panjangnya menjadi tiga perempatnya. Rambut coklatku kembali aku kucir kuda. Setelah mengucir rambutku, aku berjalan ke arah tempat di mana sepatu sneakers kesayanganku diletakkan di dekat sofa.

Setelah merapihkan sedikit make up tipis yang aku kenakan, segera ku sampirkan salah satu tas karya Louis Vuitton yang aku beli di Paris ke bahuku. Ku buka pintu kamar, segera saja aku ke lantai satu tempat restoran berada. Aku harus segera sarapan untuk menghindari Baekhyun, dan cepat-cepat masuk ke dalam bis kemudian pura-pura tertidur agar dia tidak ada kesempatan untuk berbicara padaku. Aku harus memikirkan taktik apa yang harus aku gunakan untuk menghindari dirinya hari ini.

Saat berada di lift entah kenapa perasaanku tiba-tiba cemas. Apa mungkin karena aku meninggalkan Irene dan Soojung untuk sarapan duluan? Itu tidak masuk akal. Lantas kenapa aku seperti ini? Aneh. Tidak sampai 30 detik aku sudah ada di lantai 1. Ku langkahkan kakiku menuju restoran berada. Ku ambil sarapan pagiku seperti biasa, memilih tempat duduk yang dekat dengan jendela, dan segera ku santap sarapanku dengan perasaan was-was takut bertemu dengan Baekhyun.

Ku rasakan getaran di handphoneku dan saat melihat siapa yang mencoba menghubungiku segera ku geser tombol hijau di layar handphoneku untuk menjawab panggilannya.

“Wae Jung-ie?” tanyaku langsung.

“Ya! Eodiga? Aku ketuk pintu kamarmu tapi tidak ada suara apapun? Aku dan Irene khawatir padamu. Takut terjadi sesuatu padamu karena semalam kau tidak ikut makan malam di restoran. Kau baik-baik saja kan? Ya! Kenapa kau diam saja? Jawab pertanyaanku!” tanyanya tanpa memberikan jeda untukku menjawabnya. Aku hanya bisa tersenyum saat mendengar semua ocehannya itu padaku.

“Aku baik-baik saja. Sekarang aku sedang sarapan di restoran, maaf meninggalkan kalian.”

“Mwo? Kau sarapan tanpa menunggu kami?” protesnya.

“Mianhae.”

“Sebegitu peliknya kah masalahmu dengan Baekhyun hingga kau sarapan pagi-pagi sekali?” tanyanya yang tidak aku tanggapi sama sekali, ku aduk-aduk sandwich yang ada di depanku. “Semalam Baekhyun terus mencarimu, sepertinya dia khawatir padamu.” Tambah Soojung.

Dan aku kembali tidak menanggapinya. Aku hanya bisa tersenyum kecut. Bagus sekali aktingnya itu, seharusnya dia menjadi seorang aktor saja dari pada menjadi seorang entrepreneur. Pikirku.

“Na-ya?” suara soojung menyadarkanku dari lamunan.

“Aku tunggu kalian di restoran. Sekarang. Sampai ketemu nanti Jung-ie. Bye-bye.” Kataku langsung memutuskan sambungan telepon kami walaupun masih bisa ku dengar suara Soojung yang berteriak-teriak memanggil namaku tapi aku abaikan begitu saja. Ku letakkan kembali handphoneku ke dalam tas gendong yang aku kenakan. Tidak berapa lama ku lihat Soojung datang dengan wajah yang di tekuk dan Irene menghampiriku. Kami sarapan bersama, kemudian naik ke bis duluan dari pada siswa yang lain. Pagi ini aku selamat untuk tidak bertemu dengan Baekhyun sampai bis mulai melaju meninggalkan hotel.

Hari ini kami mengunjungi Osaka Castle yang dibangun oleh Toyotomi Hideyoshi, orang pertama yang berhasil menyatukan Jepang pada jaman Edo. Osaka Castle ini merupakan museum modern yang menceritakan perjalanan hidup dari Toyotomi Hideyoshi dari yang awalnya hanya sebagai seorang pelayan rendahan menjadi seorang Taiko, yang setara dengan seorang Shogun maupun Kaisar.

Akhirnya aku bisa melihat secara langsung kastil yang dibangun oleh Hideyoshi, karena sebelumnya aku hanya bisa membayangkannya saja seperti apa kastil itu lewat novel sejarah Jepang yang berjudul Taiko. Osaka Castle merupakan istana terbesar di Jepang, jadi butuh waktu lama untuk mengelilingi tempat ini.

Di Osaka Kastil ini terdapat taman bunga sakura dan bunga plum. Taman bunga plum bernama Japanese Plum Grove Garden dan Nishinomaru Garden merupakan taman bunga sakura. Karena sekarang sedang musim bunga sakura, kami hanya mengunjungi Nishinomaru Garden sebagai penutup perjalanan kami di Osaka Castle ini.

Kemudian kami melanjutkan perjalanan menuju ke Aquarium Kaiyukan yang merupakan aquarium terlengkap dan terbesar di Jepang. Aku mengelilingi aquarium ini ditemani kedua sahabatku walaupun aku bisa merasakan keberadaan Baekhyun di belakangku, tapi sebisa mungkin aku abaikan dia, karena tujuan diadakannya studytour ini selain mencari ilmu tetapi juga untuk merefresh kembali pikiran kami. Jadi jangan salahkan aku bila saat ini aku ingin bersenang-senang melupakan sejenak masalahku dengannya.

Tidak terasa waktu sudah menunjukkan sore hari yang berarti kami harus segera kembali ke hotel tempat kami menginap. Hari ini kuputuskan untuk tidur dengan Soojung dan Irene. Saat makan malam berlangsung masih bisa kurasakan tatapan matanya yang selalu tertuju padaku. Setelah makan malam selesai, Soojung dan Irene masuk ke kamarku, dan kami mengobrol apapun yang terlintas dipikiran kami hingga kami tidak menyadari waktu sudah menunjukkan tepat tengah malam.

Aku tidur di posisi ujung sebelah kiri dan Irene di ujung sebalah kanan, semenatara Soojung berada di tengah-tangah antara kami berdua, selalu seperti ini posisi kami. Lampu kamar ku matikan dan hanya tersisa lampu tidur yang ada di atas nakas dekat tempat tidur. Sebenarnya aku belum bisa tidur, namun saat aku sudah mulai agak terlelap kurasakan sebuah tangan berada di punggungku dan satunya lagi di lekukkan antara lututku. Aku tahu ada seseorang yang sedang menggendongku saat ini tapi aku tidak peduli karena mata ini terlalu sulit untuk aku buka.

Aku bisa mencium aroma parfum ini, wangi yang selalu menenangkanku saat aku mencium aromanya. Ku sandarkan kepalaku pada dada bidangnya mencari sebuah kenyamanan di sana, dan aku mendapatkannya. Aku hanya bisa tersenyum kecut dalam hati dengan keadaan setengah sadarku. Ternyata aku masih saja merindukannya. Pikirku.

Tidak lama kemudian ku rasakan punggungku menyentuh sesuatu yang lembut. Direbahkannya tubuhku dengan hati-hati olehnya. Kurasakan ranjang ini bergerak sedikit, dan ada sebuah tarikan halus padaku agar menghadapnya. Dia sandarkannya kepalaku pada dada bidangnya yang hangat. Sebuah kecupan hangat dan lembut dia berikan di dahiku, mataku, pipiku, ujung hidungku dan yang terakhir adalah bibirku seakan-akan aku akan terbangun bila dia menyentuhnya terlalu lama.

“Mianhae.” Bisiknya di telingaku sambil merengkuhku kembali ke dalam pelukannya. Tidak membutuhkan waktu yang lama akhirnya aku tertidur juga dalam pelukannya.

Saat aku terbangun, kurasakan sebuah tangan besar sedang merangkul pinggangku. Seakan teringat sesuatu segera aku bangun dan terduduk di atas kasur ini membuat rangkulannya terlepas dari diriku. Di mana aku? itulah hal pertama yang terlintas dipikiranku saat aku baru menyadari bahwa aku tidak sedang di kamar hotelku. Saat ku tolehkan wajahku ke samping kulihat dia sedikit menggeliat dalam tidurnya karena sedikit terganggu dengan cara bangunku tadi.

Ternyata semalam aku tidang sedang bermimpi? Jadi benar semalam itu Baekhyun membawaku ke sini? Bagaimana bisa? Padahal semalam di kamarku ada Irene dan juga Soojung. Apakah Soojung yang membukakan pintu untuk Baekhyun? Atau Irene? Akh aku pusing memikirkannya.

“Ya, kenapa kau sudah bangun padahal ini masih pagi. Biarkan aku tidur 15 menit lagi, sudah dua hari aku tidak bisa tidur dan itu membuat kepalaku pusing.” Gerutunya masih dengan memejamkan matanya.

Benar. Ini sudah pagi. Jam berapa sekarang? Ku lirik sekitar untuk menemukan jam dinding. Aku hanya bisa membulatkan mataku saat ku lihat jam sudah menunjukkan pukul 6.30 pagi waktu setempat.

“Ya! Bagaimana bisa aku ada di sini?” protesku saat kurasakan sebuah tanagn sedang mencoba menariku kembali ke dalam pelukannnya.

“Biarkan aku tidur 15 menit lagi, Amour.” Katanya masih dengan memejamkan matanya.

“Aiissh, lepaskan aku.” kataku sambil berusaha menepis tangannya yang siap membawaku kembali ke dalam pelukkannya. “Aku harus segera kembali ke kamarku, karena ini sudah pagi. Dan aku tidak ingin ketahuan oleh siswa lain kalau aku di sini.” Protesku setelah aku berhasil meloloskan diri darinya. Ku lihat dia membuka matanya yang sayu itu dan memandangku. Selama beberapa menit kami hanya saling pandang tanpa mengatakan sepatah katapun sampai aku berkata padanya.

“Aku harus pergi.” Kataku sambil berlalu meninggalkannya yang masih terdiam di tempat tidurnya.

“Mianhae. Jeongmal mianhae.” Katanya dengan suara lembutnya yang berhasil menghentikan langkahku. “Aku benar-benar minta maaf. Aku tahu aku salah. Jadi kumohon maafkan aku.” lanjutnya.

Setelah mendengar permintaan maafnya, kulangkahkan kembali kakiku untuk segera pergi dari tempat ini atau aku akan berubah pikiran dan kembali pada pelukkannya. Tidak. Aku tidak boleh seperti itu. Aku bukan seorang gadis gampangan yang bisa dia permainkan semaunya. Dan di sinilah sekarang aku berada, di kamarku sendiri, sendirian tanpa Soojung ataupun Irene.

Mungkin mereka berdua sudah kembali ke kamar mereka masing-masing karena sebentar lagi kami akan melanjutkan perjalanan liburan kami di Osaka. Aku bergegas pergi ke kamar mandi dan mengganti gaun tidurku dengan sebuah hotpants hitam yang panjangnya setengah dari pahaku dan sebuah kaos pendek berwarna putih yang aku tutupi dengan sebuah cardigan jaket yang panjangnya setara dengan hotpantsku.

Rencananya tempat pertama yang akan dikungjungi untuk hari ini adalah Universal Studio Osaka. Di tempat ini kami hanya main-main saja sehingga aku berani memakai pakaian yang seperti ini. Rambut panjangku kembali ku ikat agar aku tidak terlalu merasa gerah saat di luar nanti.

Sebenarnya di Jepang ini ada dua tempat liburan yang ramai dikunjungi, seperti Tokyo Disneyland dan Universal Studio Osaka. Karena kami sedang di Osaka jadi kami memutuskan untuk ke Universal Studi Osaka. Hampir sama dengan Universal Studio di negara-negara lain, di sini banyak wahana yang perlu dicoba. Wahana-wahana yang ada di sini terbagi atas 9 wilayah, yaitu : New York, Hollywood, San Francisco, Jurassic Park, Lagoon, Snoopy Studios, Water World, Amity Village, dan Land Of Oz.

Tidak terasa seharian ini kami mengelilingi tempat hiburan ini dan aku merasa kurang puas karena masih ada beberapa wahana yang belum sempat aku coba di sini walaupun ini sudah menunjukkan waktu hampir malam. Mungkin suatu saat nanti aku bisa mengunjungi tempat hiburan ini lagi untuk mencoba beberapa wahana yang belum sempat di coba karena keterbatasan waktu.

Setelah puas bermain wahana di Universal Studio, malamnya kami ke kawasan Minami atau Namba yang merupakan pusat perbelanjaan di Osaka. Tidak hanya pakaian, tapi di sini juga dijual berbagai macam makanan khas Jepang. Setelah puas berbelanja, kami pulang kembali ke hotel dan bersiap untuk kembali ke Tokyo. Selama seharian ini aku tidak menanyakan siapa yang membukakan pintu untuk Baekhyun pada kedua sahabatku ini. Mungkin mereka melakukan itu hanya karena ingin membantuku memperbaiki hubungan dengan Baekhyun.

Kami mengambil perjalanan malam untuk kembali ke Tokyo. Seharian ini aku tidak bertemu dengan Baekhyun sama sekali. Mungkin dia sedang mencari mangsa baru. Pikirku. Tapi, apakah aku akan rela jika dia mencari mangsa baru lagi? Sedikit rasa menyesal ku rasakan saat ini. Ku pejamkan mataku mencoba untuk tidur dan melupakan kembali masalahku dengannya. Tidak lama kemudian akhirnya aku jatuh tertidur. Semua siswa tidur dengan pulasnya karena begitu kecapean setelah seharian penuh kita gunakan untuk bermain.

Paginya, kami sudah sampai di Tokyo. Kembali ke hotel pertama kami menginap, Imperial Hotel Tokyo. Seperti biasa, jadwal kami sangat penuh untuk hari ini karena besok kami harus sudah kembali ke Seoul. Tempat yang kami kunjungi adalah Asakusa temple, Museum Edo Tokyo, Tokyo Tower, Akihabara, dan yang terakhir kawasan Shibuya, surganya belanja di Jepang.

Sebenarnya aku bukan tipe orang yang suka belanja, tapi karena di sini aku jalan-jalan bersama Soojung mau tidak mau akhirnya aku mengeluarkan uang untuk membeli sesuatu yang menurutku kurang begitu penting. Puas berbelanja, kami pulang ke hotel karena besok pagi kami ada jadwal penerbangan menuju Seoul.

“Ya! Kenapa kalian membuatku harus mengenakan pakaian yang seperti ini?” Protesku saat keluar dari kamar mandi pada kedua sahabatku mengenai pakaian yang aku kenakan saat ini. Sebuah lingerie merek victoria’s secret berwarna putih transparan yang hanya menutupi bagian intim tubuhku saja. Panjangnya hanya sampai di pertengahan lututku, memperlihatkan kaki jenjangku yang tidak tertutupi. “Lihatlah, bahkan ini tidak menutupi tubuhku sama sekali.” Lanjutku dan hanya ditanggapi kekehan miring dari kedua sahabatku ini.

“Wae? Itu cocok sekali untukmu Na-ya.” Jawab Soojung sambil kembali terkikik geli.

“Cocok apanya? Bahkan aku merasa seperti ditelanjangi saat ini juga.”

“Bukankah memang lingerie biasanya seperti itu?” kata Irene.

“Maka dari itu, kenapa kalian rela membelikan barang semahal ini untukku?” tambahku.

“Itu sebagai hadiah pernikahan dari kami.” kata Soojung sambil tersenyum. “Aku yakin siapapun yang melihat tubuh indahmu ini dia tidak akan sanggup untuk mengalihkan pandangannya darimu.” Tambahnya.

“Dan mungkin saat itu juga kalian akan mati di tanganku.” Acuhku. “Lagi pula pernikahanku masih lama, kenapa kalian memberikannya sekarang?”

“Siapa tahu kau akan menikah besok?” jawab Irene ragu.

“Mwo? Hah, kalian bercanda.” Jawabku tidak percaya akan perkataan Irene terhadapku.

“Waeyo? Apa ada yang salah? Bukankah kau sudah memiliki calon suami? Lagipula aku begitu jatuh hati saat melihat lingerie victoria’s secret ini tadi, dan aku langsung membayangkan kalau kau yang memakainya pasti akan cocok sekali.” Tambah Soojung yang aku tanggapi hanya dengan memutarkan kedua mataku kesal akan ucapnnya.

“Terserah kalian. Tapi aku mau ganti baju lagi, memakai lingerie yang tembus pandang ini membuatku merasa jijik pada diriku sendiri.” Kataku sambil berjalan menuju ke kamar mandi, tapi langkahku tiba-tiba terhenti saat ku dengar sebuah ketukkan di pintu kamarku. Mendengar hal itu otomatis aku berlari kembali menuju kasurku, tempat di mana Irene dan Soojung berada, merangkak naik ke atas kasur kemudian membalut tubuhku dengan selimut.

“Wae?” tanya Irene bingung.

“Ada yang datang, tapi aku tidak bisa membukakan pintu karena keadaanku sekarang ini.” Jelasku pada kedua sahabatku.

“Biar aku saja yang membukanya.” Tawar Soojung yang langsung aku tanggapi dengan anggukkan kepala. Kemudian dia berjalan ke arah pintu, dan berdiam diri sebentar di sana, sepertinya dia sedang berbicara dengan orang yang mengetuk pintu kamarku tadi. Ku lihat Soojung kembali dengan senyuman merekah di wajahnya. Ada apa dengan dia? Ku lirik Irene yang sama tidak mengertinya denganku.

Namun, semua rasa penasaranku terbayar sudah saat tahu ada seseorang yang mengikuti Soojung masuk. Baekhyun. Aku hanya bisa membulatkan mataku melihat pemandangan di depanku ini. Mau apa dia ke sini sekarang? Kenapa dia harus bertamu di saat keadaanku yang sedang memakai pakaian seperti ini?

Saat aku sedang berpikir kenapa dan kenapa, ku rasakan sebuah gerakan di kasurku, dan saat ku tolehkan wajahku ke samping, Irene sudah berdiri. Mwoya? Apa yang yang sedang Irene dan Soojung rencanakan? Ku tatap mereka bingung dan hanya dibalas dengan tatapan minta maaf dari kedua sahabatku ini. Ada apa ini sebenarnya?

Aku terus meminta penjelasan dari kedua sahabatku sampai tiba-tiba mereka bergerak  cepat menuju pintu keluar dari kamarku. Keberadaan Baekhyun di kamar masih aku abaikan, karena aku masih belum mengerti apa yang sebenarnya sedang terjadi di sini? Sampai terdengar suara pintu di tutup, dan mereka tidak mengucapkan sepatah katapun padaku.

Aku hanya bisa membulatkan mataku dengan semua kejadian ini. Apa yang harus aku lakukan? Otakku tidak bisa berpikir dan lidahku kelu tidak bisa berbicara sama sekali. Saat kulirik pria yang ada di hadapanku ini, dia masih memperhatikanku yang sekarang sedang terduduk di atas kasur dengan selimut melilit tubuhku.

“Ehem…” suaranya memecahkan keheningan yang terjadi di antara kami karena kami hanya saling pandang saja selama beberapa menit ini. Kemudian kami kembali terdiam, tidak bergerak sama sekali. Sebuah nada dering terdengar dari handphoneku, menandakan sebuah pesan singkat masuk. Ku gerakkan kepalaku ke kanan dan ke kiri mencari di mana keberadaan handphoneku. Dan  aku baru ingat kalau handphoneku diletakkan di dalam tas gendongku, dan sekarang tas itu ada di atas sofa yang jaraknya begitu dekat dengan tempat berdirinya Baekhyun.

Ku beranjak dari tempat tidur dengan selimut masih membelit tubuhku, takut Baekhyun melihat keadaanku sekarang ini yang hanya memakai lingerie terkutuk ini. Dengan susah payah ku langkahkan kaki ku ke arah sofa, masih mencoba mengabaikan keberadaan Baekhyun. Saat buka handphoneku, ternyata ada sebuah pesan masuk dari Soojung.

To : Na-ya

Selamat bersenang-senang Na-ya. Anggap ini sebagai kado pernikahanmu, walaupun terlalu awal. Tapi jujur, aku begitu risih melihatmu yang terus berusaha menghindari Baekhyun dan Baekhyun yang terus berusaha mendekatimu.  Aku harap kalian segera menyelesaikan masalah kalian. Hwaiting. ^-^

Nb : nikmati malam pertama kalian!

“Mwo?” ucapku sedikit berteriak tanpa sadar saat membaca pesan terakhir dari Soojung.

To : Jungie

KALIAN GILA!

Balasku cepat, marah karena perkataan Soojung di pesan singkatnya padaku. Kubalikkan badanku hingga menghadapnya. Ku lihat dia sedang membulatkan matanya dan tidak berkedip sama sekali. Mulutnya sedikit terbuka karena mungkin terkejut. Aku bingung melihatnya seperti itu. Apa ada yang salah denganku hingga dia melihatku sampai seperti itu?

Saat ku ikuti arah pandangannya pada tubuhku, mulai dari bawah sampai ke atas, aku hanya bisa membulatkan mataku. Kemudian buru-buru ku ambil kembali selimut yang sempat terjatuh di dekat kakiku dikarenakan aku terlalu kaget membaca pesan Soojung tadi. Ku lilitkan kembali tubuhku dengan selimut itu, membuat Baekhyun akhirnya mengedipkan matanya. Tersadar dari lamunannya.

“Wae? Apa yang kau lihat?” tantangku sedikit kesal untuk menutupi rasa gugupku yang tiba-tiba datang. Ini pertama kalinya aku berpakaian seperti ini di hadapan seorang laki-laki, walaupun mungkin sebenarnya Baekhyun sudah pernah melihat tubuh bagian atasku, tapi situasi sekarang ini berbeda dengan dulu. Aku sedang kesal padanya.

Ku lihat dia sedang menstabilkan dirinya dengan mengambil napas dalam dan sedikit memejamkan matanya. Ku lewati dia dan berjalan kembali ke arah kamar mandi, untuk mengganti pakaianku dengan sesuatu yang lebih pantas untuk dilihat kalau memang kami akan berbicara.

“Kau sangat cantik.” Ucapnya tiba-tiba yang mana malah membuat pipiku bersemu merah dan membuat langkahku terhenti secara otomatis. Bodoh, bukankah dia sudah sering mengatakan kalau aku itu cantik? Kenapa juga aku harus tersipu malu akan ucapannya barusan? Benar-benar bodoh. Dia pasti hanya sedang merayuku. Rutukku dalam hati dan  ku langkahkan kembali kakiku menuju kamar mandi.

“Kita perlu bicara.” Katanya yang sukses membuatku langsung berhenti melangkah kembali.

“Kita akan bicara nanti.” Jawabku sedingin mungkin padanya walaupun keadaannya yang berbanding terbalik dengan detak jantungku yang berdebar kencang.

“Mianhae.” Ucapnya dengan lembut. “Aku tahu aku salah tidak menghubungimu waktu itu. Aku tidak menyangka kejadiannya akan seperti ini. Sungguh, aku minta maaf.” Lanjutnya.

“Aku juga tidak menyangka kejadiannya akan seperti ini.” Kataku sambil tersenyum kecut sambil berdiri membelakanginya. “Bukankah dulu kau bilang aku bisa meninggalkanmu kapan saja? Mungkin setelah kita kembali ke Seoul, sebaiknya kita berpisah saja.” Kataku sambil berusaha menahan air mata yang sudah siap untuk turun dari mataku. Sial. Kenapa aku jadi ingin menangis seperti ini?

“Mwo? Secepat itukah? Jangan bercanda.” tanyanya sedikit kecewa mendengar perkataanku.

“Aku serius.” Jawabku masih dengan membalikkan badan tidak ingin melihat wajahnya.

“Waeyo? Apa karena aku tidak menghubungimu saat di Maruyama Park kau jadi seperti ini?” tanyanya penuh dengan rasa penasaran, dan aku hanya menganggukkan kepalaku sebagai jawaban. “Ini konyol. Kenapa hanya karena aku tidak menghubungimu saat itu kau langsung memutuskanku seperti ini? Padahal saat aku sedang bermain dengan gadis lain kau tidak pernah mengatakan putus sekalipun padaku? Kenapa?” tuntutnya dengan nada yang sedikit meninggi tidak terima alasanku ingin putus dengannya.

“Karena ini berbeda Baek.”

“Apa yang berbeda, Na-ya?”

“Kau tidak mengerti perasaanku Baek.” Kilahku sambil berusaha menghapus jejak-jejak air mata yang sudah mulai menetes. Kemudian ku rasakan sebuah tarikan hingga membuat badanku berbalik dan menghadapnya.

“Buat aku mengerti Na-ya. Kumohon buat aku mengerti akan dirimu.” Tuntutnya sambil menatap wajahku yang sudah memerah karena menahan tangisan.

“Kau mencintainya Baek, bukan aku.” kataku dengan susah payah. Kemudian kurasakan cengkraman tangannya pada pundakku melemah. “Aku tahu Baek apa yang kau lakukan saat itu. Aku tahu. Aku hanya terlalu marah pada diriku sendiri, marah padamu, marah padanya, marah pada semua orang. Aku marah Baek.” Setetes air mata ini berubah menjadi sebuah aliran.

“Kau tidak tahu bagaimana hancurnya aku saat itu. Aku menunggumu seperti orang bodoh selama berjam-jam di sana Baek, dan kau tidak memberi kabar padaku kalau kau tidak bisa datang sama sekali dan kau anggap itu cuma hal sepele. Tapi bagiku tidak Baek. Aku bisa saja menunggu semalam di sana hanya untuk menunggu kedatanganmu dan kau anggap itu hanya masalah sepele.” Kataku sambil terisak.

“Kau jahat Baek! Kau jahat! Jahat!” ku pukul dadanya dengan tanganku, kemudian ku sandarkan kepalaku pada dadanya sambil menangis terisak. Ku rasakan dia tidak bergerak sama sekali, membiarkan diriku menangis di dadanya. “Kau membuatku berdiri seperti orang bodoh selama berjam-jam hanya untuk menunggu kedatanganmu. Kau jahat!” Kataku melampiaskan semua kekesalan yang aku pendam selama ini padanya.

“Kalau kau beritahu aku, mungkin aku bisa mengerti Baek.” Lanjutku sambil terisak. “Aku tidak peduli dengan gadis-gadis lain yang pernah kau cumbu itu, tapi kali ini berbeda Baek. Kau lebih mencintainya Baek dan aku tidak bisa menerimanya. Kau hanya menjadikanku sebagai pelampiasanmu saja darinya. Kau kejam! Sangat kejam! Aku membencimu.” Ku pukul lagi dadanya, menyebabkan selimut yang membungkusku jatuh di dekat kakiku.

“Sungguh aku membencimu!” ku pukul dia lagi sambil terisak.

“Sangat membencimu!” dia masih terdiam.

“Aku mencintaimu!” ku rasakan sebuah tangan merangkulku.

“Kau laki-laki yang kejam!” ku rasakan rangkulannya semakin erat.

“Kau laki-laki kejam yang aku cintai.” Ku rasakan kepalanya bersandar pada ujung kepalaku.

“Aku sungguh membencimu! Hingga membuatku ingin mati saja karena terlalu mencintaimu.” aku tidak bisa menggerakkan lagi badanku untuk memukul dadanya karena dia merangkulku begitu erat. Aku hanya bisa menangis tersedu-sedu mengungkapkan semua yang aku rasakan padanya saat ini.

“Mianhae. Jeongmal mianhae.” Bisiknya di telingaku yang malah membuatku semakin menangis dengan kencangnya. “Aku tidak bermaksud membuatmu seperti ini. Sungguh. Aku sangat menyesal. Jangan seperti ini. Kumohon.” Tambahnya padaku.

“Bunuh saja aku Baek daripada kau terus saja menyakitiku, bunuh saja aku langsung. Itu akan lebih baik daripada seperti ini.” Kataku disela-sela tangisku dipelukkannya yang hangat yang sudah lama tidak aku rasakan.

“Tidak. Tidak sayang. Kumohon jangan seperti ini. Aku sungguh minta maaf.” Bujukknya.

“Aku tidak sanggup Baek. Kau membuatku  merasakan mati secara perlahan-lahan Baek. Ini sangat menyiksa.”

“Mianhae. Mianhae Na-ya. Jeongmal mianhae. Kumohon Amour.” Katanya mencoba menenangkanku kembali. Tapi aku terus saja menangis dipelukkannya hingga membuat air mataku sudah tidak keluar lagi dan yang keluar hanyalah suara sesegukkanku saja.

“Kau kembali saja padanya. Aku tahu kalian saling mencintai.” Kataku masih dengan sesegukkan. “Aku tidak ingin menjadi karang di antara kalian.” Tambahku dengan perasaan hancur oleh ucapanku sendiri. Lama sekali buatnya untuk menjawab perkataanku.

“Apa kau rela jika aku kembali lagi padanya?” ucapnya yang malah berbalik tanya padaku.

Tidak. Jawabku dalam hati tapi aku tidak mengungkapkan langsung padanya.

“Apa kau ingin aku kembali padanya?” tanya lagi padaku, yang kembali tidak aku jawab sama sekali.

“Tatap aku Sena.” Katanya sambil melepaskan pelukan kami dan berusaha menatap wajahku yang benar-benar kusut ini karena habis menangis. “Lihat mataku Sena!” perintahnya lagi yang malah aku abaikan dengan menundukkan wajahku semakin dalam.

Tanpa diminta air mata ini turun kembali padahal tadi air mataku sudah tidak keluar lagi. Aku bertanya dalam hati, apakah aku benar-benar rela jika Baekhyun kembali pada gadis itu? Apakah aku benar-benar menginginkannya seperti itu? Aku tidak tahu, otakku benar-benar tidak bisa berpikir saat ini.

“Lihat mataku Sena. Katakan bahwa kau ingin aku untuk bersamanya kembali.” Mau tidak mau ku tatap matanya dengan mata sembabku. Setetes air mata kembali turun dari mataku. Aku sakit saat ini. Hatiku rasanya remuk saat membayangkan dia akan kembali pada gadis itu, Kim Yura. Tapi lidahku tidak bisa berkata apa-apa lagi.

“Jawab aku Sena.” Suaranya semakin melembut.

“A-aku…” lidahku tidak bisa berkata apa-apa lagi. Kenapa susah sekali mengucapkan kalau aku tidak rela jika dia kembali pada gadis masa lalunya tapi hatiku sakit dengan perilakunya selama ini.

“Aku…” Kembali ku coba untuk berbicara dan bisa ku lihat tatapan harapan ada pada matanya. “Aku…” Bukannya melanjutkan kata-kata, aku malah menangis lagi. Kenapa aku sensitif sekali?

“Kumohon Sena, jawab aku! Apa itu yang kau inginkan?” pintanya lagi padaku seakan kesal karena aku tidak melanjutkan perkataanku padanya. Mataku buram saat melihat wajahnya karena terhalang oleh air mata.

“Aku…” Walaupun sudah mencoba untuk berbicara tapi kembali lidahku tidak bisa berbicara. Selang beberapa detik kemudian akhirnya aku bisa melanjutkan kata-kata itu walaupun dengan susah payah dan pandangan yang kabur.

“Kajima.” Ucapku pada akhirnya. Kurasakan sebuah benda kenyal  melumat kasar bibirku. Ku tutup mataku sambil meneteskan sedikit demi sedikit air mataku. Ku balas lumatannya padaku. Rasanya sudah begitu lama kami tidak seperti ini. Ku rangkulkan tanganku pada lehernya. Kakiku tiba-tiba terasa lemas, dan untungnya dia dengan sigap merangkul pinggangku. Tidak berapa lama kemudian kami melepas tautan di antara kami.

Kurasakan napas kami yang memburu karena kegiatan kami tadi. Aku hanya bisa memejamkan mataku menikmati moment ini bersamanya. Kurasakan sebuah tangan halus membelai wajahku dengan lembut. Mengusap jejak-jejak air mata yang baru saja turun dari mataku.

“Aku berjanji tidak akan mengulanginya lagi. Aku tidak akan membiarkan kedua mata indah ini mengeluarkan air matanya lagi.” Katanya sambil mengecup satu persatu bola mataku yang terpejam. “Mianhae. Aku sungguh menyesal.” Lanjutnya sebelum mempertemukan bibir kami lagi. Ciuman yang kali ini tidak seperti ciuman kami yang tadi. Dia memberikan lumatan-lumatan lembut seakan aku akan hancur kembali jika dia memberikan lumatan yang kasar padaku.

Kurasakan kakiku sudah tidak menyentuh lantai kamar hotel. Dia menggendongku ke arah tempat tidur dengan tidak melepaskan ciuman kami. Begitu punggungku menyentuh kasur dan dia berada di atasku, ciuman lembut kami berubah menjadi ciuman panas. Tidak hanya bibir, tapi dia juga mencium seluruh wajahku, belakang telingaku yang kadang dia mengigit gemas daun telingaku, kemudian leherku. Seluruh area itu dia eksplorasi dengan bibirnya yang lembut itu. Kemudian dia menjauhkan wajahnya dari leherku dan menatapku sayu yang ada di bawahnya.

“Manis.” Ucapnya yang mana membuatku mau tidak mau membuka mataku. Kemudian ku lihat dia menatapku dalam dan tersenyum tulus padaku. “Rasanya masih sama seperti pertama kali aku menciummu.” Katanya dan aku hanya bisa merona di bawahnya.

“Kau tahu saat pertama kali kita bertemu di tangga itu, aku rasa aku sudah jatuh cinta padamu.” Katanya sambil mengelus sayang wajahku. “Matamu berhasil menyihirku agar tidak memalingkan wajah ke arah lain.” Tambahnya.

“Aku tidak tahu harus menjelaskannya dari mana kepadamu.” dia berhenti sesaat sambil mengamati wajahku. “Aku terlalu mencintaimu. Sikapku selama ini karena aku terlalu mencintaimu. Kau wanita yang sangat berharga buatku. Aku tidak ingin merusakmu dengan menyentuhmu terlalu jauh sebelum ikatan pernikahan kita lakukan. Tapi aku tidak bisa menahannya. Saat bersamamu, aku selalu tidak bisa mengendalikannya. Kebutuhanku sangat besar Sena, tapi sungguh aku tidak ingin merusakmu. Aku ingin menjagamu, tapi tetap saja pada akhirnya aku selalu menyakitimu.” Katanya dengan perasaan yang tulus yang aku lihat dari sorot matanya.

“Masalah Yura, Dia temanku sejak kecil. Aku bertemu dengannya saat aku berumur 7 tahun di sebuah panti asuhan yang di mana keluargaku menjadi donatur di sana. Itu pertama kali aku jatuh cinta padanya, hingga saat aku bertemu denganmu. Aku selalu mengungkapkan rasa sukaku padanya tapi dia tolak dengan mentah-mentah. Dia seakan tidak menyukaiku padahal sebenarnya dia juga menyukaiku. Aku begitu frustasi hingga aku menjadi seorang playboy di sekolahan.” Jelasnya masih dengan mengamati perubahan raut mukaku dan aku bisa melihat rasa terluka di dalam matanya.

“Tapi entah kenapa, saat pertama kali aku bertatapan langsung denganmu, pikiranku terus saja berpusat padamu. Padahal dulu kita tidak pernah saling menyapa sama sekali. Dan entah keberanian dari mana, saat aku bertemu denganmu di pesta itu, yang terlintas di pikiranmu hanya menjadikan dirimu sebagai isteriku. Aku tidak tahu kenapa aku ingin minta ijin pada ayahmu saat itu juga. Selama kita bertunangan, aku benar-benar seperti terikat olehmu. Aku tidak bisa hidup tanpamu. Kau seperti oksigen Na-ya, kalau aku tidak menghirupmu aku akan mati saat itu juga. Perlahan aku bisa melupakan Yura, kau membuatku hanya bisa melihatmu saja. Dan kejadian yang kemarin saat di Kyoto itu, aku minta maaf. Sungguh saat itu tiba-tiba Yura pingsan di hadapanku, Chen dan Chanyeol. Aku panik karena tidak biasanya dia pingsan. Kemudian aku membawanya ke rumah sakit terdekat, dan saking paniknya aku saat itu, aku melupakan janji kita. Maafkan aku.” jelasnya panjang lebar tentang perasaannya saat ini padaku.

Aku hanya terdiam di bawahnya, ku ulurkan tanganku untuk mengelus wajah tampannya yang sedang tertunduk tidak menatapku. Sedikit demi sedikit ku lihat raut penyesalan di wajahnya, dan kuberikan senyuman termanisku padanya. Ku kecup singkat bibirnya untuk menenangkannya.

“Kau tahu, saat aku meminta ijin pada ayahmu, aku sudah bertekad bahwa yang akan menyandang status Nyonya Byun Baekhyun, hanya Lee Sena. Aku tahu, mungkin saat ini bayangan Yura masih menghantuiku, tapi aku mohon padamu, buat aku untuk melupakannya seutuhnya. Bantu aku, karena aku juga sakit karenanya, Sena. Bantu aku, kumohon.” Kulihat setes air mata turun dari mata hitamnya. Kembali ku kecup pipinya untuk menghapus jejak air mata itu. Tidak hanya pipi, seluruh wajahnya ku perlakukan sama dengan mengecupnya lembut. Kami berciuman lagi, menumpahkan segala rasa yang kami rasakan satu sama lain saat ini. Rasanya begitu lega.

“Aku akan membantumu melupakannya. Selamanya.” Kataku saat tautan kami terlepas. Kulihat raut bahagia di wajahnya.

“Terima kasih. Nyonya Byun Sena.” Ucapnya padaku. Membuatku merona mendengar panggilan Nyonya Byun yang dia sematkan pada namaku. Ciuman lembut itu berubah lagi menjadi ciuman panas kami. Mungkin benar apa kata Soojung dan Irene, ini merupakan malam pertama kami karena aku dan Baekhyun menyatukan cinta kami yang baru tumbuh bersama-sama. Lingerie Victoria Secret pemberian Soojung sudah tidak berharga lagi saat Baekhyun dengan tidak sabarannya melepaskan itu dari tubuhku.

Benar kata Soojung, siapapun yang melihatku berpakaian seperti ini, dia tidak akan bisa mengalihkan pandangannya padaku walau sedetikpun, dan itu terbukti dengan Baekhyun yang terus memujiku disela-sela kegiatan kami. Aku harap ini merupakan awal yang baik buatku dan Baekhyun. Kami memulai semuanya dari awal lagi.

Kulakukan ini semua sebagai bukti bahwa aku mencintainya walaupun dengan cara yang salah. Tapi aku tidak peduli, karena aku menikmatinya. Cepat atau lambat seperti kata Baekhyun dulu, kami akan melakukannya juga walaupun tidak ada ikatan pernikahan di antara kami.

~

Tidak terasa pagi sudah tiba. Sinar matahari masuk menembus jendela kamar yang tidak kami tutup. Aku menggeliat karena silaunya sinar matahari pagi. Tubuhku rasanya remuk semua. Kurasakan sebuah tangan memelukku. Ku balikkan badanku hingga menghadap pada dada bidangnya yang tidak tertutupi apapun. Ku donggakkan wajahku hingga bisa melihat wajah tidurnya yang seperti bayi itu. Begitu damai. Ku gerakkan tanganku dengan hati-hati menelusuri gurat wajahnya. Mulai dari alis hitamnya, bulu mata panjangnya, hidungnya, pipinya, dan yang terakhir bibinya.

Bibir ini semalam sudah mencumbu lembut seluruh tubuhku. Mengingat kejadian semalam membuatku tersipu malu sendiri. Ya ampun benarkah aku sudah melakukannya? Rasanya seperti mimpi saja. Kataku sambil memejamkan mata dengan bibir melengkungkan senyuman.

“Kenapa wajahmu merah sekali? Kau demam?” tanyanya dengan suara serak habis bangun tidur.

Ku tatap wajahnya yang juga sedang menatap wajahku penasaran. Selama beberapa menit kami hanya saling tatap satu sama lain, kemudian kami tersenyum mengingat kembali kejadian semalam. Ku rasakan sesuatu yang lembut mengecup singkat bibirku.

“Terima kasih.” Ucapnya sambil tersenyum bahagia dan membuatku hanya bisa tersenyum bahagia kembali. Kemudian kami berciuman lagi sebagai ucapan selamat pagiku. Kulit kami yang bergesekan langsung membuatku merasakan gelanyar aneh di sekujur tubuhku, dan aku tahu Baekhyun merasakan hal yang sama.

Dengan berat hati aku melepaskan tautan kami, dan aku lihat ekspresi wajah cemberutnya itu. Dia mengerucutkan bibirnya tanda tidak setuju. Kemudian dia mendekatkan lagi wajahnya padaku tapi aku memalingkan wajahku ke samping kiri hingga ia tidak bisa menyentuh bibirku, tapi seakan tidak habis akal, dia malah mengecup-ngecup lembut leherku yang sudah dipenuhi bercak merah karena perbuatannya semalam. Ku dorong wajahnya sedikit untuk menjauhkannya dari leherku.

“Tidak sekarang, karena kita punya jadwal penerbangan pagi.” Kataku memberikan penjelasan padanya. “Kau tahu, tubuhku serasa remuk semua, dan itu perbuatanmu.” Tambahku yang dibuat sekesal mungkin. Baekhyun meresponnya hanya dengan tersenyum bangga saat mendengar penjelasanku.

“Mianhae.” Ucapnya sambil kembali mengecup lembut bibirku. “Ah, rasanya aku tidak akan pernah bosan bangun seperti ini denganmu di pagi hari.” Lanjutnya yang membuatku semakin merona malu.

“Kau sangat cantik.” Pujinya saat menatap dalam diriku. “Mata bengkakmu, pipi merahmu, hidung merahmu, bibir merahmu, rasanya seperti melihat buah apel merah dan aku ingin memakannya.” Katanya sambil mengecup bagian-bagian wajahku yang dia sebuatkan tadi. Tapi tunggu dulu, dia bilang mataku bengkak? Segera ku singkirkan Baekhyun dari atas tubuhku, dan mencari di mana handphoneku untuk melihat keadaanku. Handphone yang aku cari ternyata ada di sofa kamar ini. Aku beranjak keluar dari selimut yang membungkusku dan Baekhyun.

Saat ku mulai berjalan rasanya tubuh bagian bawahku sakit, aku sedikit meringis merasakan sesuatu yang tidak nyaman itu. Ku langkahkan kembali kakiku menuju sofa, saat ku buka kunci handphoneku dan melihat pantulan wajahku di kamera, ternyata wajahku sangat mengerikan, benar kata Baekhyun mataku bengkak karena semalam menangis terlalu lama, pipiku merona merah karena godaan yang dilontarkan Baekhyun pagi ini, hidungku juga merah karena ingus bekas menangis semalam, dan bibirku merah karena terlalu lama berciuman dengan Baekhyun. Aku hanya bisa menghela napas dalam melihat keadaanku yang sekarang ini.

Saat ku balikkan badanku untuk menghadap pada seseorang yang telah membuatku seperti ini, ku lihat dia sedang tersenyum manis di atas tempat tidur dengan pandangan yang sulit aku artikan dia tunjukkan padaku. Aku bingung kenapa dia menatapku seperti itu.

“Bahkan seluruh tubuhmu juga merah Na-ya, aku benar-benar ingin memakanmu lagi.” Katanya sambil mengedipkan sebelah matanya padaku. Mwo? Dia bilang apa? Saat ku tundukkan pandanganku ke arah tubuhku, aku baru sadar kalau aku tidak memakai apapun dan keadaan tubuhku lebih mengenaskan dari wajahku.

“AAAAAAhh…..BYUN  BAEKHYUN MATII KAUU!!!!!” Aku berteriak sekencang-kencangnya dan dia hanya menanggapinya dengan tertawa bahagia. Saat aku berjalan ke arahnya, dia keluar dari selimutnya, kemudian dia menggendongku ke kamar mandi dengan aku yang masih berteriak padanya. Kemudian kami mandi bersama, mengenang kembali malam manis yang sudah kami lalui sebelumnya. Ini merupakan pagi termanis yang pernah aku lalui dengannya.

Singkat cerita kami sarapan bersama dengan siswa yang lain. Aku dan Baekhyun turun terakhir dari kamar, karena takut ketahuan oleh siswa yang lain. Soojung dan Irene sudah sarapan duluan dengan koper di samping mereka masing-masing. Saat ini aku memakai celana jeans biru dengan sebuah kaos panjang polkadot ditambah sebuah syal warna putih melingkar di leherku untuk menutupi bercak-bercak merah yang Baekhyun tinggalkan di tubuhku. Rambut coklat bergelombangku, ku gerai, dan ku kenakan sebuah kaca mata hitam untuk menutupi mata bengkakku yang belum hilang.

Ku hampiri meja Soojung dan Irene untuk bergabung sarapan dengan mereka berdua. Wajahku masih menyunggingkan senyuman termanisku pada mereka walaupun awalnya aku marah pada mereka karena telah menjebakku dengan Baekhyun tapi sekarang aku bersyukur, karena dengan perbuatan nekad mereka aku jadi bisa memulai sesuatu yang baru dengan Baekhyun.

“Daebak, kau seperti orang gila dari masuk restoran sampai sekarang kau tidak pernah berhenti tersenyum.” Kata Soojung saat aku duduk di sampingnya dengan membawa piring sarapanku, dan aku tanggapi hanya dengan senyuman lagi.

“Bagaimana malammu dengan Baekhyun?”  tanya Irene yang sukses membuatku tersedak oleh minumanku sendiri. Ku tatap wajah kedua sahabatku masih dengan senyuman terpatri di wajahku. Aku yakin mereka bisa menangkap sinyal apa yang sudah terjadi di antara aku dengan Baekhyun.

“Seolma….” kata keduanya berbarengan sambil menatapku penasaran, dan seperti yang tadi aku lakukan, aku menjawabnya dengan tersenyum ke arah mereka.

“AAAHHH…..” teriak keduanya yang membuatku harus menutup telingaku. Teriakan mereka sukses membuat seluruh perhatian siswa yang sedang sarapan menatap kami bingung.

“Sstt!!!! Pelankan suara kalian atau yang lain akan curiga.” Delikku tidak suka pada mereka dan mereka hanya menanggapinya dengan senyuman bahagia.

“Daebak!! Aku yakin sebentar lagi aku akan menjadi seorang imo.” Kata Soojung yang langsung aku hadiahi dengan jitakkan di keningnya.

“Jaga bicaramu!” kataku pura-pura tidak suka. Sebenanrya aku juga membayangkan hal itu, bagaimana kalau aku punya anak sekarang? Baekhyun akan jadi seorang ayah? Hal itu tidak pernah terbayangkan olehku. Ku lirik kedua sahabatku yang masih menyunggingkan senyumnya padaku. Kemudian kami tertawa bersama entah apa yang membuat kami tertawa bersama. Pokoknya hari ini aku begitu bahagia.

“Pagi.” Kurasakan sebuah kecupan hangat di ujung kepalaku, dan saat aku mendongakkan kepalaku ke atas, kulihat dia sedang tersenyum bahagia ke arahku dan ku balas senyumannya.

“Pagi.” Kataku sambil tersenyum padanya.  Kemudian dia mengambil tempat duduk di sampingku untuk sarapan bersama. Ku perhatikan penampilannya saat ini. Dia memakai celana jeans biru, kaos putih berlengan pendek berkerah v  dipadukan sebuah jaket warna putih. Sebuah jam tangan rolex terpasang indah di tangannya. Sepatu sneaker yang dia kenakan juga berwarna senada dengan kaosnya. Rambut coklatnya dia biarkan menutupi keningnya. Bukankah dia sangat tampan. Tanpa sadar aku terus memperhatikannya.

“Apakah aku setampan itu hingga matamu tidak bisa mengalihkan pandangannya dari diriku?” tanyanya yang membuatku sadar dari lamunanku.

“Ne?” tanyaku bingung.

“Kyeopta.” Ucapnya sambil mencubit pipiku. Aku masih menatap dirinya dengan bingung tapi dia hanya tersenyum padaku. Ku lirik kedua sahabatku yang sekarang sedang menatap iri ke arahku. Saat ku lirikkan pandanganku ke arah yang lain, ternyata siswa yang lain juga sedang menatap kami dengan perasaan iri, termasuk gadis itu. Kim Yura. Segera ku alihkan kembali pandanganku pada Baekhyun karena tidak ingin lama-lama berpandangan dengan Yura.

“Segera habiskan sarapanmu, karena sebentar lagi kita harus ke bandara.” Kata Baekhyun sambil tersenyum padaku. Sarapan pagi itu berlangsung seperti biasa. Kami bercengkrama seperti biasa. Baekhyun membuat sebuah lelucon dan kami tertawa bersama. Sampai kami tiba di bandara Narita, Baekhyun tidak pernah melepaskan tangannya padaku. Dia terus menggenggam tanganku mesra.

“Ckk, kalian seperti pengantin baru saja.” Celetuk Chen saat kami menunggu keberangkatan di ruang tunggu bandara. Aku dan Baekhyun saling berpandangan kemudian melempar senyum kepada satu sama lain.

“Apa kalian usai berbulan madu?” tanya Chanyeol, dan kami berdua hanya bisa tersenyum menanggapinya. Aku tahu, di suatu tempat di ruang tunggu ini ada seseorang yang sedang tersakiti dengan perilaku Baekhyun yang seperti ini padaku, tapi aku mencoba untuk mengabaikannya. Dia harus tahu kalau Baekhyun sudah menjadi milikku, dan aku harap dia tidak berharap lebih pada Baekhyun lagi.

Satu minggu setelah kejadian di Jepang, hubunganku dengan Baekhyun semakin dekat. Aku tidak pernah melihatnya bersama dengan gadis lain lagi, walaupun terkadang aku melihatnya sedang digoda gadis lain, tapi dia menolaknya. Selama seminggu ini, kami pasti melakukannya lagi. Ada pepatah yang mengatakan jika laki-laki sudah pernah merasakan tidur dengan wanita, dia pasti akan ketagihan untuk melakukannya lagi dan lagi. Dan itu terbukti. Aku senang Baekhyun melakukannya padaku, bukan pada wanita lain yang tidak jelas.

Saat aku sedang terduduk diam di kelas dengan sebuah novel klasik yang sedang aku baca, tiba-tiba sebuah suara menyadarkanku dari dunia novelku. Ku tolehkan wajahku ke samping untuk melihat siapa orang yang sudah memanggilku, dan dia ternyata Yura.

“Aku ingin berbicara padamu.” Katanya sambil menatapku.

“Sekarang?” tanyaku

“Eoh. Aku akan menunggumu di atap.” Lanjutnya sambil berlalu meninggalkanku terlebih dahulu. Mau tidak mau aku mengikutinya karena aku juga merasa seperti harus berbicara padanya, untuk itu aku ikuti dia dari belakang menuju ke atap sekolah. Sesampainya di atap, kami hanya saling pandang tanpa berkata apapun.

“Apa yang ingin kau katakan padaku?” tanyaku to do point akan maksudnya memanggilku ke atap seperti ini.

“Aku mencintai Baekhyun.” Katanya seperti tanpa beban, dan aku hanya bisa tersenyum kecut saat dia mengatakan hal itu padaku.

“Aku sungguh mencintainya.” Katanya dengan nada yang penuh percaya diri.

“Kau sudah selesai?” tanyaku dan dijawab dengan sedikit anggukkan kepalanya. “Aku tidak peduli kau mencintainya atau tidak. Sekarang yang harus kau tahu adalah kalau dia milikku, bukan milikmu lagi.” Tambahku sambil berlalu dari hadapannya.

“Aku akan merebut dia kembali.” katanya yang telah sukses membuat langkahku berhenti. Ku balikkan kembali badanku agar menghadapnya. Kami saling melemparkan tatapan terdingin kami. Sebenarnya aku sedikit takut saat dia mengatakan hal itu, tapi aku tidak boleh kalah saat ini. Aku tidak boleh memperlihatkan kalau sebenarnya Baekhyun sedang berusaha melupakannya. Aku tidak boleh menyerah sebelum berperang.

Sebenarnya ingin sekali aku tampar wajah cantiknya itu, tapi ku urungkan niatku. Tidak terasa ternyata aku mengepalkan kedua tanganku dengan erat hingga jemariku menjadi putih.

“Geurae, kau bisa merebutnya kembali jika kau mampu melakukannya.” Tantangku pa

Show more