2015-12-10



“Hyo Rim-ssi, tak apa kami pulang sekarang?“

Hyo Rim mengalihkan pandangannya sejenak dari layar computer dan mendapati Lee Jae Suk dan Han Sun Mi berdiri di hadapannya dengan tatapan ketakutan. Hyo Rim menghela nafas lelah dan memejamkan mata sejenak, ini pasti karena Cho Kyuhyun. Siapa lagi yang mampu membuat kedua karyawannya ketakutan hanya dengan kata-katanya kalau bukan pria itu.

“Ini memang sudah waktunya kalian pulang. Pulanglah, masih ada yang harus kuselesaikan.”

“Apa itu? Biar kubantu.” Tanya Sun Mi, ia hampir membuka pintu yang menjadi pembatas meja kasir jika Hyo Rim tak segera mencegah.

“Tak perlu, aku hampir selesai. Kalian pulanglah, jangan khawatirkan apa yang Kyuhyun katakan mengerti?” Kata Hyo Rim dalam satu tarikan nafas, “Pulanglah!”

Baik Sun Mi maupun Jae Suk akhirnya hanya dapat mengangguk dan mengikuti perintah Hyo Rim. Inilah kesulitan seorang karyawan ketika dihadapkan pada dua bos dengan keinginan yang bertolak belakang. Jelas sepulang dari Jeju, di depan mata Hyo Rim sendiri Kyuhyun memerintahkan mereka untuk tak pernah meninggalkan Hyo Rim seorang diri. Tapi hari ini, Hyo Rim membuat mereka melanggar perintah Kyuhyun.

Setelah pintu menutup, Hyo Rim kembali membuka laman internet yang tadi ia tutup. Beberapa hari terakhir, Hyo Rim belum dapat tidur tenang. Tidak hingga ia mengetahui berita apa yang menarik namanya dengan Choi Siwon ke dalam skandal. Sengaja Hyo Rim mencari nya di computer kasir Honey Bear, bukan di rumah ataupun dalam ponselnya. Apalagi kalau bukan menghindari amukan atau rajukan suaminya yang mendadak berubah menjadi perempuan datang bulan jika menyangkut nama Choi Siwon.

Sayangnya , sejauh ini Hyo Rim tak menemukan petunjuk apapun mengenai skandal itu. Berita terakhir yang berkaitan dengan Choi Siwon hanya tentang rating drama terakhir pria itu, yang diunggah beberapa pekan yang lalu. Kening Hyo Rim berkerut dalam, ia memainkan hiasan ponsel dan merenungkan kejadian-kejadian kemarin. Tak mungkin ada asap kalau tak ada api, fan remaja di Jeju tak mungkin mencampur racun dalam minumannya jika tak ada alasan yang jelas.

“Byul-a, sudahlah kita pulang!”

“Jangan gila, Byul-a!”

Kasak-kusuk di balik pintu Honey Bear mengusik lamunan Hyo Rim. Hyo Rim mengecek tanda di depan pintu yang belum ia ubah menjadi Close. Setelah menutup semua laman dan menghapus riwayat penjelajahan, Hyo Rim melangkah keluar dan membuka pintu membuat ketiga gadis remaja yang tadi berbisik-bisik sontak diam dan menatap horror Hyo Rim

“Masuklah,” Hyo Rim mundur satu langkah dan membiarkan ketiga gadis itu masuk ke dalam, “Buku apa yang kalian butuhkan?”

“Kau, Jung Hyo Rim?” Tanya salah satu remaja dengan rambut lurus sebahu. Mata gadis itu bengkak dan merah seperti habis menangis.

Hyo Rim mengernyit, “Bagaimana kau tahu namaku?”

Kejadiannya begitu cepat, Hyo Rim bahkan tak sempat berkedip. Ia hanya menyadari berikutnya wajahnya sudah basah kuyup dan berbau jus blueberry.

“Apa yang—“

“Byul-a!”

“Kembalikan Siwon Oppa kami! Jauh-jauh darinya! Kau hanya membawa sial bagi Siwon Oppa!” Han Byul terus meraung sementara kedua temannya yang sejak tadi hanya menonton di depan pintu kini sibuk menahan lengan Han Byul.

“Kau—tidak, ini tidak benar!” Dengus Hyo Rim lalu mengaduk kasar isi laci kasir mencari tisu untuk membersihkan wajahnya.

“Kau yang tidak benar! Kau sudah bersuami, ingat itu. Karena mu Oppa-ku menderita.” Han Byul masih meronta dalam rengkuhan kedua temannya, tenaga yang dimiliki gadis itu sungguh hebat seharusnya ia lemah karena kalah jumlah tapi yang terjadi sebaliknya. Teman-temannya kesulitan membawa Han Byul keluar dari sana.

“Byul-a, sudahlah kita pulang. Kau sudah membuat masalah.” Ujar gadis berambut ikal.

“Satupun dari kalian tak ada yang kuijinkan pergi dari sini. Honeybear dilengkapi CCTV. Satu saja ada yang pergi sebelum kuijinkan, aku tak segan membawa kejadian tadi ke kantor polisi.” Ancam Hyo Rim membuat ketiga remaja itu terdiam, namun Lee Han Byul masih menatap penuh dendam pada Hyo Rim.

Hyo Rim selesai mengeringkan wajahnya meski ia masih dapat mencium aroma blueberry, setidaknya sekarang lebih baik. Ia menarik dua buah kursi dari balik meja kasir dan mengaturnya saling berhadapan. Hyo Rim menduduki salah satunya dan menggedikkan bahunya meminta Han Byul duduk di kursi satunya lagi.

“Lee Han Byul,” Hyo Rim membaca name tag Han Byul, dan meremas tisu dalam genggamannya.

Emosinya benar-benar tersulut sekarang, siapapun pasti akan meledak marah jika ada yang menyiram wajahnya dengan jus. Tapi Hyo Rim sekuat tenaga menahan agar ia tak lepas kendali, menangani remaja seusia Han Byul yang tentunya sangat labil dengan emosi sama sekali bukan pilihan yang bijak. Hyo Rim juga paham alasan yang membuat Han Byul berani menyerangnya seperti tadi, skandal yang melibatkannya dengan Choi Siwon. Entah apa yang media beritakan, Hyo Rim belum menemukan berita itu, tapi mengingat apa yang terjadi di Jeju membuat Hyo Rim mau tak mau mengerti alasan Han Byul. Pesona Choi Siwon, baik Han Byul dan sasaeng fan di Jeju telah terjebak terlalu dalam.

“Kau salah satu fans Choi Siwon? Tentu kau tahu siapa aku, bukan?”

“Ya, kau nenek sihir jahat!” Han Byul hampir saja mengulurkan tangannya untuk mencakar Hyo Rim jika kedua temannya tak segera menahan Han Byul.

“Ya Tuhan,” Erang Hyo Rim putus asa, “Kalau kau fan beratnya, pastinya kita sering bertemu dulu. Aku dulu asisten Choi Siwon, bukan hal aneh bagi kami tertangkap kamera berdua. Perhatikan wajahku. Kalian ingat aku, bukan? ”

“Belajarlah yang giat, lalu terjun ke dunia kerja setelah itu kau akan mengerti bahwa kami hanya terlibat hubungan professional dan tak akan termakan isu media yang kekurangan berita.” Lanjut Hyo Rim, “Aku tak mengerti jalan pikiran remaja sekarang, hanya karena sebuah foto kalian rela menghancurkan masa depan kalian sendiri. Kujamin lima tahun dari sekarang, kau akan menyesali tindakanmu. Apa kalian tak pernah memikirkan perasaan Choi Siwon? Semakin banyak tindakan buruk yang kalian lakukan dengan mengatasnamakan Siwon, semakin banyak beban yang ia terima.”

“Diamlah! Jangan bicara seakan-akan kau sendiri memahami perasaan Siwon Oppa!” Gadis yang berdiri di samping kanan Han Byul kini yang bicara dengan terisak, “Lihat saja ini, dan setelah itu apa kau masih bisa mengatakan memahami perasaan Oppa seperti kami?”

Hyo Rim menatap tak mengerti gadis yang sejak tadi hanya diam menonton, dan kini mengulurkan ponsel yang tengah memutar sebuah rekaman padanya.

OooO

Harum cabai menguar di seluruh dapur membuat setiap orang yang memasukinya terbatuk-batuk, tak terkecuali Choi Siwon. In Joo memutar tubuhnya dan tersenyum tanpa dosa melihat wajah Siwon yang memerah karena aroma masakannya.

“Apa yang kau buat? Baunya sangat tajam!” Siwon kembali batuk dan mengibas-ngibaskan tangan mengusir bau pedas di sekitarnya.

“Aku ingin kaki ayam pedas, kau suka?”

“Apa? Aku benci pedas! Bukankah kau tahu itu?”

In Joo tertawa hambar, “Maaf, sepertinya akhir-akhir ini aku jadi pelupa. Tapi bagaimana ini, tak ada waktu untuk membuat masakan lain? Restoran di bawah tutup karena renovasi.”

Siwon mendesah kesal, sebelum berbalik ia berkata, “Baiklah kita makan itu saja.”

In Joo menatap sendu punggung Siwon yang menjauh. Tidak, In Joo sama sekali tak melupakan Siwon yang tak bisa makan pedas. Satu gigitan kecil saja, pria itu sudah meneteskan air mata tapi justru itulah alasan In Joo membuat kaki ayam pedas.

“Kita makan di luar saja, udara sedang bagus!” Usul Siwon ketika In Joo meletakkan panci berisi kaki ayam di atas meja makan.

Di luar yang pria itu maksud adalah di beranda balkon apartemen yang menghadap billboard raksasa. Senyum manis Park Shin Hye dari papan billboard menemani makan malam Siwon dan In Joo kali ini. In Joo meletakkan panci di atas meja kecil dan duduk di salah satu kursi, diikuti oleh Siwon yang mengeluarkan empat kaleng bir dari kantung plastic.

“Kau beli bir?” Tanya In Joo

“Tidak, kaleng-kaleng ini datang dan mengetuk pintuku tadi. Karena kasihan aku mengijinkan mereka masuk.” Kata Siwon dingin.

Sama sepertiku yang ia ijinkan masuk hanya karena kasihan…

In Joo diam mengigit bibir bawahnya. Kalimat kejam yang Siwon katakan sudah sering In Joo dengar, tapi kali ini In Joo merasa ucapan Siwon tadi berlebihan dan membuat matanya memanas. Sial! Permainan belum juga dimulai, kenapa ia sudah kalah? In Joo menarik cincin pembuka kaleng dan meneguk habis isinya dalam satu tegukan tak peduli pada kerongkongannya yang sakit karenanya. Tanpa menunggu jeda, In Joo memasukan satu persatu kaki ayam ke dalam mulutnya. Mirip seperti kertas yang didorong masuk ke dalam mesin penghancur. Tak menunggu lama, air mata gadis itu merembes keluar. Tak ada rintihan atau desisan kata pedas dari mulut In Joo, hanya air mata yang menandakan indera perasa nya masih bekerja.

Siwon memerhatikan dalam diam. Dengan kemampuan otak yang dimilikinya tak sulit menebak apa yang sedang terjadi pada Kim In Joo. Sekali lagi ia seperti tengah bercermin sekarang, karena itu Siwon membiarkan In Joo membuat masakan pedas. Karena hanya dengan memakan pedas, gadis itu tak perlu merasa malu mengeluarkan air matanya.

“Aku sudah merampungkan komik-ku.”

In Joo meletakkan kaki ayam ke tujuh di atas piring, dan memalingkan wajah memandang wajah Park Shin Hye. Ah, cantik sekali. Seandainya aku memiliki wajah secantik itu, apa ceritanya akan lain?

“Baguslah,” In Joo kembali menghadap Siwon, dan tersenyum “Itu artinya aku akan mendapatkan gajiku.”

“Sebelum mengirimkannya, aku ingin kau yang menjadi pembaca pertamaku.”

“Tidak.” Tegas In Joo terlalu cepat, maka ia menambahkan “Aku tak begitu pintar membaca komik, balon-balon dialognya membuat kepalaku pusing.”

“Akan kuceritakan—“

“Tap—“

“Kisah ini bermula pada jaman joseon, kisah tentang seorang pangeran yang bertemu dengan gadis biasa. Terlalu biasa sebagai rakyat jelata, sehingga ketika sang pangeran mulai jatuh hati , cinta sang pangeran hanya akan membuat gadis itu tersiksa. Pangeran memiliki banyak luka di masa lalu yang dulu menjadi alasannya tumbuh kuat, tapi kini menjadi penyebab di setiap kesedihan gadis itu. Karena itu, pangeran memutuskan untuk pergi dan menjauh dengan harapan gadis itu memiliki kesempatan untuk bertemu seseorang yang akan selalu membuatnya bahagia bukan hanya membuat gadis itu menangis seperti yang pangeran lakukan.”

In Joo terus mendengarkan apa yang Siwon ceritakan. Pangeran itu, siapa lagi kalau bukan pria di depannya. Dan jelas Jung Hyo Rim-lah yang menjadi tokoh utama dalam kisah itu. In Joo mengigit gusar kaki ayam terakhir di piringnya.

“Bagus sekali, sangat menarik.” Potong In Joo, cukup. Ia tak ingin mendengar kelanjutan dimana Pangeran dan gadis jelata itu hidup bahagia.

“In Joo-ssi, kau menangkap maksudku?”

In Joo mengangguk-angguk cepat dan membereskan sisa makanannya, “Ah… aku kenyang. Akhirnya aku bisa makan kaki ayam.”

“In Joo-ssi,” Panggil Siwon,

Tapi In Joo pura-pura tak mendengar, ia sudah memeluk semua perlengkapan makan dan bersiap masuk ke dalam.

“Kim In Joo-ssi!”

“Aku akan segera pulang setelah mencuci semua ini, Kantung sampah sudah kubuang tadi sore. Semua sudah selesai.”

Siwon beranjak bangun, dengan gerakan cepat ia menahan lengan In Joo membuat apapun dalam pelukan In Joo jatuh berkelontangan.

“Aku belum selesai.”Siwon mengabaikan ceceran makanan serta pecahan beling yang mengotori lantai apartemennya, dan menarik In Joo hingga mereka saling berhadapan.

In Joo menunduk memainkan ujung kemejanya seakan pola kain kemejanya adalah hal paling menarik sekarang. Ia mengabaikan Siwon yang duduk tegap di depannya, pria itu berkali-kali menarik nafas dalam.

“Aku sudah mendaftar dan jadwalku telah ditetapkan. Hingga hari itu, aku akan menemani orang tuaku.” Suara Siwon teramat lirih ketika mengatakannya, bahkan In Joo hampir tak dapat membedakan suara Siwon dengan desau angin malam.

“Terima kasih untuk semua yang telah kau lakukan, In Joo-ssi. Aku tak akan melupakannya. Mulai besok, kembalilah ke agency.”

In Joo mengangkat kepalanya, ia menemukan Siwon tengah menatapnya intens. Tunggu, mata Siwon berkaca-kaca?

“Inilah waktumu, In Joo-ssi. Gunakan kesempatanmu, jangan menungguku. Aku tak ingin menyakitimu, lukaku terlalu banyak untuk kau tanggung. Kau berhak memiliki kebahagiaan yang lain.” Siwon merapikan anak rambut In Joo dan menyelipkannya ke belakang telinga, “Jangan menangis.”

Perlahan Siwon menarik In Joo ke dalam pelukannya membiarkan kausnya basah dengan air mata In Joo. Siwon memejamkan mata mendengar rintihan In Joo. Sejak tindakan berani In Joo yang menghadangnya, Siwon segera menyadari perasaan gadis itu untuknya. Ia menyayangi Kim In Joo, mungkin tak sama seperti yang gadis itu miliki. Tapi Siwon tak ingin melihat Kim In Joo perlahan berubah menjadi seperti dirinya yang sekarang. Cukup ia yang menderita, In Joo tak perlu merasakan apa yang ia rasakan.

OooO

Malam yang sama namun dalam suasana berbeda terjadi berkilo-kilo meter dari sana. Hyo Rim merenggut tak suka memandang pintu dari ek di depannya. Di balik pintu itu, suaminya bersembunyi berjam-jam yang lalu dengan berjuta pekerjaan yang tak ada habisnya. Hyo Rim tak membenci pekerjaan itu karena telah mencuri perhatian Kyuhyun darinya, Hyo Rim hanya kesal karena sejak pulang dari kantor tak satu kali pun Kyuhyun keluar untuk makan malam. Ia tak tahu apakah suaminya itu sempat makan atau tidak dalam perjalanan pulang, tapi bukankah tetap yang terbaik makan malam di rumah? Karena entah sejak kapan hal itu sudah menjadi aturan tak tertulis di rumah ini.

Hyo Rim berjalan gusar di depan pintu. Ia masih mengingat jelas apa yang Lee Ahjumma katakan di hari pertama Hyo Rim menginjakan kaki di rumah ini, ruang kerja Kyuhyun adalah ruang steril –terkecuali Hwang Mi Young, hingga hari ini kenyataan itu masih membuat hatinya panas meski Hyo Rim mengetahui Mi Young sepupu Kyuhyun. Pintu berderit terbuka, menampakkan Kyuhyun masih dengan setelan kantornya.

“Kau belum tidur?” Tanya Kyuhyun terkejut melihat Hyo Rim.

“Bisakah kau makan dulu sebelum melanjutkan pekerjaan?” Hyo Rim balik bertanya dan menarik ujung kemeja Kyuhyun.

“Aku belum lapar, Hyo. Aku keluar hanya untuk membuat kopi.” Ujar Kyuhyun dan berlalu menuruni tangga.

“Akan kusiapkan roti isi.” Hyo Rim mendahului Kyuhyun turun dan berlari kecil menuju dapur.

“Yak-yak!” Kyuhyun menarik lengan Hyo Rim membuat mereka berjalan bersisian, “Langkah kakimu akan membuat seluruh penghuni rumah terbangun.”

Hyo Rim hanya terkekeh menanggapi omelan Kyuhyun, kekehannya berhenti ketika menyadari penampilan Kyuhyun berubah drastic hanya dalam hitungan hari. Pria itu nampak sangat kelelahan, kantung matanya nampak tebal dan gelap. Kulitnya pun kusam. Perlahan tangan Hyo Rim terangkat menyentuh pipi Kyuhyun yang tak lagi bulat.

“Kenapa?”

Hyo Rim menggeleng, “Aku harus memberimu makan yang banyak.”

Giliran Kyuhyun yang tertawa pelan, ia juga menyadari perubahan fisiknya sendiri. Rutinitas kantor membuat pria itu kehilangan semangat, sejak dulu ia membenci rutinitas yang menjemukan tapi sekarang ia memiliki keluarga. Kyuhyun tak dapat berbuat semaunya lagi.

“Kudengar kau pulang sore, apa terjadi sesuatu di Honey Bear?”

Hyo Rim menghentikan gerakannya mengolesi roti, ia tak berani mengangkat wajahnya dan membiarkan Kyuhyun melihat ketakutan dalam matanya.

“Aku hanya membuka daftar buku baru di internet, menambah koleksi”

Hyo Rim berbohong, tak mungkin ia mengatakan terlambat pulang karena mencari berita tentang Siwon dan kedatangan tamu istimewa. Meski lidah Hyo Rim saat ini sangat gatal untuk bertanya perihal video konferensi pers pada Kyuhyun –tentunya Kyuhyun mengetahui itu mengingat sekeras apa usaha Kyuhyun menjauhkan Hyo Rim dari dunia maya. Tapi Hyo Rim tak cukup ceroboh dan membuat perang besar di rumah ini maka, tak ada pilihan lain baginya selain berbohong. Kebohongan pertamanya setelah hubungan mereka membaik. Hyo Rim berdoa semoga hanya ini kebohongan yang ada dalam rumah tangga mereka.

“Kenapa bukan mencari di computer rumah?” Tuntut Kyuhyun,

“Hmm?” Hyo Rim melihat Kyuhyun yang tengah menatapnya tajam, “Ah, benar! Kenapa tak terpikir olehku? Hahaha—“ Hyo Rim meletakan roti isi di atas piring Kyuhyun dan tertawa hambar, lalu menuju wastafel menghindari tatapan Kyuhyun yang masih menyelidik.

“Hyo, kau tahu aku tak ingin terjadi sesuatu padamu.” Lirih Kyuhyun,

Hyo Rim berbalik dan tersenyum, “Aku baik-baik saja, kau lihat kan?”

Secara fisik Hyo Rim memang terlihat baik-baik saja. Tapi jauh di dalam hatinya, Hyo Rim terguncang. Bukan- tentu bukan karena hatinya goyah setelah mendengar pengakuan Choi Siwon tadi sore dari rekaman video, sampai kapanpun hanya ada satu pemilik nama dalam hatinya dan tak perlu dikatakan lagi milik siapa nama itu. Hyo Rim terguncang karena ia khawatir pada kondisi Siwon sekarang. Mereka bukan hanya mantan rekan kerja, mereka cukup dekat untuk disebut sahabat. Selayaknya sahabat, Hyo Rim juga ikut merasakan sakit yang mungkin Siwon rasakan sekarang. Terlebih penyebab rasa sakit itu dirinya sendiri, hal itu membuat Hyo Rim tak tahu apa yang harus ia lakukan.

OooO

“Sun Mi-ssi, angkat lebih tinggi!” Perintah Hyo Rim dari atas tangga.

Hari ini, Hyo Rim serta kedua karyawannya tengah sibuk mendekor ulang ruang tengah Honey Bear menjadi ruang baca dan mendongeng bagi anak-anak. Setelah menonton film You’ve Got Mail entah untuk keberapa kalinya, Hyo Rim tergoda mengubah Honey Bear menjadi duplikasi toko buku dalam film itu. Hyo Rim hanya perlu mengubah tata letak rak buku dan mengosongkan sebagian ruang tengah yang pada mulanya digunakan sebagai tempat mendisplay buku terbaru lalu menggantinya dengan sofa-sofa cozy yang ia temukan di gudang di lantai dua Honey Bear.

Dan Sekarang, Hyo Rim berdiri di atas tangga lipat dengan pita keemasan menjuntai dari bahu hingga lantai.

“Hyo, biarkan aku yang naik ke atas. Bagaimana kalau suamimu melihat?” Ujar Sun Mi panik.

“Tanganmu tak akan mencapai langit-langit. Angkat saja lebih tinggi pita-nya, Sun Mi-ssi” Kata Hyo Rim tak peduli, “Kyuhyun dalam perjalanan bisnis di Busan, ia baru akan pulang nanti malam.”

Terdengar helaan lelah Sun Mi dari bawah. Hyo Rim menarik ujung pita dan berusaha merangkainya di langit-langit. Bukan pekerjaan mudah ternyata, tapi ia belum ingin menyerah. Membayangkan Honey Bear menjadi seperti apa yang dalam film membuat telapak kaki Hyo Rim gatal dan semakin tak sabar.

“Hyo Rim-ssi, sepertinya ada seseorang di luar sana.” Kata Jae Suk sambil menunjuk kaca jendela.

“Biarkan saja. Kita sudah tutup satu jam lalu, kemarin batas toleransiku membiarkan pembeli masuk di luar jam buka.” Hyo Rim masih sibuk dengan pita di tangannya sama sekali tak tertarik mengalihkan perhatiannya.

“Tapi, sepertinya ia mencarimu”

“Kemarin juga mereka mencariku”

Lee Jae Suk menggaruk kepalanya frustasi, “ Tapi sepertinya ia nenekmu, Hyo Rim-ssi.”

“Apa? Kenapa bukan bilang dari tadi?” Hyo Rim sontak melempar pita dan tubuhnya ke lantai, tak memedulikan bunyi berdebam atau kemungkinan kakinya yang terkilir Hyo Rim berlari menuju pintu.

“Hyo-ya, Hyo-ya!” Rintihan Nenek menggema begitu Hyo Rim membuka pintu masuk.

Nenek berdiri dengan seluruh tubuh bergetar di depan pintu terus meracaukan nama Hyo Rim. Perih tak terperi melihat kondisi Nenek, kemajuan memang Nenek dapat mengingat nama Hyo Rim dan mengetahui dimana cucunya biasa berada. Tapi siapapun yang melihat keadaan nenek sekarang tentu akan menangis. Rambut putih nenek acak-acakan, ditambah bekas air mata di sepanjang pipi tak dapat ditebak seburuk apa kejadian yang membuat Nenek shock seperti ini.

Hyo Rim segera membawa Nenek masuk dan mendudukan Nenek di sofa terdekat. Ia menarik mantel tebal entah milik siapa dari balik meja kasir dan menyelimutinya ke seluruh tubuh Nenek. Ketakutan Nenek menular dengan cepat pada Hyo Rim, membuatnya memerintah Sun Mi dan Jae Suk menyiapkan minuman hangat secara kasar. Berkali-kali Hyo Rim mencoba menghubungi Sa Eun dan Jung So, tapi ponsel keduanya sibuk. Cepat Hyo Rim mengirim pesan pada Sa Eun mengatakan Nenek ada bersamanya.

“Tenanglah, Nek.” Hyo Rim menggoyang pelan tubuh Nenek dalam pelukannya seperti seorang Ibu yang sedang meninabobokan anaknya.

“Hyo-ya, Hyo-ya”

“Iya Nek, ini aku”

“Hyo-ya, mereka pembunuh. Bayi itu menghilang, ia yang membunuh! Ayahmu pergi, ibumu pergi lalu bayi itu.” Racau Nenek.

Hyo Rim memejamkan mata menahan tangis. Terjadi sesuatu di rumah, Hyo Rim yakin karena Nenek kembali mengingat masa kelam kehidupan mereka.

“Semua sudah berlalu, semua sudah berlalu.” Rapal Hyo Rim seolah itu adalah mantra ampuh bagi keluarga mereka.

“Hyo-ya, Hyo-ya” Nenek menjawab mantra Hyo Rim dengan racauan yang baru berakhir satu jam kemudian dalam perjalanan pulang.

“Paman Han, pulanglah. Sepertinya aku akan lama, nanti aku bisa pulang naik bis.” Kata Hyo Rim sambil menutup pintu mobil dan membimbing Nenek masuk menyusuri jalan kecil menuju rumah masa kecilnya.

Sa Eun sudah berdiri menanti di ambang pintu, pesan yang dikirim Hyo Rim hanya Sa eun balas dengan kata ya. Singkat tapi membuat Hyo Rim menyadari ada masalah besar di rumah mereka, terlebih melihat jejak air mata di wajah Sa Eun.

“Apa yang terjadi?” Tanya Hyo Rim begitu Sa Eun mengambil alih Nenek.

“Tidak ada, kau pulanglah.”

“Ko~mo, aku masih anggota keluarga ini. Aku berhak untuk tahu.”

“Sudahlah, Hyo!”

Sa Eun segera berbalik dan menggiring Nenek masuk, tak menyadari Hyo Rim mengekorinya di belakang. Hyo Rim tak mau kalah, jika Sa Eun tak ingin memberitahunya maka tidak dengan Jung So. Tapi sayangnya Jung So tak Hyo Rim temukan di penjuru rumah. Hampir seluruh ruangan ia cari, kecuali kamar orang tuanya. Lebih dari sepuluh tahun Hyo Rim tak pernah memasuki ruangan itu, ia hanya takut kembali teringat kenangan tentang ayah dan ibu.

Tak ada perubahan sama sekali di kamar itu. Semuanya masih sama dari terakhir kali yang Hyo Rim ingat. Tempat tidur, lemari pakaian, meja kecil di samping tempat tidur bahkan cermin raksasa yang dipasang diagonal di dinding masih tetap seperti dulu, tak tersentuh oleh debu. Aroma lavender dari pengharum sprei juga masih kental tercium, Sa Eun masih mempertahankan ruangan ini seperti ketika Ibu masih ada. Berbeda dengan ruangan lain di rumah ini. Setiap musim berganti, Sa Eun mengubah dekorasi ruangan.

Suasana melankoli membuat Hyo Rim melupakan niat awalnya mencari Jung So dan memilih mengenang masa lalunya. Perlahan, Hyo Rim duduk di tepi tempat tidur dan memeluk bantal menghirup wangi lavender dalam-dalam. Sebuah figura kecil di atas meja menarik perhatian Hyo Rim. Foto mereka bertiga. Hyo Rim tak ingat kapan foto ini di ambil, mungkin ketika ia berusia dua atau tiga tahun. Ibu menggendong Hyo Rim sambil berdiri di depan SNU mendampingi ayah yang mengenakan setelan formal. Mungkin hari itu, hari kelulusan ayah. Entahlah, Hyo Rim tak begitu yakin.

Tiba-tiba saja ada rasa menyesal dalam diri Hyo Rim, selama ini dia tak begitu mengenal bagaimana orang tuanya. Bahkan foto-foto kebersamaan mereka mungkin tak akan mencukupi satu buah album kecil. Ayah dan Ibu pergi terlalu cepat bagi Hyo Rim. Tidak, yang benar adalah Hyo Rim tak pernah siap kehilangan orang tuanya. Tapi waktu tak pernah bisa diputar ulang, takdir tak dapat disangkal. Mereka tetap pergi, tak ada yang dapat merubah itu. Kini, yang dapat Hyo Rim lakukan hanyalah berusaha untuk tetap menyimpan kenangan tentang orang tuanya.

Hyo Rim meletakkan kembali figura ke tempatnya semula karena ia merasa tertarik pada laci-laci di bawah meja itu. Mungkin di dalam sana, tersimpan kenangan-kenangan lain tentang orang tuanya yang tak pernah Hyo Rim lihat. Laci pertama, Hyo Rim menemukan foto-foto remaja ayah dan ibu. Ah…ternyata mereka teman satu sekolah. Hyo Rim tersipu mengingat kisah mereka kini kurang lebih mirip. Lembar-lembar berikutnya menunjukkan kebersamaan ayah dan ibu selama di universitas. Melihat foto-foto ini membuat Hyo Rim membenarkan apa yang orang-orang bicarakan tentang kemiripannya dengan ayah. Hyo Rim memiliki mata dan hidung ayahnya, sementara rambut ikal dan lebat didapatkan Hyo Rim dari ibu.

Foto selanjutnya membuat Hyo Rim berkali-kali memeriksa penglihatannya. Ayah dan Ibu, memegang sebuah piagam penghargaan bersama Cho Seunghwan. Di belakang mereka di pasang spanduk dengan logo anak cabang Cho Corps terpampang jelas, Sky Ltd. Anak cabang yang akan segera ditutup. Jarang yang mengetahui Sky Ltd masih terhubung dengan Cho Corps, Hyo Rim sendiri mengetahuinya setelah tadi pagi tanpa sengaja membaca berkas yang Kyuhyun tinggalkan di meja makan.

Kembali pada foto di tangan Hyo Rim. Apa yang tertulis dalam piagam tak begitu jelas, tapi melihat ruangan tempat foto ini diambil bukanlah aula hotel atau ruangan besar tempat acara-acara akbar diadakan. Hanya sebuah ruang kantor sederhana dengan sebuah rak pajangan yang berisi trophy-trophy penghargaan. Ayah dan Ibu pernah bekerja di Cho Corps, Hyo Rim tak pernah mengetahuinya karena selama ini Sa Eun hanya mengatakan Ayah dan Ibu membangun klinik mereka sejak lulus sekolah yang lalu dilanjutkan oleh Jung So.

Hal ini semakin membuat Hyo Rim mencari tahu sejarah keluarganya. Serampangan Hyo Rim menarik laci dan membongkar isinya keluar. Potongan-potongan koran lama jatuh keluar dari sebuah map berisi berkas. Kasus Mercucry Jung? Kening Hyo Rim berkerut melihat judul berita dalam potongan koran. Selesai membaca satu berita Hyo Rim melahap potongan berita lainnya, melihat foto lokasi kematian ayah dan ibu. yang terpampang telak membuat matanya berkaca-kaca. Apalagi membaca apa yang diberitakan di sana. Membaca berita itu seolah mengulang kembali kejadian kelam belasan tahun lalu, membuat sesak dan hampa dalam waktu bersamaan itu kembali datang.

“Jangan bersaksi!”

“Menyingkirlah, atau kalian mati!”

“Polisi-polisi itu tak akan melindungi kalian!”

“Ini bukan arena bagi semut kecil!”

Suara-suara itu, teriakan dan pekikan itu tiba-tiba muncul. Seperti ada yang menyalakan lampu dalam kepalanya, Hyo Rim mengingat kembali bahwa suara-suara itu terjadi satu hari sebelum kematian orang tuanya. Hari itu, sepulang sekolah Hyo Rim seperti biasa mengunjungi ayah dan ibunya di klinik. Tapi Hyo Rim menemukan tiga mobil hitam mewah berjajar rapi di sepanjang jalan hingga depan klinik. Dua orang berjas hitam berjaga di pintu masuk. Hyo Rim kecil tak kehabisan akal, ia memutari gang kecil menuju pintu belakang klinik. Di dalam klinik, suasana lengang. Hyo Rim mengendap menuju ruang kerja ayah. Dari sanalah suara itu muncul. Hyo Rim berdiri mematung hingga seorang pria tambun dengan wajah menyeramkan keluar dari sana diikuti ayah dan ibu di belakangnya. Ibu segera meraih Hyo Rim ke dalam gendongannya dan menjauh dari orang-orang itu. Membawa Hyo Rim ke toko makanan kecil, membelikan Hyo Rim permen dan camilan yang selama ini menjadi pantangan bagi gigi Hyo Rim.

Hyo Rim membuka isi map dan melihat inilah yang membuat Nenek shock dan mencarinya.

“Hyo-ya, mereka pembunuh. Bayi itu menghilang, ia yang membunuh! Ayahmu pergi, ibumu pergi lalu bayi itu.”

Hyo Rim membaca cepat isi berkas, sepertinya data-data ini adalah hasil penyelidikan Jung So tentang kasus pencemaran nama baiknya dulu. Rasa tidak terima Jung So menggiring mereka pada fakta lain, fakta tentang kematian orang tuanya. Terang bagi Hyo Rim sekarang. Selama ini, Hyo Rim telah salah mengira tentang kematian ayah dan ibu. Bukan kesalahan teknis pada penghangat ruangan yang membuat ayah dan ibu meninggal. Hyo Rim bangkit dan menggenggam potongan koran erat-erat seakan takut mereka hilang.

Begitu membuka pintu ia mendapati Jung So telah berdiri di ambang pintu. Mata mereka bertemu, Jung So menyadari Hyo Rim telah mengetahui semua. Tanpa mengatakan apapun, Jung So menarik Hyo Rim ke dalam pelukannya.

“Samchon, kenapa-kenapa?”Isak Hyo Rim teredam tubuh Jung So.

OooO

Han Sae Jung tak meninggalkan tempatnya sedikitpun seperti yang Hyo Rim perintahkan. Begitu melihat keadaan Nenek Hyo Rim, Sae Jung dapat menebak apa yang terjadi. Akhirnya hari ini datang, sejak awal Sae Jung telah mengira hari ini akan datang, hari dimana semua kebenaran keluar dari persembunyiannya. Selama ini Sae Jung hanya diam dan menunggu, seperti yang kakaknya angkatnya katakan. Sae Jung mengetahui sejarah yang terjadi antara Keluarga Cho dan Keluarga Jung, tapi ia diam. Karena itulah perintah yang Han Yoo Jeong katakan sebelum meninggal. Diam dan menjaga Kyuhyun, meski itu artinya harus menyembunyikan identitas Sae Jung sebagai paman angkat di depan Kyuhyun.

Pintu pagar terbuka, dan Sae Jung keluar dari mobil lalu bergegas membuka pintu penumpang untuk Hyo Rim. Hyo Rim terlihat enggan melangkah jika bukan Sa Eun yang mendorong pelan punggungnya.

“Tenangkan dirimu, jangan mengambil keputusan saat marah.”Bisik Sa Eun setelah menutup pintu mobil.

Hyo Rim membuka jendela, ia menggeleng dan setetes air mata keluar membasahi wajahnya. “Aku tak akan mampu, ko-mo!” Ujar Hyo Rim dengan suara parau.

Sa Eun mencondongkan tubuhnya ke dalam mobil dan meraih kepala Hyo Rim untuk mengecupnya dalam, “Kau tak sendirian, kita akan melewati ini bersama. Jangan khawatir”

“Paman Han, hati-hatilah mengemudi.” Kata Sa Eun yang dijawab Sae Jun dengan bungkukan hormat.

Selama perjalanan, Hyo Rim berkali-kali menutul-nutulkan tisu menghapus air matanya yang terus mengalir. Beribu pertanyaan menghinggapi kepalanya membuat Hyo Rim merasa mual. Ayah mertuanya adalah penyebab kematian orang tua dan sepupu yang tak pernah Hyo Rim lihat. Keluarga suaminya adalah satu-satunya alasan kenapa hidup Hyo Rim selama ini menderita. Kini, beribu-ribu hari kemudian Hyo Rim menikmati hidup nyaman yang dulu merenggut keluarganya. Demi apapun, ia merasa muak pada dirinya sendiri dan suaminya. Mengingat betapa keras usaha Kyuhyun untuk menjauh membuat masuk akal bila Kyuhyun telah mengetahui semua ini.

Hyo Rim meringis pedih melihat pantulan bayangannya di jendela mobil. Bagaimana ini? Haruskah ia meninggalkan Kyuhyun setelah perjuangan mereka selama ini? Sungguh, Hyo Rim tak dapat berakting sebaik Kyuhyun dan menganggap tak pernah terjadi apa-apa di antara keluarga mereka. Hyo Rim tak mungkin dapat menyembunyikan kebenciannya di depan Kyuhyun, ia juga tak ingin menunjukkan dendamnya karena itu sama saja menyakiti Kyuhyun. Terus bersama dengan pria itu juga membuat Hyo Rim seperti tengah menari di atas kematian ayah dan ibu. Tetapi, sanggupkah meninggalkan Kyuhyun? Lima tahun terakhir telah banyak mengajari Hyo Rim.

Rasa mual dalam perutnya semakin menjadi, dan membuat kepalanya pening. Sepertinya ia akan muntah hanya karena terlalu banyak berpikir. Hyo Rim menepuk bahu Han Sae Jung meminta perhatian.

OooO

Hyo Rim meneguk air putih pelan-pelan membuat obat magg dalam mulutnya mengalir ke dalam perut. Sejak pagi hingga sore hari, hanya satu potong roti isi yang masuk ke dalam mulutnya. Selalu seperti ini, magg nya akan kambuh ketika ia terlalu banyak berpikir. Hyo Rim tanpa sadar membanting gelas di atas meja rias membuat isinya menciprat keluar membasahi barang-barang di sekitarnya. Tergesa Hyo Rim mengelap meja dan ketika itulah isi dalam tas plastic dari apotek berjatuhan. Obat magg, aspirin dan test pack.

Iya, Hyo Rim memang meminta Paman Han berhenti di apotek untuk membeli obat untuk lambungnya. Tapi begitu menghampiri meja kasir, benda ini seolah menari meminta perhatian Hyo Rim. Mengingatkan Hyo Rim tentang siklusnya yang terlambat dua pekan.

Dengan tangan bergetar, Hyo Rim memasuki kamar mandi dan menggunakan alat itu. Setelah menunggu sesuai petunjuk, Hyo Rim mengguncang-guncangkannya sambil berdoa semoga perkiraannya salah. Hasil itu kemudian terlihat. Kaki Hyo Rim melemas, perlahan ia menghubungi nomor yang tak pernah Hyo Rim kira akan ia hubungi dalam keadaan seperti ini.

“Lee Hyuk Jae-ssi, bisa aku datang ke tempatmu sekarang?”

TBC

Hayoo-hayoo siapakah unyuk disini? Ada yang bisa nebak? Hhi entah kenapa ya setelah liat MV Devil untuk kesekian kalinya tiba-tiba pengen nyelipin Eunhyuk. Heumheum, gimana ini feel nya kerasa ga? Aku begadang dua hari dua malem buat nyelesain part ini lho, semoga feel nya dapet ^^

Ditunggu RCL nya #bow

Filed under: Angst, Drama, family, Marriage Life, romance Tagged: cho kyuhyun, Choi Siwon, Kim Jong Woon

Show more