2015-05-30



Author : Bellecious0193 (IG Acc : Bellecious0193)

Poster : Lily21Lee

Beta Reader : Daeshi Lee

Genre : Romance, Married Life, Family

Rate : PG 17

Casts :

Kim Jongin

Jo Eun Hee

Wu Yi Fan aka Kris Wu

Lee Na Ra aka Na Ra Wu

Cho Kyuhyun

Etc

Previous Chapter
Teaser – Chapter 1 – Chapter 2 – Chapter 3 – Chapter 4 – Chapter 5 – Chapter 6 – Chapter 7 – Chapter 8 – Chapter 9

For you who miss Kim Jongin as much as Jo Eun Hee missing him….

“Aku belum pernah mengalah apa lagi kalah di sepanjang sejarah hidupku. Dan dia adalah satu-satunya orang yang membuatku merasakan apa itu mengalah. Aku mengalah untuk kebahagiaanya.Aku mengalah untuk membuatnya bahagia. Karena selain bahagia, aku tidak akan pernah bisa menawarkan apa-apa.” Kim Jongin

“I’ve been always loving him. Since the very beginning. But now I have the other man. That man called my husband. Cho Kyuhyun…please live well, so you could free me from any anxiety of you. Because I can’t live well with those anxiety of your unhappiness” Lee Na Ra

Cho’ Family House, Seoul

08 pm

Gadis itu terlihat menonjol di antara para tamu. Dengan dress selutut dan make up yang natural semakin membuatnya menjadi pusat perhatian. Terlebih karena tinggi badannya yang di atas rata-rata, juga wajah perpaduan Korea-Prancis yang membuatnya tampak semakin menawan.Dia baru saja mengucapkan selamat pada kedua orang pemilik pesta yang kini tengah sibuk menyambut kedatangan para tamu.Dia tidak begitu menyukai keramaian, walaupun profesinya sebagai designer mengharuskannya berinteraksi dengan banyak orang.Tapi tetap saja, pada saat-saat tertentu, dia benci jika harus berada dalam situasi seperti sekarang ini. Situasi dimana dia berada di tengah keramaian dan orang-orang yang bahkan dia tidak kenal menyapanya, berbasa-basi lalu berujung menyodorkan kartu nama, mengajak berbisnis seperti biasa.

“Pulang saja kalau kau bosan.”Seorang pria tinggi semampai menghampirinya, berbicara tepat di telinga gadis itu.Berbeda dengan adiknya yang berwajah dingin bak ice queen, Lee Ryu Jin tampak jauh lebih ramah. Dengan senyum menawan yang memperlihatkan lesung pipinya, dia bisa memikat gadis manapun dengan mudah. Terlebih bertahun-tahun menetap di California membuat kulitnya berubah menjadi tan.Tak salah jika julukan “yummy man” begitu melekat pada dirinya.



“Jika aku bisa, aku sudah melakukannya sejak tadi, Ryu Jin Oppa.”Na Ra menggerutu, walaupun dia tahu betul hanya sosok kakak kandungnya yang bisa mendengarnya di sini.

“Keras kepala sekali.Padahal wajahmu sudah setengah mati menahan bosan.”

“Kau tidak mau memberiku pelukan kerinduan atau semacamnya?Kita bahkan tidak bertemu selama 4 bulan.”

“Aku rasa hal-hal seperti itu terlihat menjijikkan di matamu.Ternyata adikku masih manusia biasa.”Ryu Jin terkekeh seraya menyesap red wine di tangannya, setengah mati menahan diri untuk tidak mengacak gemas rambut adiknya.”Ngomong-ngomong Na Ra-ya, aku merindukanmu.”Na Ra mengeluarkan ekspresi ingin muntahnya begitu mendapati perkataan Ryu Jin yang dibuat-buat. Kakaknya memang sulit sekali berkata-kata manis.

“Sudahlah tidak perlu memaksakan diri.Itu benar-benar menjijikkan jika kau yang mengatakannya.”

“Hei..itu Kyuhyunnie.” Ryu Jin menunjuk pada pria yang diketahui sebagai mantan kekasih adiknya. Mengalihkan pembicaraan dari perdebatan tidak penting di antara mereka. ” Cepat temui dia. Dia sama bosannya denganmu. Aku rasa jika dua orang bosan bertemu akan-”

“Hentikan opini tidak masuk akalmu. Aku sudah menikah jika kau tidak lupa.” Na Ra memotong cepat perkataan Ryu Jin. Tapi matanya tetap bergerak ke arah yang ditunjuk kakaknya. Di sana ada Cho Kyuhyun yang duduk di sudut ruangan dengan segelas wine. Pria itu terlihat luar biasa mempesona dengan stelan tuxedo hitamnya.Hanya saja wajah masamnya benar-benar menghalangi siapa saja untuk sekadar menyapanya.

“Sudahlah kau temui saja dia.” Ryu Jin setengah mendorong Na Ra membuat gadis itu mendelikkan mata, kesal dengan tingkah sembarangan kakaknya itu. Tapi toh Na Ra menuruti perkataan kakaknya.Dia berjalan ke arah Kyuhyun yang tengah sibuk dengan wine-nya. Dia mengambil gelas berisi wine di tangan Kyuhyun, meletakannya asal di meja yang ada di dekat mereka. Pria itu mengangkat wajahnya, menatap Na Ra dengan senyum berbinar. Ekspresi yang selalu ditunjukannya pada gadis itu.

“No more wine, Mr Cho.” Na Ra berujar menatap Kyuhyun intens, yang ditatap hanya mengangkat bahu sebagai jawaban. “Jangan mengangkat bahu. Itu menunjukkan betapa tidak konsistennya dirimu.”Na Ra menambahkan, kali ini menatap kesal ke arah pria itu.

“Alright, Miss Lee.”Pria itu memberikan hormat ala militernya.”Tapi ngomong-ngomong, Miss Lee terdengar lebih baik untukmu, akan lebih baik lagi jika kau menjadi Mrs Cho. Sebutan itu sangat cocok untukmu. Bagaimana?”

“Yak!”

“Bercanda.”Kyuhyun terkekeh mendapati perubahan ekspresi Na Ra. “Selera humormu buruk sekali, tahu?”

“Terserahmu sajalah.Jika lelah pergi ke kamarmu dan tidur.”Na Ra menyarankan yang justru terdengar seperti perintah.

“Pestanya kan belum selesai.”

“Seperti kau tertarik saja dengan pesta ini. Sekarang pergi tidur, istirahat Cho Kyuhyun! Kau juga perlu berlibur. Perusahaanmu akan baik-baik saja sekalipun kau mengambil libur selama beberapa hari.” Nada memerintah Na Ra benar-benar seperti Jongin versi wanita, hanya saja sedikit lebih mengerikan. Terutama dengan tatapan dingin super mengintimidasi dari balik iris cokelat terang milik gadis itu.

“Kau ini perhatian sekali. Jangan membuatku berubah pikiran. Aku bisa saja merebutmu dari Kris Wu itu.”

“Seperti aku mau saja kembali denganmu.”

“Memangnya tidak mau?”

“Tentu saja tidak!” Na Ra menjawab tegas yang diiringi senyum lebar Kyuhyun.

“That’s my good girl. Kau memang sangat setia. Apa di dunia ini tidak ada satu lagi yang sepertimu untuk aku nikahi?”

“Listen, Cho Kyuhyun.” Na Ra menarik dalam-dalam nafasnya sebelum menghembuskannya kasar, dia memilih untuk mengabaikan gurauan pria itu yang sama sekali tidak terdengar lucu di telinganya. ” Aku tidak tahu berapa kali aku harus mengatakan ini padamu. Tapi kau harus hidup dengan baik. Gaya hidupmu benar-benar buruk, berpotensi membuatmu mati muda. Kau ini senang sekali ya membuatku hidup dalam kecemasan karena mengkhawatirkanmu?” Na Ra mencecar pria di depannya panjang lebar. Belum sempat Kyuhyun membuka mulutnya untuk mendebat Na Ra, sosok Jongin muncul di antara mereka. Pria itu dengan stelan tuxedo hitamnya melingkarkan sebelah tangannya di pinggang Eun Hee yang malam itu menggunakan gaun berwarna salem sepanjang lutut. Pelukan Jongin di pinggang istrinya bukanlah pelukan tanpa makna. Orang-orang tidak perlu menjadi jenius untuk tahu bahwa Jongin amat sangat protektif terhadap istrinya.

Indeed possessive husband.

“Kenapa kalian di sini?” Tanya Jongin, merujuk pada Na Ra dan Kyuhyun yang nampak tengah membicarakan hal yang serius.

“Selamat malam Mrs Wu, Mr Cho.”Eun Hee membungkukkan tubuhnya sopan yang dijawab kedua orang di depannya dengan hal serupa.

“Monsieur Kim, elle est ok?” (Mr Kim, apa dia baik-baik saja?) Na Ra berujar dalam bahasa Prancis yang fasih, membuat Eun Hee mengernyitkan dahinya, sepenuhnya tidak paham dengan apa yang dikatakan gadis itu.

“Elle est ok, je pense. Mais, elle est très complique maintenant. Je sais pas…je sais pas vraiment. Je pense à cause de la bébé.” (Dia baik-baik saja, aku rasa. Tapi, dia sekarang menjadi lebih rumit. Aku tidak tahu.. Aku benar-benar tidak tahu. Mungkin karena bayinya). Na Ra memandang kesal ke arah Jongin yang menggunakan kata “a cause” yang merujuk pada sesuatu yang negatif dan bukannya menggunakan kata “grâce a” untuk merujuk pada sesuatu yang lebih positif. Tapi bukan Kim Jongin jika peduli pada hal-hal remeh seperti itu.

Sementara Jongin terlibat pembicaraan dalam bahasa Prancis dengan noona-nya, Eun Hee mendadak kesal. Dia tahu suaminya fasih mengucapkan banyak bahasa, tapi setidaknya dia tidak perlu pamer seperti ini kan? Well.. Ibu hamil memang sangat sensitif. Tanpa sadar Eun Hee mencengkram lengan Jongin untuk menunjukkan protesnya.

“Sorry, Mrs Kim..” Jongin paham akan protes gadis itu. Dia menatap Eun Hee seraya tersenyum. “Noona hanya menanyakan keadaanmu saja.Dia sangat mengkhawatirkanmu.”Eun Hee hanya bisa membulatkan bibirnya, merasa terkejut mendapati betapa perhatiannya Na Ra Wu padanya.

“Kau harus banyak maklum pada mereka, Eun Hee-ya..Mereka memang seperti itu. Jadi, mau menikmati pesta ini bersamaku?” Kyuhyun melontarkan candaannya yang segera dibalas Jongin dengan tatapan membunuh, seolah pria itu ingin mencekik Kyuhyun saat ini juga.

“Jangan macam-macam, hyung!” Jongin menggeram, emosi begitu mudah menguasai dirinya jika sudah menyangkut soal Eun Hee.

“Cih! Berlebihan sekali. Ayo Ra-ya..kita pergi dari sini, adikmu ini sangat menyebalkan.” Kyuhyun mencebikkan bibirnya sebelum menarik paksa Na Ra untuk keluar dari pesta membosankan itu.

“Jong, kau seharusnya tidak mengatakan itu pada Kyuhyun oppa.” Eun Hee berkata seperginya Na Ra dan Kyuhyun.

“Mwo? Oppa? Kau memanggilnya oppa?” Suara Jongin meninggi membuat beberapa orang di sana menengok ke arahnya. Eun Hee segera mencengkeram erat lengan suaminya, mengisyaratkan tanda diam dengan tatapannya.

“Dia kan hyungmu. Itu berarti dia beberapa tahun lebih tua darimu. Bukankah berarti dia oppaku?Itu akan terdengar lebih sopan, Jong.”

“Memangnya kau memanggil semua pria yang lebih tua darimu dengan oppa? Tidak ada oppa atau semacamnya! Panggil dia dengan Kyuhyun-ssi saja.”

“Tapi-”

“Tidak boleh membantah, Kim Eun Hee!”

“Kau kan sudah berjanji untuk mempertimbangkan kebahagiaanku.”Eun Hee bersikeras pada pendapatnya. Sejak hamil, gadis itu mempunyai kebiasaan baru, membantah Kim Jongin.

Pria itu menarik nafasnya dalam-dalam sebelum menghembuskannya dengan kasar. Dia harus lebih banyak menahan diri sekarang, sesuatu yang belum pernah dilakukannya seumur hidup.

“Aku bisa mentolerir banyak hal, Kim Eun Hee. Aku bahkan berkutat di dapur untuk memasakkan sesuatu yang kau inginkan. Percayalah aku baru pertama kali melakukannya di sepanjang sejarah hidupku.” Eun Hee mengangakan mulutnya begitu mendapati pernyataan blak-blakan Jongin. “Dan kau tahu? Aku bahkan rela mengurungkan niatku untuk menyingkirkan sesuatu yang kau sebut kebahagiaan di dalam perutmu itu. Kim Eun Hee..apa yang sudah kau lakukan padaku? Kau benar-benar mendominasiku.” Pria itu mengakhiri kata-katanya sebelum menarik gadis itu keluar dari pesta itu. Mereka perlu berbicara, berdua saja. Tidak di sini, tidak di tempat ini.

**

Eun Hee menggerutu berkali-kali saat tangan besar Jongin menariknya. Kali ini bukan tarikan kasar yang berpotensi menimbulkan bekas kemerahan tapi sebuah tarikan posesif namun berhati-hati. Jongin memastikan bahwa dia tidak akan menyakiti istrinya, setidaknya tidak secara fisik.

Pria itu membawa istrinya ke sebuah ruangan. Eun Hee menebak bahwa itu adalah sebuah kamar, terlihat dari sebuah ranjang king size bersprei biru tua dan lemari serta meja rias yang tertata rapi. Kamar itu bercat putih pucat, dengan beberapa lampu tidur mahal yang memberikan kesan mewah. Jongin segera menutup pintu dan menguncinya begitu keduanya sudah masuk.

“Kita dimana, Jong?”Tanya Eun Hee ketika sudah tidak mampu menahan rasa penasarannya.

“Kamarku.”

“Kamarmu? Tapi ini rumah kediaman keluarga Cho, bagaimana bisa kau-”

“Keluarga Cho sudah seperti keluargaku.Keluarga Kyuhyun hyung dan Na Ra noona adalah keluargaku.”Jongin menjelaskan, lalu melepaskan genggaman tangannya.

Pria itu berjalan menuju balkon kamar, menyibak tirai yang menutupi jendela kaca dan berdiri diam di sana. Dalam hitungan detik, Jongin tenggelam dalam dunianya. Entah apa yang dipikirkan pria itu, yang pasti bayangan kenangan masa lalu merasuki memorinya. Dia memasukkan kedua tangannya ke dalam saku celana, menyembunyikan tangannya yang gemetar.

Eun Hee masih berdiam di tempatnya, gadis itu seperti sebelum-sebelumnya tengah memandangi punggung pria itu. Dia bahkan lupa kapan Jongin melepas tuxedonya dan menyisakan kemeja putih pas badan yang membalut tubuh atletisnya.Cahaya bulan yang temaram membuat pria itu seolah seperti pualam yang bersinar, bahkan hanya punggungnya saja dan Jo Eun Hee sudah semakin jatuh cinta.

“Tidak mau berterima kasih padaku,Mrs Kim?”Suara Jongin terdengar pelan.Pria itu sedang berusaha keras mengenyahkan bayangan masa lalu yang menghantuinya, kenangan yang merongrongnya tanpa henti selama bertahun-tahun.

“Berterima kasih untuk?”Gadis itu balik bertanya, sedikitpun tidak mengalihkan pandangannya pada punggung Jongin yang menurutnya begitu menggiurkan.

“Menunjukkan punggungku padamu. Kau menyukainya kan? Terobsesi mungkin?” Pria itu tersenyum, walaupun Eun Hee tidak tahu tapi dia tetap tersenyum, entah kenapa diam-diam merasa senang. Bahwa ada sesuatu dalam dirinya yang bisa membuat gadis itu bahagia. Sesuatu yang tidak perlu diusahakannya dengan susah payah.

“Percaya diri sekali.”Eun Hee mencebikkan bibirnya, berusaha melakukan penyangkalan yang sepenuhnya gagal.

“Aku akan berbalik sekarang jika kau sungguh-sungguh tidak menyukai punggungku.”Jongin setengah mengancam, seperti biasa dengan nada otoriternya. Tapi dalam hitungan detik Eun Hee berlari, memeluk pria itu dari belakang. Kedua tangannya memeluk erat tubuh Jongin, membuatnya merasakan abs-abs milik pria itu yang semakin terbentuk jelas.Darahnya bergelanyar tepat ketika tubuhnya menyentuh tubuh Jongin, gadis itu menempelkan hidungnya di punggung pria itu, menghidu aroma favoritnya.

“Good girl” ujar Jongin dengan senyum kemenangannya.

“Kau senang sekali ya membuatku menuruti perkataanmu?” Gadis itu berkata dengan nada kesalnya yang justru terdengar imut. Jongin secara refleks memegang kedua tangan Eun Hee yang melingkar di perutnya.

“Tidak sulit melakukannya.”

“Control freak!”

“I guess I am, Mrs Kim. Tapi aku akan memastikan bahwa kau menuruti perintahku hanya demi apa-apa yang nantinya berujung pada kebahagiaanmu. Kau mengerti?” Perkataan Jongin justru membuat Eun Hee semakin menenggelamkan wajahnya di punggung Jongin, masih saja terkagum-kagum tentang betapa Tuhan begitu baik karena menganugerahkan punggung luar biasa itu pada Jongin. Dan beruntungnya, Kim Jongin adalah suaminya.

“Ternyata benar…” Suara Eun Hee teredam punggung Jongin. “Punggungmu memang senyaman ini.” Tambahnya dengan pelukan yang semakin mengerat di tubuh pria itu.

Mereka kemudian terdiam selama bermenit-menit, merasakan detakan jantung mereka yang terasa senada. Jongin menahan diri untuk tidak berbalik. Dia menahan diri untuk tidak mencium gadis itu atau mendorongnya ke ranjang, sesuatu yang sangat ingin dilakukannya.

“Besok aku harus ke Verona selama seminggu, perjalanan bisnis yang membosankan.”Eun Hee refleks melepaskan pelukannya begitu mendengar ucapan suaminya.

“Kenapa tidak memberitahuku dulu? Kau selalu melakukan semuanya seenaknya.” Gadis itu mencecar Jongin setelah dia merubah posisinya agar bisa berhadap-hadapan dengan suaminya itu. Jongin tersenyum, mengusap pelan pipi kanan Eun Hee.

“Hanya sebentar, kau bisa ikut jika kau mau. Tapi, aku tidak bisa memastikan bahwa aku akan bisa bertahan untuk tidak menyentuhmu dan-”

“Baiklah, kau pergi saja dan cepat kembali!” Eun Hee meninggikan suaranya, mencoba menutupi sesuatu yang bergejolak di dadanya.

“Kau tidak biasanya seperti ini?” Jongin mengikis jarak di antara mereka, sehingga dia bisa dengan jelas menatap wajah Eun Hee. Wajah yang dideskripsikannya dengan cantik. Wajah yang menurut seniman adalah deskripsi dari karya sempurna tanpa cela. “Aku akan merindukanmu.” Tambahnya sebelum mengecup dalam bibir gadis itu, menyecapi setiap jengkal bagian bibir itu seolah itu adalah ciuman pertama mereka.

Jongin tidak terburu-buru, dia mencium istrinya dengan lembut, masih mempertahankan tangannya untuk tidak menyentuh bagian lain dari tubuh gadis itu. Dia tahu, bahwa sekali dia melakukannya maka dia akan kehilangan kontrol. Pria itu cepat-cepat menarik wajahnya, menghirup sebanyak mungkin oksigen yang seolah sempat hilang dari paru-parunya.

“Aku juga akan merindukanmu, Jong.”Eun Hee menjawab, di antara nafasnya yang masih tersengal-sengal. Dia sudah kehabisan kata-kata bantahan saat ini. Suaminya punya efek luar biasa yang selalu membuatnya tidak hanya disorientasi pada lingkungan, tapi bahkan pada dirinya sendiri.

Eun Hee cepat-cepat mengalihkan pandangannya ke arah lain, kemana saja asal tidak lagi bertemu dengan mata hitam itu. Bukan karena dia ketakutan seperti biasanya. Gadis itu sedang berusaha dengan sisa-sisa kesadarannya untuk tidak terjatuh ke lantai karena pesona pria itu. Sekarang saja dia sudah merasa lemas, seolah tulang-tulang kakinya sudah berubah menjadi jelly.

Matanya menyipit saat dia melihat seorang pria dan wanita duduk di bangku panjang bercat putih di taman milik keluarga Cho. Eun Hee bahkan hampir melewatkan pemandangan indah taman itu. Ada air mancur setinggi dua meter, lampu-lampu taman, dan bahkan bunga-bunga yang tetap nampak menawan di bawah gelapnya malam.

“Apa yang mereka lakukan, Jong?” Eun Hee menunjuk dua orang di taman itu dengan dagunya.

“Tidak tahu, membicarakan sesuatu yang penting, mungkin? Masa depan.” Jongin menjawab asal, melirik sekilas ke arah dua orang yang dimaksud Eun Hee dan kembali menatap lekat istrinya, berlama-lama tanpa bosan.

“Tapi Na Ra-ssi kan sudah menikah. Masa depan seperti apa?” Gadis itu mengatakan apa saja yang ada di otaknya, mendistraksi dirinya untuk tidak terlalu terpengaruh oleh pesona pria itu yang bisa berpotensi menimbulkan gejala stroke ringan.

“Masa depan dimana mereka bisa berjalan di jalan masing-masing. Noona dengan Kris hyung.Dan Kyuhyun hyung, aku rasa dia akan memilih untuk sendiri seumur hidupnya.”

“Kenapa harus pilihan itu yang dipilih Kyuhyun-ssi?Dia tidak bisa terjebak masa lalu selamanya, kan?”Eun Hee mendadak begitu tertarik dengan kisah dua orang itu.

“Noona adalah cinta pertama hyung, juga cinta terakhirnya.”

“Darimana kau tahu?” Sergah Eun Hee cepat.

“Jangan memotong perkataanku, Mrs Kim” jawab Jongin sedikit kesal, dia paling tidak suka dibantah. “Ada hal-hal yang sulit dipahami walaupun kau sudah mengenal mereka selama seumur hidupmu. Adalah mustahil bagi seseorang untuk memahami orang lain walaupun mereka sudah saling mengenal selama belasan tahun. Ada saja bagian dari orang lain yang kerap kali membuatmu terkejut.”

“Ya, itu benar. Aku juga selalu terkejut dengan perubahan sikapmu, terlebih lagi pesonamu, Kim Jongin.” Eun Hee menyuarakan kalimat itu dalam hatinya bukannya secara gamblang seperti kalimat-kalimat bantahan yang akhir-akhir ini seringkali terlontar dari bibirnya untuk Jongin. Sesuatu bernama gengsi menahannya untuk mengatakan betapa pesona pria itu mempengaruhinya.

“Kyuhyun hyung memang mengenal noona hampir selama seumur hidupnya, tapi ada bagian dimana hyung tidak paham akan perasaan noona. Dan ketidakpahaman itu membuat hyung kehilangan noona. Saat itu aku melihat keduanya hancur. Mereka seperti kehilangan pusat dunia mereka, tempat mereka berpijak sekaligus bergantung. Aku tidak tahu seperti apa buruknya akhir dunia, tapi melihat dua orang yang aku sayangi hancur, itu sudah lebih buruk dari akhir dunia.” Tangan Jongin kembali bergetar, diikuti keringat dingin yang tiba-tiba saja membasahi wajahnya. Eun Hee melihat itu, sorot kecemasan di balik mata hitam yang mengintimidasi. Dia memang belum sepenuhnya paham dengan kisah tiga saudara itu, tapi dia menangkap satu hal lain. Kim Jongin dengan segala ketakutannya.

Gadis itu meraih tangan Jongin, menggenggamnya erat.

“Jong..kau baik-baik saja?” Tanyanya dengan nada khawatir. Jongin menggelengkan kepalanya dengan cepat sebagai jawaban. Kepalanya terasa berdenyut nyeri, dia bahkan sudah kehilangan fokusnya.

“Bisa…kau…memelukku, Eun Hee-ya?” Pria itu berujar dengan susah payah. Jo Eun Hee tidak perlu berpikir panjang karena detik berikutnya dia sudah memeluk Jongin, mengusap pelan punggung pria itu dengan gerakan teratur. Dia seperti seorang ibu yang tengah menenangkan anaknya.

“Semuanya akan baik-baik saja, semuanya akan bahagia.”Eun Hee mengulang-ulang kalimat itu seperti mantra ampuh untuk memberikan ketenangan pada Jongin.

“Kau tidak akan meninggalkanku kan?” Jongin bertanya dengan kekhawatiran yang tidak juga mereda dari dalam dirinya. Dia benar-benar takut sekarang. Dia takut akan kehilangan Eun Hee, dunianya.

“Aku tidak akan kemana-mana. Aku di sini, Kim Jongin..bersamamu.”

Jongin melepas pelukan istrinya begitu mendengar jawaban itu, sekali lagi menatap mata Eun Hee di bawah temaram bulan malam itu.

“Berjanjilah satu hal.”Ujar Jongin seraya meletakkan kedua tangannya di pinggang gadis itu. “Bahwa tidak peduli bahwa kau nantinya bosan denganku, atau pada kemungkinan terburuk kau muak dengan kehadiranku, berjanjilah untuk tidak akan pergi kemana-mana. Selalu di sisiku. Till death do us apart.” Kalimat itu seharusnya diucapkan dengan nada memohon, tapi jika itu menyangkut Kim Jongin maka yang akan kau dengar adalah nada memerintah. Pria itu layaknya pendoktrin yang handal.

“Baiklah, aku menyetujuinya.”Eun Hee menjawab cepat, yang justru membuat Jongin mengernyitkan dahinya heran. Apakah istrinya sudah kembali menjadi istri yang super penurut?

Jongin mengenyahkan keheranannya sendiri lalu kembali melumat bibir gadis itu dengan rakus. Dia mencium bibir itu hingga mereka hampir kehabisan nafas. Tapi dia tidak melepaskannya, dia ingin berlama-lama menyecap bibir itu tanpa takut kehabisan waktu.

Tangan pria itu bergerak dari posisinya, menyentuh punggung Eun Hee lalu merambat ke tengkuknya, menekannya dalam hingga ciuman itu berubah menjadi lebih liar. Pria itu mendorong tubuh Eun Hee ke ranjang, tidak mau berepot-repot menutup jendela dan dia segera membaringkan tubuh mereka di ranjang. Kedua tangannya dia letakkan di sisi kanan kiri gadis itu, mencegah berat badannya bertumpu pada tubuh Eun Hee.

Jo Eun Hee yang seorang wanita normal mengalungkan kedua tangannya di leher pria itu, meraup bibir tebal Jongin dan menciumnya rakus. Jongin hampir saja menarik gaun yang dikenakan Eun Hee dan membuat mereka berakhir tanpa tidur hingga pagi tapi dia menghentikannya. Pria itu menarik dirinya dan berbaring di samping gadis itu.

“Tidurlah, Mrs. Kim.” Ucapnya lalu berbalik memunggungi gadis itu.

Eun Hee mengangakan mulutnya, heran sekaligus terkejut. Dia sudah memikirkan hal-hal seperti berada di bawah kendali Jongin selama semalam penuh. Dia menginginkannya, sebanyak itu. Dan malam itu keduanya hanya bisa sama-sama tersiksa, menahan hasrat yang menyelubungi mereka.

**

Kyuhyun menatap ke arah lantai dua rumahnya dimana beberapa menit lalu dia melihat Jongin dan Eun Hee berciuman panas. Dia tersenyum, ikut berbahagia untuk adiknya. Walaupun pria itu sendiri justru sama sekali tidak bahagia.

“Aku serius tentang ucapanku, Cho Kyuhyun.” Suara Na Ra mengalihkan fokusnya, dia berpaling pada gadis itu. Menatapnya lekat seperti biasa. “Berhenti membuatku hidup dalam kecemasan karena mengkhawatirkanmu.” Na Ra mengomel, masih setengah mati kesal dengan gaya hidup Kyuhyun yang benar-benar buruk di matanya.

Pria itu tidak menanggapi omelan Na Ra. Dia mengedipkan matanya beberapa kali sebelum berdiri di depan gadis itu lalu menekuk kaki kirinya, melakukan hal yang sama dengan kaki kanannya hingga kini dia sepenuhnya berlutut di depan gadis itu. Kyuhyun bahkan mengabaikan bahwa celana mahalnya akan kotor terkena tanah lembab yang menjadi pijakannya.

“Apa yang kau lakukan, Cho? Get up! Now!” Nada memerintah itu masih sama otoriternya, hanya saja Na Ra sepenuhnya tidak bisa menutupi rasa terkejutnya akan apa yang dilakukan Kyuhyun.

“Maaf untuk menorehkan luka di masa lalu.” Ujarnya lirih, pelan. Suara pria itu bahkan hampir tenggelam oleh desau angin yang berhembus. Na Ra mengatupkan rahangnya rapat-rapat, terlalu terkejut untuk mengatakan apapun. “Maaf untuk membuatmu hancur. Maaf untuk membuatmu menangis. Maaf untuk membuatmu merasakan hal yang tidak seharusnya. Maaf untuk meninggalkanmu. Maaf untuk merubah Jongin menjadi monster seperti sekarang ini. Maaf-” Suara Kyuhyun tercekat di tenggorokannya. Bulir-bulir air mata itu jatuh di kedua pipi pucatnya. Dia belum pernah seperti ini seumur hidupnya. “Aku bahkan tidak tahu apa kata maaf masih berlaku. Tapi, aku benar-benar ingin mengatakannya. Keberatan?” Kali ini pria itu mengangkat wajahnya, menampilkan wajah tampan tanpa celanya yang basah oleh air mata. Dia tidak menghapusnya, tidak mau repot-repot untuk menutupi tangisnya.

Tangan Na Ra terulur, mengusap air mata itu dengan jari hangatnya.

“Jika minta maaf berguna untuk apa ada hukum dan polisi?”Na Ra menjawab jujur, masih saja berusaha menghapus air mata Kyuhyun yang terus mengalir.

“Aku sedang minta maaf dengan tulus, bodoh. Tidak bisa ya kau bersikap sedikit baik? Kau selalu merusak suasana, Lee Na Ra.” Kyuhyun berusaha melontarkan candaan tak bermutunya. Tapi kelegaan itu memenuhi rongga dadanya. Kata maaf yang ditahannya selama bertahun-tahun, perasaan bersalah karena sudah menyakiti orang-orang yang dikasihinya.

“Diam sajalah.Aku sudah memaafkanmu, Cho. Dan soal Jongin, sebaiknya kau lebih mengkhawatirkan dirimu sendiri. Dia sudah mempunyai Eun Hee, dia sudah punya obatnya sendiri.” Kyuhyun mengernyitkan dahinya begitu mendengar ucapan Na Ra. Pria itu tentu saja tahu bahwa Jongin mengidap anxiety disorder dan mengetahui bahwa dirinya merupakan salah satu penyebab disorder yang dialami Jongin tentu saja memukulnya dengan telak. Menghancurkannya sekali lagi.

“Maksudmu?” Tanyanya pada akhirnya.

“Cinta. Kim Jongin punya cinta, Cho. Itu obat terbaik untuknya.” Na Ra menarik tangan Kyuhyun, meminta pria itu untuk bangkit dan duduk di sisinya.

Kyuhyun mencebikkan bibirnya, mengganti ekspresi menyesalnya menjadi ekspresi meremehkan dalam sepersekian detik.

“Cinta? Solusi favorit Lee Donghae untuk semua masalah. Bahkan cinta yang besar dariku saja tidak bisa membuatmu kembali padaku. Tahu kan ? Bahwa cinta juga tidak akan mencegah seseorang dari kematian. Berpikirlah rasional, kau pikir anxiety disorder bisa sembuh begitu saja?”

“Selama kepercayaan masih ada, harapan pasti terwujud.” Na Ra menjawab enteng, melontarkan senyum terbaiknya yang jarang sekali dia perlihatkan pada orang-orang. Senyum yang sebenarnya akan membuat siapa saja langsung jatuh hati pada gadis itu. Tapi Lee Na Ra tetaplah sama, bersembunyi di balik topeng Ice Queen-nya yang tanpa cela.

“Jadi, apa kau sudah memaafkanku?” Kyuhyun mengalihkan pembicaraan, karena saat ini jantungnya tengah bekerja di ambang batas normal, memukul rongga dadanya dengan kencang. Senyum favoritnya kini terpampang nyata di depan wajahnya. Dan dalam puluhan tahun yang mungkin akan bisa dilaluinya dia hanya yakin bahwa senyum itu tidak akan pernah memudar dari memorinya.

Na Ra mengangguk mantap lalu berdiri, sekali lagi menatap Kyuhyun, kali ini senyum itu menghilang, menampilkan eskpresi dinginnya seperti biasa.

“Tidak perlu merasa bersalah lagi. Masa lalu adalah bagian dari hidup kita. Tidak peduli seberapa menyesalnya kau akan apa yang terjadi di masa lalu, kau tidak akan bisa memperbaikinya, Cho. Hiduplah dengan baik hari ini. Karena aku masih ingin sering melihatmu di masa depan.” Gadis itu lagi-lagi tersenyum, senyum yang selalu menjadi favorit pria di depannya. Dia melangkah pergi meninggalkan Kyuhyun yang masih betah di tempatnya.

“Masalahnya Lee Na Ra jika sudah menyangkut dirimu hal-hal sepele sekalipun akan sulit untukku. Kau seharusnya tidak sebaik ini. Tidak setelah apa yang aku lakukan padamu dan Jongin.” Gumam pria itu untuk dirinya sendiri, karena dia yakin suaranya sudah di luar jangkauan pendengaran Lee Na Ra.

**

6.30 am

Eun Hee baru saja mencoba menyesuaikan diri dengan cahaya matahari yang menelusup melalui celah-celah kamar yang ditidurinya semalam. Cahaya matahari itu menusuk retinanya, membuatnya ingin sekali kembali ke alam tidur yang nyaman. Tapi, cahaya matahari itu bukan apa-apa dibandingkan dengan Kim Jongin yang tengah duduk menatapnya. Pria itu tidak mengenakan atasan, menampilkan kulit tan-nya yang nampak berkilau diterpa cahaya matahari pagi. Jantung Eun Hee tidak pernah bisa berfungsi normal jika itu sudah menyangkut Jongin, dan apa yang dilakukan pria itu selanjutnya benar-benar membuatnya berpotensi terkena gejala stroke ringan di pagi hari.

“Good morning, Mrs Kim, apa tidurmu nyenyak semalam?” Suara bass itu memenuhi indera pendengarannya.Lalu saat dia masih saja begitu disorientasi dengan dirinya sendiri, Jongin menyapukan bibir hangatnya di dahi Eun Hee. Pria yang tidak berpengalaman soal cinta itu baru saja memberikan sapaan dan ciuman selamat pagi paling romantis di dunia!

“A-aku…” Eun Hee mencoba menemukan pita suaranya, juga jiwanya yang mungkin masih tercecer di alam mimpi. Jongin tersenyum miring, seolah maklum bahwa istrinya belum sepenuhnya bisa terbiasa dengan dirinya. Dia mengambil seikat mawar merah di nakas tempat tidur, memberikannya pada Eun Hee yang menatapnya tanpa berkedip.

“Breath, Mrs Kim..breath...” Ujarnya seraya memberikan bunga mawar yang langsung diterima Eun Hee. ” Kau suka mawar kan? Aku akan memberikannya setiap pagi jika kau suka.”

“Aku…terima kasih, bunganya sangat indah.”Eun Hee ingin sekali bersorak, meneriakkan kebahagiaan yang kini memenuhi rongga dadanya.

“I know. Sekarang bangun dan mandilah. Kita harus segera pulang.”

“Bukankah kau akan pergi untuk perjalanan bisnis? Kenapa masih di sini?”

“Aku hanya memastikan bahwa aku adalah orang pertama yang kau lihat saat kau bangun.Bukan maid-maid di rumah ini, bukan orang lain, bukan juga siapa-siapa.Hanya aku.”Jongin menjawab jujur yang membuat semburat merah di wajah Eun Hee terlihat jelas.

“Kau merona.”Jongin mengusap pipi Eun Hee dengan sebelah tangannya, tersenyum untuk sebuah alasan yang begitu sederhana. “Jadi, kau setuju dengan gagasan bahwa aku adalah orang pertama yang akan kau lihat saat kau baru saja bangun? Menjadikanku satu-satunya?”

“Bukankah seharusnya memang seperti itu, Jong? Kau suamiku. Dan ngomong-ngomong, bisa tidak kau memberikanku waktu 15 menit untuk bersiap-siap?”

“Kenapa? Kita bahkan bisa mandi ber-”

“Andwae!”Gadis itu secara refleks berteriak.Jongin justru terkekeh mendapati sikap konyol istrinya.

“Listen, Mrs Kim. Aku bahkan sudah pernah melihat setiap jengkal tubuhmu. Kau punya tubuh yang indah, dan kau tidak perlu malu dengan ketelanjanganmu. Kau mengerti?” Ujar pria itu dengan nada otoriternya, Eun Hee mengangguk. Dia terlalu malu dengan topik pembicaraan vulgar di pagi hari. “Sekarang, bersiap-siaplah. Aku akan menunggu di bawah. Kita sarapan di rumah. Kau tidak akan menyukai ide untuk menikmati sarapan pagimu yang berharga di sini.” Jongin berujar cuek, berjalan ke arah lemari besar bercat putih di sana dan memakai sebuah t-shirt pas badan. “Now, Mrs Kim!Before I decide to make love with you. Pertahanan diriku tidak sebaik itu tahu? Terutama jika itu sudah soal dirimu.” Jongin berbicara tanpa memandang Eun Hee dan gadis itu cepat-cepat melesat ke kamar mandi. Topik pembicaraan vulgar di pagi hari benar-benar membuatnya hampir gila.

**

Untuk pertama kalinya dalam sejarah pernikahan mereka, Jo Eun Hee setuju dengan ide Kim Jongin. Pria itu sepenuhnya benar tentang ide untuk tidak sarapan di kediaman keluarga Cho. Ada kakak perempuan Cho Kyuhyun – Cho Ahra – yang begitu berisik dan jahil, juga Kyuhyun yang arogan. Mereka akan bertengkar sepanjang waktu dan itu membuat kegaduhan yang berpotensi merusak indera pendengaran.

Keduanya kini tengah berada di dalam mobil Jongin. Tangan kirinya memegang kemudi, sedangkan tangan kanannya menggenggam tangan Eun Hee erat.

“Berbicaralah, Eun Hee-ya, sebanyak tempo hari.” Ujarnya tanpa mengurangi fokusnya ke jalanan.

“Bahkan jika itu soal bantahan, apa kau tetap mau mendengarnya?”

“Aku tidak suka dibantah.”

“Dan aku tidak suka diperintah seenaknya.”Eun Hee bertahan pada sifat keras kepalanya, mencoba mengeluarkan suara tegas terbaiknya.Berbanding terbalik dengan reaksi tubuhnya yang berlebihan jika sudah berada di dekat Jongin.

“Berhenti mengeluarkan suara seperti itu Kim Eun Hee.”Jongin mengambil jeda di antara kalimatnya, membelokkan mobilnya tepat di pelataran mansionnya. “Reaksi tubuhmu berbanding terbalik dengan kalimat bantahanmu. Those won’t suit you well, My innocent queen.”Jongin berujar setelah mematikan mobilnya. Dia menatap Eun Hee lekat. Tatapan yang berpotensi meluruhkan seluruh tulang di tubuh gadis itu.

Jongin mendekatkan wajahnya, hingga bibir keduanya hampir bersentuhan.

“Kau tahu? Aku ingin sekali menciummu sekarang.” Ujarnya pelan, membuat Eun Hee memejamkan matanya, bersiap menerima serbuan bibir hangat pria itu yang kini juga menjadi candu untuknya. “Tapi aku tidak akan melakukannya.” Ujar Jongin seraya menjauhkan wajahnya, membuat Eun Hee membuka mata, seketika merasa kecewa.

“John akan mengantarmu ke rumah orang tuamu. Kau boleh bertemu dengan kedua orang tuamu seminggu 3 kali-”

“Jong..”

“Kau juga bisa bertemu teman-temanmu setiap hari Jum’at pukul 15 sampai pukul 18. Dan John akan mengantarmu kemanapun kau mau.” Jongin mengabaikan panggilan Eun Hee untuknya, meneruskan serentetan kalimat yang sudah disusunnya dengan susah payah.

Eun Hee kehilangan kata-katanya, hampir tidak mempercayai apa yang didengarnya. Bahwa Kim Jongin yang biasa mengurungnya kini tengah memberikan “sedikit” celah kebebasan untuknya.

“Kenapa kau melakukan semua ini, Jong?”Alih-alih berterima kasih, rasa penasaran justru mendominasi Eun Hee.Dia tidak bisa menahan diri untuk tidak bertanya tentang keputusan “ajaib” Jongin.

“Kebahagiaanmu. Itu saja.” Jawab pria itu singkat, memandang kemudinya lekat. “Now get out. Aku harus segera pergi ke Verona.”

“Jonginnie…”

“Get out, Eun Hee. Now!”

The control-freak Kim Jongin is back.

Pria itu berujar penuh penekanan, menanggalkan kesan lembut yang dibangunnya sendiri tadi pagi. Eun Hee sama sekali tidak mengatakan apa-apa. Dia menatap Jongin yang tengah sibuk memandang kemudinya. Dia tahu, benda bundar itu benar-benar tidak ada menarik-menariknya di mata Jongin. Dengan gerakan cepat dia mencium pipi kanan Jongin, meninggalkan sensasi memanas di sana.

“Cepatlah pulang. Aku akan menunggumu.” Ujarnya lalu tergesa-gesa keluar dari mobil suaminya. Terlalu malu dengan tindakan nekatnya.

Sementara itu Jongin menatap Eun Hee yang setengah berlari memasuki mansionnya. Pria itu menyentuh pipinya, jejak bibir Eun Hee di sana. Hangat.

“Jika kau bersikap seperti ini terus, bagaimana aku bisa hidup tanpamu,Mrs Kim?”Jongin berujar putus asa, kali ini kedua iris hitamnya menggelap. Bukan karena kemarahan, tapi kesedihan dan perasaan takut itu kembali menghantuinya. Dan seketika itu seluruh tubuhnya berkeringat dingin, dia bahkan masih bisa melihat dengan jelas tangannya yang gemetaran.

**

A Day later

Hôpital du Val du Grace, Paris, French

Pria itu mengenakan kemeja putih yang berlapis tuxedo hitam. Dua kancing teratas dari kemejanya dibiarkan terbuka. Rambut hitam pria itu di tata rapi ke belakang. Untuk sesaat pria itu seperti patung hidup. Rahang tegas, hidung mancung, dan kulit seputih porselen seolah belum cukup untuk mendeskripsikan betapa pria itu benar-benar menawan.

Dahinya berkali-kali mengernyit saat membaca file-file yang menjadi pekerjaannya.Saat pria itu tengah begitu fokus dengan pekerjaannya, pintu ruangannya menjeblak terbuka.Dia bahkan tidak mengangkat wajahnya, hanya menyeringai di balik tumpukan filenya.



“Cepat sekali sudah menemuiku, Kim Jongin.” Suara pria itu terdengar santai, sama sekali tidak mempermasalahkan sikap seseorang bernama Kim Jongin yang sudah menerobos masuk ke ruangannya.

“Bagaimana Na Ra noona dan Kyuhyun hyung bisa tahu jika aku mengidap anxiety disorder. Sial! Kau memberitahu mereka, Oh Sehun?” Kedua mata Jongin berkilat marah, seolah dalam beberapa menit ke depan dia sudah akan menguliti pria bernama Oh Sehun itu.

Sehun mengangkat wajahnya, nampak terkejut dalam beberapa detik lalu kembali tersenyum. Kedua matanya menyipit saat dia tersenyum.

“Mereka keluargamu.Mereka berhak tahu.” Sehun menjawab enteng, sama sekali tidak terpengaruh dengan tatapan membunuh Jongin.

“Damn it! Kau melakukannya? Kau gila! Ini illegal, Oh Sehun. Kau sudah melanggar kode etik. Ini seharusnya rahasia di antara kita saja. Dasar idiot. Kau mau membunuh karirmu sendiri huh?”Sehun mengangkat bahu sebagai tanggapan cecaran Jongin yang diberikan padanya.

“I’m not that stupid, Mr Kim. Kau pikir sudah berapa lama aku menjalani profesiku ini? Kau tidak perlu mengingatkanku soal kode etik dan rahasia pasien. Aku sudah menghafal semuanya!” Sehun beranjak dari tempat duduknya, berjalan santai ke sofa hitam di ruangannya.

Jongin mendudukkan diri di depan Sehun, masih menatap nyalang pada psikiater muda kepercayaannya itu. Orang yang diam-diam menjadi tempat sampahnya, tempat mencurahkan segala masalah. Saksi kehancurannya. Sekaligus seharusnya menjadi satu-satunya orang yang mengetahui disordernya. Tapi semua anggapan itu runtuh begitu salah satu orang kepercayaannya memberitahu bahwa Na Ra dan Kyuhyun sudah mengetahui disordernya. Hasrat ingin membunuh Sehun benar-benar menguasainya saat ini.

“Jika kau berpikir bahwa kau adalah satu-satunya orang terpintar di dunia, sebaiknya kau memikirkannya lagi, Jonginnie. Kau tentu tidak lupa siapa Na Ra dan Kyuhyun kan? Mereka bukan orang bodoh. Mereka terlalu jenius untuk kau bodohi.”

“Aku tidak membodohi mereka, tidak siapapun!”Sergah Jongin cepat.

“Ya..ya baiklah tidak membodohi, tapi menyimpan rahasia sebesar ini dari mereka? Itu bukan hal yang bisa kau anggap remeh! Dan ngomong-ngomong, Kris hyung juga sudah mengetahuinya.”

“Sialan! Kenapa kau tidak memberitahu seluruh dunia saja hah? Katakan pada seluruh dunia bahwa aku gila!”

“Kau kan tidak gila.”Sehun menjawab santai, menyandarkan punggungnya di sofa.”Kau hanya mengalami anxiety disorder, itu sangat berbeda dengan gila.Kau ini masih bodoh saja ya?”

“Oh Sehun!”Suara Jongin menggelegar memenuhi ruangan, menandakan betapa murkanya dia. Sehun masih belum bergeming di posisinya, santai menanggapi Jongin yang meledak-ledak.

“Tidak perlu berteriak seperti itu. Aku bisa cepat tuli. Apa aku harus berhenti dari profesiku saja ya? Rasanya tawaran ayahku untuk mewarisi perusahaannya terdengar menarik sekarang. Amat sangat menarik jika semua pasienku seperti kau!”

“Sialan kau Oh Sehun!”

“Jadi kau mau bersikap tenang tidak?” Sehun bertanya retoris, ekspresi wajah Jongin menegang. Tapi pria itu sama sekali tidak memberikan bantahan. Dia terdiam saat itu juga. Ancaman Sehun benar-benar memukulnya dengan telak.

“Kau tahu betul bahwa aku tidak mungkin memberitahu mereka semua. Tapi aku harap kau tidak lupa jika Kris Wu adalah seorang dokter. Ralat, dokter yang handal. Salah satu lulusan terbaik Stanford University. Menurutmu, Stanford tidak akan meluluskan mahasiswanya begitu saja kan? Apa lagi dengan gelar terbaik. Ya-”

“Bisa tidak pada inti permasalahan?Kau ini sangat bertele-tele, Oh Sehun.”

“Kau sama sekali tidak bisa bersabar ya? “Sehun memandang sebal Jongin, pria itu benar-benar membuat emosinya ikut terpancing.”Berhenti berpikiran dangkal dan egois, Kim Jongin.Terkadang kau juga harus mengenali lingkunganmu, orang-orang di sekitarmu. Kau juga harus tahu bahwa duniamu bukan saja melulu soal Jo Eun Hee. Aku tahu kau mencintainya amat sangat. Mati-matian, mungkin?”

“Ya aku mencintainya, mati-matian seperti katamu.” Jongin bersuara, kali ini nada bicaranya merendah. “Aku bahkan menidurinya sampai pingsan tempo hari.”

Siulan terdengar dari kedua bibir Sehun, seolah apa yang baru saja dikatakan Jongin adalah hal luar biasa yang patut diberi penghargaan.

“Kau pasti punya alasan kuat kenapa kau melakukannya kan? Atau itu bentuk keidiotanmu yang lain?”

“Yang kedua, Oh Sehun. Apa yang aku lakukan adalah bentuk keidiotanku. Aku hanya tidak ingin mahluk yang ada di tubuh Eun Hee melukainya, membuatnya menderita.” Suara Jongin semakin merendah, tertelan oleh kegelisahan dan rasa bersalahnya. Sehun masih diam, menyimak setiap perkataan pria itu tanpa berniat menyelanya. “Tapi apa yang aku lakukan justru membuatnya semakin menderita saja. Kyuhyun hyung bahkan menghajarku.Aku yakin dia bisa membunuhku jika saja Na Ra noona tidak mencegahnya.Dan esok harinya aku mendatangi Kyuhyun hyung.Aku ingin menghajarnya juga saat itu, tapi yang aku lakukan justru bertanya padanya kenapa dia harus putus dengan Na Ra noona dulu.Hal itu bahkan masih begitu mengangguku sampai hari ini.Sesuatu yang tidak juga aku pahami.Kenapa orang-orang harus meninggalkan orang yang mereka sayangi?Menyakiti dirinya sendiri seperti seorang masokis.Kenapa tidak bertahan lalu bahagia?”Detik berikutnya Jongin terdiam, kegelisahan itu menyelubunginya lagi. Berbicara panjang lebar bukanlah gayanya, sama sekali bukan style seorang Kim Jongin. Tapi kegelisahan itu benar-benar mengubahnya, menjadikannya sosok lain. “Sehunnie, menurutmu apa Eun Hee akan meninggalkanku?” Jongin bertanya, lebih tepatnya mencari pembelaan sekalipun dia menyadari bahwa sebenarnya dirinyalah yang paling berpotensi merenggut kebahagiaan Eun Hee.

“Aku saja masih bertanya-tanya kenapa Eun Hee masih bertahan denganmu?”Sehun menjawab santai, berjalan ke arah lemari pendingin di sudut ruangannya dan mengambil dua kaleng soda. Meletakkan salah satunya di depan Jongin, dan satu lagi untuk dirinya. Pria itu meminum sodanya hingga tersisa setengah.

“Kau seharusnya menghiburku, bodoh! Bukankah itu tugas psikiater? Memberikan ketenangan pada pasiennya?”

“Aku psikiater yang rasional.Tapi tidak, Kim Jongin.Eun Hee tidak akan meninggalkanmu.”

“Dari mana kau punya keyakinan seperti itu?”

“Kau sendiri yang mengatakan bahwa kau butuh penghiburan. Sekarang saat aku sudah mengatakannya kau malah meragukanku. Aku benar-benar ingin berhenti saja dari profesiku.” Sehun mempoutkan bibirnya. Kesan dingin dan serius yang melekat pada dirinya hilang saat itu juga.

“Aku hanya tidak mau kehilangan Eun Hee. Itu sama saja dengan mati. Aku sudah pernah melihatnya sendiri dengan mata kepalaku. Aku melihat bagaimana Na Ra noona hancur setelah kehilangan Kyuhyun hyung. Tidak..tidak..aku rasa mati bahkan lebih buruk dari kehilangan orang yang aku cintai. Jadi, Sehunnie..katakan apa yang harus aku lakukan agar Eun Hee tetap berada di sisiku?” Kali ini Jongin memohon, tidak ada nada otoriter atau memerintah. Dia benar-benar sedang memohon saat ini.

“Kau tidak akan kehilangan Eun Hee, percayalah.Dia mencintaimu, sebanyak kau mencintainya. Tidak perlu bertanya dari mana aku tahu hal ini.” Sehun mengangkat tangannya, mengisyaratkan penolakan pada kalimat yang baru akan terlontar dari bibir Jongin. “Aku pria yang rasional tahu? Mungkin dulu Eun Hee menikahimu karena paksaan. Tapi, sekarang tidak lagi. Menurutmu gadis normal mana yang akan bertahan pada segala sifat posesifmu itu? Dia bahkan tetap tinggal di sisimu, mempercayakan hidupnya padamu. Dia sudah menerimamu yang seperti ini. Tidakkah kau berpikir itu luar biasa?”

“Tidak setelah dia tahu bahwa aku adalah seorang pengidap anxiety disorder.”Jongin berujar putus asa, penghiburan apapun rasanya tidak cukup baik saat ini.

“Anxiety disorder bukan penyakit menular, bodoh! Sekarang pulanglah, katakan bahwa kau mencintai Eun Hee.”

“Kau mengusirku?”

“Bukankah itu sudah jelas? Aku yakin kau berbohong pada istrimu. Alasan perjalanan bisnis tentu menjadi alasan klasikmu.” Jongin ingin sekali memukul kepala Sehun saat itu juga, tapi apa yang dikatakan pria berkulit porselen itu sepenuhnya benar. Bahwa dia telah berbohong.Dia seharusnya berada di Verona sekarang dan bukan di Paris. Rasa rindu itu memenuhi dadanya dalam hitungan detik, membuatnya sesak. Pasokan oksigennya ada di Seoul. Dia harus pulang. Dia akhirnya mempunyai alasan untuk pulang. Dan dia akan selalu senang untuk pulang dan menyebut Jo Eun Hee sebagai rumahnya. Tempat dia akan selalu kembali.

**

Jongin Mansion’ Seoul

Jarum jam sudah menunjukkan pukul 11 malam, tapi kedua mata Jo Eun Hee sama sekali belum bisa terpejam. Dia terlalu terbiasa dengan kehadiran Jongin, dan ketiadaan pria itu di sisinya membuatnya benar-benar merasa kosong.Seolah ada bagian lain dari dirimu yang tercecer di suatu tempat. Kau merasa benar-benar tidak lengkap.

Gadis itu akhirnya memutuskan untuk pergi ke kamar suaminya. Pria itu masih saja bersikeras dengan keputusannya agar mereka memiliki kamar terpisah, membuatnya terkadang merasa tidak diinginkan. Tapi mengingat semua perlakuan pria itu padanya, semua pikiran buruk itu hilang begitu saja. Dan sekalipun pria itu tidak menginginkannya, siapa peduli ? Dia istri sah Kim Jongin. Dia akan berada di sisi pria itu sejauh dan selama yang dia bisa. Dia menyalakan lampu kamar Jongin, menghirup dalam-dalam bau maskulin milik pria itu yang masih tertinggal.Matanya menatap sebuah foto pernikahan yang dicetak besar-besar dan digantung di kamar pria itu.Sudut bibir Eun Hee terangkat, membentuk sebuah senyuman.Kim Jongin dengan hal-hal yang tidak terduga benar-benar mengagumkan, membuatnya berpikir bahwa mungkin surge memang ada di dalam genggaman pria itu.

Eun Hee membuka lemari pakaian Jongin, mengambil sebuah kemeja putih dari sana. Imajinasinya sudah berkeliaran kemana-mana, terutama tentang betapa menawannya Kim Jongin jika sudah mengenakan kemeja putih. Pakaian yang akan menonjolkan punggung indah pria itu, favoritnya. Dia melepaskan pakaiannya sendiri, menyisakan pakaian dalamnya saja.Lalu dengan cepat dia memakai kemeja putih itu, nampak kebesaran untuk tubuh mungilnya.Kemeja itu bahkan mencapai bagian bawah pahanya, dan lengan mungilnya tenggelam di balik kain putih itu karena ukuran yang tidak sesuai.

Gadis itu memutar-mutar tubuhnya di depan cermin di sana, lalu mendudukkan diri di tepi ranjang king size yang ada di kamar Jongin. Dia mengambil sebuah bantal lalu memeluk dan menghirup aroma bantal itu. Ada bau pinus segar yang tertinggal di sana, bau khas suaminya. Rasa sesak itu menderanya, memukulnya tanpa ampun.Rasa sesak bernama rindu yang tidak tertahankan. Ini bahkan belum genap 48 jam mereka berpisah tapi rasa rindu itu benar-benar menyiksa. Dia tidak akan membiarkan Kim Jongin jauh darinya, tidak setelah ini.

Didorong oleh rasa rindu yang amat sangat, Eun Hee berjalan menuju ruang kerja Jongin yang terletak di samping kamarnya.Masih dengan kemeja putih kebesaran milik Jongin yang enggan dilepasnya.Dia akhirnya tiba di ruang kerja Jongin, duduk di kursi empuk yang biasa diduduki pria itu. Eun Hee tersenyum saat melihat ada sebuah fotonya yang dipajang oleh Jongin di sana. Dan gadis itu lebih terkejut saat mendapati ada banyak fotonya terpampang di dinding ruang kerja itu.Foto-foto yang bahkan dia tidak ingat dimana dan kapan pria itu mengambilnya.Saat itu yang ada dipikirannya hanya satu, kenapa dia bahkan tidak memiliki satu pun foto pria itu?

Dia mengenyahkan pikiran itu, ada rasa lain yang lebih mendesak. Rasa rindu yang membuatnya kini melakukan hal-hal di luar kendali dirinya.Dia berjalan mengitari ruangan itu, menatap satu per satu benda yang ada di sana, karena benda-benda di sana mengingatkannya pada Jongin. Orang yang kini memenuhi seluruh isi otaknya.Kedua matanya menyipit tatkala melihat sebuah amplop merah dengan tulisan berwarna emas di depannya.Eun Hee tidak pernah tertarik dengan segala hal mengenai perusahaan, bisnis, dan hal-hal semacam itu. Tapiapa yang tertulis di halaman depan map itu benar-benar menarik perhatiannya. Tangannya bergetar membuka amplop itu, seolah sedang bertaruh dengan apa yang akan dilakukannya saat ini. Gadis itu seolah sudah bisa menebak hal apa yang ada di dalam map merah itu. Hal-hal yang diyakininya sudah berandil besar membawanya kepada Kim Jongin yang saat ini setengah mati dicintainya.

Eun Hee mengakui itu, dia mencintai Jongin setengah mati.Tapi nampaknya hal itu belum cukup.Bahwa cinta memang bukan solusi untuk semua hal.Bahwa cinta tidak bisa menghidupkan orang mati atau mencegah kematian. Dan apa yang dilihatnya di dalam map itu benar-benar tidak bisa mencegahnya dari kebencian. Gadis itu menyadari satu hal, batas antara kebencian dan cinta benar-benar tipis.Dan kebencian itu nampaknya lebih mendominasinya saat ini.

TBC

Note :

Terima kasih untuk kalian yang sudah setia menanti FF ini. Maaf jika makin lama semakin tidak jelas. Tapi saya sudah berusaha semampu saya untuk menyelesaikan FF ini. Dan berkat doa kalian saya berhasil lulus ujian Internasional Bahasa Prancis bulan lalu. Terima kasih sekali lagi ^^

Apa kalian suka dengan pilihan cast baru di sini? Ada Oh Sehun dan Lee Ryu Jin, kakak kandung Lee Na Ra. Lee Ryu Jin juga berperan sebagai kakak kandung Lee Na Ra di FF Unfinished Mission jika kalian membaca FF tersebut.

Untuk kalian yang menebak-nebak soal anxiety disorder, saya sudah menjelaskan sedikit demi sedikit mengenai apa itu anxiety disorder. Jadi pada intinya, anxiety disorder itu adalah kecemasan yang berlebihan. Pada dasarnya kecemasan adalah hal yang lumrah dialami manusia. Tapi, ketika kecemasan itu sudah pada taraf yang berlebihan dan berhubungan dengan trauma, phobia, atau pengalaman yang tidak mengenakkan bisa membuat individu tersebut jadi memiliki kecemasan berlebihan sampai tidak bisa menggunakan logika berpikirnya lagi.

Faktor genetik memang berpengaruh, maksudnya faktor genetik memicu kerentanan yang lebih besar untuk diwariskan kepada keturunannya daripada mereka yang tidak mempunyai riwayat anxiety disorder. Tapi faktor yang lebih berpengaruh biasanya karena faktor traumatik, lingkungan, atau bisa juga stres yang berkepanjangan.

Di FF ini, saya tidak akan menjabarkan secara detail jenis anxiety disorder apa yang Jongin miliki, termasuk apakah jenis generalized anxiety disorder atau jenis lainnya. Karena anxiety disorder hanya salah satu dari berbagai konflik lainnya yang saya angkat di FF ini. Maka dari itu, saya tidak akan menitikberatkan hanya pada disorder Yang jelas, Jongin pada FF ini menderita anxiety disorder. Pada umumnya wanita memang lebih rentan terkena disorder ini tapi tidak menutup kemungkinan kaum pria juga bisa. Lebih jelasnya kalian bisa membaca teori psikologi Freud, text book DSM-IV TR, atau menanyakan kepada ahlinya. Don’t be too serious soal anxiety disorder ini. Akan sangat runyam jika mendetailkannya dalam suatu cerita. Karena saya masih punya konflik lain yang belum terungkap, yang mungkin akan menjadi penyelesaian dari FF ini.

Untuk my Xingxi, my beloved readers, saya mencintai kalian sebanyak huruf yang kalian tulis di kolom komentar. Jadi, jangan ragu untuk menuliskan komentar sepanjang apapun itu.

Line saya sedang eror, jika banyak dari kalian yang sudah mengirimkan Line silahkan copas message kalian dan mention ke twitter saya @RegginaAprilia atau email ke : belleciousm@gmail.com

DON’T THOR ME!!! Bagi yang ingin membaca FF saya bisa cek di http://www.belleciousm.wordpress.com atau bisa juga LIKE fanpage saya http://www.facebook.com/Bellecious0193

Saya pastikan akan ada scene Not for Children di Chapter selanjutnya, so please wait patiently :D Untuk yang masih di bawah umur tidak perlu khawatir karena akan ada Cut Version

Have a nice day

Na Ra Lee

Filed under: family, Marriage Life, romance Tagged: cho kyuhyun, exo, kai, kim jongin, kris, OC

Show more