2015-11-12



Title: Love Me Like You Do #2 First Sight

Author: Applyo (@doublekimJ06)

Cast:

Kim Jongin

Park Jiyoo

Other Cast:

Oh Sehun

Byun Baekhyun

Jung Krystal

Leight: Chapter

Genre: Drama, Romance, Pscyo

Rate: PG-17!! [Warning]

Inspriration by Ellie Goulding –  Love Me Like You Do (OST Fifty Shades of Grey)

Prev : Prolog – Chapter #1

.

.

.

.

.

.

Bukannya menjawab pertanyaan Jiyoo, Jongin malah melepaskan kemeja putihnya lalu melempar kemeja itu asal, setelahnya ia melepas ikat pinggang hitam di celana nya dan kembali melempar benda itu dengan asal. “Kau akan terbiasa melihat tubuhku seperti ini” ujarnya pelan lalu mulai berjalan menghampiri bath up dan mulai memasukan tubuhnya kedalam bath up yang sudah terisi air.

Jiyoo masih tak mengerti apa yang Jongin maksud, pikirannya seolah berkecamuk antara mengagumi tubuh Jongin atau memilih pergi dari tempat itu saat ini juga. Tapi Jongin seolah bisa membaca pikirannya begitu saja, dengan tubuhnya yang sudah basah kuyup Jongin menarik diri dari dalam bath up lalu menghampiri Jiyoo dan memeluk tubuh hangat Jiyoo.

“Biasakan dirimu melihatku seperti ini, sweetheart. Tak lama lagi kita akan menikah. Dan kau akan terbiasa” Jongin memiringkan kepalanya, menatap Jiyoo lebih lekat. Mereka saling beradu pandang, tanpa berbicara apapun.

“Tapi aku tak bisa, sekarang kau masih begitu asing bagiku” Jiyoo berkata gugup, ia tak pernah terbiasa melihat dada Jongin yang begitu kekar dan bidang menyentuh dadanya. Membuat sesuatu di dalam tubuhnya tiba-tiba bergejolak aneh dan tak menentu.

Jongin tersenyum menyeringai lalu memegang resleting belakang dress Jiyoo, menariknya sedikit hingga punggung drees itu terbuka dan menampakan punggung halus Jiyoo dibaliknya. Ia menyentuhnya, mengelus punggung hangat itu dengan tangannya yang dingin. “Aku benci kau membantahku.” Bisiknya halus.

.

.

.

Seoul, South Korea.

Baekhyun berjalan mundar mandir di depan meja kerjanya. Ke kanan lalu ke kiri, berulang kali layaknya sebuah setrika panas yang tengah di pakai. Pemuda itu nampak gelisah tentang sesuatu. Kedua tangannya pun ikut andil dalam berperan, Tangan kanan nya terus menerus memijat pelipisnya dan satunya lagi ia gunakan untuk menompang handphonenya yang kini tengah ia gunakan untuk menelpon.

Pemuda itu nampak resah, sesekali meringis karena tak mendapat respon apapun dari telponnya, hanya sebuah nada operator yang benar-benar menyebalkan. Ini hampir tengah malam dan Baekhyun masih sibuk dengan pekerjaannya, namun sayang pikirannya begitu kacau hingga pekerjaannya menjadi berantakan hanya karena sebuah email masuk dari asistennya di London, dan mau tak mau membuat Baekhyun menjadi kacau seperti ini.

Masalahnya bukan pada email itu atau si pengirim email, tapi pada isi email itu yang menyatakan bahwa calon istri dari pemilik B’Magazine itu sudah 2 hari menghilang di kota London. Dan itu jelaslah Jiyoo.

Sialnya Baekhyun baru membaca email itu malam ini. Calon istrinya menghilang di kota London, bagaimana mungkin ia hanya diam saja..

Karena kesal telponnya tak kunjung tersambung akhirnya Baekhyun memutuskan untuk mengakhiri pekerjaan kantornya dan bergegas pulang, ia tak mungkin hanya mengadalkan koneksi telponnya dalam keadaan darurat seperti ini. Ia harus mencari calon istrinya dengan tangannya sendiri.

“Aku harus pergi menyusulnya.”

Malam itu juga Baekhyun terbang menuju London menggunakan pesawat malam, ia tak peduli betapa lelah tubuhnya setelah ia bekerja dan sekarang ia harus melakukan perjalanan yang menempuh waktu hampir seharian.

Dalam posisi duduk di dalam pesawat, Baekhyun terdiam, dan kembali merenungi insiden dua hari yang lalu saat calon istrinya itu marah, menelponnya dan berkata untuk membatalkan pernikahannya. Sungguh tindakan kekananakan yang tak bisa Baekhyun tolelir dari calon istrinya itu, Park Jiyoo.

Baekhyun ingat betul percakapan terakhirnya bersama Jiyoo malam itu, saat Jiyoo menelponnya lebih dulu dan mendecak marah karena Baekhyun tak kunjung menyusulnya ke London.

“Baekhyun, bagaimana kabarmu di Seoul? Kira-kira kapan kau akan datang kesini? Aku mulai bosan hidup sendirian disini dan kau disana hanya sibuk dengan catatan-catatan sialanmu itu hoh? Apa kau lebih menyukai pekerjaanmu di banding aku?” ujar Jiyoo dengan rengekan nya yang terdengar lebih jelas dibanding suaranya.

“Hari ini aku masih sibuk mengurus pekerjaanku di Seoul, Byun Jiyoo. Berapa kali harus kukatakan agar kau mengerti. Aku sibuk dan aku tetap berusaha agar akhir pekan ini menyusulmu ke London. Bersabarlah..” jelas Baekhyun melalui sambungan telpon internasionalnya.

“BullShit! Byun Baekhyun aku benar-benar bosan disini. Tanpa aktivitas apapun hanya menunggumu. Itu menyebalkan Baekhyun! Dan kau pikir pernikahan kita masih lama? Come on Mr. Byun! Pernikahan kita tinggal dua minggu lagi dan kau sama sekali tak peduli dan hanya menyuruh asisten menyebalkanmu itu untuk menemaniku disini? Apa kau benar-benar serius ingin menikah denganku? Jika tidak sebaiknya kita batalkan malam ini juga dan aku akan kembali ke Seoul besok malam—” Jiyoo berbicara dengan amarah yang kini terkumpul seutuhnya.

Sementara Baekhyun hanya mendecak frustasi dengan sifat kekanak-kanakan Jiyoo yang terkadang menyebalkan untuk di mengerti. “Jiyoo, tentu aku serius. Aku mencintaimu dan aku berjanji ini yang terakhir. Aku benar-benar akan datang akhir pekan ini. Kau harus mengerti ya.. pekerjaanku tentu penting tapi kau jelas lebih penting. Kau mengerti bukan?”

“Aku mengerti. Tapi sayangnya aku akan kembali ke Seoul besok malam. Semuanya sudah terlambat dan katakan pada keluargaku untuk membatalkan pernikahaan ini. Sampai bertemu di Seoul Mr. Byun- tuttttttttttttttttttttt”

Setelah pertengkarannya di telpon, sejak saat itu Baekhyun mulai kesulitan menelpon Jiyoo di keesokan harinya. Gadis itu terus menerus mengabaikan telpon dari Baekhyun, ia mengacuhkannya dan membuat Baekhyun kesal. Hingga akhirnya asisten Baekhyun di London memberinya sebuah email dan isi email itu berkata kalau Jiyoo sudah memesan sebuah tiket pesawat ke Seoul tapi nampaknya Jiyoo tak melakukan penerbangan malam itu, dia meninggalkan semua barang-barangnya di hotel, termasuk tiket pesawat dan paspornya. gadis itu menghilang dari hotel sejak pagi dan tak kembali sampai dua hari berikutnya. Penyesalan Baekhyun semakin menjadi-jadi karena pertengkaran itu, harusnya ia mengalah pada Jiyoo dan segera pergi ke London. Sungguh ia menyesal karena keegoisannya dalam bekerja.



City of London, London Inggris.

3 Minggu kemudian.

Baekhyun menatap lirih sebuah cincin dan buket bunga mawar putih yang ia pegang, lalu memandang hamparan sungai themes di hadapannya. Rasanya baru kemarin ia bertemu dengan Jiyoo dan sekarang sosok Jiyoo menghilang tanpa jejak sedikitpun, gadis itu seakan di telat bulat-bulat oleh bumi tanpa satupun jejak.

Hampir 3 minggu Baekhyun menginjakan kakinya di kota London untuk mencari calon istrinya itu. tapi tak ada jejak atau petunjuk apapun yang menyatakan keberadaan Jiyoo, bahkan Baekhyun membela-belakan untuk memeriksa semua penerbangan hanya untuk mencari Jiyoo, siapa tahu gadis itu sudah kembali ke Seoul hari itu atau hari berikutnya. Tapi hasilnya tetap sama. Sia-sia tanpa sebuah petunjuk.

Dan hari ini, harusnya adalah hari terbahagia dalam hidup Baekhyun dan Jiyoo. Mungkin lebih tepatnya hidup Baekhyun karena pemuda itu begitu mencintai Jiyoo melebihi cinta Jiyoo sendiri. Harusnya mereka menikah hari ini. Harusnya mereka bertukar cincin dan mengucapkan janji suci sehidup semati selamanya. Dan kata seharusnya itu menjadi kata penyesalan yang hingga detik ini belum bisa Baekhyun tolelir.

Pernikahannya hancur hanya karena pertengaran konyol itu, hatinya sakit saat tahu Jiyoo tak ada lagi disisinya. Dan yang lebih buruknya lagi Baekhyun tak tahu apa yang harus ia ceritakan pada semua orang yang mengenal Jiyoo.

“Jiyoo pasti berada di tempat yang aman sekarang, aku sudah melaporkan hal ini pada polisi. Kau hanya perlu bersabar.”

Baekhyun menganguk lalu tersenyum pada seorang pemuda yang kini ikut duduk di sampingnya, menikmati hamparan sungai themes di kota London. “Hyung, aku minta maap membuat Jiyoo menghilang seperti ini. Aku bodoh.”

Pemuda yang Baekhyun panggil ‘Hyung’ itu jelas-jelas lebih tua dari Baekhyun, dia Park Chanyeol, satu-satunya kakak laki-laki dari Park Jiyoo dan hampir menjadi kakak ipar Baekhyun jika pernikahan itu benar-benar terjadi hari ini.

“Aku paham, ini semua adalah sebuah kecelakaan dan kau tak perlu menyalahkan dirimu sendiri, Jiyoo adalah wanita yang kuat dan keras kepala, dia pasti bisa menjaga dirinya sendiri dimanapun dia berada, aku yakin tak lama lagi kita pasti akan menemukan Jiyoo. Sebaiknya kau jaga dirimu baik-baik dan segeralah kembali ke Seoul.”

“Tapi Hyung-“

“Pekerjaanmu di Seoul pasti menumpuk, aku tak mau jika B’Magazine akan hancur jika kau terus seperti ini”

Baekhyun terkesiap. “Hyung, lalu-“

“Jiyoo. Biar aku yang mencarinya, lagi pula tempat kuliahku tak jauh dari London. Polisi pasti akan mengabariku jika ada kabar tentang Jiyoo” Ujar Chanyeol menguatkan.

Baekhyun merasa sedih dan tak berdaya, disaat dialah yang seharusnya mencari Jiyoo dia malah sibuk dengan pekerjaannya. “Hyung. Terimakasih.” Ujar Baekhyun lirih lalu memeluk calon kakak iparnya itu sebagai bentuk rasa terimakasihnya. “Aku akan kembali ke Seoul besok.”

**

Jiyoo tengah memandang gedung The Shard dibalik kaca kamarnya, gedung pencakar langit itu begitu tinggi dan besar hingga jarak sejauh apapun gedung itu masih bisa terlihat jelas, termasuk dari mansion Jongin sekalipun.

Mansion yang Jongin sebut Labourdius’Kai ‘Mansions itu terdiri dari lima lantai lengkap dengan panel marmer, ruang bawah tanah, kolam renang, sauna, gym, bioskop, lapang golf, ruang berita dan hamparan pemandangan sungai themes lengkap dengan gedung The Shard. Mansion seharga $ 161.000.000 itu adalah satu perdelapan dari kekayaan Jongin yang Jiyoo ketahui. Beberapa hari yang lalu Jiyoo tak sengaja mendengar percakapan Jongin dan Sehun di depan pintu kamarnya, Kedua pemuda itu bercakap-cakap tentang harta kekayaan Jongin di seluruh dunia dan salah satunya adalah mansion yang kini Jiyoo pijaki.

Ini sudah hari kesepuluhnya Jiyoo tinggal di mansion Jongin, tapi sampai detik ini ingatannya belum juga pulih sedikitpun, bahkan tak ada tanda-tanda yang menyatakan bahwa ingatannya akan kembali seperti semula, termasuk dokter Oh sekalipun berkata bahwa akan sulit untuk menyembuhkannya. Jiyoo merasa bosan dan muak setiaphari berdiam di kamarnya, mengurung diri dan terus melamun seperti ini, ia bosan dan jengah dengan rutinatas hariannya yang tak pernah berubah. Apalagi para pelayan di mansion itu selalu berbicara dalam bahasa yang tak penah Jiyoo mengerti, membuatnya seakan-akan terkurung disana tanpa seorangpun yang mampu ia ajak bicara. Pelayan-pelayan itu berbicara dalam logat inggris yang kental dan hanya Jongin dan Sehun yang mengerti apa yang mereka katakan.

Jiyoo menghela napasnya berulang kali, mendengus, juga berdecak kesal. Ia bosan dan jenuh terus menerus diam seperti ini, ia butuh ingatannya kembali, ia ingin aktivitas nya yang dulu kembali, ia ingin tahu apa yang sering ia lakukan dulu, semuanya terasa asing dalam benaknya dan ia butuh penjelasan untuk semua pikirannya itu. Di dorong oleh rasa penasaran yang luar biasa, akhirnya Jiyoo membuka pintu kamarnya lalu berjalan menelusuri sebuah tangga memutar di mansion itu, ia berjalan tak tentu arah dan ia tak tahu kemana tujuannya.

“Hello, Are you okay?”

Seorang maid berjalan menghampiri Jiyoo sambil berbicara dan maid itu tersenyum sangat ramah, logat inggris nya benar-benar kental dan wajahnya nampak terlihat bak artis hollywood. Dengan tubuh tinggi dan wajah seputih porselen.

“A-apa? Ak-aku tak mengerti apa yang kau katakan” Jiyoo mengkerutkan keningnya dan memilih menunduk. Merasa terintimidasi dengan ucapan maid itu yang tidak ia ketahui sama sekali.

“I’m so sorry, i’m can’t speak korean language in here.” Maid itu ikut menunduk, merasa kecewa pada dirinya sendiri yang tak bisa mengerti apa yang majikannya itu katakan.

Ya, sejak Jongin memutuskan untuk membawa Jiyoo ke mansionnya semua pelayan di mansion itu menjadi takut dan segan pada Jiyoo, semua pelayan disana menghormati Jiyoo sama seperti menghormati Jongin sang tuan rumah, mereka melayani Jiyoo siang dan malam walau terkadang mereka merasa prihatin setelah mendengar bahwa Jiyoo tengah mengalami amnesia. Dan buruknya lagi Jiyoo tidak dapat menggunakan bahasa inggris yang baik untuk berkomunikasi dengan para penghuni mansion, itu semua membuat para pelayan menjadi semakin iba karena tak dapat mengetahui apa yang majikan barunya itu butuhkan.

“Ini semua membuatku merasa bingung” Jiyoo memutuskan untuk kembali ke kamarnya, kembali menaiki tangga memutar di mansion itu. Ia butuh seseorang untuk menjelaskan semua yang terjadi dan orang itu adalah Kim Jongin.



“Ku dengar kau mencoba berjalan keluar dari kamar ini?”

Sehun tiba-tiba muncul dari balik pintu kamar Jiyoo tepat setelah Jiyoo masuk ke kamarnya beberapa saat yang lalu, pemuda dengan setelan kemeja abu dan sebelah tangan yang di masukan ke dalam saku celana putih itu berjalan dengan santai. Nampak menawan dengan rambut hitamnya yang disisir tengah. Terasa dewasa dan maskulin.

“Dokter Oh.” Jiyoo mengabaikan sapaan Sehun dan memilih mengkerutkan keningnya melihat dokter muda itu datang di waktu yang tidak tepat.

“Aku menggangumu?” Sehun menyandarkan punggungnya di tembok lalu mulai mengeluarkan ponselnya dari dalam saku. “Ku pikir kau butuh jalan-jalan hari ini” ujarnya santai sambil terus menatap layar handphonenya, nampak memastikan sesuatu.

“Tapi aku sedang tidak ingin jalan-jalan” Jiyoo menjawab ketus, lalu mendudukan dirinya di tepi ranjang dan menatap Sehun dengan wajah datarnya.

“Emm.. ada sesuatu yang kau ingin tanyakan padaku?” ujar Sehun kembali membuka suara dan senyum mengembang dari wajahnya. “Jika iya, kita bisa mengobrol sambil makan siang”

.

Jiyoo mendudukkan dirinya tepat setelah seorang maid menarik kursi yang akan ia duduki, rasanya terlalu aneh melakukan makan siang di dalam mansion Jongin tapi dengan nuasa yang terasa seperti sebuah restaurant bintang lima.

Lagi-lagi mansion Jongin membuat Jiyoo kagum dengan kemewahan dan fasilitas yang di hasilkan, serta para pelayan yang bekerja dengan ramah dan sopan. Ia tak pernah mengerti kenapa mansion itu begitu luas pedahal setahu Jiyoo hanya Jongin saja yang tinggal disana.

“Kau mau makan sekarang?” Sehun kembali membuka mulutya, merasa canggung melihat Jiyoo yang selalu terdiam setiap saat dan dimanapun.

Jiyoo menganguk lalu menatap Sehun dengan wajah datarnya “Ya, terserah padamu dokter Oh-“

“Call me, Sehun!”

“Apa?”

“Panggil aku Sehun. Park Jiyoo” jelas Sehun pengertian dan membuat Jiyoo hanya menganguk patuh dan kembali terdiam dalam dunianya.

Merasa jengah melihat Jiyoo selalu terdiam akhirnya Sehun memutuskan untuk membuka sebuah botol red wine Cabernet Sauvignon dan menuangkan sedikit isinya ke dalam gelas Jiyoo dengan gayanya yang khas. “By the way.. apa yang ingin kau tanyakan padaku” ujarnya halus lalu mengangkat gelasnya dan meminum red wine itu dengan gaya tubuh yang menggiurkan.

Jiyoo hanya mengukir senyum pasi nya, melihat Sehun yang begitu lihai mengolah wine kedalam gelas lalu meminumnya. “Apa kehidupanku seperti ini?”

Pertanyaan Jiyoo membuat Sehun terperanjat kaget dan hampir saja kembali memuntahkan minumannya kehadapan wajah Jiyoo sakit terkejutnya tapi buru-buru pemuda itu mengubah ekspresi wajahnya seperti semula, rasanya terlalu memalukan jika ia harus menyembur wajah Jiyoo hanya karena ia terkejut.

“Aku tak tahu bagaimana kehidupanmu di masalalu karena Jongin tak pernah menjelaskan apapun yang kau lakukan dulu. Tapi yang jelas kau sangat pandai dalam melukis.” Ujar Sehun berbohong. Jelas sekali kalau Sehun tak pernah tahu apa yang Jiyoo lakukan dimasalalu karena ia memang tak mengenalnya. lalu melukis, itu adalah hobi dari mendiang Hyunjo. mungkin setidaknya Jiyoo harus belajar melukis seperti Hyunjo. dan tak lama lagi, Jongin pasti memaksa Jiyoo untuk belajar melukis seperti Hyunjo. Jongin memang begitu terobsesi pada Hyunjo.

“Melukis? Sejak kapan aku suka melukis?”

“Sejak kecil kau pandai melukis Jiyoo. Bahkan aku dan Jongin selalu mengagumi semua lukisan yang kau hasilkan. Kau sangat pandai dalam melukis” Lagi-lagi Sehun berbohong pada gadis polos itu, sungguh ia merasa menyesal pada Jiyoo karena membohongi gadis itu dengan bertubi-tubi. Tapi apa daya, ini semua demi temannya. Jongin.

Jiyoo semakin tak mengerti dengan dirinya sendiri, “Tapi kenapa aku merasa tak memiliki jiwa dalam bidang itu?”

Hampir saja Sehun kembali tersedak oleh minumannya sendiri tapi untung saja ia bisa mengontrol dirinya. “Kau tengah mengalami lupa ingatan, jadi wajar saja jika kau merasa asing untuk itu.” Sehun berujar dengan tawa hambarnya dan di tanggapi Jiyoo dengan wajah kebingungan.

“Lalu kenapa aku tinggal disini dan bukannya di korea, dan kenapa aku tinggal dengan Jongin disini? Memangnya dimana rumahku dan mana keluargaku?” Jiyoo berbicara dalam satu kali rentetan.

Sehun hanya mengulas senyum pasi nya lalu kembali menuangkan anggur itu kedalam gelasnya, mengoyang-goyangkan gelasnya dengan gayanya sebelum berakhir kedalam tenggorokan. “Kupikir kau harus bertanya pada orangnya secara langsung” Ujar Sehun dengan tatapan yang tertuju pada seseorang di balik punggung Jiyoo.

“Maksudmu?”

“Kau bisa tanyakan pada Jongin saat ini juga”

Dan saat itu juga Jiyoo membalikan punggungnya lalu mendapati Jongin sudah berdiri di belakangnya. Berdiri angkuh dengan sebelah tangan yang dimasukan ke dalam saku celana dan tangan kirinya memegang sebuket bunga Lily segar.

**

You’re the fear, I don’t care
‘Cause I’ve never been so high
Follow me through the dark
Let me take you pass outside the lights
Even see the world you brought to life
To life

**

“Bagaimana kabarmu?”

Jongin membuka percakapan lalu mulai memindahkan bunga Lily yang ia pegang kedalam pot yang memang sudah tersedia dikamar Jiyoo. Pemuda itu nampak piawan menyusun satu persatu tangkai bunga Lily kedalam pot, dan ia seakan terbiasa membelikan bunga Lily khusus untuk Jiyoo. Ia suka bunga Lily dan Hyunjo juga suka bunga Lily. Alasan utama kenapa Jongin selalu membelikan Jiyoo bunga Lily.

“Aku baik-baik saja” balas Jiyoo singkat dan lebih memilih menatap kearah jendela, mengabaikan Jongin disisinya. Ia selalu seperti ini, merasa asing pada diri Jongin. Dan tak pernah terbiasa dengan kehadiran Jongin disisinya, walau belakangan ini ia sedikit jarang bertemu dengan Jongin.

Tapi tiba-tiba Jongin menghentikan aktivitasnya lalu berbalik menatap Jiyoo dan menarik kasar tangan Jiyoo untuk berbalik. “Jangan mengabaikanku! Kim Jiyoo!” ujar Jongin berubah menjadi dingin dan ada kilatan marah dari sudut matanya.

“Aku masih belum terbiasa melihatmu dan—”

“Kau akan belajar terbiasa mulai saat ini!” ujar Jongin dingin lalu menarik tangan Jiyoo kasar dan membawa gadis itu keluar dari kamarnya dan masuk kedalam kamar mandi mewah di dalam kamar Jongin.

Jiyoo mengkerutkan keningnya heran, tak mengerti kenapa Jongin mengajaknya kedalam kamar mandi, memangnya apa yang akan mereka lakukan disini. Walau kenyataanya luas kamar mandi itu melebihi luas kamar mandi umumnya, dan setiap sudut isi kamar mandi itu seolah mencerminkan setiap sifat dari sang pemilik. Dingin tetapi elegan.

“Untuk apa kita kesini?”

Bukannya menjawab pertanyaan Jiyoo, Jongin malah melepaskan kemeja putihnya lalu melempar kemeja itu asal, setelahnya ia melepas ikat pinggang hitam di celana nya dan kembali melempar benda itu dengan asal. “Kau akan terbiasa melihat tubuhku seperti ini” ujarnya pelan lalu mulai berjalan menghampiri bath up dan mulai memasukan tubuhnya kedalam bath up yang sudah terisi air.

Jiyoo masih tak mengerti apa yang Jongin maksud, pikirannya seolah berkecamuk antara mengagumi tubuh Jongin atau memilih pergi dari tempat itu saat ini juga. Tapi Jongin seolah bisa membaca pikirannya begitu saja, dengan tubuhnya yang sudah basah kuyup Jongin menarik diri dari dalam bath up lalu menghampiri Jiyoo dan memeluk tubuh hangat Jiyoo.

“Biasakan dirimu melihatku seperti ini, sweetheart. Tak lama lagi kita akan menikah. Dan kau akan terbiasa” Jongin memiringkan kepalanya, menatap Jiyoo lebih lekat. Mereka saling beradu pandang, tanpa berbicara apapun.

“Tapi aku tak bisa, sekarang kau masih begitu asing bagiku” Jiyoo berkata gugup, ia tak pernah terbiasa melihat dada Jongin yang begitu kekar dan bidang menyentuh dadanya. Membuat sesuatu di dalam tubuhnya tiba-tiba bergejolak aneh dan tak menentu.

Jongin tersenyum menyeringai lalu memegang resleting belakang dress Jiyoo, menariknya sedikit hingga punggung drees itu terbuka dan menampakan punggung halus Jiyoo dibaliknya. Ia menyentuhnya, mengelus punggung hangat itu dengan tangannya yang dingin. “Aku benci kau membantahku.” Bisiknya halus.

Jiyoo memejamkan matanya, merasakan sengatan tangan dingin Jongin di punggungnya, ia terbuai akan sentuhan lembut Jongin.

“Jongin..”

“Emm” Jongin bergumam kecil lalu memandang wajah hangat Jiyoo semakin dekat. “Ada apa?”

“Apa yang kau lakukan”

“Menyentuhmu” bisik Jongin di depan bibir Jiyoo, lalu persekian detik lainnya Jongin meraup bibir gadis itu, lembut dan dingin. ia mencium bibir Jiyoo di bawah air shower yang sengaja ia nyalakan.

Ciuman itu tiba-tiba berubah menjadi sedikit kasar, dan yang jelas hanya Jongin yang bermain dengan imajinasinya sekarang. Pemuda itu seakan menjadi sosok lain dalam ciumannya kali ini. Ia mendorong pelan tubuh Jiyoo hingga membentur dinding kamar mandi. Dan Jiyoo sedikit meringis karena punggungnya membentur kran shower, tapi Jongin seakan tak peduli, ia terus mencium bibir Jiyoo dengan rakusnya, mencium bibir itu seakan tak ada hari esok untuknya.

“Jong—eumppphh-in”

“Ak-euuhh-u-lepaskan—“

Jiyoo berujar kecil di sela-sela ciumannya, ia merasa sesak tapi Jongin tak kunjung melepaskan ciuman itu, ia malah mencium bibir Jiyoo lebih dalam lagi, terus menerus bahkan hingga beberapa detik kemudian tubuh Jiyoo jatuh dalam pelukan pemuda itu, dan barulah Jongin sadar bahwa Jiyoo sudah kehabisan napas.

Bukannya cemas, Jongin malah tersenyum konyol melihat Jiyoo pingsan dalam pelukannya. Begitu mudah membuat Jiyoo pingsan dengan caranya.

**

Jiyoo mengerjapkan matanya beberapa kali. Dan yang pertama kali mampir di matanya adalah wajah seorang pemuda dengan tuxedo hitam dan kaca mata bak kingsman, ia tak asing dengan wajah itu, dan lambat laut wajah itu semakin mendekat membuat Jiyoo akhirnya terbangun seutuhnya dan mulai terduduk di ranjangnya.

Jiyoo menatap tajam pemuda itu, dia Dokter Oh yang kini tengah mengamati wajahnya amat dekat dan entah apa yang ia lakukan dengan hal itu. Ia hanya mengamati wajah Jiyoo, lalu menuliskan sesuatu di ponselnya. Entah apa yang dokter muda itu lakukan di pagi hari seperti ini.

Dan well, Jiyoo merasa risih karena dokter itu terus menatapnya dari jarak yang terlalu dekat.

“Good Morning” sapa Sehun pada akhirnya. “bagaimana pernapasanmu? Apa masih terasa sakit?” lanjutnya lalu tersenyum dan kembali menatap Jiyoo dari jarak yang sedikit lebih jauh dari sebelumnya.

“Cukup baik, kurasa”

“Ah, syukurlah. Kau pingsan kemarin siang dan baru sadar pagi ini” Sehun berujar santai lalu memasukan sebelah tangannya pada saku celana. Dokter muda itu terlihat maskulin dan tampan jika seperti itu.

“Aku?”

Sehun menganguk. “Kau lupa kejadian kemarin..saat..kau..berciuman..kau—”

“Ah—Cukup. Aku mengingatnya” potong Jiyoo malas, dan seketika ingatannya kembali berputar tentang kejadian memalukan itu, saat dirinya tiba-tiba pingsan di tengah ciuman itu. Cih, benar-benar memalukan. Lalu dimana Jongin sekarang? Kenapa Sehun yang berada disini dan bukannya Jongin? Lalu kenapa Sehun tahu insiden itu? Apa Jongin menceritakannya?.. oh shit!

“Jongin pergi ke Belanda tadi malam, ia harus mengikuti meeting pentingnya pagi ini.” Sehun berkata santai dan tahu betul kemana jalan pikiran Jiyoo saat ini. Ia tahu karena ia seorang dokter sekaligus psikolog yang mampu membaca pikiran seseorang melalui raut wajah.

Jiyoo terkesiap lalu memandang Sehun keheranan, “Aku seorang dokter.” Lagi, Sehun menjawab keheranan Jiyoo bahkan sebelum Jiyoo benar-benar mengungkapkan apa yang ia pikirkan.

“Sekarang, cepatlah mandi dan dandan yang cantik karena aku benci menunggu seorang gadis jika ia lamban” Sehun tersenyum jahil lalu berjalan keluar dari kamar Jiyoo dengan seribu pertanyaan di rauh wajah Jiyoo.



Amsterdam, Belanda.

Jongin menyelsaikan rapatnya pagi ini dengan kemenangan telak. Ia tak pernah sesemangat ini ketika memperebutkan sebuah proyek. Biasanya ia akan membiarkan proyek itu pergi tanpa perlu ia rebutkan seperti ini. Tapi kali ini, rasanya Jongin ingin mendebat lawan usahanya itu dan memperebutkan sebuah proyek dengan tangannya sendiri.

Yah, sejak Jiyoo tinggal di mansion nya, sedikit banyak membuat Jongin berubah, contoh kecilnya seperti sekarang. Jongin jauh-jauh merelakan dirinya sendiri pergi ke Belanda hanya untuk meeting sebuah proyek. Biasanya ia akan membiarkan seorang pegawainya untuk melakukan itu, tapi kali ini Jongin sendiri ingin turun tangan, dengan alasan ia butuh berjauhan dengan Jiyoo agar ia merasa semakin rindu pada gadis itu.

Konyol. terkadang Jongin seperti ini. Disaat pasangan lain ingin selalu berdekatan dengan kekasihnya, tapi Jongin malah melakukan sebaliknya. Sebenarnya ada alasan yang lebih kuat kenapa Jongin seperti ini, alasannya adalah karena saat ia melihat Jiyoo, ia tak bisa mengontrol dirinya sendiri, ia selalu melakukan hal lain di luar nalarnya yang selalu ia sesali sesudahnya. Seperti ia ingin terus menerus mencium Jiyoo bahkan hingga membuat Jiyoo pingsan seperti kemarin. Ia tak bisa mengontrol emosinya sendiri, apalagi jika itu urusannya dengan Jiyoo. Gadis itu punya pesona lain yang bahkan tidak gadis manapun miliki kecuali mendiang Hyunjo.

Disaat itulah Jongin merasa takut, takut dirinya sendiri akan menyakiti Jiyoo seperti ia menyakiti Hyunjo dulu. Ia merasa takut pada hal itu. Trauma masalalu itu selalu membayanginya bahkan setelah tuhan mengirimkan sosok lain untuk Jongin.

“Presdir, are you okay?”

Jongin tersentak dari lamunannya, lalu memandang seseorang yang bertanya padanya dengan pandangan sinis. “Aku baik-baik saja.” Ujarnya pelan lalu kembali melangkahkan kakinya berjalan menuju mobil.

Dan seseorang yang bertanya itu adalah Kyungsoo. Sekertaris pribadi dari Kim Jongin. Ia selalu tahu saat dimana Jongin melamun seperti barusan. Pasti banyak hal yang Jongin selalu pikirkan.

Tapi tiba-tiba langkah Jongin dan rombongan terhenti begitu saja, karena kedatangan seorang gadis yang muncul begitu saja dari balik pintu lift dan langsung berlari memeluk presdir mereka, Kim Jongin— di depan umum, di depan para dewan direksi dan manajer.

“Jongin, kenapa kau tak bilang datang kesini?” gadis itu bertanya sumringah dan memeluk leher Jongin amat erat hingga membuat Jongin kesulitan bernapas.

“Krystal, ini tempat umum. Tolong hargai aku!” bisik Jongin tajam.

Buru-buru gadis bernama Krystal itu melepaskan pelukannya dan tersenyum menyeringai sebagai permohonan maap. Dia kelewat bahagia kembali bertemu Jongin di amsterdam.

.

“Aku akan segera menikah, secepatnya kau akan ku beri kabar.”

Jongin tersenyum dingin, lalu menyesap sebuah coffee late yang tersaji di meja. Pemuda itu duduk bersilang kaki, amat angkuh dan arogan. Sedangkan gadis bernama Krystal itu yang kini duduk dihadapannya mendadak diam setelah mendengar vonis mematikan dari pemuda itu. Vonis yang akan membuatnya tidak nyenyak tidur siang dan malam.

“Siapa wanita itu?”

“Dia Jiyoo!”

“Oh, tapi bukankah kau bilang tidak akan menikah dengan siapapun kecuali Hyunjo? apa kau mulai melanggar janjimu?” Krystal kembali membuka suaranya, terdengar sedikit bergetar tapi tetap jelas untuk di dengar oleh Jongin.

“Dia Hyunjo-ku. Kau pasti akan terkejut melihatnya” Jongin sedikit menyungggikan senyumnya lalu menyesap coffee late nya penuh percaya diri. Ia tahu bahwa ia melanggar janjinya sendiri, tapi Jiyoo adalah sebuah pengecualian karena dia adalah Hyunjo ke-dua bagi Jongin.

“Kim Jongin! Kau pasti salah! Hyunjo sudah mati dan harusnya kau sadar!!!” Krystal sedikit berteriak, membuat beberapa pengunjung cafe itu menatapnya dengan bertanya-tanya.

“I know, but you must see”

“I do not want , you must lie”

“Terserah. Tapi siang ini aku akan kembali ke London, jika kau mau kau bisa ikut denganku.” Jongin menghakhiri percakapannya dengan Krystal lalu bergegas pergi dari cafe itu.



“Kau membuang waktuku selama 15 menit.” Desis Sehun kesal sembari menyodorkan sebuah helm berwarna putih ke arah Jiyoo.

Dan Jiyoo yang mendengar hanya tersenyum malu karena ia menghabiskan waktu terlalu lama untuk mandi dan berganti pakaian, ia tidak tahu jika Sehun benar-benar menunggunya selama itu. “Maap membuatmu menunggu” Jiyoo menggaruk tengkuknya kikuk.

“Well it does not matter” Sehun memutar bola matanya malas, lalu mulai menaiki motor BMW S1000RR putih nya yang gagah.

Dan Jiyoo berusaha mati-matian menahan pujiannya, melihat Dokter muda itu yang terlihat semakin mempesona dengan motornya. Dia tinggi, ramah, cool, tampan, seorang dokter pula. Gadis mana yang tak akan bertekuk lutut melihat pesona Sehun yang terus bertubi-tubi.

Sehun memanaskan mesin motornyanya lalu menatap Jiyoo yang masih berdiri mematung di belakang. Gadis itu melamun menatap kosong ke arah Sehun. “Jiyoo!! Cepat pakai helmnya!” Sehun mendengus melihat sikap Jiyoo yang lamban lalu menyuruh gadis itu untuk naik ke jok belakang motornya.

“Kau yakin naik motor?” ada jeda sebelum Jiyoo benar-benar naik ke jok motor Sehun. Ada semacam keraguan melihat seorang dokter mengemudikan sebuah motor layaknya pembalap. Apa Sehun benar-benar seorang dokter? Nampaknya hal ini perlu dipertanyakan.

“Aku tidak punya mobil seperti Jongin. Lagipula jalanan London pasti macet pagi hari begini. Ku pastikan kau akan selamat mengemudi denganku” lagi-lagi Sehun mampu membaca pikiran Jiyoo yang dirasa amat dangkal.

Dan Jiyoo tercengang melihat Sehun layaknya Edward Cullen dalam serial Twilight Saga yang mampu membaca pikiran seseorang. Jangan-jangan Sehun adalah seorang vampir? penghisap darah? Dan dia tengah berusaha menghisap darah Jiyoo seperti di film-film. Lalu bagaimana sekarang jika Sehun benar-benar melakukannya? Err..

“Okke. Jiyoo cukup! Berhenti berdiam diri seperti itu dan cepatlah naik.” Sehun mulai kesal lalu menarik tangan Jiyoo untuk mendekat, dengan telaten dokter muda itu memasangkan helm putihnya pada kepala Jiyoo. Ia mengaitkan talinya lalu membenarkan beberapa helaian rambut Jiyoo yang terurai keluar.

Sementara Jiyoo kini sibuk memandangi wajah Sehun dari jarak amat dekat seperti ini, dan dia semakin berpikir bahwa Sehun benar-benar visualisasi dari Edward Cullen yang siap menyesap darahnya. Buru-buru Jiyoo mundur dengan kedua tangan memegang lehernya dan membuat Sehun kebingungan. “Ada apa? Kau berfantasy liar tentangku lagi?” tebak Sehun tepat sasaran.

“Kau vampir ya? Kau mencoba menghisap darahku dengan berura-pura memangsangkan helm, itukah?” Jiyoo berbicara layaknya anak kecil, dia terus menutup lehernya. Takut-takut bahwa Sehun memanglah seorang vampir lalu menyergapnya begitu saja.

Sehun yang melihat, langsung terbahak amat kencang dan membuat Jiyoo semakin kebingungan. Pemuda itu tertawa amat cute. Tertawa sambil menepuk-nepuk tangannya. Gaya tertawa yang amat jarang dilihat.

“Jiyoo, otak fantasy mu amat bagus. Kupikir kau cocok menjadi seorang penulis film. Hahahaha” Sehun berujar di sela tawanya. “Aku bukan Edward Cullen seperti yang kau bayangkan. Aku seorang dokter! Park Jiyoo!” lanjutnya lalu sedikit meredakan tawanya, merasa malu tertawa sendirian seperti ini.

“Ayo cepat naik, aku tidak mau kita terlambat” Sehun menolehkan kepalanya pada Jiyoo.

“Baiklah, tapi berjanji bahwa kau bukan Edward Cullen!” Jiyoo menaikan jari kelingkingnya sebagai bentuk perjanjian konyol itu dan di sambut Sehun dengan jari kelingking yang sama.

Sehun sedikit menahan tawanya, merasakan kekonyolan Jiyoo yang amat kekanak-kanakan dan dramatis. Tapi sedikit banyak jati diri Jiyoo yang sebelumnya pasti seperti ini, jadi tak heran jika sifatnya benar-benar berbeda dengan Hyunjo, karena dia memang jelaslah bukan Hyunjo. Sehun menghela nafasnya berat, merasa iba melihat Jiyoo yang terus terbodohi. “Cepat naik”

“Okey..” ujar Jiyoo lalu menaikkan tubuh mungilnya ke jok belakang motor Sehun, belum sempat ia duduk dengan benar, tiba-tiba Sehun melajukan motornya dan membuat Jiyoo hampir terjungkir kebelakang jika saja ia tidak reflek memegang pinggang Sehun.

Dari spion, Sehun bisa melihat wajah terkejut Jiyoo, nampak lucu dan menggemaskan. Gadis ini memang cantik jika dilihat seperti apapun. Dan jantung Sehun tiba-tiba berdegub saat jemari kecil Jiyoo melilit pinggangnya amat kuat. Ada sensasi lain dalam hati kecil Sehun saat bersentuhan dengan Jiyoo seperti ini.

“Apa sebenarnya yang terjadi?”

To be continued……..

.

.

.



Istrinya Kaibaekhunho comebackk guysss ^^ astaga, maapin Lyo karena udah nelantarin ff ampe sebulan *bahkan lebih kali ya* Hikss T^T Lyo baru beres uts guys dan sibuk banget sama tugas kemarin-kemarin. Maapkan akyuhh gguysss *puppy eyes*

Masih inget sama ff ini? Kalo udah lupa boleh di backread chapter 1 & prolog nya :D Biar inget lagi hihihihi :D Disini Lyo lagi terpesona sama lightsaber nya EXO :* KaiBaekHun yang asjkjkkkkkkkkerennnnnn banget di teaser nya, bikin melted lah//gg jadi tertuang dalam chapter ini haha :D s. oya sebenernya kemaren postingan ini udah aku publis cuma aku hapus lagi wkwk :P Soalnya ada kata-kata yang di rasa kurang sregg*apaini* lah

Insyallah aku kasih feedback lewat komentar ya manteman :D Hope you like it manteman :v

Jangan lupa follow applyo2205.Wordpress.com buat berteman  sama akyuhh :D /abaikan iklan ini/

Filed under: Drama, pshcyo, romance Tagged: Baekhyun, Baekhyun EXO, Kai EXO, Kim Jong In, oh sehun, Sehun, Sehun EXO

Show more