2015-09-25



Kim Tales :

“Wildest Dream”

Oh Jaehee / OC || Kim Joonmyun / EXO Suho || Others

Marriage Life, Romance, Angst

PG || Chapters

Teaser || Part 1

In Correlation with  :

{Kim Tales} Deepest Memories — Teaser

© neez

“I am like this, and you’re like that… but together, it’s just my wildest dream… it’ll never come true”

Joonmyun meremas-remas tangannya. Ia tidak tahu ada apa yang terjadi di dalam dirinya sehingga ia merasakan pergolakan batin yang amat sangat sekarang. Ia merasa bodoh, ia bisa mendengar suara-suara yang mengejek dirinya serta berbagai macam prasangka yang menghantui isi kepalanya.

“Kenapa kau harus peduli?”

”Memang kau siapa?”

”Kau yakin gadis itu mengandung anakmu?”

”Gadis itu bekerja di bar, Kim Joonmyun… harusnya kau tidak sebodoh itu untuk mengira bahwa ia hanya berhubungan denganmu…”

Tapi ia tetap tidak dapat mengenyahkan pikiran bahwa dialah yang bertanggung jawab atas kehamilan gadis yang baru ia kenal selama dua bulan ini. Katakanlah ia bodoh, katakanlah ia naif. Tapi ia tetap tidak bisa mengesampingkan pikiran bahwa selama dua bulan ia datang ke Triptych, matanya tidak pernah lepas dari setiap gerakan gadis itu. Ia tahu gadis itu bekerja dengan keras, selalu ramah pada para tamu yang datang, namun tidak pernah terlalu terlibat dengan tamu-tamu lainnya. Ia pun menyaksikan beberapa tamu memang memberikan rayuan atau gestur-gestur sedikit kurang ajar, tapi ia bersyukur bahwa gadis itu dapat melepaskan dirinya.

”Itu kan di depan matamu saja…”

”Bisa saja dibelakangmu dia bermain dengan pria lain…”

”Kau terlalu naif, Kim Joonmyun~”

”Jangan bilang kau terpesona dengan gadis itu? Ya, mungkin permainan gadis itu di ranjang sangat memabukkan otakmu hingga kau tidak bisa berpikir, bagaimana pun… dia pengalamanmu yang pertama…”

Dan semua suara-suara di dalam kepalanya, serta bisikan-bisikan hina di dalam kupingnya mendadak menghilang saat ingatannya kembali pada pagi yang indah itu. Pagi itu, ia ingat saat pertamakali ia menyatukan tubuhnya pada gadis di dalam pelukannya itu. Ia ingat bagaimana seluruh tubuhnya, dan seluruh tubuh gadis itu bergetar hebat saat pertemuan mereka. Bagaimana peluhnya membanjiri pelipisnya, bagaimana kedua mata mereka bertemu, seolah tidak ingin melupakan saat-saat yang sakral, dimana mereka bersatu.

Ia ingat bibir penuh Jaehee terbuka dan mengeluarkan jeritan tertahan, yang sangat indah dan tangannya refleks mencengkram punggung lengannya. Ia ingat betapa perihnya punggungnya saat diguyur air, ia bisa merasakan sisa-sisa cakaran Jaehee pada punggungnya. Dan ia ingat… ia ingat pagi itu…

Sebercak darah yang ada pada seprai putihnya…

Dan sebuah sapu tangan yang tertinggal saat ia terbangun dan mendapati gadis itu sudah tidak ada di apartemennya.

Oh Jaehee masih perawaan saat itu. Gadis itu menyerahkan kegadisannya kepada dirinya, dia adalah pria pertama, yang menyentuh gadis itu hingga ke dalam jiwa dan raganya. Ia bisa merasakannya, dan ia dapat melihat buktinya yang terpeta jelas di ranjangnya. Ketika Joonmyun membuka matanya, ia berharap ia dapat membicarakan soal hubungan yang terjadi diantara mereka. Tapi, gadis itu sudah tidak ada. Tidak meninggalkan pesan apa pun, dan tentu saja ia tidak mengambil apa pun sebelum pikiran liar kalian menuduhnya macam-macam.

Kemeja dan celana training-nya dilipat rapi, dan tak ada jejak dari gadis itu, kecuali sebuah sapu tangan dan berkas darah di seprai. Dan itu cukup untuknya mengkhawatirkan gadis yang sudah mencuri isi hati dan pikirannya.

Mungkin belum sampai pada taraf cinta, tapi Joonmyun yakin ia menyukai gadis itu. Ada ikatan kuat diantara mereka, ditambah lagi dengan hubungan intim mereka yang sampai kapan pun tetap tidak akan bisa Joonmyun singkirkan dari pikirannya. Karena ia sadar betul, ia tidak mabuk pada saat melakukannya, begitu juga dengan Jaehee.

Joonmyun menoleh saat merasakan seseorang duduk di sampingnya, dan mengulurkan segelas kopi rumah sakit kehadapannya.

”Terima kasih.”

”Sama-sama,” Kai menjawab sambil bersandar dan menyilangkan kakinya. ”Seunnim,” katanya, membuat Joonmyun menoleh lagi, ”Apa kau yang menghamili, Noona?” tanyanya dengan nada menuduh itu lagi.

Joonmyun mendekap kopi di tangannya dengan kedua tangannya lalu menjawab lirih, ”Aku… tidak tahu…” ia yakin, tapi… kenapa suara-suara di kepalanya tidak mau berhenti. Apa ini karena Jaehee menghindarinya semenjak hubungan itu?

Kai mendengus. ”Kau kira Noona adalah wanita brengsek, eoh?”

”T-tentu tidak!” jawab Joonmyun yakin meski bergetar. ”Aku tahu dia…”

”Tapi kau tidak yakin bahwa kau adalah ayah anaknya!” tuduh Kai sambil melirik Joonmyun tajam dan jelas-jelas merendahkan. ”Kalian orang kaya, mengira bisa melakukan apa saja kepada orang-orang di klub. Dengarkan aku, Seunnim, Jaehee Noona adalah gadis baik-baik. Aku tidak tahu apa yang kau lakukan sehingga kau bisa menjeratnya ke dalam sarangmu dan membuatnya hamil, tapi dia bukan wanita brengsek seperti yang kau pikirkan!” seru Kai, membuat Joonmyun terkejut. ”Kau tahu, Seunnim, Triptych mungkin memang klub malam, tapi para pegawai dilarang dengan keras untuk bekerja sambilan sebagai penjajak seks. Begitu juga dengan Jaehee Noona, dia bekerja keras agar dapat memenuhi kebutuhan hidupnya… ia bukan wanita sembarangan!”

”Aku tidak menuduhnya wanita sembarangan, Kai-ssi!” seru Joonmyun balik, ”Aku akui kami memang pernah tidur bersama. Sejak itu, aku mencarinya dan dia seperti menghindariku terus… aku hanya tidak tahu…”

”Kau hanya tidak tahu, atau kau tidak mau mengetahui kalau yang dia kandung adalah anakmu?!”

”Aku hanya mau dia mengatakannya padaku, kalau dia mengandung…”

”Hahaha… dia takkan mengatakannya, Seunnim. Kau pikir dia tidak punya harga diri?” tanya Kai sinis. “Aku cukup kenal Noona, dia takkan mengatakannya, apalagi pada tamu sepertimu yang sangat kaya raya.”

”Kenapa tidak?”

”Kalau dia mengatakannya, memang kau akan percaya? Kalau dia anakmu… kau saja tidak tahu apakah dia mengandung anakmu atau tidak,” dengus Kai. ”Sudahlah, Seunnim. Kalau kau tidak mau bertanggung jawab, atau masih tidak yakin bahwa anak yang dikandung Noona adalah anakmu, lebih baik kau pulang sebelum dia sadar.”

Baru saja Joonmyun mau menjawab tuduhan Kai yang serasa menggerogoti jantung dan hatinya, pintu ruang rawat terbuka. Seorang dokter melepaskan maskernya dan menghampiri mereka berdua.

”Suami dari Nyonya Oh?”

“Saya, Seonsaengnim.” Sahut Joonmyun buru-buru. “Bagaimana dengan Jaehee?” ia tidak memperdulikan tatapan tidak percaya yang dilayangkan oleh Kai kepadanya

Dokter itu mengangguk, ”Istri Anda tengah mengandung selama lima jalan enam minggu. Kandungannya sebenarnya tidak lemah, namun pekerjaan yang ia lakukan terlalu berat bagi usia kehamilan yang muda.”

Deg.

Lima minggu? Jika dihitung mundur itu adalah waktu yang sama sejak mereka melakukan hubungan intim. Batin Joonmyun semakin yakin, dan ia memutuskan bahwa memang ia yakin itu adalah anaknya!

”Untuk saat ini, kami memberikan IV injection ditambah dengan obat penguat kandungan. Sementara biarkan dia beristirahat dulu, dan jangan dibiarkan bekerja terlalu lelah hingga tiga hari ke depan. Kalau ada indikasi bleeding, tolong segara bawa dia kembali ke rumah sakit, karena trimester pertama merupakan trimester yang sangat rawan bagi ibu hamil. Nanti kalau dia sudah sadar, Anda boleh mengajaknya pulang.”

”Ne, terima kasih banyak, Seonsaengnim.” Joonmyun membungkuk dalam-dalam dan dokter itu menepuk lengannya, juga memberi satu kali anggukan kepada Kai.

Kai melipat tangannya dan menghadapi Joonmyun. ”Jadi, sekarang sudah yakin kalau itu anakmu, Seunnim?”

”Aku yakin, Kai-ssi.” Jawab Joonmyun serius. ”Maaf kalau aku terdengar tidak yakin atau apa tadi…”

Kai menghela napas, ”Maaf juga kalau aku emosi, sebenarnya mungkin aku juga kalau jadi kau akan begitu, tapi… aku kenal Jaehee Noona, dan dia bukan wanita yang seperti itu. Kau harus percaya padanya, Seunnim.”

”Dia bahkan belum bilang apa-apa padaku, Kai-ssi. Dia menghindariku… apa dia tidak tahu kalau dia hamil?”

”Dia tahu dia hamil! Dia tidak mengatakannya pada siapa pun, dan aku pun takkan tahu kalau aku tidak memergokinya tengah berada di klinik kandungan kecil saat aku disana,” jelas Kai. ”Dia tahu dia hamil, dan dia tidak memberitahumu. Itu berarti dia takut kalau dia mengatakannya kau akan menolaknya, Seunnim.”

Joonmyun mengangguk. ”Kalau aku tidak bertanya, entah sampai kapan dia akan menyembunyikannya…”

”Seunnim, kau lihatlah Noona ke dalam, aku harus kembali ke Triptych dan menjelaskannya pada Manajer.”

”Ne, Kai-ssi, terima kasih banyak.” Joonmyun mengangguk. ”Dan panggil saja aku Hyung.”

Kai terkekeh, ”Arasseo, Hyung.”

Joonmyun menghela napas dan berjalan menuju unit gawat darurat, dimana Jaehee diberikan pertolongan pertama tadi. Kembali berbagai pikiran berkecamuk di dalam otaknya, tentang apa yang harus ia lakukan. Ia telah menghamili seorang wanita, dan wanita itu kini mengandung hasil perbuatannya.

Baru saja Joonmyun duduk, kedua mata Jaehee terbuka. Ia nampak mengerjap-ngerjapkan kedua matanya, berusaha mempertegas penglihatannya yang masih buram dan merasakan dinginnya oksigen yang menusuk-nusuk rongga hidungnya dari selang yang dipasangkan kepadanya.

”Jangan dilepas,” larang Joonmyun saat dilihatnya Jaehee mau mencabut selang oksigennya, Jaehee nampak terkejut, namun diam saja saat Joonmyun membantunya bersandar kepada bantalnya lagi. ”Gwenchana? Bagaimana perasaanmu sekarang?” tanyanya khawatir.

Jaehee menatap Joonmyun lekat-lekat, bukannya menjawab, ia malah bertanya, ”Apa yang kau lakukan disini… Joonmyun-ssi? Dan,” ia seolah baru menyadari dimana tempatnya berbaring sekarang, tangannya yang disambungkan pada IV langsung mencengkram perutnya, ”Apa? Apa yang terjadi padaku?! Bayi… bayiku…”

”Sshhh, tenanglah… tenanglah,” Joonmyun menahan kedua bahu Jaehee dan kembali membiarkan gadis itu bersandar, ”Semua… semua baik-baik saja, bayinya juga…” tambahnya canggung dengan penggunaan kata ’bayi’.

Wajah Jaehee dari pucat berubah menjadi lega. ”Dahaengida…” gumamnya.

”Kau tadi pingsan di Triptych,”

”Astaga,” Jaehee memejamkan kedua matanya erat-erat.

Joonmyun menarik kursi agar dapat duduk semakin dekat dengan ranjang rawat Jaehee, ia menatap Jaehee lekat-lekat, gadis itu hanya menatap langit-langit tanpa mau menoleh memandangnya.

”Bukankah ada yang harus kita bicarakan, Jaehee-ssi?”

Jaehee menguk ludahnya kuat-kuat. Entah harus merasa senang, atau cemas. Rasanya kedua perasaan ini tengah mendominasi dirinya. Disatu sisi, tentunya ia berharap Joonmyun mau mengakui anaknya, tetapi sisi yang lain kembali mengingatkan siapa dirinya yang sebenarnya. Dia hanyalah pelayan di Triptych, pria mana yang akan percaya bahwa ia mengandung anaknya?

”Kenapa kau tidak bilang kalau kau hamil?” tanya Joonmyun pelan. Ia tidak tahu harus menanyakan apa, atau kah harus berbasa-basi terlebih dahulu.

Dan kedua mata Jaehee melebar saat mendengar pertanyaannya. Jaehee tidak menjawab, ia hanya memilin-milin selimut yang dipakai menyelimuti tubuhnya, tidak pula berani mendongak menatap si penanya. Ia bisa merasakan sensasi aneh di dalam perutnya. Berdenyut dan mengirimkan rasa hangat yang menjalari seluruh inci tubuhnya.

Anaknya pasti senang bahwa ayahnya sudah tahu kalau dia ada.

”Ba…bagaimana… kau…”

“Jaehee-ya,” Joonmyun menanggalkan bahasa formalnya, dan menatap Jaehee lekat-lekat tepat di maniknya. ”Anak itu tidak akan ada disana tanpa dua orang, kau mengerti kan? Kenapa kau harus menghindariku, kenapa kau harus menyembunyikannya?”

Jaehee menggeleng dan menggigit bibirnya.

”Apa kau takut… aku akan menolaknya?” tanya Joonmyun yang merasakan kerongkongannya kering. Entah kenapa pemikiran Jaehee akan dirinya mendadak membuatnya sedih. Jika tadi ia sempat memiliki prasangka kepada gadis itu, maka kini ia menyadari bahwa gadis itu pun pantas memiliki prasangka kepadanya.

Ia laki-laki muda, yang selalu bersenang-senang bersama teman-temannya ke klub setiap Jumat malam. Ia dan teman-temannya selalu memesan minum-minuman, dan memainkan banyak game yang menjebaknya untuk berkenalan atau melakukan sesuatu dengan seorang wanita, meski dalam hal ini ia hanya mendekati seorang wanita dan itu adalah Jaehee. Jaehee pun pastilah berpikir, bahwa bukan hanya dia wanita pertama yang diajaknya ke dalam apartemennya dan menikmati ranjangnya.

Mereka sama-sama memiliki keraguan, karena mereka adalah sama-sama yang pertama. Ia tidak ragu lagi setelah mendengar kata-kata Jongin, dan sikap Jaehee yang berusaha melindungi dirinya sendiri. Benar kata Jongin.

Jaehee punya harga diri.

”Apa kau takut, aku takkan bertanggung jawab kalau kau mengatakannya? Dan meninggalkanmu?”

Jaehee mengalihkan pandangannya, tapi sekilas Joonmyun bisa melihat lolosnya kristal bening dalam pelupuk mata gadis itu saat menolehkan kepalanya tidak mau menatap wajahnya yang terluka.

”Jaehee-ya, kau bukan wanita seperti itu,” Joonmyun tidak tega jika harus mengatakan konotasi wanita seperti itu. Ia berharap Jaehee tahu maksudnya mengatakan “wanita seperti itu”. ”Dan aku pun bukan lelaki yang seperti kau pikir… jadi, jangan biarkan anak ini jadi korban, eoh?”

Jaehee memandangnya, dengan wajah bersimbah air mata. ”Apa kau yakin, Joonmyun-ssi? Apa… apa kau tidak memiliki keraguan sekalipun…?” tanyanya. ”Karena… kau boleh pergi kalau kau tidak yakin, kau…”

”Jaehee!” seru Joonmyun. ”Jangan bicara seperti itu! Aku tahu itu anakku! Biarkan aku bertanggung jawab, biarkan aku menjadi seorang ayah…” katanya sungguh-sungguh, baik dalam lisan, maupun dalam hati. Ia yakin, dan ia sudah bertekad.

*        *        *

”Dimana rumahmu?” tanya Joonmyun sambil memperhatikan lingkungan perumahan di sekitarnya. Mobilnya mulai memasuki jalanan yang sempit, dan bisa dipastikan tempat tinggal Jaehee bukanlah di apartemen mewah seperti dirinya.

”Berhenti di depan saja, Joonmyun-ssi, rumahku masih sedikit ke belakang lagi.” Jawab Jaehee.

Joonmyun tersenyum kecil dan menghela napas, ”Harus berapa kali kukatakan, jangan pakai embel-embel ssi lagi. Dan, aku harus mengantarmu… kondisimu belum begitu baik. Aku pun mau bertemu orangtuamu…”

”Tapi, aku belum bilang pada orang tuaku soal… soal… ini…” kata Jaehee lirih. ”Apa tidak sebaiknya… kita bicarakan ini matang-matang dulu sebelum kau datang dan menemui orangtuaku?”

Joonmyun menghentikan mobilnya dan mematikan mesinnya, ia bersandar dan menghela napas sambil menoleh pada Jaehee yang terlihat cemas. ”Aku tahu, membicarakan soal kehamilanmu tidak akan mudah pada orangtuamu. Tapi, kita tidak bisa terlalu lama menyembunyikannya… aku mau kita segera menikah.”

”Mwo? Me…menikah?”

”Tentu saja.” Sahut Joonmyun yakin. ”Aku ingin melakukan ini semua dengan cara yang benar, Jaehee-ya. Kita mungkin telah berbuat teledor…” kedua pipi Joonmyun bersemu merah dan ia tersenyum malu, ”Tapi, apa yang sudah Tuhan berikan ini…” satu tangannya mengelus lembut perut Jaehee, ”Ini adalah anugerah… kita harus memperlakukannya dengan baik.”

Jaehee masih saja belum bisa mempercayai telinganya. Seorang Kim Joonmyun, yang ia kagumi sejak pandangan pertama, yang tingkatan kastanya pasti jauh diatasnya, mau menikahinya?! Ia pasti benar-benar berdosa jika berani memimpikan sesuatu yang seliar dan sebodoh ini. Apakah dia pernah menyelamatkan suatu bangsa di masa lalu hingga ia tiba-tiba mendapatkan hadiah sebaik ini?

”Aku… aku tidak tahu apa yang harus kulakukan lebih dulu,” aku Jaehee jujur. ”Ini semua terlalu… terlalu mengejutkan.”

Joonmyun terkekeh, ”Kalau kau tidak yakin untuk bicara pada kedua orangtuamu sendiri, maka aku akan ikut bicara dengan orangtuamu. Biar bagaimana pun, itu kan perbuatan kita berdua… dan aku pun akan segara bicara dengan kedua orangtuaku, untuk segera menemui keluargamu dan melamarmu.”

”Joonmyun…” kata Jaehee sambil meremas-remas kedua tangannya, tetap saja merasa masih berada dalam dunia mimpi. ”Apa kau yakin dengan… semua ini?”

”Tolong jangan tatap aku dengan mata yang penuh keraguan seperti itu,” Joonmyun meraih kedua tangan Jaehee dan mendekatkannya pada bibirnya lalu mengecupnya dalam. ”Biarkan aku disisimu, disisi anak itu… anak kita… eoh?”

Dan, dengan lemah Jaehee mengangguk, tersenyum kecil.

”Kalau begitu, kuantar pulang?”

”Anhi, tidak usah… kau pulang saja, bukankah kau harus pergi ke kantor?” tanya Jaehee melihat matahari sudah mulai meninggi.

Joonmyun tertawa kecil. ”Ini hari Sabtu, Jaehee-ya, kau lupa? Aku selalu ke Triptych setiap hari Jumat malam.”

”Ah iya, tapi… kau sudah lelah, kau membawaku ke rumah sakit dan mengantarku pulang. Kau sebaiknya istirahat. Rumahku tidak terlalu jauh dari sini…”

“Baiklah,” akhirnya Joonmyun mengalah. Ia mengerti pasti tidak mudah bagi Jaehee untuk tiba-tiba menerima keadaannya sebagai ibu, ditambah ia harus menerimanya pula sebagai ayah dari anak yang dikandungnya, belum lagi jika nanti kedua orangtuanya melihat akan timbul pertanyaan tambahan. Jaehee sudah cukup letih hari ini, dan ia butuh istirahat cukup. ”Katakan padaku kapan kau siap untukku datang.”

Jaehee mengangguk.

”Hubungi aku jika terjadi sesuatu, jika kau menginginkan sesuatu… atau apa pun, dan tentu saja saat kau akan ke dokter untuk kontrol kandungan, oke?” pesan Joonmyun, dan ia nyaris terkekeh saat melihat ada rona merah yang menghiasi dua pipi tembam ibu dari anaknya kelak nanti. ”Dan, Jaehee-ya,” panggilnya.

Jaehee mendongak kembali.

”Kau… tidak perlu bekerja lagi di Triptych, oke?”

”Ke…kenapa?” tanya Jaehee ragu-ragu.

Joonmyun tersenyum, ”Bukankah tadi di rumah sakit dokter sudah bilang? Kandunganmu memang tidak lemah, tapi kau masih di trimester pertama. Kandunganmu masih dalam masa rawan. Lagipula,” Joonmyun menautkan jemarinya pada jemari Jaehee lagi, ”Sebentar lagi kita menikah, bukan? Sebagai suamimu, aku harus bisa memenuhi kebutuhan istri dan anakku. Jadi, tidak perlu bekerja lagi… oke?”

”Tapi…”

”Jebal, kalau kau tidak bisa melakukannya untukku, untuk bayimu… bayi kita, oke? Dan aku akan jadi ayah dan suami yang baik juga, tidak akan bermain-main di klub lagi,” Joonmyun setengah bercanda mengangkat tangannya seperti orang yang tengah mengambil sumpah. “Eothe?”

Jaehee menghela napas dan terkekeh geli, ”Apa kau tidak merasa kalau hari ini kau selalu membuatku setuju padamu?”

”Keurom.” Jawab Joonmyun geli.

”Baiklah, baiklah… aku akan bicara pada Manajer Im segera, aku akan jaga diriku…”

”Yaksok?”

”Yaksok.”

”Keurae. Istirahatlah, jangan lupa hubungi aku…” pesan Joonmyun saat Jaehee benar-benar melepaskan sabuk pengamannya dan keluar dari dalam mobil. ”Aku pulang dulu, annyeong~” pamit Joonmyun.

>>>>>>>>>>><<<<<<<<<<<

”Yeoboseyo, Joonmyun?”

”Hmmh?!”

”Astaga, kau masih tidur?!”

”Ada apa?” kuap Joonmyun yang langsung duduk di tempat tidurnya setelah ponselnya tak berhenti berdering sejak sepuluh menit yang lalu, ia mendongak dan mendapati jam sudah menunjukkan pukul satu siang. ”Bukankah ini hari Sabtu?”

“Kau benar ini hari Sabtu, tapi apa kau lupa? Kalau calon klien kita bisa datang di hari Sabtu?!” seru Minseok benar-benar nyaring.

Kesadaran kembali menghantamnya. Benar, ia ada rapat dengan kliennya hari ini, dan itu akan dimulai dalam waktu setengah jam dari sekarang. Ia terlalu fokus dengan Jaehee sejak semalam sampai melupakan bahwa hari Sabtu ini ia memiliki rapat penting. Kliennya kali ini adalah sebuah perusahaan entertainment besar, dan jika Joonmyun berhasil memenangkan tender dengan klien ini, maka perusaha advertisement-nya akan mendapatkan profit yang sangat besar.

”Astaga. Aku benar-benar lupa soal klien kita hari ini, Minseok-ah…” keluh Joonmyun yang buru-buru turun dari tempat tidurnya.

”Aku sudah berusaha menghubungimu lewat Kakao, tapi tak ada respon! Cepatlah, atau ini akan gagal! Kau hilang kemana lagipula tadi malam?!” omel Minseok.

”Ceritanya panjang. Aku akan segera ke kantor sekarang, kau tunggulah… ajak mereka keliling kantor kalau perlu, tahan mereka kalau aku belum datang. Aku sungguh-sungguh, Minseok!” seru Joonmyun sambil memutuskan sambungan teleponnya dan berlari masuk ke dalam kamar mandi untuk mencuci mukanya.

Tentu saja ia terlambat tiba di kantornya. Waktu rapat yang dijanjikan adalah pukul setengah dua siang, dan Joonmyun baru sampai lima belas menit setelah waktu yang di janjikan meski jarak antara apartemen dan kantornya terbilang dekat. Namun, Joonmyun tidak akan mengangkat seorang Kim Minseok sebagai Customer Relations Officer dari perusahaannya, jika ia tidak berbakat dalam mengalihkan kliennya.

Sampai di ruang rapat kantornya, sang klien, yang hanya bisa diajak bertemu di akhir pekan ini, rupanya masih sibuk berkeliling kantor yang memiliki delapan lantai tersebut. Entah mulut manis Minseok menjanjikan sang klien apa, namun baguslah, Joonmyun jadi memiliki waktu untuk menyiapkan diri, meski ruang rapatnya sudah siap.

”Dan ini, adalah ruang meeting kita, Lee Sajangnim,” samar-samar Joonmyun dapat mendengar suara Minseok dari ruang rapatnya, dan ia buru-buru berdiri seraya memberikan senyuman hangatnya pada sang klien yang baru memasuki ruangannya. ”Selamat datang di KL Enterprise, Lee Sajangnim.”

Joonmyun bukanlah seorang direktur yang bertele-tele. Ia tahu apa yang ia mau, ia mempelajari apa yang kliennya mau, dan ia harus membuat situasi dimana perusahaannya dan perusahaan sang klien sama-sama mendapatkan keuntungan besar. Oh, bukan seorang Kim Joonmyun, jika ia tidak bisa memenangkan hati klien sehebat apa pun popularitasnya. Dan ia tidak sabar agar dunia mengetahui, hasil jerih payahnya selama ini akan berbuah manis ketika SM Entertainment menyepakati kontrak dengan perusahaannya.

”Kalau begitu, terima kasih banyak atas kerjasama Anda, Lee Sajangnim. Saya pastikan Anda akan selalu puas dengan pelayanan dari kami, kami akan selalu memberikan yang terbaik bagi perusahaan Anda.” Dengan yakin, Joonmyun menjabat erat tangan Lee Jungjae, Direktur Pelaksana dari SM Entertainment yang akhirnya menandatangi kontrak dengan KL Enterprise untuk pembuatan iklan terbaru mereka.

”Mari, saya antar ke depan…” dengan etiket berbisnis yang baik, Joonmyun bahkan mengantarkan Lee Jungjae, bersama beberapa asistennya turun ke bawah dan menaiki van mereka hingga mereka pergi meninggalkan kantornya. Barulah setelah mobil tersebut pergi, Joonmyun bisa menghela napas lega.

Minseok meremas bahunya kuat, ”Yang tadi itu nyaris saja, Sobat!”

”Hei, aku tidak akan mengangkatmu sebagai CRO jika kau tidak bisa menahan mereka sampai kehadiranku,” dan Joonmyun memberikan sahabatnya ’kepalan persahabatan’ yang disambut Minseok sambil terkekeh.

”Tapi aku nyaris membuat alasan lain kalau tadi Chorong tidak bilang kau sudah ada di ruang rapat. Kau ini bagaimana?! Aku tidak pernah melihatmu terlambat seumur hidup! Apa yang kau lakukan, eoh? Tidak biasanya menghilang begitu saja dari klub? Katakan padaku, apa kau pergi dengan seorang gadis.”

Joonmyun menggaruk kepalanya dan menyikut lengan Minseok, ”Panjang ceritanya. Pokoknya ada sebuah masalah yang harus kuselesaikan semalam, atau pagi… kemudian aku pulang dan tertidur. Omong-omong dimana Luhan?”

”Luhan kembali ke Beijing, kedua orangtuanya memanggilnya.”

Joonmyun dan Minseok kembali ke dalam gedung, berjalan beriringan sambil memperhatikan bahwa pekerja yang ada disana hanya resepsionis dan staff keamanan saja.

”Apa orangtuanya memaksanya untuk menikahi seorang wanita lagi?” tanya Joonmyun jengkel. ”Apa mereka tidak lelah memaksa Luhan?”

”Entahlah, dan omong-omong kedua orangtuamu juga mencarimu, Joonmyun-ah. Tadi supir ayahmu datang menyampaikan pesan kepada Hara, si resepsionis.” Minseok menekan tombol di lift, memperhatikan profil Joonmyun yang berubah tidak nyaman. ”Apakah ada sesuatu yang terjadi lagi antara dirimu dan orangtuamu?”

Ketika pintu lift tertutup Joonmyun menghela napas, ”Minseok-ah, sepertinya aku akan menikah dalam waktu dekat ini.”

”Mwo?! Dengan Chorong? Akhirnya…”

”Anhi!” seru Joonmyun gusar.

Minseo menatapnya heran, dan kedua kisi-kisi lift terbuka. Keduanya berjalan beriringan hingga masuk ke dalam ruangan Joonmyun, dimana ia langsung merebahkan tubuhnya di kursi sambil tersenyum kecil dan memejamkan matanya.

”Ya! Jangan diam saja, katakan lelucon apa yang kau bicarakan? Kukira ayahmu mencarimu untuk membicarakan pertunanganmu dengan Chorong!”

Joonmyun membuka sebelah matanya, menatap Minseo dengan enggan, ”Apa aku pernah setuju dengan perjodohan satu pihak itu? Ya, kami berteman. Ya, kami kenal sejak kecil… dan ya, dia memang kuasa hukum yang hebat bagi perusahaan kita, dan sudah membantu KL dengan baik, tapi aku tidak pernah melihatnya lebih dari itu.”

”Sudah jangan bertele-tele.” Minseok duduk di hadapan meja Joonmyun dan mengetuk meja tersebut. ”Apa maksudmu dengan akan menikah? Apa kau dijodohkan dengan gadis lain selain Chorong?” tanya penasaran.

”Tidak. Tidak dengan pilihan mereka… Minseok-ah, aku…” Joonmyun membuka kedua matanya. ”Minseok-ah, aku akan… segera menjadi ayah.”

Nyaris saja kedua mata Minseok keluar dari tempatnya. Pria bertubuh mungil itu mencengkram pinggiran kursinya saat mendengar penuturan sahabat sekaligus atasannya itu. Apa maksud Joonmyun dengan ’aku akan segera menjadi ayah?’ apakah Joonmyun sudah menikah? Atau…

”Aku menghamili seorang gadis.” Joonmyun tersenyum kecil. ”Tidak kukatakan aku menyesal, karena aku menyukainya.”

”Apa kau gila?!” sembur Minseok. ”Kim Joonmyun, sadar!”

”Aku tidak sedang bercanda, Minseok!” sahut Joonmyun tak kalah kuatnya. ”Aku akui aku bertindak ceroboh, memang semua diluar kendaliku… tapi ini sudah terjadi, dan aku… aku… bahagia.”

Minseok menatap Joonmyun tidak percaya, lalu menggelengkan kepalanya. ”Aku masih berharap kau akan berteriak april mop, tapi aku sadar ini sudah bulan September. Tapi, apa kau gila? Kau tahu orangtuamu seperti apa, kan? Kau juga… tunggu, siapa gadis ini? Siapa yang kau hamili?! Apa ini alasan kenapa kau hilang di Triptych semalam?!”

Joonmyun memijit pelipisnya dan pangkal hidungnya mendengar tentang ’orangtua’. Bagaimana ia menjelaskan pada orangtuanya kalau dia menghamili seorang gadis? Bagaimana juga reaksi orangtuanya jika mendengar bahwa yang ia hamili adalah seorang pelayan di bar? Ia yakin bahwa Jaehee adalah gadis baik-baik, tapi ia yakin orangtuanya tidak berpendapat demikian jika diberitahu.

”Kau akan mendukungku bukan, Minseok-ah?” tanya Joonmyun setelah dengan susah payah menjelaskan pada Minseok duduk perkara yang sebenarnya.

Minseok mendesah berat dan menggelengkan kepalanya lagi. ”Aku tidak akan bosan mengatakan bahwa kau terlalu bodoh. Tapi, aku senang kau mau bertanggung jawab pada gadis di klub itu.”

”Namanya Jaehee, Minseok-ah. Oh Jaehee.”

”Iya, Jaehee,” Minseok meralat ucapannya. Joonmyun pasti merasa bahwa ia telah merendahkan gadis itu dengan menyebutnya ’gadis di klub’. ”Aku mungkin tidak mengenalnya seperti dirimu, tapi aku percaya padamu saat kau bilang dia gadis yang baik. Dia juga selalu sopan di Triptych,” aku Minseok mereka ulang ingatannya saat ia bersama Joonmyun memesan berbagai makanan dan minuman di klub paling hits se-Korea Selatan itu. ”Tapi, aku berpendapat ini masalah serius Joonmyun-ah.”

Joonmyun mengangguk setuju, ”Aku pun berpendapat demikian, tapi… aku tidak mungkin meninggalkannya dan bayiku. Mungkin aku belum mencintai gadis itu, tapi aku jelas menyukainya. Sangat menyukainya!”

”Kau sangat menyukainya, eoh?” ledek Minseok. ”Sampai bisa membuat keputusan sesingkat ini?”

”Walaupun aku tidak banyak berpikir, tapi aku yakin akan keputusanku. Keputusanku ini benar, aku harus bertanggung jawab.”

”Baiklah, pikirkan baik-baik bagaimana sebaiknya bicara pada kedua orangtuamu mengenai Jaehee dan anak kalian. Kalau bisa secepatnya, bagaimana pun kalian harus segera menikah.” Saran Minseok.

”Ne, terima kasih banyak, Minseok-ah.”

*******

”Apa hari ini jadi kontrol ke dokter kandungan?”

Jaehee mengangguk, dengan satu tangan menahan ponsel di telinga, dan satu tangan mencari kaus kaki di dalam laci kamarnya. ”Iya, aku sedang bersiap-siap sekarang.” Sejak Joonmyun berjanji akan bertanggung jawab kepadanya, sejak itu pula, Joonmyun sudah bertindak layaknya seorang suami siaga bagi Jaehee. Hampir setiap hari, Joonmyun menyempatkan diri bertemu dengan gadis itu, mengiriminya makanan serta susu. Awalnya, Jaehee menolak uang pemberian Joonmyun, namun setelah ia mengundurkan diri dari Triptych, dan tidak mendapatkan tunjangan apa pun, karena usia kerjanya yang belum setahun juga karena Joonmyun yang mendesaknya, bahwa semenjak anak itu hadir, dirinya dan bayi dalam kandungannya adalah tanggung jawab Joonmyun, akhirnya Jaehee menerimanya, walau merasa enggan. Ia selalu menulis pengeluarannya dari setiap sen yang Joonmyun berikan, dan menunjukkan laporan pengeluaran tersebut pada Joonmyun, hingga Joonmyun sendiri sempat kesal.

”Jaehee-ya, aku tidak berpikir bahwa kau mau memanfaatkan uangku dengan adanya anak itu! Aku memberikannya karena aku memang mau memberikannya, karena kau adalah istriku, dan anak itu adalah anakku. Jadi, berhentilah memberikanku laporan semacam ini, oke?!”

Sejak saat itu, Jaehee tidak lagi menunjukkan laporan keuangannya, namun ia tetap menggunakan uang Joonmyun dengan hati-hati. Belakangan ini, Joonmyun semakin sibuk. Joonmyun mengatakan bahwa perusahaannya mendapatkan klien perusahaan entertainment besar yang hendak membuat iklan melalui perusahaan tempatnya bekerja, jadi dalam beberapa sesi kunjungan dokter, Joonmyun tidak bisa menemani Jaehee. Hingga setelah memasuki usia kandungan Jaehee yang keenambelas minggu, Joonmyun benar-benar barus bisa melepaskan diri dari segala kesibukannya untuk menemani gadis itu ke dokter kandungan.

”Apa baby bump-nya sudah terlihat?” tanya Joonmyun penasaran.

Jaehee menunduk melihat perutnya, ”Hmm, tidak terlalu terlihat… maksudku, kalau dilihat dari luar… aku kan mengenakan sweater, jadi tidak terlihat…” wajah Jaehee memerah, ia tidak tahu harus menjawab jujur bagaimana untuk mengatakan ’Kalau telanjang akan terlihat.’.

”Aku akan ke rumahmu secepatnya,” janji Joonmyun. ”Eomonim dan Abeonim belum ada yang tahu kalau kau tengah hamil?”

”Hmm, belum.” Jaehee masih bingung bagaimana harus menjelaskan pada kedua orangtuanya kalau dia hamil. Sejak kepergian adiknya, yang diusir oleh sang ayah dari rumah sekaligus pencoretan namanya dari silsilah keluarga, kedua orangtuanya, terutama sang ayah sangatlah keras kepadanya. Ia hampir tidak diperbolehkan bekerja di Triptych karena tempat itu merupakan klub malam. Namun, apa daya, ayah dan ibunya pun tidak bisa membiayai hidup Jaehee lebih lanjut lagi. Mereka merelakan anak gadisnya bekerja dengan syarat tidak membuat malu keluarga.

Dan hamil jelas tidak termasuk dalam kategori ’tidak membuat malu keluarga’.

”Maaf hari ini urusan di kantor banyak yang harus aku selesaikan, jadi aku tidak bisa menjemputmu. Kau bisa ke klinik sendiri kan?” kata Joonmyun dengan penuh penyesalan lagi. Ia sudah melewatkan banyak sesi dan ia takut Jaehee akan mengira bahwa ia tidak sungguh-sungguh.

Jaehee hanya tersenyum. ”Iya bisa.” Jawabnya lembut.

”Aku janji aku akan segera berada disana. Aku tidak akan melewatkan kontrol kandunganmu, oke?” janji Joonmyun. ”Aku hanya perlu membereskan beberapa… hal.”

”Iya tak apa-apa. Kalau kau tidak bisa juga tidak apa-apa, pekerjaanmu itu penting, Joonmyun-ssi.”

Joonmyun berdecak. ”Jagiya, harus berapa kali aku bilang jangan panggil aku dengan embel-embel Joonmyun-ssi lagi? Aku ini suamimu. Walau dalam waktu dua minggu lagi.” Jaehee hanya tertawa kecil, wajahnya bersemu merah. Ya, Joonmyun sudah membicarakan tanggal pernikahan mereka. Joonmyun sebenarnya ingin sesegera mungkin untuk menikah, namun proyek dari SM Entertainment yang menguras tenaga membuatnya terpaksa menggeser tanggal pernikahan mereka. ”Kalau begitu hati-hati ya, kalau bisa naik taksi saja… aku tidak mau kau terlalu lelah…”

”Aku tidak apa-apa, Joonmyun.” Sahut Jaehee tidak enak. Hubungan yang baru mereka jalin ini benar-benar membawa rasa baru. Jujur saja, mereka hanya kenal sebatas pelanggan dan pelayan. Kemudian mereka terjebak hubungan rumit hingga membawa mereka pada situasi seperti ini.

”Tidak ada kata tidak apa-apa, Jaehee-ya~” sahut Joonmyun lembut. ”Aku akan menemuimu disana, oke? Aku mau lihat perkembangan anak kita.” Cukup satu kata. Anak kita. Dan Jaehee sudah bisa membiarkan Joonmyun melakukan apa saja sesuai kehendaknya.

Sore ini, Joonmyun sekali lagi membuktikan kata-katanya bahwa ia memang benar-benar datang ke klinik kandungan, dimana Jaehee biasa melakukan check up rutin. Joonmyun menepati janjinya, ia akan hadir sebelum Jaehee harus masuk ke dalam ruangan, dan ia beruntung karena tepat ketika gadis itu dipanggil, ia tiba disana.

”Selamat sore, Nyonya Oh. Eoh? Ini suaminya…?” tanya Dokter Uhm ramah saat melihat Jaehee yang biasanya selalu sendiri, kini didampingi oleh seorang pria tampan. ”Selamat sore, Tuan…?”

”Sore, Seongsaenim. Saya Kim Joonmyun, suami Jaehee.” Joonmyun sudah tidak kaku lagi dalam memperkenalkan dirinya sebagai suami seorang Oh Jaehee. Jaehee bisa merasakan kupu-kupu berterbangan di dalam perutnya saat mendengar kata-kata manis tersebut. Ia yakin anaknya di dalam sana juga ikut senang akan ucapan sang ayah.

Dokter Uhm pertama-tama memeriksa tekanan darah Jaehee. Dari sini, Jaehee dapat melihat betapa antusias dan gugupnya Joonmyun untuk pertama kalinya, mendampingi secara langsung dan melihat bagaimana proses demi proses check up yang biasa Jaehee lakukan sendiri tanpa dirinya.

”Nah kalau begitu, sekarang kita mulai ultra sound-nya.” Dokter Uhm dengan baik hati berdiri dan bergerak ke arah tempat tidur hitam tersebut.

Jaehee menghela napas dan memberikan Joonmyun senyum kecil canggung sebelum berdiri, Joonmyun pun mengikuti dan menemaninya di sisi ranjang. Dokter Uhm tidak memperhatikan pasangan yang masih canggung saat Jaehee ragu-ragu mengangkat sweater-nya ke atas dan memperlihatkan baby bump-nya yang sudah muncul sedikit. Joonmyun dengan sedikit gemetar, membantu Jaehee untuk menaikkan baju tersebut.

Keduanya memiliki pikiran yang nyaris sama, dimana mereka sudah pernah berhubungan seks, dan pada saat itu mereka dalam keadaan sadar penuh. Tidak seharusnya mereka malu, apalagi hanya bagian perut Jaehee yang terekspos. Tapi tetap saja, sejak hubungan seks mereka tempo hari, mereka tidak pernah mempertontonkan ’kulit’ yang lebih dari batas wajar.

Dokter Uhm yang tidak benar-benar menyadari kecanggungan pasangan muda ini, dengan sigap mengoleskan gel USG lotus pada seluruh permukaan perut Jaehee, dan segera saja ia meletakkan kepala ultra sound itu pada si perut. Sedikit terlonjak, tangan Jaehee yang refleks langsung digenggam kuat oleh Joonmyun yang kedua matanya terpaku pada bayangan hitam putih yang langsung tampil begitu kepala ultra sound menempel pada perut Jaehee.

”Wah, bayinya sehat dan lincah.” Komentar Dokter Uhm puas saat meneliti pergerakan si fetus. ”Kalian lihat ini…?”

Baik Jaehee dan Joonmyun terus terpaku pada layar. Bayangan yang bergerak-gerak itu, anak mereka.

”Selamat Joonmyun-ssi, Jaehee-ssi… kalian mendapatkan bayi perempuan.”

Jaehee tersenyum. Ia bisa merasakan perasaan yang membuncah-buncah bergerak di seluruh dadanya hingga ke tenggorokannya. Matanya memanas, dan ia sadar bahwa genggaman Joonmyun di tangannya semakin erat. Tatkala ia menoleh untak memandang Joonmyun, kedua mata pria itu masih saja tertuju pada layar. Namun satu hal yang pasti, di kedua pelupuk matanya, juga ada kristal-kristal yang berkumpul.

”Astaga… Seonsaengnim, dia… dia cantik sekali,” puji Joonmyun. ”Te…terima kasih,” ia tidak tahu mengapa ia mengucapkan terima kasih. Yang ia ingat, ia memang telah melakukan kelalaian hingga menyebabkan gadis yang tengah berbaring di depannya ini hamil. Tapi ia takkan pernah menyebut bayi ini kesalahan.

Jika Jaehee adalah hadiah, maka bayi ini anugerah. Dan dia takkan berhenti mengucap syukur bahwa Tuhan telah memberikannya kesempatan untuk memiliki seorang bayi dengan gadis yang ada di hadapannya kini. Semakin lama perasaannya pada Jaehee semakin menguat dan menguat. Sikap Jaehee yang canggung, malu-malu, dan tidak pernah mau menyusahkannya selalu menjadi daya tarik gadis itu di matanya.

”Terima kasih.” Ucap Joonmyun berkali-kali, dan kali ini, ia mengecup dahi Jaehee dalam-dalam sambil membiarkan gadis itu tahu ia menangis terharu. Bahwa ia sangat bersyukur, dan ia tidak akan menyesali kehamilan ini.

Dokter Uhm bahkan ikut terharu melihat interaksi pasangan ini. Puluhan tahun hidupnya sudah ia abdikan, dan ia sudah menyaksikan banyak pasangan menyambut bayinya. Sebagian membuatnya sedih, tak sedikit membuatnya ikut bahagia, dan beberapa seperti pasangan di hadapannya, membuatnya turut menitikkan air mata. Ia mengikuti perkembangan setiap ibu yang ia tangani, termasuk Oh Jaehee. Pertama kali gadis itu datang, ia begitu tertekan dan nampak tidak tahu apa yang harus ia lakukan. Namun, Dokter Uhm dapat melihat kesungguhan, bahwa Oh Jaehee ingin membesarkan anak di dalam rahimnya dengan baik.

Dokter Uhm tidak mau menebak-nebak apa yang terjadi dengan pasiennya, dan masalah apa yang dihadapi setiap pasangan yang datang. Tapi, ia turut bahagia melihat Oh Jaehee kini akhirnya tersenyum dan bahagia melihat perkembangan terbaru bayinya, ditambah lagi gadis itu kini ditemani laki-laki yang merupakan sang ayah dari jabang bayi itu.

Keduanya tetap bergandengan saat keluar dari ruang praktek Dokter Uhm. Mata Joonmyun tidak pernah bisa lepas dari foto hitam putih sang jabang bayi. ”Cantik sekali, ya Tuhan, bayi kita cantik sekali.”



Jaehee tertawa geli, ”Kau sudah mengatakannya berulangkali, Joonmyun-ah.”

”Karena dia sangat cantik,” komentar Joonmyun dan menatap Jaehee penuh rasa sayang. ”Pasti seperti ibunya.”

Dan pipi Jaehee kembali bersemu merah. Baru saja keduanya melangkah keluar dari klinik kecil tersebut, dan Jaehee baru saja mau menjawab pujian Joonmyun, belasan, bahkan hampir puluhan sinar blitz dari kamera menghadang mereka. Puluhan wartawan bersuara bising menodongkan mikrofon, ponsel, hinggal recorder. Puluh kamera juga merekamnya dan Joonmyun yang terlihat terkejut hingga langsung memeluk Jaehee, untuk melindunginya dari sorotan media massa.

”Kim Joonmyun-ssi!”

”Joonmyun-ssi!”

”Kim Sajangnim!”

”Apakah benar Anda dan kekasih Anda tengah menanti anak pertama kalian?”

”Apakah benar kekasih Anda mengandung tiga bulan?”

”Kim Sajangnim, bagaimana nasib perusahaan KL Company?”

”Kim Sajangnim, bagaimana tanggapan keluarga Anda?”

-TBC-

Haloooo…

Sebelumnya di FF ini aku belum pernah sapa-sapa temen-temen sekalian kan? Maaf ya baru sapa-sapa kalian sekarang. Terima kasih sudah ngasih feedback dari teaser sampai part 1 kemarin, mudah-mudahan di part 2 ini juga tetep banyak yang kasih feedback, mau positif negatif, gak apa-apa :

Kalau kalian baca FF-FFku belakangan, aku punya dua FF hutang, Once In A Lifetime dan The Lovely Secret. Kalian tau kan ada rules baru di blog ini, dan aku baca komen-komen readers yang pada sedih kalo digantungin FF-nya. Aku jadi merasa bersalah, jadi kalau ada diantara kalian yang baca OIAL dan TLS, aku mohon maaf yang sebesar-besarnya kalau sudah membuat kalian “gantung”. Aku jadi berpikir apa baiknya FF itu aku tarik aja daripada aku gak bisa memenuhi janji aku ke kalian. Jujur alasan aku belum nerusin adalah karena FF itu sempat ke skip lama, karena kemarin aku sempet skripsi jadi selama satu semester fokus aku pecah, jadilah begitu kembali dan coba nerusin, idenya buyar dan feel-nya hilang, jadi aku mohon maaf yang sebesar-besarnya kalau ada diantara kalian yang kecewa.

Kalau untuk FF ini, aku cantumin di atas berkorelasi sama FF Ima, yang judulnya Deepest Memories, dan ada satu lagi judulnya Hardest Betrayal. FF ini tadinya itu projek drabble di blog aku sama Ima dan temen-temen lainnya indayleeplanet.wordpress.com tapi karena satu dan dua hal, projek itu dihentikan, dan aku ngerasa sayang untuk nggak lanjutin FF ini, jadilah dari alur drabble yang super cepat aku ubah jadi ff chapter biasa, tapi kemaren ada yang bilang cepet banget. Emang lompatnya cepet-cepet sih disini aku akui… karena di drabble itu perpindahannya emang aku buat cepet hehehe…

Trus di FF ini udah ada sekitar dua atau tiga orang yang bilang visual OC-nya Jaehee (Kim Jiwon) jelek. Huhuhu aku sedih >< tapi, emang sejujurnya dari semua foto Jiwon yang aku punya foto ini paling ndeso sih, karena karakter Oh Jaehee-nya coba deh kalian telaah lagi, dia kan gadis miskin yang biasa-biasa aja, gak cantik dan glamor macam ulzzang dan model, aku pun gak pakai ulzzang karena aku gak terlalu suka visual yang terlalu kurus, gak real aja gitu di mata aku, jadi maaf kalau aku gak bisa memenuhi permintaan kalian yes?

FF ini gak akan panjang-panjang amat kok, dan aku janji Wildest Dream akan aku selesaikan sampai tamat. Karena aku sudah lulus kuliah dan masih jobless, jadi banyak waktu untuk bikin FF hehehe. Okayyy aku tunggu feedback kalian ya… terima kasih banyak, makin banyak yang kasih feedback pasti aku terpacu untuk terus nulis dan memperbaiki karya aku. Sekali lagi makasih.

yang mau ngobrol haha hihi, fangirling terutama ayo kita kenalan…

twitter @suhofocus —> isinya Suho semua maklum aja ya ^^

neez,

Filed under: AU, Drama, Marriage Life, romance Tagged: exo, OC, suho

Show more