2015-08-01



Title      : Before

Author   : Aideena

Cast      : Zhang Yixing, Lee Yoo Mi, Kris Wu

Genre   : Romance

Rating   : General

Length : Chaptered

Disclaimer : Fanfic ini adalah murni tulisan saya sendiri. Tetapi ff ini sebelumnya pernah di posting di fp EXO Fanfiction Make Your Imagine.

-Part 6-

Lee Yoo Mi melirik canggung lelaki disampingnya itu. Gadis itu tersenyum hambar ketika lelaki itu balik menatapnya, menyadari sedang diperhatikan oleh Yoo Mi. Kecanggungan begitu terasa diudara. Yoo Mi meremas-remas tali selempang ranselnya. Lidahnya terasa gatal karena terlalu lama diam. Tapi ia juga tidak tahu harus mengatakan apa. Uhm, sebenarnya itu tidak sepenuhnya benar. Ia ingin mengatakan sesuatu. Bahkan kalimat-kalimat itu sudah memenuhi kepalanya. Mungkin bisa meledak kalau dia terus menyimpan dan tidak mengatakannya.

Namun, masalahnya, lelaki disampingnya ini hanya bisa berbahasa Mandarin. Yah, lelaki itu adalah Yixing. Lelaki yang menemukan dompet Yoo Mi di bus. Sama seperti kasus Kris sebelumnya, yaitu kendala bahasa. Yoo Mi serasa bernostalgia, kembali ke waktu saat ia bertemu Kris. Ia tidak berani berucap apapun, karena Kris akan sulit mengerti. Dan Yoo Mi pun sulit memahami perkataan Kris, secara lelaki itu menggunakan bahasa Inggris.

Dan kini, seakan hal itu terulang. Tapi Yoo Mi bersama lelaki yang berbeda. Bukan Kris, tapi Yixing yang notabene berasal dari China dan baru beberapa minggu tinggal di Korea untuk menjadi trainee seperti Kris. Baiklah, Yoo Mi memaklumi jika Yixing masih belum fasih apalagi mengerti bahasa Korea. Setidaknya ia butuh waktu untuk belajar.

Gadis itu berjalan bersama Yixing menuju halte bus terdekat dari tempat latihan mereka. Yoo Mi pulang menggunakan bus karena Jun Myeon ada latihan vokal, jadi tidak bisa memberi gadis itu tumpangan untuk pulang. Dan kebetulan Yixing juga hendak pulang saat itu. Jadi, yah beginilah. Mereka pulang bersama. Yoo Mi sama sekali tidak keberatan, malah senang ada yang menemaninya menunggu bus. Tapi, karena kendala bahasa itu Yoo Mi tidak berani mengobrol dengan Yixing, takut akan salah paham. Dalam hati, Yoo Mi berharap Kris lah yang pulang bersamanya. Namun lelaki itu ada jadwal yang sama dengan Jun Myeon, latihan vokal. Ia mengendikkan bahu sambil menghela nafas pasrah..

“Ada apa?” Yixing bertanya karena mendengar helaan nafas Yoo Mi.

“Eh?” Yoo Mi mengedipkan mata beberapa kali, berusaha membawa kembali jiwanya yang melayang ketempat lain. “Neh?”

“Kau kenapa?” Yixing kembali bertanya menggunakan bahasa Inggris sebisanya. Karena dia juga tidak begitu fasih dengan bahasa itu. Hanya sedikit yang dia bisa, tapi semoga hal itu bisa membantunya selama di Korea.

Yoo Mi belum menjawab. Gadis itu mengerti dengan pertanyaan Yixing. Namun ia masih sibuk mencari kosakata untuk menjawab pertanyaan itu.

“A-aku” Lidahnya terasa kaku berucap dalam bahasa Inggris. “b-baik-baik saja.” Yoo Mi mengatupkan kedua bibirnya. Syukurlah dia bisa menjawabnya, berkat mengikuti kursus bahasa Inggris, meskipun ia baru mengikuti 2 kali pertemuan kursus itu.

“K-kau bisa berbahasa Inggris?” Yoo Mi mengerjap menyadari kini dirinya bertanya. Aigoo! Seharusnya ia tidak banyak omong.

Yixing menunjukkan lesung pipinya lalu menggeleng. “Hanya bisa sedikit.” Yixing hampir menyatukan jari telunjuk dan ibu jarinya. Bahasa tubuh yang menjelaskan maksud Yixing.

Yoo Mi mengangguk paham.

Mereka sampai di halte. Tak lama kemudian, bus datang sebelum mereka sempat duduk di bangku halte. Mereka menaiki bus yang sama. Yixing mempersilahkan Yoo Mi untuk naik lebih dahulu, lalu ia menyusul setelah Yoo Mi. Mereka berdua memilih tempat duduk paling belakang. Keduanya menikmati perjalanan dalam keheningan. Canggung. Lagi-lagi hal itu yang terasa. Mau bagaimana lagi? Keterbatasan kosakata dibenak masing-masing, membuat mereka memilih diam.

30 menit sudah mereka berada diperjalanan. 30 menit pula mereka saling terdiam. Sementara halte tunjuan Yoo Mi sudah dekat, ia bersiap-siap untuk turun.

“Aku duluan.” Pamitnya pada Yixing. Yoo Mi mengatakan dalam bahasa Korea disertai dengan isyarat tangan. Dan syukurlah Yixing mengerti maksud Yoo Mi.

“Hati-hati.” Balas Yixing dengan bahasa Inggris sederhana.

Yoo Mi mengangguk mengerti, dan keduanya saling melambaikan tangan. Gadis itu beringsut menuju pintu bus setelah mengatakan “bye-bye” pada Yixing. Yoo Mi segera turun ketika bus berhenti.

Gadis itu memutar punggungnya ketika kedua kakinya sudah menginjak tanah, sekedar untuk melihat Yixing yang masih didalam bus. Dari kaca jendela, terlihat Yixing menatapnya lalu melambaikan tangan. Agak canggung, Yoo Mi membalas lambaian tangan itu.

Mereka masih saling melambai hingga bus berjalan dan Yixing tak nampak lagi. Yoo Mi berbalik dan mengayunkan kakinya untuk pulang.

“Lelaki yang ramah.” Gumamnya.

“Sayang sekali kami tidak bisa banyak mengobrol.” Gadis itu berjalan sambil memegangi kedua selempang ranselnya.

Mendadak ia berhenti. “Aigoo! Aku belum mengucapkan terima kasih pada Yixing-ssi.” Sesalnya.

“Baiklah. Aku akan bilang jika lain kali bertemu dengannya.” Ia kembali berjalan. “Tapi, apa mungkin akau bisa bertemu dengannya lagi?”

Ia mengendikkan bahu, “Molla.”

Begitulah Lee Yoo Mi, bergumam seorang diri hingga ia sampai di rumah.

**

Waktu sudah menunjukkan hampir tengah malam. Namun Yoo Mi masih memaksa sepasang matanya agar tetap terbuka, meskipun ia sangat mengantuk. Ia tidak sedang mengerjakan tugas sekolah. Gadis itu hanya sedang menghafalkan ‘Tenses’ dan ‘Grammar’ yang ia pelajari tadi di tempat kursus. Gadis itu mendesah lelah karena banyaknya bentuk waktu yang digunakan dalam bahasa Inggris. Tapi tidak apa. Lagipula ia mempelajari dan menghafalkannya karena kemauannya sendiri, bukan paksaan dari orangtuanya atau siapapun. Karena memang ia ingin bisa berbahasa Inggris.

Yoo Mi membuka dompetnya yang tergeletak dimeja. Dipandanginya lembaran foto didalam dompet itu. Foto Kris… dan dirinya.

“Yoo Mi-ah, fighting!”

Semangatnya kembali terisi setelah melihat foto itu. Yah, foto seseorang yang membuatnya termotivasi untuk belajar bahasa Inggris. Kris adalah alasan utama gadis itu untuk mau belajar. Ia ingin bisa berbahasa Inggris. Agar ia bisa bercakap-cakap dengan Kris tanpa ada kesalahpahaman apalagi kecanggungan.

Sudah sebulan Yoo Mi mengikuti kursus bahasa Inggris sepulang sekolah. Sudah sebulan pula ia tidak bertemu Kris. Ia tidak memiliki banyak kesempatan bertemu Kris. Kris pun tidak memiliki alasan mengapa ia harus bertemu Yoo Mi.

Dalam kurun waktu itu, Yoo Mi berharap Kris akan berkunjung kerumah Jun Myeon saat Yoo Mi juga berada disana. Tapi nyatanya, lelaki itu sama sekali tidak muncul. Pernah sekali Yoo Mi menanyakan keberadaan Kris pada Jun Myeon.

“Kris sedang sibuk berlatih.”

Begitulah jawaban Jun Myeon.

Gadis itu mengeluarkan selembar foto itu dari dompetnya. Lalu menempelkan benda itu di dinding didepannya. Ia menatap foto didepannya itu sambil tersenyum. Kemudian menghela nafas.

Ia merindukan lelaki itu. Ia ingin melihat wajah lelaki itu. Sesuatu menggelitik dadanya ketika membayangkan Kris. Yoo Mi ingin tahu kabarnya. Ia juga ingin tahu apa yang sedang dilakukan lelaki itu sekarang. Jam dinding menunjukkan pukul 23.47.

“Dia pasti sudah tidur sekarang.” Pikirnya, sambil menatap foto itu.

“Selamat tidur, Kris. Tidurlah yang nyenyak.” Ucapnya, seakan Kris bisa mendengar suaranya.

“Fighting!”

Dan gadis itu kembali berkutat dengan ‘Tenses’ dan ‘Grammar’ yang sedang ia pelajari. Berkali-kali ia menguap, tapi ia belum menyerah. Setiap kali ia merasa sudah lelah dan ingin menyerah, ia akan menatap foto itu.

**

Awal musim gugur, angin bertiup semakin kencang. Udara terasa semakin dingin dari hari ke hari. Bersama siswa-siswa lainnya, Lee Yoo Mi memasuki gerbang sekolah sambil mengeratkan jaket tebalnya. Ia berjalan cepat agar bisa cepat sampai dikelasnya untuk menghindari terpaan angin kencang.

Ia masih saja menggigil kedinginan meskipun sekarang ia sudah sampai si anak tangga dari lantai 2 ke lantai 3 dimana kelasnya berada.

“Eish!” Desisnya, saat tidak sengaja seseorang menabrak bahunya. Siswa lelaki yang menabraknya meminta maaf kemudian berlari dengan terburu-buru. “Apa sekarang koridor ini sudah berubah menjadi trek lari, huh?” Gerutunya. Entah pada siapa dia bertanya. Toh anak lelaki yang menabraknya itu juga sudah lari menjauh.

Yoo Mi menyembunyikan kedua tangannya disaku jaket. Ia baru saja melewati kelas Jun Myeon. Ia berhenti dan menelengkan kepala, muncul keinginan untuk mampir ke kelas itu. Ia mundur beberapa langkah lalu berdiri di ambang pintu kelas itu, sementara bola matanya menyusuri kelas mencari sosok Jun Myeon. Sudut bibirnya terangkat ketika menemukan anak lelaki itu sedang mendengarkan musik dari mp3 playernya.

“Jun Myeon-ah!”

Jun Myeon mengerjap beberapa kali, terkejut tiba-tiba gadis ini muncul dihadapannya. Jun Myeon berdecap lalu melepas earphone yang menempel ditelingganya.

“Mwo?!” Tanyanya dengan nada kesal.

“Tsk! Aku hanya ingin menyapamu. Kau tidak suka?” Gadis itu beringsut duduk dibangku kosong didepan Jun Myeon.

“Tentu aku tidak suka kalau kau menyapa seperti itu. Membuatku terkejut saja!” Protesnya.

“Aigoo~ Kau sensitif sekali. Padahal kau sama sekali tidak terluka, bukan?”

“Aku tidak terluka, Lee Yoo Mi. Tapi aku terkejut. Kau dengar? Ter.ke.jut.!” Penekanan kata ‘terkejut’ oleh Jun Myeon membuat Yoo Mi hanya meringis tanpa rasa bersalah.

“Jun Myeon-ah, pinjami aku uang.” Katanya langsung.

“Sudah kuduga. Tidak mungkin kau mendatangiku tanpa maksud tertentu.”

“Bukan begitu.” Bantahnya. “Aku kesini memang berniat menyapamu. Lalu aku ingat kalau sekarang aku membutuhkan uang.” Jelasnya. “Dan kau, Kim Jun Myeon, memiliki apa yang aku butuhkan. Jadi―”

“Shireo!” Potong Jun Myeon.

“Aku benar-benar membutuhkannya, Jun Myeon-ah.”

“Untuk apa?”

“Membeli tiket konser Fly To The Sky.” Yoo Mi masih dalam masa hukuman, yaitu pemotongan uang saku. Jadi dia tidak memiliki cukup uang untuk membeli tiket konser itu. Jun Myeon lah harapan satu-satunya. Sebenarnya ia merasa tidak enak untuk meminjam uang pada orang lain. Tapi kali ini pengecualian karena ia meminjam pada Jun Myeon. Lagipula ia benar-benar ingin menonton konser itu.

“Kau meminjam uang hanya untuk menonton konser?”

“Itu bukan sekedar ‘hanya’, tapi konser Fly To The Sky.” Yoo Mi menegadahkan tangan didepan dada Jun Myeon. “Pinjami aku uang, eoh?”

“Shireo!”

“Akan aku kembalikan dalam waktu satu bulan, neh?” Ia memohon tanpa menyerah.

Jun Myeon mendorong kening Yoo Mi dengan jari telunjuknya. “Daripada menonton konser, sebaiknya kau belajar untuk ujianmu!” Jun Myeon mengingatkan karena mereka berada di tahun senior mereka saat ini. Beberapa bulan lagi mereka menghadapi ujian akhir untuk kelulusan. Dan diperiode ini pula para siswa berlomba-lomba belajar untuk mendapatkan nilai terbaik dan mempersiapkan diri mengikuti ujian masuk universitas yang mereka inginkan.

“Aku akan belajar. Tapi pinjami aku uang lebih dulu.” Gadis ini benar-benar konsisten dalam berusaha mendapatkan pinjaman dari sahabatnya itu. Yoo Mi berdecap sebal. “Apa aku harus berlutut sambil memohon agar kau mau meminjamkannya?”

“Ya.” Tegas Jun Myeon. “Kalau perlu kau berlutut memohon padaku.”

“Geurae.”

Gadis itu tiba-tiba berdiri dan beringsut menempelkan lututnya dilantai.

Pemuda itu mengerjap terkejut. Lebih tepatnya tidak menyangka Yoo Mi akan serius menuruti perkataannya.

“Yyaa!” Jun Myeon melihat sekelilingnya dengan canggung dan malu. Sedangkan siswa lain melihat mereka dengan tatapan penasaran. “Apa yang kau lakukan?!” Bisik Jun Myeon.

“Kau bilang aku harus berlutut, bukan?” Cetusnya enteng.

Jun Myeon ikut berjongkok dihadapan Yoo Mi. “Aku hanya bercanda Yoo Mi-ah.”

Kedua tangan Jun Myeon memegang bahu Yoo Mi, meminta gadis itu untuk berdiri. Tapi ia menolaknya. “Bangunlah! Aku tadi tidak serius mengatakannya.” Malah Jun Myeon yang sekarang memohon padanya. Yoo Mi menyeringai dalam hati saat melihat wajah pucat Jun Myeon. Dia pasti merasa malu pada teman-teman sekelasnya.

“Tapi… kau akan meminjamkannya, kan?” Gadis itu memasang wajah sepolos mungkin agar Jun Myeon semakin luluh padanya.

“Baiklah. Baiklah. Aku akan meminjamkannya, tapi kau harus bangun dulu.”

Bingo! Kena kau Kim Jun Myeon.

“Benarkah?”

“Neh.” Jun Myeon mengangguk tanpa ragu. “Bangunlah sekarang! Ayolah, Lee Yoo Mi!” Desisnya frustasi.

“Baiklah.”

Jun Myeon menghela nafas lega saat Yoo Mi sudah dalam posisi berdiri, ia pun ikut berdiri. Apa yang teman-temannya pikirkan saat melihat kejadian tadi? Batin Jun Myeon. Ia sangat malu.

Yoo Mi menepuk-nepuk lututnya, membersihkan dari debu yang menempel. Kemudian terdengar bunyi bel tanda pelajaran akan dimulai.

“Mana uangnya?”

“Nanti, Yoo Mi. Nanti akan aku berikan padamu.”

“Janji?” Yoo Mi mengangkat jari kelingkingnya.

“Eoh.” Jun Myeon mengaitkan jari kelingkingnya. “Janji.” Mereka benar-benar romantis.

“Heol!” Yoo Mi mengangguk. “Jun Myeon-ah, aku pergi. Annyeong!” Gadis itu berlalu begitu saja seperti angin.

“Apa kalian pacaran, Jun Myeon-ah?” Salah satu teman Jun Myeon bertanya setelah melihat adegan ‘jari kelingking’ tadi.

“Aku?” Jun Myeon menempelkan jari telunjuk didada. “Dan dia?” Kemudian menunjuk pintu yang baru saja dilewati Yoo Mi. “Tentu saja tidak.”

“Tapi kalian terlihat seperti sepasang kekasih.” Teman Jun Myeon terkekeh.

“Kau gila! Pasti rambutku akan cepat beruban jika aku memiliki pacar seperti dia.”

“Apa Lee Yoo Mi sudah memiliki pacar.”

“Tsk! Mana ada lelaki yang mau dengan gadis seceroboh dia itu.”

Teman Jun Myeon menjentikkan jari. “Jadi, aku boleh mendekatinya?”

“Aku bukan ayah Yoo Mi kenapa kau meminta ijin dariku? Terserah kau saja!”

**

Mereka kompak berhenti ketika pelatih tiba-tiba mematikan musiknya. Mereka saling melempar pandang, begitu juga Kris dan Yixing. Pasti salah satu dari mereka membuat kesalahan pada koreografinya, sehingga pelatih mendadak menghentikan latihan mereka. Pikir mereka.

“Apa kalian sedang bermain-main?! Huh?!!” Teriakan pelatih menggema di ruangan itu, membuat para trainee begidik ngeri.

Pelatih berkacak pinggang dihadapan mereka, melemparkan tatapan tajam pada satu per satu trainee. Sementara mereka hanya diam membeku sambil mengatur nafas yang tersenggal. Peluh membasahi wajah mereka, membuktikan sudah berapa lama mereka berlatih hari ini.

“Young Chul! Letakkan pikiranmu disini saat kau latihan!”

“Bo Ram! Sudah berapa hari kau tidak makan, huh?! Sama sekali tidak ada tenaga dalam gerakanmu, araseo?!”

“Yixing! Ada apa denganmu? Lakukan gerakan dengan pasti!” Yixing hanya diam menunduk, sementara pelatih menghela nafas berat. “Yixing,” Pelatih menunduk untuk melihat wajah Yixing. “apa kau mengerti apa yang kukatakan?”

Merasa pelatih menuntut jawaban darinya, “Ne, seonsaengnim.” Kata Yixing tegas.

“Geurae.” Pelatih bisa bernafas lega, ternyata pemuda China itu sudah lumayan berkembang bahasa Korea yang dikuasainya. Mata pelatih beralih pada Kris yang tentu saja juga menunggu giliran untuk diomeli.

“Kris! Dari semuanya, kau lah yang paling parah. Sangat lambat mengikuti gerakan teman-temanmu! Apa ini yang bisa kau tunjukkan setelah beberapa bulan menjadi trainee, huh?”

Pelatih berdecap kesal setelah mengabsen dan mengomeli mereka satu per satu.

“Kalian,” Pelatih menunjuk mereka satu per satu. “tidak akan pernah melakukan debut jika masih seperti ini. Seharusnya kalian harus lebih serius! Araseo?!”

“Ne, seonsaengnim!” Jawab mereka kompak.

“Geurae.” Pelatih mengangguk. “Ulangi koreografi mulai dari awal! Jangan harap kalian bisa istirahat sebelum bisa melakukannya dengan benar. Kesalahan satu orang berarti kesalahan kalian semua! Araseo?”

“Ne, seonsaengnim!” Seru mereka.

Pelatih mengangkat tangan keudara, isyarat bagi mereka untuk bersiap lagi.

Mereka kembali pada posisi masing-masing, bersiap saat musik mulai diputar lagi. Musik dengan irama cepat mulai menghentak. Mereka bergerak, menggoyangkan tubuh, kaki, dan tangan mereka. Melompat dengan kompak kemudian berputar, saling bertukar posisi. Pelatih menyilangkan tangan didepan dada dan mengamati mereka dengan mata elangnya. Satu saja kesalahan kecil pasti akan tertangkap oleh mata tajamnya.

*

“Pelatih benar-benar mengerikan.” Kris berkomentar. Ia dan Yixing baru saja melewati pintu utama gedung tempat mereka berlatih. Hari sudah gelap saat mereka akan pulang.

“Ya, kau benar.” Yixing menyetujui. “Dan aku menyukainya.”

“Kau menyukai laki-laki?” Sebelah alis Kris terangkat. “Apa kau seorang ‘gay’?” Kris mengucapkan kata ‘gay’ dengan jijik.

Yixing melambaikan tangan cepat. “Bukan begitu maksudku, tapi aku menghormatinya sebagai pelatih yang sudah membimbing kita.”

“Kau pasti bercanda.” Sudut bibir Kris tersungging mengejek. “Orang itu sudah menyuruh kita berlatih koreografi selama 3 jam tanpa istirahat. Aku penasaran, apa dia itu manusia?”

“Tentu saja pelatih adalah manusia. Kau pikir apa?” Yixing bertanya dengan polosnya.

“Robot.”

“Mana mungkin. Kau pasti bercanda.”

“Ya. Aku memang sedang bercanda, Zhang Yixing.” Kris berkata dengan wajah serius. Namun wajah Yixing masih menyiratkan kebingungan tentang hubungan antara pelatih dan robot, yang sebenarnya tidak berhubungan sama sekali. Zhang Yixing memang butuh waktu agak lama untuk mengerti candaan Kris.

“Jadi, pelatih itu bukan robot, kan?” Yixing melontarkan pertanyaan yang membuat Kris setengah sebal dan setengah ingin tertawa. Sebal karena Yixing belum juga mengerti, dan tertawa karena sahabatnya ini amat sangat polos dan kurang peka.

“Bukan.” Jawab Kris singkat.

“Tapi ke―”

“Aku lapar. Ayo mampir ke kedai ddeokbokki!” Sela Kris sebelum Yixing meneruskan pembahasan tidak penting tentang ‘robot’. Lagipula itu juga kesalahan Kris yang lebih dulu menyebutkan robot dalam percakapan mereka.

Yixing menelengkan kepala karena belum paham, tapi kemudian mengikuti Kris masuk ke kedai ddeokbokki pinggir jalan yang terletak tidak jauh dari tempat latihan mereka.

**

Yoo Mi tampak lancar bercakap-cakap dengan temannya menggunakan bahasa Inggris. Ia sedang berada di tempat kursus. Guru menyuruh mereka untuk menggunakan bahasa Inggris untuk berlatih percakapan secara berpasangan. Mereka hanya boleh menggunakan bahasa Inggris, tidak boleh menyisipkan bahasa lain dalam percakapan mereka.

Metode yang cukup memaksa. Menurut Yoo Mi, ketika diawal mengikuti kursus. Namun ia mulai terbiasa. Seperti yang dikatakan oleh gurunya bahwa ‘Bahasa adalah kebiasaan’. Jika ingin bisa menguasai satu bahasa, maka ia harus sering menggunakannya agar terbiasa. Dimanapun dan kapanpun, ia harus melatihnya jika ada kesempatan.

Sudah hampir 1,5 bulan ia mengikuti kursus. Perlahan namun pasti ia menunjukkan perkembangan pemahaman tentang bahasa itu. Memang terlihat sulit diawal. Tetapi kini lebih menyenangkan seiring berjalannya waktu. Karena adalah hal yang baik untuk mempelajari bahasa, bahasa apapun itu.

Meskipun sudah lama tidak bertemu Kris, ia masih yakin akan bertemu dengan lelaki itu. Entah kapan dan dimana, ia tidak tahu. Dengan semangat menggebu ia ingin segera bisa berbahasa Inggris, agar ia memiliki kepercayaan diri ketika bertemu Kris kelak.

Suasana kelas yang berisik seperti ini sudah menjadi hal yang biasa untuk Yoo Mi. Mereka berbicara dalam waktu bersamaan dengan suara yang tidak pelan pula. Kini ia sudah terbiasa, meskipun awalnya ia kesulitan berkonstrasi jika berada dalam suasana kelas yang berisik seperti ini.

“Okay, stop!” Guru menghentikan aktivitas mereka.

“Good job, everyone!” Puji guru mereka dengan mengacungkan dua jempol.

Kemudian guru menutup pelajaran dan mengingatkan siswa bahwa besok kelas dimulai sore hari. Lalu guru meninggalkan kelas, diikuti para siswa berhamburan keluar dari kelas setelahnya.

“Yoo Mi-ah, aku duluan.” Pamit salah satu temannya.

“Neh, hati-hati dijalan Song Jin-ah.” Katanya sambil membereskan alat tulisnya.

Lalu ia meninggalkan kelas setelah memastikan tidak ada barangnya yang tertinggal.

Gadis itu menelusuri koridor menuju pintu utama, sambil menyembunyikan tangannya ke dalam saku jaket. Ia menghela nafas, udara benar-benar dingin. Udara yang dingin membuatnya membayangkan makanan lezat nan hangat yang dimasak ibunya, membuat air liurnya hampir menetes. Dan ia ingin segera sampai dirumah untuk menyantapnya.

Langit sudah gelap dan angin menyapanya ketika ia sampai diluar. Jalanan terlihat begitu ramai, karena sekarang adalah jam pulang kerja. Yoo Mi menyusuri trotoar menuju halte untuk menunggu bus. Gadis itu berjalan sambil mengetik pesan di ponselnya.

“Jun Myeon-ah, apa kau sudah pulang?” Gumamnya sambil mengetik pesan. Lalu mengirimnya pada Kim Jun Myeon.

“Aw!” Pekiknya, karena ia menabrak punggung seseorang didepannya. Dasar, Lee Yoo Mi! Terlalu asyik dengan ponselnya hingga tidak menyadari ada orang didepannya.

“Jwiseonghaeyo.” Ucapnya sambil membungkuk minta maaf.

Gadis yang ditabraknya berbalik bersamaan dengan Yoo Mi yang mengangkat wajahnya.

“Kau?” Gadis itu menatap Yoo Mi dengan mata menyipit tidak senang.

“J-Ji Min?” Gadis itu tergagap, tidak menyangka ia menabrak si kutu buku berhati es itu. Aigoo, julukan yang terlalu panjang.

Tiba-tiba ia merasakan aura yang sangat dingin disekitarnya. “M-mianhae, Ji Min-ah.” Ucapnya lagi.

Ji Min menghela nafas. “Sudahlah.”

Ji Min mengamati Yoo Mi dari kepala hingga kaki. “Apa yang kau lakukan disini?”

“Eh?” Yoo Mi mengerjap tidak percaya. Si kutu buku berhati es itu sedang bertanya padanya? Apa dia tidak salah dengar?

“A-aku baru saja pulang dari kursus.” Yoo Mi mendelik was-was, waspada jika Ji Min akan melontarkan pernyataan pedas yang mengkritiknya karena mengikuti kursus. Yah, karena level Ji Min berada jauh diatas dirinya.

“Dimana?” Ji Min ingin tahu.

“Disitu.” Tunjuk Yoo Mi pada gedung dibelakangnya yang bertuliskan ‘Smart English Course’.

“Benarkah? Kenapa aku tidak pernah bertemu denganmu?”

“Ne?” Kening Yoo Mi berkerut tidak mengerti. “Apa kau…ehm…kursus disitu juga?”

“Eoh.”

Entahlah, dia bingung. Harus merasa senang atau sebaliknya, karena Ji Min berada ditempat kursus yang sama dengannya. Adalah hal yang wajar senang karena bertemu teman sekelas di tempat kursus, tapi…

“Kau dikelas mana?” Ji Min bertanya.

“Kelas ‘basic’. Aku masih baru mengikuti kursus.” Kelas basic adalah kelas untuk para pemula.

“Oh, begitu. Aku di kelas ‘intermediate’, satu level diatas kelasmu.”

Cih, siapa yang bertanya? Cetus Yoo Mi dalam hati. Merasa sebal karena Ji Min mulai menyombongkan diri.

“Kalau kau memerlukan buku bahasa Inggris, aku memiliki banyak. Kau boleh meminjamnya.” Ji Min melanjutkan.

“Benarkah?” Yoo Mi belum bisa mempercayai perkataan Ji Min.

Ji Min mengangguk mengiyakan sambil tersenyum. Tersenyum? Ya, dia tersenyum. Senyum yang melunturkan predikat ‘hati es’ yang disandang Ji Min.

“Aku pergi dulu, ibuku sudah menjemput.” Pamitnya, lalu bergegas menghampiri mobil ibunya.

“N-neh. Hati-hati dijalan, Ji Min-ah!” Yoo Mi setengah berteriak. Dari kejauhan Ji Min menoleh dan mengangguk sekilas.

Yoo Mi masih belum bisa sepenuhnya percaya dengan kejadian yang baru saja ia alami. Ji Min, si kutu buku berhati es itu menawarkan bukunya untuk dipinjam Yoo Mi? Benar-benar tidak masuk akal. Dan lagi, Ji Min bersikap ‘agak’ ramah padanya. Berbeda sekali saat mereka bertemu dikelas. Karena lidah Ji Min terkenal tajam disertai perkataan pedas.

Yoo Mi mengetuk dagu dengan jemarinya. “Apa anak itu sedang kerasukan?” Gumamnya dalam bahasa Indonesia. Ia menggeleng cepat, “Nggak mungkin ada arwah yang berani merasuki Ji Min. Ji Min lebih menyeramkan dari arwah gentayangan.”

Dering ponsel memaksa gadis itu menghentikan asumsi konyolnya. Ia mendapat pesan dari Jun Myoen.

From : Jun Myeon

Sudah. Kenapa?

Yoo Mi menghela nafas, ternyata sahabatnya itu sudah pulang.

To : Jun Myeon

Aku kira kau masih di tempat latihan. T.T

Sebenarnya aku ingin menumpang sampai rumah.

From : Jun Myeon

Kau dimana?

To : Jun Myeon

Aku ada di depan tempat kursus.

From : Jun Myeon

Naik bus saja.

To : Jun Myeon

Eoh.

Yya! Kim Jun Myeon!

Mana uang yang kau janjikan?

From : Jun Myeon

Mian. Aku tadi lupa akan memberikan padamu.

Kkkkk…

Ambilah dirumahku, eoh?

To : Jun Myeon

Eoh.

**

Gadis itu mengayunkan kaki menyusuri jalan dari halte menuju komplek rumahnya. Lampu jalan menerangi tiap langkah Yoo Mi. Ia berjalan santai sambil mengulum permen dimulutnya. Yoo Mi tidak langsung pulang, melainkan mampir terlebih dahulu kerumah Jun Myeon untuk mengambil uang yang dijanjikan Jun Myeon. Sebenarnya Jun Myeon sudah berjanji meminjami sejak beberapa hari yang lalu. Namun pemuda itu sibuk dengan kegiatannya yang membuat Yoo Mi sulit menemui Jun Myeon. Konser yang dinanti Yoo Mi tinggal beberapa hari lagi, dan ia harus segera memesan tiket sebelum ludes terjual semua.

Yoo Mi memasuki pekarangan rumah Jun Myeon. Rumah itu nampak sepi, hanya motor Jun Myeon saja yang terparkir digarasi samping rumahnya. Yoo Mi menduga pasti ayah dan ibu Jun Myeon belum pulang. Jun Myeon di rumah sendirian. Dan mungkin saat ini ia sedang meringkuk di kamarnya karena takut berada dirumah seorang diri. Memang benar Kim Jun Myeon adalah penakut, apalagi jika sendirian di rumah. Gadis itu terkekeh membayangkan wajah Jun Myeon yang pucat pasih karena takut. Lalu muncul rencana jahil dikepalanya.

Jari telunjuk Yoo Mi menekan bel. Tapi tidak ada jawaban dari dalam. Ia menekan lagi. Masih sama. Lama ia menunggu, berpikir Jun Myeon tidak mendengar suara bel karena dia ada dikamarnya dilantai atas. Ia menekan bel sekali lagi.

“Nuguseyo?” Yoo Mi menyeringai saat mendengar suara Jun Myeon dari dalam sana. Yoo Mi tidak menjawab, karena itu adalah bagian dari rencananya untuk mengejutkan Kim Jun Myeon.

Derap langkah cepat terdengar dari balik pintu. Yoo Mi mundur dua langkah, bersiap untuk mengejutkan sahabatnya itu.

Ia menarik nafas dalam-dalam.

Ia bersiap melangkah ketika pintu itu terbuka secara perlahan.

Tanpa basa-basi, Yoo Mi menghampiri lelaki itu dan memeluknya erat.

Lelaki itu menggerjap berusaha menyadarkan dirinya sendiri. Entah apa yang membuat gadis ini memeluknya. Lalu ia menggeliat berusaha melepaskan tangan Yoo Mi yang memerangkapnya. Namun Yoo Mi tidak mau melepaskannya begitu saja. Lelaki itu jadi makin gugup ketika tiba-tiba seorang gadis memeluknya, menimbulkan reaksi aneh pada tubuhnya.

“Ehmm.” Erang Yoo Mi saat lelaki itu berusaha menyingkirkan tangan gadis itu yang terkait dibelakang punggungnya.

Lelaki itu menelan ludah dengan susah payah, berusaha mengatur pita suaranya yang bergetar karena gugup. “J-Jo-Jogiyo.”

Yoo Mi terdiam, karena suara Jun Myeon tidak seperti biasanya. Apa suaranya berubah karena dia terlalu banyak latihan vokal? Ah, tidak mungkin!

Ia mengerang pelan dengan ekspresi yang sulit diartikan, jangan-jangan…

Yoo Mi langsung melepaskan tangannya yang melingkar ditubuh lelaki itu. Lelaki itu kini bisa bernafas lagi setelah beberapa detik nafasnya tertahan ditenggorokan―berkat gadis itu.

Yoo Mi mundur satu langkah untuk melihat wajah lelaki dihadapannya itu. Perlahan ia mengangkat wajah, dan…

Matanya terbelalak hingga hampir melompat keluar.

Mulutnya terbuka, membuat lolipopnya menggantung dibibir bawah, sedikit sentakan pasti akan terjatuh.

Dia salah sasaran.

Lelaki itu… bukan Jun Myeon, tapi…

***

To be continued…

Filed under: romance Tagged: Lay EXO, wu yifan

Show more