2015-05-06



Secret Admirer VII

Wu Yifan/Kris Wu, Lu Han, Kim Tae Ri (OC) and the others || Romance, Suspense || PG17 || Chaptered

Disclaimer: All the cast are from God, except the OC my imagination and the story line too. Sorry for typo. No copy, I hate plagiat.

Thanks to Krys CafePosterArt

IrnaCho, © 2015

***

Prev Chap: Teaser 1 2 3 4 5 6

.

.

“Luhan, kau mengenalnya? Aku baru ini melihatnya.” Tanya Taeri setelah Kim Bum pergi dari hadapan mereka. Rasa penasarannya sudah tidak bisa di abaikan.

“Model pendatang baru yang tengah popular akhir-akhir ini. Hanya beberapa kali dia datang ke kampus, itu sebabnya kau tidak pernah melihatnya. Yah, artis sibuk. Dia juga salah satu mahasiswa yang menjadi idola gadis-gadis di kampus kita.”

Taeri mengangguk paham. “Pantas saja wajahnya begitu familiar. Ternyata seorang artis.” Gumamnya.

“Eum. Dan ku minta, kalau bisa kau jangan terlalu dekat dengannya. Aku punya feeling dia bukan pria baik-baik.”

“Ck. Kau tidak boleh seperti itu. Jangan menuduh orang tanpa alasan tak berdasar.”

“Tapi aku tidak suka caranya dia menatapmu. Seperti singa yang melihat buruannya.”

“Kau terlalu berlebihan, Luhan. Sudahlah tidak usah di pikirkan.” Taeri meilirik jam yang melingkar di pergelangan tangan kirinya. “Sudah malam. Kau bisa antarkan aku pulang?”

“Tidak ingin menunggu sampai selesai acara?” Taeri menggeleng.

“Aku lelah. Ingin istirahat.”

“Baiklah. Ayo, kita pulang.”

Secet Admirer, © 2015

Taeri datang satu jam lebih awal sebelum kelasnya di mulai. Semalaman dia tidak bisa tidur karena memikirkan apa yang terjadi padanya dan Kris saat malam Prom kemarin. Sampai sekarang dia masih tidak mengerti bagaimana ciuman itu bisa terjadi. Rasanya dia ingin gila jika memikirkannya terus. Jantungnya tidak berhenti berdetak kencang tiap kali kejadian malam itu terulang di otaknya. Dan Taeri rasa dia belum siap jika bertemu Kris sekarang. Dia tidak tahu apa yang harus di lakukannya ketika bertemu pemuda itu nanti. Tapi sepertinya harapannya seolah pupus seketika saat orang yang baru saja di pikirkannya kini sudah duduk di depannya.

Jam masih menunjukan pukul tujuh. Masih terlalu pagi untuk memulai aktifitas kampus. Kafetaria saat itu pun masih sepi. Jadi Kris sedikit bebeas untuk bicara berdua dengan Taeri seperti sekarang. Namun sepi bukan berarti tidak ada orang. Dua sampai tiga orang mahasiswa ada di sana dan melihat kehadiran keduanya. Jadi bukan berarti mereka akan terbebas dari gosip nantinya.

“Apa yang kau lakukan?” Tanya Taeri akhirnya. Karena Kris tidak kunjung membuka suara usai menghempaskan tubuhnya di depan gadis itu.

“Duduk. Memangnya apa lagi?” Jawab Kris santai. Sesekali menyeruput ice americano-nya.

“Bukan itu maksudku. Kenapa kau duduk disini? Mereka melihat kita.” Kris mengerutkan keningnya bingung. Menoleh untuk menatap sekitar cafeteria.

“Memang kenapa kalau mereka melihat kita?” Tanyanya heran. “Aaah apa kau takut mereka tahu hubungan kita? Memangnya kenapa kalau mereka tahu?”

Taeri menggaruk tengkuknya kikuk. Ada benarnya apa yang di bilang Kris,. Memang tidak ada masalah jika mereka tahu. Ah, Taeri jadi bingung sendiri.

Kris masih memandang Taeri. Salah satu alisnya terangkat naik menunggu gadis itu bicara.

“Hmm tidak apa-apa memang. Hanya sajaaa… ck, aku bisa di habisi fansmu kalau mereka tahu.” Kris tersenyum kecil.

“Jadi hanya itu yang kau khawatirkan?”

“Hanya? Kau bilang hanya?” Taeri menatap Kris jengah. “Aku sudah cukup terganggu dengan gadis-gadis itu saat kau tidak sengaja menabrakku waktu itu. Dan saat kau menolong ku dari lemparan bola basket.” Taeri sudah hendak bangkit dari duduknya untuk pergi dari sana, namun Kris mencegahnya lebih dulu.

“Duduklah.” Ucapnya. Kris menariknya paksa agar duduk kembali. “Tidak akan terjadi apapun. Tenanglah.” Kata Kris dengan tenang. Kemudian menyeruput ice americano-nya kembali.

Kris mengambil sesuatu di dalam tasnya lalu meletakannya di hadapan Taeri. “Terima kasih untuk bekalnya.” Taeri menatap kotak bekalnya yang sudah kosong dan bersih.

“Kau tidak membuangnya, kan?” Tanya Taeri dengan nada yang di buat-buat seolah curiga. Mengambil kotak bekal itu dan memasukannya ke dalam tas.

“Tentu saja aku membuangnya.” Kata Kris cepat. Membuat Taeri langsung menatapnya tajam, namun belum sempat dia mengeluarkan protesannya, Kris kembali melanjutkan. “Ke dalam perutku.” Dan Taeri hanya mampu mencibir malas.

“Soal malam prom kemarin-“

“Ah sepertinya kelas ku akan segera di mulai. Aku duluan.” Potong Taeri. Tidak membiarkan Kris menyelesaikan kalimatnya. Dia langsung berdiri dan pergi dari sana dengan sedikit tergesa. Taeri belum siap untuk membahas soal ciuman itu. Sungguh. Apa lagi detakan jantungnya saat ini yang seperti sedang menggila.  Mungkin dia harus memeriksakan jantungnya nanti, dia khawatir dirinya akan terserang penyakit jantung dalam usia muda.

Di tempatnya Kris memandang kepergian Taeri dengan bingung. “Dia kenapa?” Gumamnya. “Padahal aku mau bertanya, kenapa dia tidak pulang denganku saat malam prom kemarin.” Kris menggeleng tidak mengerti. Kemudian dia menggedikan bahunya setelah itu pergi dari sana. Kelasnya juga akan di mulai sebantar lagi.

Secret Admirer, © 2015

Taeri tengah berjalan di koridor menuju kelasnya ketika tiba-tiba seseorang mensejajarkan langkahnya di sampingnya. Taeri menoleh dan mendapati Kim Bum tengah tersenyum ke arahnya.

“Annyeong, Taeri-ssi.” Meski sedikit bingung dengan kehadiran Kim Bum. Taeri tetap menjawab sapaannya.

“Annyeonghaseo.” Ucapnya mengangguk singkat.

“Sendirian? Tidak bersama kekasihmu?” Taeri mengernyit bingung.

“Kekasih?” Ulangnya. “Siapa?” Kali ini Kim Bum yang mengernyit bingung.

“Luhan, bukankah dia kekasihmu?” Taeri tersenyum menanggapinya.

“Rupanya kau ikut termakan gosip murahan itu. Kami hanya dekat.”

“Aah belum kalau begitu.” Taeri menggeleng, masih dengan senyumnya.

“Tidak. Kami hanya teman, Kim Bum-ssi.”

“Benarkah?” Taeri mengangguk.

“Wah, aku masih memiliki peluang kalau begitu.”

“Ne?”

“Ah, tidak.”

Pria ini aneh. Batin Taeri.

“Ku dengar kau suka musical.” Taeri hanya mengangguk membenarkan. Tidak lama kemudian Kim Bum mengambil sesuatu dari kantung celananya. “Ini, aku mendapatkannya dari seorang teman.” Kim Bum menyodorkan kertas persegi panjang ke hadapan Taeri. Sebuah tiket. “Aku tidak tahu harus datang bersama siapa. Teman-temanku tidak ada yang suka dengan musical, kau mau menemaniku?”

Taeri menatap Kim Bum sesaat. Tawaran yang menggiurkan untuk Taeri. Itu adalah musical yang sangat di nantinya, dan dia gagal mendapatkan tiketnya karena sudah sold out saat dia berniat akan membelinya. Tiket itu cepat sekali terjual. Hanya dalam hitungan menit setelah penjualan di buka tiket sudah sold out. Dan sekarang, dia mendapatkannya secara Cuma-Cuma. Bagaimana ini? Dia ingin sekali mengatakan ‘ya’, tapi tiba-tiba dia ingat perkataan Luhan. Sejenak dia berpikir, apa iya Kim Bum orang yang seperti itu? Jika di lihat, dia pria yang baik.

“Hey, kau melamun?” Taeri tersentak ketika Kim Bum melambaikan tangan di hadapan wajahnya. Wajah pria itu berubah murung. “Kau tidak mau, ya? Tidak apa-apa jika kau tidak mau. Aku mengerti, kita baru semalam saling kenal dan aku sudah mengajakmu pergi.” Kim Bum tertawa yang terkesan di paksakan lalu mengusap tengkuknya canggung.

Rasa bersalah dan tidak enak menghinggapi Taeri. Sedikit tidak adil sebenarnya jika kita langsung menilai orang lain sedangkan kita belum mengenal baik orang itu seperti apa. Lagi pula, berteman apa salahnya?

Taeri menatap Kim Bum dan tersenyum. “Aku mau.” Katanya. Dan itu sukses membuat Kim Bum sedikit tidak percaya. Dia membelalakan matanya menatap Taeri.

“Kau serius?” Taeri hanya mengangguk. Membuat perasaan senang itu meluap di hatinya.

“Baiklah kalau begitu.” Kim Bum tersenyum senang. “Kau tahu Gedung Seni Chungmu.? Grand Theater. Yang ada di Jung-Gu, Heungin-Dong.”

“Hm. Aku tahu.” Jawabnya dengan anggukan.

“Kita bertemu disana. Lusa.”

Tidak jauh dari tempat mereka, Kris berjalan tepat di belakang keduanya. Menatap dua orang itu dengan pandangan yang sulit di artikan. Entah sejak kapan pria itu ada di sana. Berjalan dalam diam sambil memperhatikan keduanya dari belakang.

“Aku tidak tahu jika mereka dekat.” Gumamnya.

Secret Admirer, © 2015

Masih seperti hari kemarin, cafeteria selalu ramai di penuhi oleh mahasiswa terutama pada siang hari.

Luhan mengajak Taeri duduk bersama teman-temannya di meja yang biasa mereka pakai. Sedikit canggung karena tidak ada Hyejin kali ini, sahabatnya itu sedang sakit jadi tidak masuk.

Pertama kali yang Taeri dapati ketika dirinya sudah duduk di antara pria yang menjadi idola para gadis di kampusnya ini adalah, Kris tidak ada di sana. Oke, Taeri tidak perlu menebak-nebak dimana pria itu saat ini. Dia sudah mulai hafal kebiasaan Kris.

Taeri masih sibuk dengan pemikirannya ketika ada seseorang yang menepuk pundaknya di susul suara yang menyerukan namanya.

“Eoh, Hongbin-ssi?” Taeri berbalik dan bangun dari duduknya.

Hongbin menyerahkan secarik kertas pada Taeri. “Ini.” Ucapnya. Tertulis beberapa daftar bahan makanan di sana dan beberapa nama yang asing di telinganya. “Itu bahan makanan yang harus di bawa saat pendakian nanti. Juga alat masak yang harus di bawa. Seperti nesting dan yang lainnya.” Jelas Hongbin. Kemudian dia melanjutkan. “Aku menyerahkan masalah konsumsi kelompok kita padamu. Jadi, tolong di lengkapi semuanya.”

Taeri menggaruk belakang kepalanya sambil matanya terus memperhatikan tulisan di atas kertas yang di berikan Hongbin. Untuk bahan-bahan masakan, tidak ada yang salah. Tiap hari dia membeli itu semua untuk keperluan dapurnya, tapi alat masak dan alat makannya. Taeri sedikit kebingungan.

“Ada yang tidak kau mengerti?” Tanya Hongbin yang melihat kebingungan di wajah Taeri. Gadis itu mengangguk.

“Alat-alat masak ini. Aku tidak mengerti.” Ucapnya. “Dimana aku harus mendapatkan spiritus atau paraffin? Lalu nesting, ini apa? Kemudian gas lipat. Memang ada? Aku harus mencarinya dimana? Pisau, sendok dan garpu lipat. Hah? Kalau pisau lipat sepertinya aku punya. Tapi sendok dan garpu lipat…” Taeri menatap Hongbin penuh kebingungan.

Hongbin hanya tersenyum tipis. “Nanti kita akan mempelajarinya. Itu sebabnya kau harus datang di pertemuan klub kita tiap hari sabtu. Untuk semantara waktu, kau bisa tanya pada Kris. Dia sepertinya punya. Atau tanya mereka…” Hongbin menunjuk Suho dan teman-temannya. “Mereka juga mengerti.” Taeri mengangguk beberapa kali.

“Ya sudah, kalau begitu aku pergi.” Pamit Hongbin setelahnya. Melembai pada sebelas pria di belakang Taeri sebelum akhirnya pergi.

“Ada masalah?” Tanya Luhan ketika Taeri sudah kembali duduk.

“Tidak ada.” Taeri menggeleng. “Hongbin hanya memberikan daftar bahan-bahan makanan dan peralatan masak yang harus di bawa untuk pendakian nanti.”

“Kau di beri tugas untuk menangani konsumsi?” Tanya Suho. Taeri hanya mengangguk. “Jika kau kerepotan, minta Hyejin untuk membantumu.” Ucap Suho lagi. Dan Taeri kembali mengangguk sambil tersenyum.

Tiba-tiba ide untuk menemui Kris melintas di benaknya. Dia memiliki alasan kali ini hingga tidak perlu di curigai. Pikirnya.

“Oya, ku dengar Kris memiliki peralatan masak gunung.” Yang di jawab anggukan oleh Suho.

“Eoh, dia punya. Sangat lengkap malah, kau bisa meminjam punyanya. Dari pada beli, karena alat-alat gunung lumayan mahal.” Taeri tersenyum dalam hati.

“Lalu, di mana dia sekarang?”

“Di ruangannya sedang mengerjakan tugas.” Taeri mengangguk mengerti.

“Kalau begitu aku ke ruangannya dulu.” Taeri baru hendak berdiri ketika suara Luhan menahannya.

“Kau tidak menghabiskan makananmu dulu?”

“Aku sudah kenyang.” Jawab Taeri singkat. Dan segera melesat dari sana. Namun sebelum keluar cafeteria, dia berhenti sebentar di depan counter.

“Ahjjuma, beri aku satu porsi nasi goreng kimchi. Tolong di bungkus.”

Secret Admirer, © 2015

Kris sedang sibuk dengan laptop di depannya hingga tidak menyadari seseorang memasuki ruangannya. Kaca mata baca bertengger di batang hidungnya yang panjang. Jari-jarinya bergerak lincah di atas keyboard dan bola matanya sesekali bergerak ke kanan dan ke kiri mengikuti arah kursor.

Kris baru mengangkat kepalanya ketika sebuah kotak makan di letakan seseorang di atas keybordnya hingga menghentikan pergerakan jemarinya.

Kris mendapati Taeri sudah duduk di seberang mejanya sambil menatap lurus ke arahnya. “Makanlah! Teruskan pekerjaanmu nanti.”

Kris masih bergeming. Menatap Taeri dalam diam. Entahlah, dia merasa sikap Taeri sedikit aneh padanya. Kris tidak mau menebak-nebak, maka dari itu dia tidak ingin memusingkannya. Walau tidak bisa di bohongi, dia merasa seperti ada yang meletup-letup di dadanya ketika Taeri memperhatikannya seperti ini atau beberapa hari lalu.

Tanpa bicara, Kris meraih kota makan itu dan meletakannya di samping laptop dan kemudian bersiap menyibukan dirinya lagi dengan tugas-tugas kuliahnya. Tapi belum sempat jari-jarinya menyentuh keyboard, laptop itu tertutup.

“Ya!”

“Aku membawakanmu makanan bukan untuk di singkirkan, tapi untuk di makan.” Ujar Taeri. Tidak mempedulikan seruan Kris barusan.

Kris menghela napasnya sebelum bicara. “Tugas-tugas ini harus segera ku selesaikan. Nanti aku pasti akan memakannya, oke?” Kris berusaha menyingkirkan tangan Taeri dari atas laptopnya, tapi tangan itu tak kunjung bergeser.

“Taeri-ya.”

“Makan, atau ku banting laptopmu dan kau kehilangan semua data-datamu?” Kris mengernyit ngeri. Tidak menyangka jika gadis ini bisa begitu mengerikan. Dari pada dia harus mengulang semua tugas itu, terpaksa dia pun meraih kotak makan yang tadi sempat di sisihkannya. Dan mulai memakannya.

“Apa kau sedang belajar menjadi calon istri yang baik, huh?” Tanya Kris di sela kunyahannya. Taeri hanya menggedikan bahunya tak acuh.

“Aku hanya menepati janjiku pada Ibumu. Khawatir anak kesayangannya ini akan mati kelaparan di kampus.” Kris mencibir.

“Aku bukan bayi yang harus selalu di sodori makan tiap waktu. Aku bisa mencari makan sendiri. Tugasku sedang banyak-banyaknya, jika kau mau tahu.”

“Itu salahmu sendiri. Bagaimana bisa kau punya waktu untuk mengerjakan tugas kuliah, jika kau selalu di sibukan dengan kegiatan kampus?” Ck. Gadis ini, kenapa selalu pintar mendebat. Pikir Kris. Tidak ingin membuat hubungan mereka kembali memburuk, Kris pun memilih mengalah dengan tidak memperpanjang perdebatan mereka.

Taeri meletakan kertas yang tadi di berikan Hongbin di atas meja. “Tadi Hongbin memberikan ini padaku.” Ujarnya. “Suho bilang kau punya alat-alatnya lengkap, jadi kita tidak perlu beli lagi.” Kris mengangguk membenarkan.

“Eoh, ada di rumah. Nanti ku bawakan. Tapi untuk alat makannya, ku rasa beberapa ada yang sudah rusak.”

“Lalu spiritus dan paraffin, dimana aku harus membelinya?”

“Nanti ku antar, sekalian beli semua bahan-bahan makanan yang lain.” Taeri hanya mengangguk saja, dan membiarkan Kris menyelesaikan makannya. Sementara di luar sana, tanpa mereka sadari ada orang lain yang berdiri sejak tadi di depan pintu ruangan Kris yang tidak sepenuhnya tertutup rapat. Memperhatikan percakapan keduanya dengan tatapan yang sulit di artikan. Hingga akhirnya orang itu memutuskan untuk pergi meninggalkan pintu bercat coklat itu di belakangnya.

Secret Admirer, © 2015

Seorang pria berdiri di depan salah satu loker yang berjejer di sekitarnya. Sesekali matanya memperhatikan sekitar, memastikan jika tidak orang lain selain dirinya di ruangan itu. Kemudian dengan cepat dia membuka pintu loker di depannya dan meletakan sebuah kotak kecil di sana. Yang pasti loker yang baru saja di bukanya bukanlah loker miliknya. Setelah itu dengan cepat dia menutupnya dan pergi dari sana. Namun sebelum pria itu melangkahkan kakinya meninggalkan ruangan loker, matanya lebih dulu menangkap sesuatu di pintu loker tersebut. Sebuah note kecil. Matanya menatap lekat note tersebut, dan sedetik kemudian salah satu sudut bibirnya tertarik sempurna.

Secret Admirer, © 2015

Waktu sudah menunjukan pukul empat ketika Taeri selesai dengan kelas terakhirnya. Dia mendapati Luhan sudah berdiri di depan kelasnya ketika gadis itu baru saja akan keluar. Kedua sudut bibir Luhan tertarik sempurna ketika melihat Taeri kini sudah berdiri di depannya.

“Ayo, kita pulang.” Luhan meraih tangan Taeri dan menariknya untuk jalan bersamanya. Namun Luhan harus menoleh kebelakang ketika gadis itu hanya diam alih-alih mengikuti langkahnya. Dan menatapnya bingung.

“Hm… Luhan, sepertinya aku tidak bisa pulang denganmu hari ini. Masih ada sesuatu yang harus ku urus.”

“Begitu?” Luhan mengangguk mengerti. “Ya sudah aku temani.” Buru-buru Taeri menggeleng.

“Tidak perlu.” Tolaknya. “Sepertinya aku akan lama. Kau pulanglah duluan.”

“Kau yakin?” Tanyanya sarat akan kekhawatiran. Namun gadis itu mengangguk mantap membuat Luhan mau tidak mau harus membiarkannya.

“Baiklah kalau begitu.” Sedikit tidak rela Luhan melepaskan genggamannya. “Jika ada apa-apa kau harus segera hubungi aku.” Yang lagi-lagi di jawab dengan anggukan oleh Taeri di sertai senyuman.

Akhirnya Luhan pun meninggalkan Taeri di tempatnya berdiri semula dan berjalan menuju parkiran untuk menghampiri mobilnya.

Ada rasa bersalah yang terselip di hatinya ketika melihat raut kecewa di wajah Luhan. Dan itu membuatnya tidak enak hati. Entah kenapa dia belum mampu untuk mengatakan pada Luhan tentang hubungan sebenarnya dia dan Kris. Seperti ada sesuatu yang mengganjal, dan terasa berat ketika dia harus berkata jujur. Dia sendiri tidak mengerti kenapa dia merasa seperti itu. Padahal tidak ada salahnya Luhan tahu, dia bahkan sahabat Kris, bukan? Dan mereka juga tidak memiliki hubungan apapun selain teman. Lalu apa yang memberatkannya?

Tidak mau terlalu memusingkan, Taeri pun memilih berbalik dan berjalan menuju ruang loker sebelum pergi ke tempat tujuan utamanya.

Matanya langsung menangkap sebuah kotak kecil ketika dia membuka lokernya. Loker yang di hiasi pita di tengah-tengahnya. Senyumnya langsung merekah ketika dia mendapati coklat di dalam kotak tersebut. Dia tidak bisa menutupi kebahagiaannya karena coklat adalah salah satu makanan favoritnya.

Setelah melatakan buku-bukunya, Taeri pun menutup lokernya kembali. Menarik sebuah note yang tertempel di sana sebelum melangkah keluar.

“Cepatlah pulang! Sepertinya akan turun hujan, pastikan tubuhmu tetap hangat.” K

Lagi-lagi senyum Taeri mengembang. Sungguh, pengirim surat ini tidak pernah berhenti membuat hatinya berbunga. Mungkin hanya sebuah pesan singkat dan sederhana, namun perhatian-perhatian kecil seperti ini justru yang membuat Taeri tersentuh. Dengan riang dia berjalan membawa langkahnya menuju ruang dimana Kris selalu menghabiskan waktunya.

Di tempat lain, Kris juga baru keluar dari kelas terakhirnya bersama Suho dan Xiumin di sampingnya. Luhan telah pergi lebih dulu, entah kemana. Ketiganya tidak ada yang tahu.

“Kau akan pulang malam lagi, Kris?” Tanya Suho ketika mereka tengah berjalan di lorong koridor.

“ Hm.” Gumamnya di sertai anggukan. “Aku tidak akan bisa mengerjakannya di rumah. Jika sudah sampai rumah aku hanya ingin tidur. Sedangkan tugas Prof. Kim harus di kumpulkan besok pagi-pagi sekali.” Berdiri di sampingnya, Xiumin hanya geleng-geleng mendengar penuturan Kris. berbeda dengan Suho, pria itu hanya menepuk pelan pundak sahabatnya.

“Jangan terlalu malam. Segeralah pulang jika sudah selesai. Kasihan Ibu mu, akhir-akhir ini dia begitu cemas karena kesibukanmu.” Kris hanya mengangguk singkat sebagai tanda mengerti.

Mereka berpisah jalan ketika sudah berada di ujung koridor. Xiumin dan Suho berbelok ke arah kiri menuju parkiran sedangkan Kris ke kanan dan berjalan terus beberapa langkah hingga berhenti tepat di depan sebuah pintu bercat coklat. Lalu membuka pintu yang tidak terkunci itu dan masuk ke dalam.

Kris segara menuju mejanya. Meletakannya tasnya dan membuka laptopnya untuk segera menyelesaikan tugasnya. Mungkin baru sepuluh menit dia berkutat dengan laptop di depannya, pintu ruangannya terbuka.

Kris mengernyit heran saat melihat siapa yang memasuki ruangannya tersebut. “Kau belum pulang?” Tanyanya.

“Kau sendiri kenapa tidak pulang?” Bukannya mendapat jawaban, Kris justru di tanya balik.

“Aku masih harus menyelesaikan tugasku. Besok harus di kumpulkan.”

“Memang tidak bisa mengerjakannya di rumah?”

“Tidak bisa.”

Taeri mendengus. “Ya sudah, kalau begitu aku akan menunggumu.” Kris mengangkat kepalanya. Menatap gadis itu tidak mengerti.

“Pulanglah. Sudah mulai malam, akan bahaya jika kau pulang larut. Aku akan lama.” Beranjak berdiri. Taeri bukan melangkah keluar ruangan melainkan menuju sofa lain dan merebahkan dirinya disana.

“Aku akan pulang jika kau pulang.” Ucapnya. Menyumpal kupingnya dengan earphone dan mulai memejamkan mata.

Kris menghela napasnya berat. Tidak menyangka jika gadis itu bisa menjadi sekeras kepala ini. Dengan terpaksa Kris pun menutup laptopnya dan memasukannya ke dalam tas. Lalu mulai memakainya dan berdiri menghampiri Taeri.

Di raihnya tangan Taeri agar gadis itu bangun. Taeri tersentak dan langsung membuka matanya. Langsung tersenyum ketika melihat Kris sudah berdiri di depannya dengan tas ransel tersampir di punggungnya.

Dengan cepat dia pun meraih tasnya. “Ayo pulang!” Ujarnya. Membiarkan Kris terus menariknya sepanjang perjalanan mereka menuju parkiran.

“Ini terakhir kalinya kau bersikap seperti ini. Kau menghambat tugas ku, tahu?” Taeri hanya menggedikan bahunya tanda tak peduli.

“Aku tidak janji.” Ucapnya santai. Kris hanya bisa geleng-geleng kepala. “Jika kau tidak mau di paksa pulang seperti ini, kenapa tidak kau pindahkan saja semua barang-barang yang ada di kamarmu ke ruangan itu. Jadi kau tidak perlu pulang. Tinggal saja di ruanganmu itu.” Sindirnya.

“Ide bagus.” Ujar Kris. Taeri hanya mencibir pelan.

Secret Admirer, © 2015

Kris menghentikan mobilnya ketika sudah sampai di basement gedung apartemen Taeri. Awalnya Taeri pikir Kris akan langsung pulang, tapi perkiraannya salah. Pria itu ikut turun dari mobilnya dan berjalan menuju lift mengikuti Taeri.

“Kau tidak pulang?” Tanya Taeri bingung.

“Biasanya setahuku jika seseorang habis di antar pulang dia akan bertanya, kau tidak ingin mampir dulu? Tapi kau malah bertanya kenapa aku tidak pulang.” Kris mendengus malas.

“Terserah kau sajalah.” Kata Taeri akhirnya.

“Aku sudah mengatakan jika aku tidak bisa mengerjakan tugsa di rumah. Dan kau yang memaksaku pulang. Jadi, jangan protes jika aku mengerjakan tugas di apartemenmu.” Ucap Kris ketika pintu lift terbuka. Kris segera berjalan mendahului Taeri menuju nomor kamar yang sudah di hafalnya. Tanpa perlu bertanya pada sang pemilik kamar, Kris memencet beberapa angka yang menjadi password apartemen Taeri.

Di belakangnya Taeri berjalan cepat menghampiri Kris. “Ya! Ya! Ya! Bagaimana bisa kau tahu password apartemen ku?”

“Bagaimana jika aku mengatakan, aku sering mengikutimu diam-diam?” Taeri sontak terdiam. Menatap Kris dengan pandangan yang sulit di percaya. Kris tidak mempedulikan keterkejutan Taeri, dia malah berjalan santai masuk ke dalam dan menghempaskan dirinya di bawah sofa. Dan segera mengeluarkan laptopnya dari dalam tas ranselnya.

Kris terkekeh dan menggeleng. “Kau menganggap ucapanku serius, huh?” Ucapnya tanpa menoleh ke arah Taeri.

Gadis itu mengerjap cepat. Mendengus setelahnya. “Menyebalkan sekali.” Desisnya. Setelah itu dia berjalan menghampiri Kris dan menjatuhkan dirinya di atas sofa. Memperhatikan Kris yang mulai kembali sibuk dengan laptopnya.

“Ibumu yang memberitahuku. Dia bilang, supaya nanti jika ada apa-apa aku tidak akan kerepotan.”

“Ck. Eomma selalu saja seperti itu.” Gumamnya.

“Tidak usah menggerutu. Lebih baik kau buatkan aku minum.”

“Ish. Bawel.” Cibirnya. Tapi toh Taeri tetap berjalan ke dapur.

Taeri membuatkan Kris segelas teh hangat. Setelah meletakan minuman yang dia bikin untuk Kris di atas meja, Taeri beranjak menuju kamarnya.

Mungkin sekitar lima belas atau dua puluh menit gadis itu kembali keluar dari kamarnya dengan kedaan yang lebih segar setelah mandi, lalu berjalan menuju dapur.

Kris tidak pernah bisa di ganggu jika sedang fokus mengerjakan sesuatu. Dia tidak akan mempedulikan sekitarnya, jangan harap dia akan menoleh jika di panggil. Pria itu baru akan sadar ketika ada seseorang yang menyentuhnya. Itu sebabnya dia tidak pernah tahu berapa banyak waktu yang sudah ia lewati karena kesibukannya. Namun sekali pun konsentrasinya tidak mudah terpecah, bukan berarti Kris suka jika ada yang mengganggu kesibukannya. Dia akan sangat marah jika seseorang berusaha merecokinya.

Di sisi lain Taeri sudah menghela napas kesal. Entah sudah berapa kali dia memanggil Kris, pria itu tidak juga menyahut. Berdiri sambil berkacak pinggang, akhirnya Taeri memutuskan menghampirinya di ruang tengah.

“Ya!”

Kris bahkan masih bergeming walau pun Taeri kini sudah berdiri di sampingnya.



Dengan kesal akhirnya Taeri merebut buku di tangan Kris dan meletakannya dengan kasar di meja. Lalu menarik tangan Kris agar pria itu berdiri.

“Ck. Apa lagi, Kim Taeri?” Kata Kris akhirnya. Mulai jengah dengan sikap Taeri.

“Sudah berapa kali aku memanggilmu? Dan kau tidak menyahut. Ayo makan.” Taeri kembali menarik Kris menuju dapur. Dan memaksa pria itu untuk duduk di salah satu kursi di depan meja makan.

“Taeri-ya, aku-“

“Kau bisa melanjutkan tugasmu setelah makan.” Potong Taeri cepat. Pada akhirnya Kris hanya bisa menghela napas pasrah dan menuruti apa yang gadis itu perintahkan.

Kris memang tidak pernah suka jika ada orang yang mengganggu kesibukannya. Dia akan selalu marah pada orang yang sudah memecah konsentrasinya. Tapi entah kenapa, semua kebiasaan itu tidak bisa dia lakukan pada gadis di depannya ini. Paling-paling Kris hanya akan menggeram menahan kekesalannya.

Mereka makan dengan keheningan. Belum ada yang berniat membuka percakapan. Keadaan yang hening itu entah bagaimana membuat keduanya jadi merasa canggung. Makan berdua di dalam satu meja makan yang sama membuat pikiran-pikiran keduanya melayang memikirkan hal lain. Kira-kira nanti setelah menikah apa mereka akan seperti ini? Owh, oke. Taeri merasakan pipinya mulai memanas.

Tiba-tiba di tengah keheningan yang hanya di latar belakangi dengan dentingan sendok dan garpu itu, Kris berdehem. Hingga mau tidak mau Taeri mengangkat kepalanya untuk menatap pria di depannya itu.

“Luhan, apa dia sering datang kesini?” Taeri mengangkat salah satu alisnya mendengar pertanyaan Kris yang terasa janggal di pendengarannya. Kenapa tiba-tiba menanyakan Luhan?

“Jika aku mengatakan ‘ya’ apa kau cemburu?”

Uhuk

Kris menepuk-nepuk dadanya dan segera meraih gelas yang ada di sampingnya. Buru-buru dia meminumnya hingga menandaskan isinya. Setelah merasa tenggorokannya sedikit baikan dia pun bicara. “Apa kau sedang bercanda, huh? Untuk apa aku cemburu?”

Taeri mendengus malas dan mencibir. “Eoh, dia sering datang. Bukan hanya ke sini, tapi dia selalu menemuiku di mana pun.” Jawab Taeri dengan nada ogah-ogahan. Tanpa menatap Kris. “Dia juga sering mengantar jemputku kuliah. Luhan juga-“ Taeri tidak melanjutkan kalimatnya ketika tiba-tiba Kris bangun. Mendongak menatap pria itu.

“Aku sudah selesai.” Ucapnya. Sebelum beranjak kembali ke ruang tengah.

Taeri mengernyit heran mendengar nada dingin dari ucapan Kris. “Kenapa dengannya?” Gumam Taeri bingung. “Aneh.”

Taeri segera membereskan bekas makan mereka dan membawanya ke tempat pencucian piring. Merapihkan meja makannya sebelum kembali ke wastafel dan mulai membersihkan piring serta gelas bekas mereka.

Mungkin hanya sepuluh menit waktu yang Taeri habiskan untuk membereskan dapur. Ketika Taeri kembali dari dapur Kris sudah terkulai di atas meja dengan kepala yang menelungkup. Sedangkan laptopnya masih menyala serta buku-bukunya yang belum di bereskan.

“Kris.” Taeri mendekat ke arah Kris. Dan Pria itu ternyata memang tertidur.

Taeri segera berdiri dan berjalan menuju kamarnya lalu kembali dengan membawa selimut serta bantal yang kemudian dia letakan di lantai yang terbalut karpet tebal di bawah sofa.

Setelah menata bantalnya, dengan perlahan Taeri mencoba mengangkat kepala Kris dan merebahkannya di atas bantal yang sudah dia siapkan. Lalu menyelimutinya dengan selimut tebal yang baru dia ambil dari dalam lemari.

Taeri beralih membereskan buku-buku Kris dan mematikan laptopnya setelah tidak lupa dia menyimpan semua data-data yang ada di sana. Setelah dia rasa semuanya sudah selesai Taeri pun berjalan menuju saklar lampu ruang tengah apartemennya dan mematikannya.

Taeri baru akan berniat masuk ke kamarnya ketika dering ponsel mengusik pendengarannya. Sebuah benda persegi panjang menyala di atas meja dan bergerak lambat karena getaran yang di hasilkan.

Taeri melirik Kris yang sudah terlelap lebih dulu sebelum memutuskan mengambil ponsel putih itu dan mengangkat panggilannya.

“Ne, Eommeonim. Ini aku, Taeri.” Gadis itu tersenyum mendengar suara ramah dari Ibu Kris. “Kris sepertinya akan bermalam di apartemenku. Dia ketiduran setelah mengerjakan tugas.” Taeri mengangguk beberapa kali mendengarkan ucapan Ibu Kris. “Ne, Eommeonim. Aku akan mengatakan padanya nanti.”

Taeri kembali meletakan ponsel Kris di tempat tadi dia mengambilnya, lalu melanjutkan langkahnya yang sempat tertunda.

Secret Admirer, © 2015

Lay menatap jengah ke arah Luhan yang sejak tadi berjalan mondar-mandir dengan gelisah. Bisakah dia duduk dengan tenang? Sungguh, Lay pusing melihatnya.

“Ya! Kau berlebihan sekali, sih?”

“Aku gugup, Yixing. Kau belum saja merasakannya.” Lay berdecih.

“Hanya mengatakan aku mencintaimu saja apa susahnya.” Cibirnya.

“Menurutmu, aku harus memberikannya apa? Bunga? Coklat? Atau cincin?”

“Ya! Kau hanya ingin mengatakan cinta, bukan melamar. Kenapa harus pakai cincin? Kasih saja bunga bank, ku jamin kau langsung di terima.”

“Ck. Aku serius.”

“Aku juga serius.” Jawab Lay santai.

Lay menggaruk kepalanya frustasi. Luhan yang ingin mengatakan cinta kenapa dia yang merasa sangat frustasi? Ck. “Sudahlah. Lakukan saja apa adanya. Tidak usah sok romantis, jadi dirimu sendiri. Taeri bukan gadis yang suka dengan hal-hal yang berlebihan. Yang ada dia akan merasa jijik nanti.”

Benar apa yang di katakan Lay. Kenapa dia pusing memikirkan itu semua? Yang harus dia lakukan hanyalah mempersiapkan diri sebaik mungkin agar ketika berhadapan dengan Taeri dia tidak gugup.

“Tapi, Lay. Menurutmu Taeri akan menerima ku atau tidak?” Tanya Luhan mulai terdengar ragu.

“Kenapa bertanya padaku? Harusnya kau yang lebih tahu jawabannya. Selama kau dekat dengannya, bagaimana sikapnya terhadapmu?” Luhan menatap langit-langit kamarnya dengan pandangan menerawang.

“Baik.” Lay mendengus akan jawaban singkat Luhan tersebut.

“Bukankah dia memang baik pada semua orang?”

“Kau benar.” Luhan mengangguk lemah. “Itu sebabnya aku tidak bisa membedakan sikap baiknya pada orang lain dan pada seseorang yang menurutnya special. Dia memperhatikan semua orang yang dekat dengannya. Dia tersenyum dengan semua orang yang di temuinya. Jadi aku tidak tahu dia menyukai ku atau tidak.” Ucap Luhan lemas.

Lay menepuk pundak sahabatnya tersebut. Mencoba memberikan kekuatan dari tepukannya itu. “Optimis saja.” Ucapnya. Yang di jawab dengan anggukan pelan oleh Luhan.

Secret Admirer, © 2015

Taeri keluar dari kamar mandinya ketika jam di dinding kamarnya sudah menunjukan pukul delapan. Taeri segera mempersiapkan dirinya untuk pergi ke kampus. Tidak butuh waktu lama, sekitar dua puluh menit dia sudah siap dengan mini skirt dan kemeja kotak-kotaknya.



Taeri membawa tas serta bukunya ke luar kamar. Dia mendapati Kris masih meringkuk di bawah selimut dengan mata terpejam. Taeri meletakan buku dan tasnya di sofa dan beralih untuk membangunkan Kris.

“Kris, wake up. Hey!”

Kris menggeliat pelan sebelum membuka matanya secara perlahan. Pemandangan pertama yang dia dapatkan ketika membuka matanya adalah wajah cantik Taeri berada tepat di atasnya.

“Cepat bangun. Kau tidak mau kuliah?”

“Hm.” Kris baru ingin memejamkan matanya lagi ketika Taeri tiba-tiba menarik selimutnya. Dan menariknya agar bangun.

“Cepat mandi. Aku akan membuat sarapan. Aku sudah menyuruh Kim Ahjjusi untuk membawakan pakaian ganti untukmu.

Kris menguap pelan. “Tidak bisakah aku tidur lagi?” Pintanya dengan suara serak.

“Ck. Mandi sana.” Taeri mendorong Kris menuju kamarnya. “Gunakan kamar mandi di kamarku saja. Kamar mandi di luar kerannya sedang rusak.” Sambil membawa selimut yang sudah dia lipat rapih dan bantal ke dalam kamarnya, dia menarik Kris yang dengan malas mengikuti langkah Taeri. Setelah meletakan selimut serta bantalnya, Taeri pun keluar dan menuju dapur untuk menyiapkan sarapan mereka.

Dengan cekatan dia membuat sarapan untuk dua orang. Hanya omelet dan segelas kopi untuk Kris. Sarapan sederhana yang tidak membutuhkan waktu lama untuk membuatnya.

Setelah di rasa siap Taeri pun berjalan lagi menuju kamarnya untuk memanggil Kris untuk sarapan bersama. Namun betapa kesalnya dia ketika melihat pria itu ternyata malah melanjutkan tidurnya di atas tempat tidur.

“Kris! Kenapa belum mandi? Bangun cepat.” Dengan susah payah dia menarik selimut yang menutupi tubuh pria itu. “Kris!” Panggilnya lagi.

“Biarkan aku tidur sebentar lagi, Taeri-ya. Aku benar-benar mengantuk.” Ucapnya dengan mata yang masih terpejam.

“Memang kau tidak kuliah? Kau bilang ingin mengumpulkan tugas.”

“Kelas ku di mulai jam satu.”

Taeri menghela napas pasrah. “Ya sudah, aku berangkat duluan. Sarapan mu di meja makan. Jangan lupa di makan.”

“Eoh.” Gumamnya tidak jelas.

Kris sudah kembali terlelap dalam tidurnya bahkan sebelum Taeri keluar dari kamar.

Secret Admirer, © 2015

Seperti hari kemarin, sebuah coklat dengan pita yang mempercantik tampilan coklat tersebut tergenggam di tangannya untuk ia letakan di dalam sebuah loker. Dia sudah berdiri di depan deretan loker, namun fokusnya hanya tertuju pada salah satu loker. Hari masih pagi hingga keadaan kampus belum terlalu ramai. Dan dia beruntung karena kali ini dia kembali tidak menemukan seorang pun di area loker tersebut.

Namun kali ini dia tidak cepat-cepat meletakan coklatnya dan langsung pergi setelah itu. Seperti kemarin. Lagi pula kampus belum terlalu ramai, jadi dia tidak perlu takut akan ada seseorang yang memergokinya.

Tatapannya jatuh pada sebuah sticky note yang menempel di pintu loker yang menjadi tujuannya. Di tariknya sticky note tersebut dan menempelkannya di permukaan coklatnya. Senyumnya mengembang. Dia sudah membuka loker itu dan akan memasukan coklatnya ketika sebuah suara yang memanggil namanya menghentikan pergerakannya.

“Kim Bum?”









To Be Continued~

Thanks for reading :) <3

duh ini kayaknya ga dapet feelnya ya? ngebosenin ga sih makin kesini? tiap chapternya aku kok makin ga pede aja haha

semoga suka deh, chap 8 hari sabtu aku post yaa. oya, mau nanya dong. coba disini yg masih di bawah umur tampakan wujud kalian, ada sesuatu yg harus aku kasih tau. tapi nanti di chap depan. oke segitu ajaa. sampe ketemu di chapter 8 bye…

Best Regards:

Ms. Wu

Filed under: romance Tagged: exo, kris wu, Lu Han, VIXX, Wu Yi Fan

Show more