2015-08-07



Olv @ Poster Channel

CAT

by Than

Twoshot fanfiction with Family, Comedy (maybe), Romance, Fantasy

Rate : PG-15, T

Cast : Park Miyeon (OC), Park Chanyeol

Note : Di akhir cerita dan wajib dibaca

—–

Previous Story

.

.

.

“Park Chanyeol!”

.

–[Chapter 2 of 2]–

.

“HWAAAAA!”

Jeritan di pagi hari ini membuat seluruh penghuni rumah bergegas menuju kamar sang anak gadis lalu mengetuknya kencang. Seperti biasa orang-orang itu bertanya dengan teriakan.

“ADA APA LAGI, PARK MIYEON?!”

Penghuni kamar yang sedang ketakutan membalas dengan sekuat tenaga. “TIDAK APA-APA!”

Nyonya Park medengus kesal. Selalu saja seperti itu. Anaknya yang satu ini suka sekali yang namanya berteriak tiba-tiba lalu jika ditanya, pasti menjawab ‘tidak apa-apa’ atau semacamnya. Beliau yang setiap hari di rumah, harus bersabar menghadapi Miyeon.

Di dalam kamar, Miyeon dengan wajah kaku, berdiri di sisi ranjang. Tangannya mendekap tubuh sambil menatap ke ranjang. Lebih tepatnya ke orang yang kini sedang terbaring dan menatap Miyeon dengan wajah polosnya. Mata yang membesar dan tanpa senyuman.

“Ka-kau sedang apa?!”

“Ah! Selamat pagi, Miyeonku. Akhirnya, aku bisa mengucapkan selamat pagi untukmu.”

Miyeon membelalak saat tubuhnya ditarik kemudian jatuh ke ranjang. Wajahnya menghadap wajah Chanyeol. Tanpa tanda-tanda, bibir Chanyeol mengecup pipi Miyeon berkali-kali lalu mengusapkan kepalanya ke wajah gadis itu.

Gadis itu sempat bengong, namun ia segera tersadar lalu secepat kilat mengambil seragam dan handuknya lantas membanting pintu kamar mandi dari dalam. Tubuh gadis itu bergidik mengingat kejadian barusan. Air dingin yang mengguyur tubuhnya tak berarti apa-apa dibanding perlakuan Chanyeol tadi.

Keluar dari kamar mandi, ia sudah memakai seragam dan kembali bengong melihat Chanyeol yang sedang menonton televisi dengan pose yang … eum … keren sekali. Kaki kanannya menopang ke yang kiri, sementara tangan kanannya berada di sandaran sofa dan yang kiri memegang remote televisi. Keren sekali. Tapi itu hanya beberapa detik setelah lelaki itu melihat Miyeon yang tengah berjalan menuju meja rias.

“Miyeonku, aku lapar,”

Tangan Miyeon yang akan meraih sisir terhenti. “Kau lapar? Kalau begitu kau tunggu di sini. Aku akan mengambilkan makanan untukmu.”

“Tidak mau. Aku ingin makan di ruang makan.”

Haish! Lelaki ini tak mengerti kondisinya atau apa?! “Nanti semua orang bingung melihatmu. Sudahlah, lebih baik makan di kamar saja.”

“Aku ingin makan denganmu. Seperti biasanya.” Chanyeol mengeleng-geleng.

Oke. Miyeon tak kuat melihat wajah tampan nan menggemaskan si jangkung ini. Gadis itu lantas mendengus lalu berjalan keluar kamar.

“Kau tunggu saja di sini. Aku akan membawakanmu makan. Aku juga akan makan di kamar bersamamu.”

Senyum Chanyeol tersungging sebelum ia duduk manis di depan televisi, menunggu kembalinya Miyeon ke kamar. Tanpa Chanyeol tahu, orang-orang di ruang makan kebingungan melihat lagak aneh Miyeon. Tak biasanya Nona Muda itu makan dua piring. Dengan segala alasan konyol, gadis itu akhirnya bisa membawa dua piring makanan ke kamarnya.

“Untukmu.”

Wajah Chanyeol yang awalnya ceria mendadak lesu. Matanya menatap tak percaya piring dan Miyeon bergantian. Merasa terus ditatap, Miyeon menghentikan suapannya.

“Kau jahat.”

Buru-buru Miyeon mengambil gelas di meja lalu meminumnya. Apa lagi ini?!

“Kau sekarang jahat. Aku dibiarkan makan sendiri. Padahal biasanya kita makan sepiring berdua.”

Oh God! Ini cobaan atau kesempatan?

Miyeon menghela napas kemudian mengambil sendok di piring Chanyeol, mengambil sesendok nasi miliknya, kemudian menyerahkan ke mulut Chanyeol. Tapi mulut itu tidak terbuka. Apa lagi sekarang?

“Aku inginnya sendok milikmu.”

Gila.

Ini namanya cobaan yang harus disyukuri. Miyeon harus bersyukur karena sendok bekas mulutnya akan dipakai untuk menyuapi lelaki setampan Chanyeol dan lelaki itu sendiri yang meminta dengan manja. Ini bisa dibilang ciuman tidak langsung, benar?

Miyeon tertawa kecil melihat suapan-suapannya diterima oleh Chanyeol dengan antusias. Hingga semua makanan habis tak tersisa, tawa Miyeon masih ada. Gadis itu pamit berangkat ke sekolah pada Chanyeol sekalian menaruh sisa piring sarapan.

Baru saja gadis itu akan membuka pintu kamar, tangan Chanyeol menahan di pinggang. Itu membuat tubuh Miyeon menegang.

“Kau tidak pamit seperti biasanya.”

Miyeon membalikan tubuh dan menatap tepat mata biru itu.

“Yang seperti apa maksudmu ‘biasa’?”

Chanyeol mengerucutkan bibir lantas menempelkan kepalanya ke bibir Miyeon sambil memejamkan mata. Miyeon sendiri diam, membiarkan rambut itu terus menempel di bibirnya. Chanyeol mengangkat lagi kepalanya.

“Itu maksudku. Kau lupa?”

Sadarlah, Park Miyeon! Miyeon menggeleng kecil.

“Ya sudah, aku akan berangkat. Aku pergi dulu— Eh!”

Lelaki itu menggigit pipi Miyeon secara spontan hingga memerah lalu tertawa jenaka.

“Hati-hati, Miyeonku.”

Miyeon langsung terbirit-birit keluar kamar dengan pipi merah bekas gigitan Chanyeol. Semoga saja orang tua dan teman-temannya di sekolah tidak bertanya macam-macam.

.

*****

.

“Selamat siang juga, Seonsaengnim,”

Guru bertubuh gempal dan berkacamata itu keluar dari ruangan diikuti sorak sorai yang biasa para murid sekolahan lakukan ketika bel paling dinanti-nanti berbunyi, alias bel pulang sekolah. Tapi hari ini sorak sorai tidak semeriah biasanya. Pasalnya, guru killer barusan memberikan tugas tanpa ampun.

“Kenapa kita harus seperti ini, hah?!”

“Seenaknya saja memberikan tugas setumpuk?!”

“Waktu shoppingku akan berkurang hanya karena tugas gila ini.”

“Aku tak ingin kepalaku pecah karena tugas ini.”

Begitulah kira-kira gerutuan beberapa siswa kelas Miyeon. Gadis itu sendiri hanya mendengus kesal lalu segera membereskan buku-bukunya ditemani Soojung.

“Eoh, Miyeon. Bagaimana hubunganmu dengan si anak kelas sebelah?”

“Tak ada yang bagaimana-bagaimana. Aku benci dia.”

Miyeon tanpa melirik temannya, langsung berjalan keluar dengan cepat. Soojung di kursinya terbengong-bengong lalu mendengus sebal. Temannya ini hanya karena kejadian kemarin, langsung membenci si anak kelas sebelah. Soojung mendengus lagi kemudian bangkit untuk mengejar Miyeon.

Baru saja keluar dari kelas, seseorang memanggilnya dengan lantang. Soojung menoleh, sedikit terkejut melihat orang yang sedang berlari ke arahnya.

“Ada apa?”

Orang tersebut mengeluarkan sesuatu dari saku celana panjangnya kemudian menyerahkan kepada Soojung. Gadis berbando itu menggeleng melihat sebuah tulisan yang tertera di barang itu.

“Kau berikan saja sendiri.”

Soojung kembali berjalan tanpa memperdulikan sosok di belakangnya sedang terbengong-bengong.

.

*****

.

“Kau sudah pulang, Miyeon?”

Gadis yang baru saja masuk ke dalam rumah tersenyum lebar lalu segera menaiki tangga. Ia lelah. Ingin segera melepas seragam, lalu mandi, kemudian merefresh pikirannya dengan bersantai sambil menonton televisi. Tugas guru killer itu akan dilupakannya sementara waktu, walaupun besok adalah deadline tugas itu. Waktunya cepat sekali, bukan? Siapa dulu gurunya?

Miyeon menutup pintu kamarnya dari dalam. Tas yang dibawanya ke sekolah, kini sudah jatuh entah dimana. Tubuhnya kini benar-benar kepanasan. Di depan cermin, gadis itu langsung melepas almamater, kemudian kemeja sekolah, dan yang terakhir roknya. Dan voila, ia hanya mengenakan pakaian pribadinya. Tanktop dan hotpants.

“Sudah lama aku ingin sekali memuji tubuhmu.”

Hah?!

Miyeon terbelalak. Sial. Dirinya melupakan sesosok manusia jangkung nan tampan di dalam kamarnya. Shit. Sebelum terjadi sesuatu, Miyeon bergegas menuju lemari pakaian untuk mengambil apapun agar tubuhnya terlindungi.

Sayang, ia juga lupa bahwasannya Chanyeol adalah laki-laki dengan kekuatan yang lebih besar dari perempuan dan ia juga jelmaan kucing. Belum sempat menggapai pintu lemari pakaian, tubuh tegap itu sudah berdiri di hadapannya. Padahal jarak cermin dengan lemari hanya beberapa meter. Refleks Miyeon mundur tapi kembali maju karena tangan besar itu menarik tubuhnya cepat. Kini posisi keduanya berhadapan. Jujur, Miyeon bergidik ngeri. Bagaimanapun caranya, ia harus bisa menutupi bagian tubuhnya yang terbuka.

Mata biru Chanyeol terus menatap gadis di depannya dari bawah hingga atas. Seringaian terpampang di wajahnya. Menambah kesan keren sekaligus menakutkan. Miyeon berusaha melepas tangan lelaki itu, tapi gagal.

“Kenapa? Kau malu, Miyeonku?”

Tentu saja! Siapa gadis yang mau dan tidak malu jika tubuhnya dipertontonkan kepada yang bukan ‘siapa-siapa’nya?! Meskipun hanya sedikit.

“Lepas, Chanyeol,” Sial. Tangan itu semakin mengerat.

“Tapi kenapa? Padahal kau sudah sering berpenampilan seperti ini di depanku.”

ARGH! Miyeon meringis. Salahnya dulu kenapa begitu ‘terbuka’ dan salah lelaki ini juga kenapa harus berubah menjadi manusia.

“Aku ingin ke kamar mandi. Jadi, lepaskan aku.”

Melihat gelengan dari kepala Chanyeol, gadis itu mendesah frustasi. Ia hampir melonjak saat bibir Chanyeol menyentuh pundaknya. Ada sedikit sensasi geli karena kulit bertemu bibir. Dapat dirasakan bibir Chanyeol terus bergerak menciumi area pundaknya berkali-kali.

Oh tidak.

Miyeon tak kuat lagi.

Dengan sekuat tenaga, didorong tubuh besar itu kemudian ia segera mengambil pakaian di lemari, lalu secepat kilat masuk ke kamar mandi. Di luar kamar mandi, Chanyeol terkekeh. Ia senang betul dengan harum alami tubuh itu dari dulu. Harumnya seperti lembut dan manis.

Setelah kejadian tadi, Miyeon terus menekuk wajahnya. Ia masih malu dan kesal dengan kelakuan Chanyeol. Tapi berkat semua kelakuan lucu seorang Chanyeol, rasa kesalnya hilang seketika. Buktinya saat ini keduanya tengah bersantai di atas ranjang malam harinya. Dengan Miyeon yang sibuk dengan tugas-tugasnya, dan Chanyeol yang sedaritadi menatap wajah serius gadis itu.

“ARGH! Susah sekaliiiiii~”

Chanyeol tersenyum lebar melihat gadis di depannya membanting pulpen kemudian berbaring telentang. Tanpa bersuara, ia mengambil buku tugas gadis itu lalu mulai membaca dalam hati. Itu mampu membuat Miyeon kembali ke posisi semula.

“Memangnya kau bisa membaca?”

Kepala Chanyeol terangkat. “Tentu saja. Aku suka melihat-lihat semua buku pelajaranmu.”

Lelaki itu mendekatkan dirinya ke Miyeon lantas menunjuk angka-angka memusingkan di dalam buku. Dimulai dari nomer pertama hingga terakhir, Chanyeol menjelaskan cara-caranya.

“Paham?”

Hening.

“Kau paham, Miyeonku?”

Tak ada jawaban.

“Miyeonku? Hey, kenapa bengong?”

Ternyata Miyeon menganga sejak Chanyeol menjelaskan dari nomer atas hingga bawah. Dalam pikirannya, ia memuji-muji kecerdasan orang itu. Chanyeol benar-benar ajaib. Bukankah amazing jika seekor kucing tiba-tiba berubah menjadi guru Matematika pribadi?

“O-oh, iya, iya. Aku paham, Seonsaengnim,” kepala Miyeon sampai ditundukan.

Diraih pulpen serta buku dari tangan Chanyeol, lalu ia mulai mengerjakannya dengan diam. Meskipun bengong, gadis itu cepat menangkap semua ucapan guru Matematika pribadi barunya. Saat mengerjakan pun ia masih setengah tak percaya. Chanyeol juga kembali ke aktifitas awalnya, menatap wajah serius sang majikan dalam diam.

Hampir setengah jam mereka sama-sama diam. Tak ada yang membuka ucapan. Sebenarnya Chanyeol ingin berbicara, tapi takut mengganggu konsentrasi gadis manis itu. Tapi ia sangat ingin bicara. Dan akhirnya ia membuka suara.

“Kau sekarang menjadi pemalu.”

Miyeon menghentikan gerakan tangannya, mendongak bingung.

“Harusnya kau tak usah malu. Lagipula aku ‘kan tetap kucingmu.”

Lelaki ini mulai lagi.

Miyeon kembali meneruskan tugasnya, membiarkan Chanyeol berbicara sendiri.

“Melihatmu memakai celana yang sangat pendek dan kaus dalam perempuan, sudah biasa. Jadi, kau tak perlu malu, Miyeonku.”

‘Kan? Si jangkung ini mulai lagi.

“Oh ya, saat kau sakit, yang mengganti bajumu itu bukan Eomma.”

Ucapan barusan membuat Miyeon terbelalak kaget. Kalau bukan ibunya, lantas siapa? Jangan-jangan …

“Aku yang mengganti bajumu.”

Gila.

Sontak Miyeon bangun dan langsung mendekap tubuhnya erat-erat. “Kau?! Kau yang mengganti bajuku?!” desis Miyeon.

Anggukan dari lelaki tanpa wajah berdosa itu membuat puteri Nyonya Park rasanya ingin mati. Kalau benar lelaki di depannya yag mengganti bajunya, berarti …

Seluruh tubuhnya sudah dilihat oleh lelaki itu.

SIALAN!

“Berarti kau melihat seluruh tubuhku?!” tanya gadis itu histeris.

Lagi-lagi anggukan didapatkannya.

“KAU! Berani-beraninya …” jari Miyeon sudah menunjuk ke arah Chanyeol.

“Tapi aku hanya ingin membuatmu nyaman. Aku tidak bermaksud— Hey!”

Chanyeol segera mengejar gadis yang berlari ke arah balkon lalu menutup pintu balkon dari luar. Dari dalam kamar, terlihat gadis itu mengunci pintu tersebut lalu mundur. Chanyeol mengerang fustasi. Memangnya salah, jika ingin menjaga seseorang yang berarti bagi hidupnya? Lagipula, ia tak sampai melakukan hal negatif biarpun matanya ‘melihat’ sedikit.

Sementara di balkon itu sendiri, Miyeon mengabaikan suara pintu balkon yang berusaha dibuka. Masa bodoh dengan kefrustasian Chanyeol. Mata indahnya terpejam, mencoba menikmati angin malam yang menerpa seluruh tubuhnya. Rambut dan piyamanya bergerak kena terpa angin. Otaknya masih berpikir atas perlakuan yang menurutnya tak senonoh. Ditarik napasnya dalam-dalam, lalu dihempaskan secara kasar.

Sialan.

Ia merasa tubuhnya sudah ternodai. Oh Tuhan, ia harus apa sekarang? Sungguh, ia malu sekaligus marah kepada orang yang sudah berani-beraninya menyentuh yang bukan miliknya selain yang berhak. Tapi mau bagaimana lagi? Ini sudah terjadi.

Entah sudah berapa lama gadis itu diam berdiri di balkon kamar. Sampai dua buah tangan melingkari pinggangnya erat dan lehernya diterpa angin bersuhu hangat.

“Mianhae.”

Diam.

“Mianhae.”

Tidak. Miyeon masih merasa marah dan malu.

“Mianhae, mianhae, mianhae.”

Cukup.

“Maafkan aku …” sosok itu memberi jeda. “Aku tidak ada maksud apa-apa, sungguh. Aku berani bersumpah. Maafkan aku, Miyeonku.”

Suara itu melirih, membuat Miyeon iba. Dibuka perlahan kedua matanya tanpa berniat merubah posisi atau berbicara. Otaknya berputar. Ia bimbang. Memaafkan atau tidak. Kalau tidak memaafkan, ia merasa egois. Jika memaafkan, semudah itukah memaafkan?

Maafkan atau jangan?

Memaafkan? Itu terlalu mudah. Tapi mengingat wajah tampan dan imut itu, rasanya tak tega. Apalagi jika sosok itu saat sedang menjadi kucing, oh, itu terlalu menggemaskan dan semakin dirinya tak tega kalau tidak memaafkan. Toh, sosok itu juga sudah mengatakan bahwa dia tidak bermaksud apa-apa. Oke, baiklah. Ia sepertinya harus memaafkan.

Di belakangnya, Chanyeol sudah tak sabar menunggu jawaban dari mulut Miyeon. Ia hanya ingin permintaan maafnya diterima. Harus. Kalau seandainya tidak dimaafkan, ia akan melakukan segala macam cara agar dimaafkan.

“Kau mau memaafkanku?”

Masih tak ada jawaban.

Andai saja Chanyeol tahu bahwa gadis itu berpura-pura mengacuhkannya.

“Maafkan aku, Park Miyeon.”

Miyeon terpaku mendengar nama lengkapnya disebut untuk pertama kalinya oleh Chanyeol. Belum sadar dari keterpakuannya, gadis Park itu menegang tatkala leher samping kirinya digigit cukup kuat oleh … siapa lagi kalau bukan Chanyeol?

“Hentikan!”

“Maafkan aku, atau kau akan terus kugigit?!”

Ugh! “Cukup, Chanyeol! Hentikan!”

“Tidak. Maafkan aku dulu!”

Chanyeol semakin menggigit keras leher Miyeon. Tak peduli ‘korban’nya sudah meringis kesakitan. Gadis itu berusaha melepaskan tubuhnya, namun tangan Chanyeol sigap menghadang di antara tubuh mungil—bagi Chanyeol—itu. Tak bisa lepas dari kurungan kucing itu, ia pun menjauhkan kepalanya. Tapi aksinya malah memicu keganasan seorang Chanyeol. Sekarang lelaki jangkung itu menekan tengkuk sang gadis, kemudian meniupnya terus menerus, membuat gadis itu ingin tertawa karena kegelian. Itu daerah sensitif Miyeon asal tahu saja. Alhasil tawa Miyeon keluar dan disela-sela tawanya, ia meringis. Kalau dilihat dari jalanan, siluet dua orang itu akan terlihat seperti sedang melakukan suatu hal yang ‘wow’ sekali.

“Oke, oke! Chan—“ ia tertawa. “Berhenti!” tertawa lagi. “Iya, iya! Chan berhenti! Ini geli!”

Sekarang Miyeon mulai sebal. Untung saja Chanyeol segera menghentikan aksinya. Diputar tubuh Miyeon seratus delapan puluh derajat, kemudian tersenyum lebar. Sementara Miyeon mendegus tak ikhlas.

“Dimaafkan?”

Ini pemaksaan, benar?

“Chanyeol!” Miyeon menangkup wajah di hadapannya. “AKU. MEMAAFKANMU. Puas?”

Chanyeol bengong sesaat kemudian tersenyum lebih lebar. Tanpa disuruh, ia mengangkat tubuh Miyeon lalu mereka berputar-putar. Lelaki itu baru berhenti berputar-putar saat merasakan tubuhnya terkena pukul. Bukannya menurunkan Miyeon, ia malah menggendong tubuh itu ke dalam kamar lalu memeluknya erat sekali sambil duduk di atas ranjang.

“CHANYEOL HENTIKAN! CUKUP! JANGAN BUAT AKU MATI! AKU BUTUH OKSIGEN!”

Lagi-lagi teriakan keras Miyeon membuat satu rumah gempar. Dengan penuh emosi, Nyonya Park beserta Jungsun menggedor pintu kamar Miyeon keras kemudian mendobraknya. Mata Nyonya Park nyaris keluar melihat kelakuan anaknya di dalam kamar.

“APA YANG KAU LAKUKAN?!”

Jantung Miyeon hampir copot melihat tampang beringas ibunya. Seolah-olah sang ibu akan memakannya hidup-hidup. Bahkan mulutnya tak bisa berucap sepatah kata pun. Bergerak pun susah.

“KAU KENAPA MEMELUK CHANYEOL BEGITU ERAT?! KAU INGIN MEMBUNUHNYA?!”

Miyeon menatap siapa yang ada di pelukannya. Sepertinya Dewi Fortuna sedang memberinya bonus. Chanyeol sedang jadi kucing. Sangat beruntung.

“A-aku hanya memanjakannya. Sungguh.” jari Miyeon membentuk ‘V’ sign.

Nyonya Park menatap anaknya curiga sebentar sebelum menutup pintu kamar dari luar dan melangkah pergi. “Jangan berteriak malam-malam lagi!”

BLAM

Miyeon menghela napas tanpa menyadari kucingnya yang sudah berubah menjadi manusia lagi. Chanyeol yang sudah kembali jadi manusia, terkekeh melihat tampang suram Miyeon. Dipeluknya lagi gadis itu erat-erat beberapa detik.

“Terimakasih sudah mau memaafkanku. Saranghaeyo.”

Chanyeol memajukan kepalanya untuk mencium puncak kepala Miyeon. Yang dicium, hanya mendesah pasrah. Ia sudah mulai terbiasa sekarang.

“Aku ingin tidur sekarang.”

Miyeon membaringkan tubuhnya menghadap kiri, menarik selimut hingga leher, kemudian diam. Tidak menutup mata. Ia masih memikirkan sesuatu.

Melihat Miyeon yang sudah ingin tidur, Chanyeol ikut membaringkan badannya, menarik selimut hingga leher, kemudian menghadap kanan sehingga keduanya saling bertatapan.

“YA! Kau kenapa tidur di sini, hah?!” Miyeon bangun lagi.

Lelaki itu mengerucutkan bibirnya. “Tapi aku biasanya tidur di sini.”

Baru saja ingin mengeluarkan suara untuk menceramahi Chanyeol, tiba-tiba saja semuanya gelap gulita. Miyeon terdiam hampir lima detik kemudian refleks memeluk Chanyeol erat sekali. Awalnya Chanyeol bingung dan kaget, tapi lelaki itu langsung paham saat orang yang memeluknya terasa bergetar disusul suara isakan kecil. Dipeluknya erat juga tubuh itu. Tak lupa usapan menenangkan ia berikan. Tanpa yang memeluknya duluan sadari, dirinya sedang tersenyum kecil.

Dulu, saat masih jadi kucing, jika saat-saat seperti ini terjadi, saat dimana listrik padam dan tinggal dirinya dan Miyeon di kamar berdua, ia hanya bisa mengusapkan kepalanya kemudian mengeong untuk menenangkan gadis yang sering memeluknya jika saat-saat seperti itu. Tapi sekarang, ia bisa lebih menenangkan Miyeon dengan cara yang lebih berguna.

Hening lama sekali.

Chanyeol masih mendengar isakan kecil itu dari tubuh yang dipeluknya. Sampai isakan itu sudah mulai mengecil kemudian berhenti total, ia masih memeluk erat tubuh itu. Disela-sela ketakutan sang gadis, lelaki itu berucap jahil yang dibalas pukulan ringan di punggungnya.

“Mau menyuruhku untuk tidak tidur di ranjang lagi, hmm?”

.

*****

.

“Hati-hati di sekolah, Miyeonku. Kalau ada yang nakal kepadamu, jangan takut untuk lapor ke guru. Atau kalau bisa lapor saja ke polisi. Aku sangat mencintaimu, Miyeonku.”

Ucapan Chanyeol diakhiri dengan sebuah kecupan di beberapa tempat. Mata, hidung, pipi, kening, serta puncak kepala yang tentu saja milik Park Miyeon. Gadis itu sendiri meringis dan mengangguk. Si jangkung di depannya ini khawatir sekali atau bodoh, sih?

“Hati-hati, Miyeonku sayang!”

Hanya deheman dan anggukan yang keluar dari mulut Nona Muda Park. Setelah itu ia bergegas ke depan rumah, menuju mobil yang dikendarai kakaknya, Jungsun, sebelum lelaki itu menendang bokong sang adik. Seraya masuk ke mobil, Miyeon menatap balkon kamarnya lantas tersenyum. Tampak Chanyeol di sana juga membalas dengan lambaian tangan.

Di sekolah, bukannya memikirkan dan memperhatikan penjelasan guru di depan kelas, Miyeon malah melamun memikirkan Chanyeol. Perlakuan lelaki jangkung itu sebelum dirinya berangkat ke sekolah, menghasilkan hormon kebahagiaan. Ternyata ucapannya benar. Jika kucing itu berubah jadi manusia, dia jadi sangat tampan. Tanpa sadar bibirnya membentuk senyuman. Miyeon merasa senang dan ingin cepat-cepat pulang ke rumah. Chanyeolli sedang apa ya, sekarang?

Soojung yang mulai bosan dengan pelajaran sejarah yang guru yang sudah lansia di depannya berikan, mengalihkan pandangan dan berhenti saat tak sengaja melihat ke arah Miyeon. Gadis berbando itu bergidik melihat tampang temannya yang senyum-senyum bak orang gila. Sejenak ditatapnya sekitar, lalu ia melempar penghapus ke kepala Miyeon.

“Kau seperti orang gila!” bisik Soojung sebal.

“Kau mengganggu orang gila, berarti.”

Soojung menjentikan jari. “Kau pasti memikirkan Choi Minho, kan?”

“Enak saja! Aku sudah pernah bilang kepadamu. Aku membenci orang itu, bodoh!”

Miyeon mengambil penghapus yang Soojung lempar, lalu melemparkan kembali ke pemiliknya. Tak terima, gadis berbando itu membalas. Dan keduanya pun sibuk dengan pertarungan konyol. Tapi dua gadis itu langsung diam begitu merasakan hawa aneh di sekitarnya.

“Mianhae, Seonsaengnim,”

Guru sejarah itu kemudian melanjutkan pembelajarannya yang tertunda beberapa menit. Miyeon menatap garang temannya lalu beralih ke papan tulis. Si Soojung itu benar-benar merusak khayalan-khayalannya. Untung saja bel pulang sekolah berbunyi sebentar lagi. Hanya tinggal menunggu detik-detik terakhir, dan ajaib semua anak merasa bahagia luar dalam. Apalagi besok hari Sabtu, waktunya sekolah tutup sampai Senin.

Hendak berjalan menuju gerbang sekolah, langkah kaki Miyeon terhenti otomatis begitu matanya tak sengaja mentatap ke arah lapangan basket. Ya Tuhan. Miyeon meneguk salivanya dengan mata tak berkedip. Ia tiba-tiba saja merasa ingin terbang melihat seorang siswa sedang mendribble bola basket lalu melemparkannya dan berhasil melakukan three point. Sorak sorai mengiringi tawa lelaki itu.

Miyeon masih mematung melihat lelaki itu. Sungguh, Choi Minho adalah malaikat super tampan tanpa sayap yang sengaja Tuhan berikan untuk terus dipandangi ribuan mata lebih khususnya mata Park Miyeon. Gadis itu kemudian menampar pipinya sendiri saat melihat arah pandangan Minho di ujung sana. Apakah dia memperhatikanku? Miyeon menoleh ke belakang.

“YA! PARK MIYEON! KAU MENINGGALKANKU, DASAR BODOH!”

Soojung berlari mendekati Miyeon, tangannya hendak memukul tapi tak jadi. Diganti dengan sikutan mesra di pinggang temannya. Ia paham sekarang. Tawa jahil menghiasi wajah Jung Soojung.

“CHOI MINHO!”

Bodoh!

Miyeon menjitak keras kepala Soojung. Semuanya selalu kacau jika ada orang penggila bando macam teman sebelahnya itu. Miyeon semakin ingin menggigit tangan Soojung manakala Minho melambai ke arah dua gadis itu kemudian berjalan santai ke arah keduanya. Jantung Miyeon meledak-ledak. Ia harus segera pergi sebelum mati konyol.

“Aku duluan!” Miyeon terbirit-birit berlari keluar area sekolah.

Minho dan Soojung menatap kepergian Miyeon bingung. Tapi ada raut kecewa di wajah tampan Minho.

“Dia kenapa, Soojung-ssi?”

“Dia gugup. Oh ya, kemarin pesanmu baru kubaca tadi malam. Maaf ya,”

Minho mengangguk. “Apa dia masih menyukaiku, Soojung-ssi?”

“Lebih baik kau tanyakan saja sendiri. Salahmu waktu itu langsung meninggalkannya.”

“Aku benar-benar merasa risih saja saat itu.”

Soojung tertawa remeh. “Kau tidak peka, Minho-ssi. Huh, seandainya kau paham perasaan wanita yang sedang jatuh hati.”

Lelaki itu hanya terdiam sambil memandangi sebuah benda di tangannya.

“Kau belum mengembalikan? Untung saja gadis gila itu tidak ngamuk karena sapu tangan kesayangannya hilang.” lanjut Soojung. “Lebih baik kau cepat kembalikan sebelum dia membunuhmu.”

.

*****

.

Di kediaman keluarga Park, seorang gadis tengah mengeringkan rambut di ruang keluarga sendirian. Orang tua serta Jungsun tidak ada di rumah. Gadis itu sedikit aneh mengetahui ibunya tak ada di rumah. Tumben sekali.

Miyeon menatap ke arah kamarnya berada. Sejak pulang sekolah hingga sehabis mandi, dia belum menginjakan kaki di kamar. Gadis itu belum mau bertemu Chanyeol jika belum beres. Ia masih sedikit takut jika tiba-tiba lelaki jangkung itu melihat tubuhnya lagi. Yah, meskipun Miyeon tidak marah lagi.

Asyik dengan televisi dan handuknya, Miyeon sampai tak menyadari sesosok tubuh sudah duduk diam di sampingnya sambil menatap gadis itu lekat. Sampai Miyeon tak sengaja menoleh ke samping,

“HWAAAAAA!”

Refleks Chanyeol membekap mulut Miyeon. Terasa tubuh gadis itu bergetar dan tatapan mengerikan didapatkan lelaki itu.

“Kau kenapa tidak langsung ke kamar?”

Miyeon menepis tangan Chanyeol, menghirup napas dalam-dalam, lalu berbicara setelah tenang.

“Aku akan ke kamar sekarang.”

“Apa kau membawa sesuatu?”

Sesuatu? Miyeon berhenti di anak tangga ke lima. Ah ya! Dia punya stok es krim di dalam kulkas.

“Ambil es krim di kulkas dan ayo kita ke kamar.” suruh Miyeon seraya berjalan ke kamar.

Chanyeol menghambur ke kulkas lalu mengambil sekotak es krim dan berlari ke kamar dengan perasaan bahagia.

Di dalam kamar, sekarang keduanya asyik berpesta es krim. Miyeon tak peduli dengan es krim milik siapa ini yang penting perut dan hatinya bahagia. Begitu pula Chanyeol. Lelaki itu menyendokan es krimnya ke mulut seraya memperhatikan gadis manis di sebelahnya yang sedang bermain gadget.

Merasa diperhatikan, sesungguhnya Miyeon risih. Lama sekali Chanyeol menatap gadis itu. Entah karena terlalu groginya, es krim di sendoknya sudah belepotan di sekitar mulut gadis itu. Ugh, Miyeon jadi malu sendiri. Chanyeol tersenyum geli melihat wajah yang menurutnya imut.

“Kemana sapu tanganku?”

Miyeon mengeluarkan semua barang di dalam tas, dihamburkan ke atas sofa, kemudian mengobrak-abriknya. Tidak ada?! Miyeon mendesah frustasi. Bagaimana bisa tidak ada?! Dicoba dicari lagi. Nihil. Sapu tangan tercintanya tidak ada.

“Kau mencari apa, Miyeonku?”

“Sapu tanganku. ARGH! Mana, sih?!”

Chanyeol menarik tubuh yang lebih kecil darinya ke atas kasur secara tiba-tiba. Yang ditarik terkejut lalu menatap bingung Chanyeol, menyiratkan apa-yang-kau-lakukan. Keduanya terdiam dalam posisi yang cukup ‘sesuatu’. Miyeon tidur telentang, sementara Chanyeol di atasnya menahan dengan kedua lengan agar tubuh besarnya tak menimpa sang majikan.

“Kau tidak perlu sapu tangan, Park Miyeon.”

Hah?!

“A-Apa maksudmu?” Miyeon mencoba mengenyahkan Chanyeol dengan tatapannya. Tapi ia rasa itu hal bodoh. “Kalau begitu, aku akan ke kamar mandi untuk mencuci mulut. Minggir, aku—“

Jantung Miyeon tiba-tiba saja berkontraksi ketika merasakan sentuhan di dekat bibirnya, nyaris menyentuh bibir miliknya. Miyeon meremas bahu Chanyeol saat bibir lelaki itu sudah menyentuh sedikit bibirnya. Park Chanyeol sialan!

Lelaki itu hampir tertawa melihat ekspresi Miyeon sekarang. Perlahan ia menjauhkan wajahnya diikuti tawa tanpa dosa.

“Nah, sekarang wajahmu sudah bersih lagi. Ngomong-ngomong, kenapa rasa es krimnya jadi lebih enak, ya?”

Miyeon melotot sejenak sebelum mencubit pipi Chanyeol. Ugh, lelaki ini …

“Kalau begitu, kotori sekitar mulutmu dengan es krim, maka aku akan membersihkannya.”

Ucapan Chanyeol dibalas toyoran oleh Miyeon. Gadis itu kembali memakan es krim. Hal itu diikuti juga oleh lelaki di sebelahnya. Keduanya pun kembali bersantai di dalam kamar tanpa ada yang mengganggu.

“Eoh, Chanyeolli. Kau dapat darimana baju yang kau pakai?”

“Dari kamar Jungsun.”

Pantas saja akhir-akhir ini Jungsun sering berteriak-teriak tak jelas mencari baju-bajunya kepada Nyonya Park hingga sang ibu hampir melemparkan spatula ke kepala anak laki-lakinya.

“Kau cocok memakai baju itu.”

“Benarkah?”

Miyeon mengangguk. “Kau tampan.”

“Kalau begitu, kau juga cantik, Miyeonku. Saranghaeyo.”

Kecupan lembut kembali gadis itu dapatkan di pipi kirinya. Kelihatannya gadis itu seperti tak acuh, tapi sebenarnya ia hampir pingsan.

.

*****

.

5.32 PM

Park Miyeon mendengus. Jam segini orangtua dan kakaknya belum pulang semua. Terlalu boros dan terkesan penakut jika ia menelepon mereka hanya untuk menanyakan dimana dan kapan pulang.

Suara shower di kamar mandi membuat gadis itu menoleh sekilas. Siapa yang mandi? Tentu saja Chanyeol. Diam-diam Miyeon mengukir senyum. Kucing itu dari dulu sama, suka mandi dan memakai wewangian yang mirip seperti miliknya. Tak heran wangi tubuh mereka sama.

Suara bel rumah membuyarkan lamunannya tentang orang yang sedang ada di kamar mandi. Secepat kilat ia menuju pintu rumah untuk menyambut siapa gerangan yang datang. Ia berharap itu ibu atau ayahnya datang membawa seplastik makanan. Tapi kenyataannya,

“Min-Minho.”

Sosok di depannya tersenyum canggung. “Annyeong, Miyeon-ssi.”

“Eum … Ayo masuk dulu,”

Miyeon mempersilakan tamu tak terduga untuk duduk di ruang tamu. Demi apa pun gadis itu gugup sekali. Ia butuh pasokan oksigen melihat sosok di depannya yang … God! Tampan dan keren sekali.

“A-ada apa, Minho-ssi?”

Sekuat tenaga gadis itu menahan perutnya yang tiba-tiba saja mual. Tanpa ia tahu, sejujurnya Minho sendiri sama gugupnya.

“Aku kemari ingin mengembalikan ini.” ujar lelaki itu seraya menaruh sesuatu di atas meja.

Sapu tanganku! Miyeon segera meraih sapu tangan kesayangannya dan membungkuk berterimakasih. Diusap sapu tangan itu berkali-kali. Gadis itu merindukan sapu tangannya sangat.

“Terimakasih, Minho-ssi.”

Minho mengangguk disertai senyuman yang membuat Miyeon seketika pusing dan jika tak segera ditolong, maka dipastikan besok berita mengenai seorang siswi yang mati konyol karena bertemu lelaki pujaannya sudah tersebar hingga pelosok-pelosok sekalipun.

Hening menyelimuti kedua muda-mudi itu.

“Eum … Maaf.” suara gugup Minho memecah kesunyian.

“Untuk?”

“Perlakuanku tempo hari.”

Oh, Miyeon kira ada apa-apa. Gadis itu tersenyum. “Tak masalah. Lagipula aku yang lancang.”

Hening lagi.

“Miyeon-ssi.”

“Minho-ssi.”

Keduanya menatap kikuk. Lalu Minho berbicara lagi.

“Kau duluan.”

“Tidak, kau saja, Minho-ssi.”

Lelaki itu berdehem untuk menghilangkan gugupnya dan bersiap untuk berbicara. Sementara gadis di depannya duduk canggung. Perasaan was-was menyelimuti sang gadis.

“Miyeon-ssi.” Jeda sejenak. “Sebenarnya kemarin itu aku sedang banyak masalah. Maafkan aku.” Jeda lagi. Miyeon terus membiarkan Minho berbicara. “Saat itu juga aku sedang sedikit tidak enak badan. Aku juga aneh, mengapa emosiku jadi tidak stabil. Tapi Miyeon-ssi, saat itu aku ingin berbicara padamu. Eum … kalau boleh aku bertanya, apakah kau masih ada perasaan yang—“

“Miyeonku?”

Refleks dua orang di ruang tamu menoleh ke sumber suara. Miyeon hanya bungkam melihat seorang lelaki jangkung turun dari tangga dengan sangat-sangat keren. Celana jeans hitam, kemeja panjang yang digulung sampai siku dengan kancing atas terbuka, rambut acak-acakan, dan tentu saja wajah bingung. Oh Tuhan. Miyeon benar-benar terpesona.

“Siapa yang datang, Miyeon?” tanya Chanyeol sesekali melirik Minho tajam.

Miyeon tersentak ketika pipinya dicium Chanyeol cepat lalu pinggangnya dirangkul mesra oleh si jangkung itu. Minho yang melihat adegan di depannya, menganga tak percaya.

“A-Annyeonghaseyo, aku Choi Minho, teman Park Miyeon,”

Choi Minho? Rasanya Chanyeol pernah mendengarnya. Ah ya! Itu ‘kan nama yang sering Miyeon sebut-sebut dengan wajah berbinar kemudian menjadikan Miyeon tiba-tiba saja bercerita bahwa dia benci dengan Choi Minho.

Chanyeol tersenyum tipis, tangannya semakin memeluk erat pinggang gadis yang tengah terkejut sekaligus kebingungan di sebelahnya. Ditatap sejenak Miyeon, lalu menatap kembali lelaki di hadapannya dengan senyum khas. Tak lupa tatapan bangga dipancarkan dari mata birunya.

“Annyeonghaseyo, aku Park Chanyeol, calon suami dari Park Miyeon. Senang berkenalan denganmu, Choi Minho-ssi.”

.

.

.

.

LITTLE NOTE

Akhirnyaa twoshot pertamaku selesai juga /tebar bunga/

Makasih sekali untuk para readers yang udah mau baca fanfict ini (TT^TT)

Jujur, aku bener-bener terharu banget liat komen-komen kalian di chapter sebelumnya :”) aku jadi semangat ngetik dan ngembangin kemampuan nulisku /tsah. Aku ngga nyangka banyak yang seneng sama fanfict ini :”)

Ngomong-ngomong, di chapter sebelumnya banyak yang nanya; Chanyeol kok bisa berubah? Chanyeol itu dikutuk atau gimana? Chanyeol kenapa bisa jadi manusia?

Dan jawabannya adalah,

Aku juga nggatau kenapa dia bisa berubah jadi manusia, nggatau kenapa dia jadi kucing, dia dikutuk ato engga. Di otakku ngga ada terbesit kronologis awal si kucing mata biru itu. Semua tentang Chanyeol itu murni nongol di otak aku kalo dia ditakdirin berubah jadi manusia tinggi nan tampan—juga mesum/?. Jadi, jawabannya itu tadi. Aku sendiri nggatau :”) maaf yah *bow*

Ada lagi yang mau tanya-tanya?

Oh ya, aku juga minta kritik dan saran yah biar aku tambah semangat buat bikin fanfict untuk kalian *bow lagi*

Sequel? Wkwkwk.

–26515.1404–

Filed under: comedy, family, Fantasy, romance Tagged: Chanyeol EXO

Show more