BREAK UP CONTRACT
by slmnabil
Starring
EXO’s Oh Sehun x OC’s Ji Ryung x Actor’s Yoo Seungho x YG’s Kim Jisoo
genre AU, Romance, Drama length Chaptered rating 15
.
.
.
1st Flight
.
.
.
Bad Boy For Good Girl
.
.
.
Sehun sudah memanjatkan permohonan semalaman berharap agar sepulangnya dari bandara ia bisa langsung berendam di air hangat dengan aroma mawar kesukaannya. Jadwal penerbangannya kemarin mengharuskan Sehun dan para kru pesawat untuk RON -Remain Over Night- di Roma selama semalam sebelum kembali ke Korea esoknya. Ia terlalu banyak bersenang-senang, karenanya tubuhnya tidak begitu merasa enak. Di penerbangan tadi saja ia jadi co-pilot, padahal Sehun tidak pernah mau melakukannya. Sekalipun masih muda, pangkatnya tidak bisa diremehkan. Jam terbang Sehun sudah banyak sebagai kapten di kokpit.
Tapi yah, selama waktunya berjalan waktu orang lain juga ikut bekerja. Baru saja Sehun masuk ke areal parkir bandara ia sudah bisa melihat bentukkan Ibunya dari kejauhan. Dan, oh, sepertinya wanita itu sudah menyiapkan hukuman yang ia katakan tempo hari. Soal gadis pilihan Ibunya yang akan dinikahkan dengan Sehun dalam tiga bulan. Alasan? Anak cowoknya kebanyakan main perempuan.
“Hai, Bu,” sapa Sehun berusaha tetap terdengar bersemangat seraya mengecup pipi Ibunya singkat.
Gadis di sampingnya tersenyum. Eh? Rasanya Sehun tidak asing dengan rupa ini.
“Ini Ryung, yang Ibu mau kenalkan padamu. Dia pramugari di maskapai yang sama denganmu.”
Nah, pantas saja.
“Halo, Kapten Oh. Aku Ji Ryung,” kata gadis itu memamerkan deretan giginya yang cemerlang.
“Tidak usah begini, lagipula kita saling kenal ‘kan?” tanya Sehun.
“Semua pegawai disini pasti mengenalmu, tapi merepotkan bukan harus mengingat nama-nama pramugari yang jumlahnya bisa dua kali lipat dari pilot?”
“Benar juga,” Sehun masih berusaha terlihat ramah.
Ah, rendaman air hangat yang menenangkan mungkin harus ia buang jauh-jauh untuk saat ini.
“Ibu sudah bilang pada Ryung soal rencana pernikahan kalian dan dia bersedia mencoba mengenalmu. Jadi, nikmati waktu kalian seharian ini. Ibu pergi dulu.”
Cuma butuh waktu sepuluh detik sampai Sehun dan Ryung hanya berdua saja di tempat parkir. Ia memerhatikan sekilas gadis di hadapannya dari ujung kepala sampai ujung kaki. Wah, model-modelnya sih Ji Ryung terlihat seperti gadis yang baik. Kesukaan Ibunya sekali.
Ia mengenakan setelan kasual. Celana jins biru tua yang dipadukan dengan kemeja pastel dan mantel sebatas atas lutut. Rambutnya yang coklat terang dikuncir jadi satu cukup tinggi. Nah, dia lebih terlihat seperti mahasiswa daripada pekerja.
Pokoknya Ryung sama sekali berlainan dari gadis-gadis yang sudah Sehun kencani selama ini. Mereka kebanyakan suka mengenakan pakaian yang kekurangan bahan tiap kali bertemu Sehun. Tapi kenyataannya Sehun suka itu.
“Kau tidak begitu tinggi untuk ukuran pramugari. Meski aku akui kau memang cantik,” kata Sehun.
Ryung balas tersenyum. “Aku hanya mendengar kalimat yang kedua ya,” dia bilang.
Sehun bisa tarik kesimpulan kalau gadis ini adalah tipe yang luar biasa sabar dan… rendah hati barangkali? Mungkin hasil pekerjaan yang mengharuskan Ryung selalu tenang. Jadi dia tidak bakal banyak menuntut ‘kan?
“Oke, hari ini kita mau kencan kemana?” tanya Sehun.
Ryung berdeham. “Uhm, maaf Sehun. Tapi aku sudah punya janji hari ini. Bisa tidak jalan-jalannya lain kali saja?”
Kebanyakan lelaki tidak menyadari ini, tapi Sehun dengan jelas mencerna perubahan kata “kencan” yang Ryung ubah menjadi “jalan-jalan”. Sejalan sekali dengan sifatnya, sepertinya Ryung memang masih lugu.
“Janji dengan siapa? Laki-laki?”
Sehun jadi penasaran apakah dia memang selugu kelihatannya.
Tapi, Ryung mengangguk. Sehun ingin tahu janji macam apa yang dipunyai gadis ini dengan orang lain, di saat ia sedang bersama lelaki yang jelas-jelas sudah dijodohkan dengannya. Tidaktahukah Ryung kalau Sehun bisa melaporkannya kapan saja?
“Aku akan mengantarmu. Seorang kekasih mengantarkan kekasihnya diperbolehkan bukan?” tanya Sehun seraya menunjukkan liukkan alis asimetris sebelum membuka pintu mobil untuk Ryung.
“Kekasih,” ulang Ryung lirih dan melangkahkan kaki masuk ke dalam kendaraan roda empat itu.
Ji Ryung memang bukan tipe gadis yang Sehun sukai, tapi penasaran soalnya tidak apa-apa ‘kan?
“Biasanya gadis yang masuk ke mobilku menunggu kupasangkan sabuk pengaman. Tapi pasti aku tak perlu khawatir kalau itu kau,” kata Sehun.
“Tenagamu bisa disimpan untuk hal lain bukan? Ayo jalan,” Ryung bilang sebelum Sehun melajukan Volvonya menembus lalu lintas Seoul yang mulai padat di waktu berangkat kerja seperti ini.
Selama perjalanan Sehun beberapa kali melirik gadis di sebelahnya. Ryung ternyata punya kebiasaan suka bicara sendiri, karena sejak tadi jemarinya menari-nari di atas layar ponsel tapi bibirnya seakan jadi pengiring musik. Menggumamkan ini-itu yang tidak Sehun dengar dengan jelas, sebelum akhirnya mendekatkan ponsel ke telinganya. Ia menghubungi seseorang.
“Oh, Jisoo. Bisa kau antar si Tampan ke halte bus? Kita sudah terlambat lima menit jadi kalau aku kesana dulu akan memakan waktu yang lama. Bisa ‘kan?” kata gadis itu ke seseorang di seberang sana.
Si Tampan? Wah, semakin lama Ryung jadi semakin menarik saja. Meski ia tidak menggoda Sehun atau mengenakan pakaian pendek seperti gadis yang biasanya cepat mendapat perhatian Sehun, ada sesuatu yang membuat Sehun penasaran.
“Oke, aku akan sampai dalam tiga puluh menit.”
Kemudian Ryung menutup sambungannya.
“Kau sudah punya pacar?” Sehun tergelitik untuk bertanya.
Akhirnya, Ryung bersedia membagi perhatiannya. Ia menggeleng dan menatap Sehun dengan pandangan yang tak biasa. “Kenapa kau tanya yang seperti itu?”
“Maaf, jadi tidak nyaman ya? Kalau begitu kita bicarakan hal lain saja. Seharusnya kita banyak komunikasi ‘kan hari ini?”
“Benar juga,” Ryung memasukkan ponselnya ke dalam tas, “Jadi ada tiga puluh menit untuk berbincang, mau membahas apa?”
“Bagaimana bisa Ibuku dekat denganmu? Apakah orang tua kita memang punya hubungan baik?” tanya Sehun.
“Kami pertama kali bertemu di acara amal panti asuhan yang Bibi selenggarakan, kebetulan waktu itu aku ikut membantu. Bibi meminta nomor ponselku dan sejak itu aku sering menemani Bibi kemana-mana. Katanya ia tidak punya anak perempuan, dan dua anak laki-lakinya terlalu sibuk. Ah, ngomong-ngomong keluargaku sudah meninggal dalam kecelakaan,” jelas Ryung yang membuat Sehun agak tidak enak untuk pertanyaan kedua.
“Aku cuma punya Ibu dan seorang kakak laki-laki yang menetap di Kanada untuk pekerjaannya. Dan aku seperti yang kau tahu harus siaga jika mendapat jadwal terbang. Saat kami tidak bisa di samping Ibu, aku senang dia punya kau. Terimakasih.”
“Ibumu wanita yang sangat menyenangkan kok, aku seperti main dengan teman,” kata Ryung lagi-lagi dibubuhi senyuman.
Otot rahangnya memang tidak lelah begitu terus?
“Kau tidak begitu sering mendapat tugas ya?” tanya Sehun mendengar penjelasan Ryung yang sepertinya memiliki banyak waktu senggang.
“Aku cukup populer di kalangan awak kabin kok, sebagai pramugari paling ramah.”
Oh, itu tidak aneh.
“Tapi kita tidak pernah punya tugas bersama. Kalau kau ada jadwal, aku tidak,” tambah Ryung.
“Aku bisa merayu pengatur jadwalnya agar kita punya jadwal yang sama. RON denganmu sepertinya menyenangkan, kita bisa menghabiskan waktu bersama.”
Sehun mungkin sudah terbiasa dengan yang seperti ini, namun kuberitahukan Ryung tidak begitu. Kalau analoginya Sehun adalah mahasiswa, Ryung masih di tahap masa pra-taman kanak-kanak. Ia sama sekali belum pernah dekat dengan orang lain sebagai pria.
Saat Bibi Oh memintanya untuk menikah dengan Sehun saja ia sampai berpikir satu bulan. Usianya masih begitu muda, pengalaman kencan tidak ada, dan berdekatan dengan pria tidak membuatnya nyaman. Tapi gara-gara Jisoo dan Seungho terus-terusan memaksanya Ryung jadi menjawab iya. Apalagi terakhir kali ia hampir masuk rumah sakit saat berusaha melarikan diri dari sekelompok preman genit.
Ah, Ryung jadi ingat sesuatu.
“Sehun, uhm kau bisa berkelahi ‘kan?” tanyanya hati-hati.
Ternyata sukses mengundang tawa Oh Sehun. Pertanyaan nyentrik yang tidak pernah seorangpun tanyakan padanya.
“Tentu saja bisa,” timpal Sehun masih berusaha meredakan tawa.
Ryung jadi merasa konyol, padahal ia pikir yang seperti ini harus ditanyakan juga. Kalau nanti ia menghadapi situasi serupa, Sehun jadi bisa diandalkan bukan?
“Sudah berhenti menertawakanku.”
.
.
.
Si Tampan ternyata adalah pria tua tuna netra. Saat Sehun menghentikan mobil dan Ryung bergegas keluar, pandangannya seakan terkunci di satu objek. Hanya Ryung yang tersenyum ramah -entah yang keberapa kali untuk hari ini- seraya menuntun sang pria tua dengan bantuan gadis lain di sisi yang satunya. Biar Sehun tebak, itu pasti Jisoo.
“Siapa dia?” tanya gadis itu begitu mendapati Sehun di kursi pengemudi.
Ia diam saja, menunggu Ryung yang menjawabnya.
“Dia Sehun, cuma seorang kenalan kok,” jawab Ji Ryung.
Ia ingin tertawa. Diam-diam Ryung susah didapatkan juga ya?
Reaksi Jisoo lebih tidak terduga, ia jadi heboh sendiri. “Maksudmu Sehun yang itu?! Mana bisa kau menyebutnya cuma kenalan?! Dia ‘kan akan menikah-“
Melihat Ryung yang cepat-cepat menutup mulut bebek Jisoo, Sehun menarik kesimpulan kalau keduanya sangat dekat mengingat Jisoo tahu soalnya perjodohannya dengan Ryung.
“Halo, aku Oh Sehun.”
“Senang bertemu denganmu, Sehun. Aku Kim Jisoo, sahabatnya Ryung dan ini Paman Go, sudah seperti Ayah kami,” kata Jisoo saat dia mulai tenang.
Tapi kalau heboh sendiri sudah jadi sifatnya, selamanya akan begitu. Jisoo kembali berteriak saat Ryung akan duduk di kursi belakang bersama Paman Go.
“Kau seharusnya duduk di depan dong, Ryung! Maaf ya Sehun, dia tidak pernah kencan jadi ya begitulah,” kata Jisoo terang-terangan.
“Sepertinya kita harus lebih sering bertemu Kim Jisoo. Sahabatmu agak tertutup padaku,” goda Sehun begitu Ryung sudah menempatkan diri di sampingnya.
Jisoo tersenyum dari jok belakang. Ia bahkan nyaris berteriak lagi saat Sehun mendekatkan diri ke arah Ryung, dan memasangkan sabuk pengamannya.
“Manusia lupa sesekali bukan?”
Jantung Ryung bekerja lebih cepat daripada mesin-mesin Volvonya Sehun. Oh tidak, ia harap bisa bertahan sampai lelaki ini mengantarkannya pulang ke apartemen.
“Kita mau kemana?”
“Rumah sakit Dongguk,” timpal Jisoo.
Melihat sahabatnya itu tidak kunjung turun dari mobil Ryung jadi penasaran. “Hari ini ‘kan aku yang membawa Paman ke rumah sakit. Kau pergi saja sana!” seru Ryung tampak kesal -mungkin karena rahasianya asal dibocorkan saja.
“Kami juga mengerti kok kalau kau seharusnya kencan dengan pacarmu hari ini,” Paman Go yang sejak tadi diam akhirnya mengeluarakan jurus pamungkasnya.
Daripada mempermalukan diri, Ryung lebih memilih menundukkan kepala sedalam-dalamnya. Entah bagaimana ceritanya, Sehun jadi terbawa-bawa sindrom senyumnya Ji Ryung. Gadis ini cukup memberi pengaruh eh? Padahal ini hari pertama keduanya bertemu.
“Jadi Ji Ryung tipe gadis yang seperti apa?” Sehun membuka sesi Ayo Bongkar Habis-habisan Rahasianya Ryung selama perjalanan.
Ryung bisa lihat dari spion, kalau Jisoo tidak akan mau diam di tempat duduknya. Syukurlah Paman Go tertidur, jadi gadis itu tidak punya teman untuk berkomplot.
“Kau percaya soal Walking Angel? Aku tidak melebih-lebihkan tapi Ji Ryung kami memang begitu,” kata Jisoo.
Sehun pernah dengar saat Ibunya mengatakan kalau Walking Angel adalah sebutan yang sering orang-orang berikan pada mereka yang suka melakukan kebaikan. Dia tidak percaya, karena bagi Sehun manusia perlu menjadi jahat dalam bertahan dalam kehidupan yang seperti ini. Bahkan Ibunya saja tidak selalu baik.
Tapi Ji Ryung? Sehun belum bisa bilang tidak buatnya.
“Kau suka melebih-lebihkan, Kim Jisoo,” kata Ryung lebih seperti peringatan. “Jangan percaya dia,” sambungnya pada Sehun.
Saat lampu menyala merah, pandangan keduanya sekilas bersirobok. Ryung yang memang dasarnya tidak berpengalaman cuma bisa menggulung jemarinya yang berkeringat, berbeda dengan Sehun yang menyelami iris Ryung mencari sesuatu darisana.
“Biar aku yang membuktikan, apakah kau seperti yang Jisoo katakan atau tidak,” kata Sehun. Nada bicaranya rendah, dan ngomong- ngomong ia terdengar serius.
Kalau pria sudah menatapmu dan berbicara rendah biasanya itu tahap awal jatuh cinta.
Seungho pernah bilang ini pada Ryung. Dulu ia cuma menganggap itu bualan saja, tapi Sehun terus-terusan membuatnya berkeringat.
“Maaf, tapi lampunya sudah menyala hijau.”
Terkadang Jisoo bisa diandalkan juga.
.
.
.
“Kalian pergilah, Paman Go bersamaku saja.”
Kalau hari ini ada penghargaan teman yang paling menyebalkan, Kim Jisoo harus keluar sebagai pemenang mutlak meski tidak ada nominasinya. Bisa-bisanya dia yang jelas tahu Ji Ryung mungkin pingsan di tempat jika Sehun terus-menerus begini, meninggalkan mereka berdua saja. Lelaki itu mungkin berpikir kalau “Cuma segini kok, tidak ada yang spesial” tapi jelas berbeda untuk Ryung.
Dan yang lebih menjengkelkan, tanpa Ryung atau Sehun katakan iya atau tidaknya Kim Jisoo sudah keluar cepat-cepat bersama Paman Go. Kalau dia tiba-tiba pergi juga, Ryung tidak yakin reaksi Sehun bakal seperti apa. Jadi dia cuma diam, dan berkeringat.
“Bagusnya kita kemana ya?” tanya Sehun meminta pendapat.
“Kenapa kau tidak pulang saja? Pasti lelah ‘kan karena penerbanganmu yang sampai dua hari begitu?”
“Kalau aku pulang, Ibu pasti bakal marah-marah. Ada tempat yang ingin kau kunjungi tidak?”
Sebenarnya Ryung punya, tapi ia ingat lagi soal berduaan dengan Sehun. Padahal ia sering keluar bersama Seungho, bergandengan dan berpelukan saja sudah pernah. Awalnya dia baik-baik saja, tapi dari saat Sehun memasangkan sabuk pengamannya tadi reaksi Ryung sedikit berlebihan. Ia tidak mengerti kenapa.
“Ryung? Kenapa diam? Ada tempat yang mau kau kunjungi tidak?” tanya Sehun lagi.
“Uhm, Sea World? Terakhir kali aku kesana dengan Seungho, tapi belakangan ia sibuk dengan pekerjaan reporternya.”
Sehun bersiap tancap gas. “Oke, sesampainya disana kau harus bilang siapa itu Seungho dan kenapa kau ingin kesana.”
Dan diamnya Ryung merupakan sebuah bentuk persetujuan untuk Sehun.
Semakin matahari merangkak naik, jalanan Seoul menjadi lebih padat. Sehun dan Ryung hanya terlibat percakapan ringan sesekali, sebelum akhirnya diinterupsi oleh panggilan yang masuk ke ponsel Sehun.
“Sayang, tadi aku ke bandara untuk menjemputmu tapi katanya kau malah pergi dengan gadis lain?!” kata seorang gadis di seberang sana.
Sebelum menjawab Sehun periksa ulang siapa nama yang tertera di layar ponselnya, siapa tahu ia salah sebut mengingat ada ratusan nomor kontak teman kencan di penyimpanannya. Yang ini Jin Sora, sebenarnya sudah lima orang yang Sehun kencani setelahnya. Cuma terkadang ia lupa siapa yang harus diputuskan, jadi dampaknya kadang Sehun harus rela dikejar-kejar.
“Oh, maafkan aku Sora. Sepupuku minta diantar membeli hadiah untuk kekasihnya. Aku temui kau malam ini, nanti kukirim pesan alamatnya,” begitu jawab Sehun sebelum mengakhiri panggilan.
Lihat ‘kan? Kebohongan sudah seperti jenis kalimat lain yang biasa ia katakan sehari-hari. Tanpa merasa bersalah Sehun santai saja menghadapi gadis-gadisnya. Namun kemudian ia sadar, ada gadis baru yang masuk koleksinya.
Ji Ryung tidak banyak bertanya, ia yakin kalau itu cuma urusan pribadi Sehun dan hubungan mereka belum sejauh itu sampai Ryung boleh bertanya. Jadi ia tersenyum saja, Ryung hanya punya ini untuk ditunjukkan.
“Pramugari yang kebetulan bersamaku di RON kemarin. Aku tidak tahu dia dapat nomorku darimana, aku cuma janji mengantarkannya pulang saja karena ia tidak bawa kendaraan,” jelas Sehun.
Oke, kebohongan yang kedua untuk hari ini. Mari sama-sama lihat apakah akan ada yang ketiga, empat, lima, dan yang berikutnya.
“Tidak menjelaskan juga tidak apa-apa kok, jangan merasa tidak nyaman.”
Sehun menemukan lagi sisi Ji Ryung yang berbeda dari teman kencannya yang lain. Disamping cara berpakaian dan kefanatikan suka membantu orang seperti kata Jisoo, gadis ini punya batasan dan tahu caranya menempatkan diri. Ryung pasti terbiasa mengerti orang lain.
“Meski banyak yang mengatakan kalau pramugari hanya bermodalkan wajah rupawan saja, aku tidak pernah sependapat,” Sehun beropini. “Menurutku awak kabin sangatlah besar tanggungjawabnya dalam penerbangan. Aku pernah dengar waktu itu ada pramugari yang hampir mati karena terkena pisau saat ada penumpang yang ingin bunuh diri karena bertengkar dengan orang tuanya. Sampai akhir ia bahkan mengobati dan menenangkan penumpang itu tanpa berpikir soal dirinya yang terluka. Nyatanya, dia selamat. Kau tahu?”
Jelas Ryung tahu, tentu saja dia mengerti betul ceritanya bagaimana. Karena lakon yang Sehun ceritakan adalah dirinya. Ryung masih punya bekas jahitannya di bagian lengan atas. Ia bukannya membanggakan diri, tapi orang-orang di maskapai mulai mengenal Ryung sejak saat itu.
Tampaknya berbeda halnya dengan Sehun.
“Dia beruntung,” timpal Ryung singkat.
“Dia hebat menurutku, aku harus berbincang dengannya langsung suatu hari.”
Dia di sini, di sampingmu.
“Apakah kau suka gadis yang seperti itu?”
“Tipe idealku berubah dari waktu ke waktu. Cinta ‘kan tidak pasti, dan kepada siapa nantinya jatuh cinta tidak pasti juga.” Sehun mengambil jeda, mencuri pandang sekilas ke arah Ryung yang tampak tengah mencerna perkataannya. “Pasti rumit buatmu ya?”
“Tidak juga,” elaknya yang lagi-lagi membuat Sehun senyum-senyum sendiri.
“Cobalah jatuh cinta, lebih sederhana daripada penjelasan teoritis.”
“Aku pernah jatuh cinta kok!” Ryung berusaha mempertahankan harga dirinya agar tidak benar-benar dianggap gadis lugu.
“Kepada siapa coba?” tantang Sehun.
“Pokoknya ada! Kita sudah sampai, cepat parkir mobilnya sebelum antrian tiket semakin panjang.”
Sehun tidak mengerti soal yang lain, tapi ia merasa kalau ia sedang dikirimi hiburan menyenangkan. Ryung seperti hadiah ulang tahunnya sendiri.
.
.
.
Sehun mungkin sudah diusir dari sini kalau mereka tengah di rumah sakit sekarang. Pemuda itu tak kunjung menghentikan tawanya, membuat Ryung kikuk mencoba menghentikan Oh Sehun.
“Yang tanya tadi ‘kan kamu, jangan menertawakanku sampai sebegitunya,” kata Ryung.
Serius, Sehun yang bertanya kenapa Ryung ingin ke Sea World tapi ia malah ditertawai setelah mengutarakan jawaban. Ryung bilang kalau di sini, ia merasa dirinya seperti Putri Ariel yang memperhatikan Pangeran Eric dari air. Kisah cinta mereka membuat Ryung iri dan analoginya bagus buatnya. Dua orang yang berbeda saling jatuh cinta. Dulu ia sering menyombongkan ini, tapi nampaknya tiap kali Ryung membicarakannya ia akan ingat Sehun.
“Kau lucu,” kata Sehun setelah tawanya mereda. “Kau menyenangkan, Ryung.”
“Kalau kau tertawa sendiri itu namanya menertawakan, tidak boleh tahu!” seru Ryung.
Keduanya menghadap sebuah akuarium dengan beberapa ikan badut di dalamnya. Kalau Ryung bicara soal Nemo, Sehun jelas akan tertawa lagi. Jadi dia diam saja.
“Menurutku, kau itu ikan badut.”
Nah, Ryung rasa dia tadi tidak sampai menyuarakan pikirannya. Tapi Sehun tiba-tiba saja bicara soal apa yang melintasi kepalanya. Dan apa dia bilang? Ikan badut? Tidak bisa lebih romantis?
“Terimakasih, aku cukup senang kau samakan dengan ikan badut daripada tidak ada sama sekali,” timpal Ryung tanpa menoleh.
Kemudian ia menggumam, “Apakah aku benar-benar mirip dia?” yang bahkan masih terdengar oleh telinga Sehun.
Ryung sedikit terperanjat saat sepasang tangan kokoh menyentuh bahu kanan dan kirinya tiba-tiba sebelum menghadapkan dirinya dengan sang pemilik. Kini ia hanya berjarak satu langkah dari Sehun, dan pandangan keduanya tengah bersirobok. Ia tidak mengerti apa yang sedang Sehun pikirkan, tapi bagi Ryung ini terlalu cepat.
“Aku bersyukur Ibu bertemu denganmu di acara amal waktu itu, jadi kita bisa bertemu hari ini dan terlibat dalam satu takdir,” kata Sehun.
“Tapi kita baru bertemu hari ini, bukankah terlalu cepat untuk merasa senang?”
“Dalam tiga bulan kita akan menikah, jika kau mengatakan terlalu cepat… kapan kita bisa memulai?”
Ryung mungkin merasa kalau kalimat Sehun adalah kombinasi kata paling indah yang pernah ia dengar. Tapi ia tidak tahu, Sehun bohong kepadanya atau tidak. Karena pria ini selalu mengatakan hal yang sama kepada semua gadis yang pernah ia kencani, cuma pengantarnya saja yang berbeda.
Dan Ryung tidak pernah tahu kalau semalam,
“Pokoknya aku benar-benar harus membuat gadis pilihan Ibu jatuh cinta padaku dan meyakinkannya akupun merasakan sesuatu yang sama. Pernah dengar cinta itu bukan? Dengan begitu gadis itu tidak akan merasa dirinya dimanfaatkan olehku,”
Sehun mengatakan ini kepada kakaknya lewat sambungan telepon.
.
.
.
| TBC
Filed under: Uncategorized