2015-05-06



Author : Bellecious0193

Poster : Lily21Lee

Length : Chaptered

Genre : Romance, Married Life, Family

Rate : PG 17

Casts :

Kim Jongin

Jo Eun Hee

Wu Yi Fan aka Kris Wu

Lee Na Ra

Cho Kyuhyun

Etc

Previous Chapter : Teaser – Chapter 1 – Chapter 2 – Chapter 3 – Chapter 4 – Chapter 5 – Chapter 6 – Chapter 7

Happy reading ^^

“Aku mencintainya, mungkin? Aku juga tidak tahu tentang apa yang sedang terjadi dengan diriku. Perasaan ini hanya aku rasakan padanya saja. Rasa sesak yang membuatku sulit bernafas, kepala yang berdenyut nyeri hanya karena tidak melihatnya barang sebentar dan ada luka tidak terlihat di hatiku saat dia tak kunjung memelukku. Perasaan seperti itu…orang-orang menyebutnya dengan rindu. Rindu yang lambat laun menjadi candu.” Jo Eun Hee

“I never let anyone or anything hurt someone that I’ve claimed as mine” Kim Jongin

Eun Hee menggenggam tangannya sendiri hingga kebas, jika saat berangkat ke Siena Jongin akan setia memeluknya, berbeda dengan sekarang pria itu bahkan diam sepanjang perjalanan menuju airport. Lebih parahnya pria itu menganggap Eun Hee tidak ada di sampingnya. Dan Kim Jongin tidak pernah main-main dengan ucapannya, karena malam itu juga mereka kembali terbang ke Seoul dengan jet pribadi Jongin. Eun Hee tidak menanyakan apapun, jangankan berbicara, bernafas dengan baik saja dia kesulitan. Kali ini bukan karena betapa dia tidak pernah terbiasa dengan ketampanan pria itu yang cenderung membutakan mata, atau pada setiap perlakuan lembut dan penuh cinta yang dilakukan suaminya itu. Jo Eun Hee semakin sulit bernapas karena dia tahu satu hal, setelah berbulan-bulan mengenal Kim Jongin bahwa saat ini, di balik kedua mata hitam pria itu ada sesuatu. Sesuatu hal yang Eun Hee tahu pertanda buruk. Dan saat itu tangannya terulur memegang perut ratanya, mendadak dia ingin mati saja saat ini.

**

Few Days Later

Jongin’ Mansion, Seoul

5 am

Hari bahkan masih gelap saat gadis itu berlari-lari ke kamar mandi, cepat-cepat dia memuntahkan isi perutnya di sana. Tak berapa lama terdengar suara langkah kaki terburu-buru yang datang menghampirinya. Tapi, kali ini bukan tangan hangat Jongin yang memijit tengkuknya, ada tangan lain yang lebih kecil dan dengan kadar kehangatan yang berbeda memijit tengkuknya.

“Ya Tuhan, kita harus ke dokter Eun Hee-ya, sudah berhari-hari kau seperti ini.” Suara Mirae terdengar mencecar walaupun jelas dia sangat khawatir.

“Aku baik-baik saja hanya morning sickness biasa.” Eun Hee menjawab asal, mencuci mulutnya dengan air kran dan menatap Mirae lekat. “Apa Jongin baik-baik saja?” Tanyanya dengan kegusaran yang kentara jelas. Sudah berhari-hari Jongin menghindarinya, jangankan berbicara, menatapnya lagipun tidak.

Mirae yang mendapati pertanyaan seperti itu menghembuskan nafasnya kasar, detik berikutnya gadis itu mendecakkan lidah.

“Kau dalam kondisi seperti ini tapi masih bisa memikirkannya. Cinta itu memang membuat orang jadi idiot.” Sungut Mirae seraya melipat kedua tangannya di depan dada. Eun Hee menatap gadis itu dengan tatapan nyalang, walaupun wajah polosnya sama sekali tidak terlihat seram. Mirae mengalah, berurusan dengan ibu hamil tidak akan ada habisnya “Ah ya baiklah.. Tuan Muda Kim mengurung diri sepulangnya kalian dari Siena, dia bahkan tidak pergi bekerja, tidak kemana-mana. Ngomong-ngomong apa yang terjadi pada kalian? Bukankah kehamilan berita yang bagus untuk pernikahan kalian? Seorang anak di tengah-tengah keluarga akan sangat sangat luar biasa.” Mirae berbicara dalam satu tarikan nafas dan dengan wajahnya yang berbinar, berbanding terbalik dengan ekspresi wajah Eun Hee yang murung. Sejujurnya, dia juga tidak tahu kenapa Jongin bersikap seperti sekarang. Pengabaian ternyata semenyakitkan ini, ditambah pengabaian itu berasal dari orang yang dicintai. Tunggu..jadi Jo Eun Hee yang mencintai Kim Jongin?

“Hei…Eun Hee-ya.. Yak! Yak! Kim Eun Hee.” Mirae menggoyangkan lengan gadis itu, menyadarkannya dari lamunan. Gadis itu terkesiap dan entah kenapa air mata tiba-tiba saja sudah menumpuk di kedua matanya. Rasa mual yang tadi menohoknya hingga tenggorokan berganti dengan nyeri di dalam hatinya, nyeri yang tidak terlihat wujudnya, tidak bisa disembuhkan kecuali oleh si pembuat nyeri itu, Kim Jongin. “Kau ini suka sekali melamun. Aku akan menyiapkan makanan, kau beristirahat saja.” Mirae lagi-lagi berbicara, tanpa sekalipun diperhatikan oleh Eun Hee.

Gadis yang juga merupakan pengacara keluarga Kim itu keluar dari kamar mandi dan mengambil ponselnya, mencari nama kontak seseorang di sana sebelum melakukan sebuah panggilan.

“Come, she’s so sick.” Ujarnya, lalu mematikan panggilan itu. Mirae sekali lagi memandang ke belakang, dan dia entah kenapa juga merasa bahwa Jo Eun Hee akan semakin sial saja.

**

9 am

“Kenapa baru memberitahuku sekarang? Morning sickness memang hal yang wajar terjadi pada wanita yang sedang pada masa di awal kehamilan. Tapi, jika membiarkannya saja akibatnya bisa fatal. Baik kau maupun bayimu akan kekurangan nutrisi karena kau tidak bisa makan dengan baik.” Kris berbicara setelah selesai memeriksa Eun Hee. Pria itu terlihat sedikit marah sekaligus kecewa karena Eun Hee nampak tidak peduli dengan kehamilannya. “Mrs Kim kau mendengarkanku?” Pria itu kembali bertanya membuat Eun Hee menatapnya dan tanpa dapat di cegah air mata sudah mengalir di kedua pipinya. Kris tertegun, menatap gadis yang sudah dia anggap seperti adiknya itu.

“Maaf…aku tidak tahu jika aku sudah menyakitinya. Katakan…katakan apa yang harus aku lakukan untuknya?” Gadis itu bertanya dengan panik, menghapus kasar air matanya.

“Aku akan memberikanmu beberapa suplemen. Kau juga harus meminum susu khusus ibu hamil, makan makanan bergizi, hindari stres berlebihan. Trimester pertama masih sangat rentan. Kau benar-benar harus menjaganya dengan baik.”

“Aku..aku akan melakukan semuanya, apapun.” Eun Hee berbicara dengan terburu-buru, seolah apa yang dikatakan Kris padanya adalah penghakiman dan bukan saran.

“Apa yang terjadi antara kau dan Jongin? Pria itu kemarin nampak tidak mau berjauhan darimu, tapi tadi aku bertemu dengannya di depan. Dia bilang dia akan melakukan perjalanan bisnis ke Moscow selama seminggu. Aku memang tidak dekat dengannya, tapi sepertinya itu hanya alasannya saja, menghindarimu mungkin?” Kedua rahang Eun Hee langsung mengatup mendengar perkataan Kris. Jongin pergi ke Moscow selama seminggu untuk menghindarinya. Nyeri itu semakin menjadi nyata, semakin perih tanpa bisa ditahan.

“A-aku..entahlah. Aku tidak pernah benar-benar bisa memahaminya. Dia sangat membingungkan dan-”

“He’s the most complicated man that you ever met, right?” Kris memotong kalimat Eun Hee yang segera ditanggapi dengan anggukan gadis itu. Untuk pertama kalinya sejak datang kemari Kris tersenyum, walaupun senyumannya hanya berupa senyum miring yang Eun Hee yakin akan membuat gadis manapun ikut tersenyum karenanya. “Aku tahu ini akan menjadi sulit untukmu. Memahami seseorang bukan seperti memahami soal matematika yang bisa kau pecahkan dengan sebuah rumus. Kau butuh kesabaran, pengertian yang terkadang justru melukaimu. Tapi, di balik semua itu, Jo Eun Hee apa kau bersedia untuk tetap berada di sisi Jongin? Aku hanya…” Kris menarik nafas, memberikan jeda di antara kalimatnya yang panjang ” tidak bisa membayangkan dia hidup tanpamu.” Kebingungan semakin membuat kepala Eun Hee berdenyut nyeri, pertanyaan Kris seolah mengindikasikan betapa takutnya baik pria di depannya maupun Na Ra akan perceraian yang bisa dilakukannya kapan saja.

“Aku benar-benar heran denganmu Kris-ssi, apa kau benar-benar bisa membaca pikiran?” Kris terkekeh mendapati pertanyaan Eun Hee, gadis di depannya benar-benar tidak terduga.

“Aku hanya manusia biasa. Kau bisa mempercayaiku untuk hal ini. Tidak perlu untuk menjadi jenius untuk bisa melihat betapa Kim Jongin mencintaimu seolah semua dunianya bergantung padamu saja. Lagipula tidak sesulit itu untuk berada di sisinya kan? Kau bahkan sudah mencintainya sekarang.”

“Ne?”

“Kau mencintainya Jo Eun Hee, kau mencintai suamimu sekalipun kau tidak menyadarinya. Semua sikap posesifnya, kemarahannya, perlakuan manisnya padamu, serta semua hal-hal yang ada di dirinya dan membuatmu merasa jika kau akan sakit hanya jika kau tidak mendengar suaranya selama sehari. Kau merasa kau ingin meledak hanya karena tidak melihatnya sehari saja. Dan lebih parahnya kau juga setuju bahwa kau tidak bisa hidup tanpanya seperti dia tidak bisa hidup tanpamu.” Kris tersenyum lagi, kali ini dia beranjak berdiri, mengambil sekotak tissu dan memberikannya pada Eun Hee yang segera di ambil gadis itu untuk menghapus air matanya.

“Tapi aku tidak…maksudku..aku tidak…” Gadis itu ingin sekali mengatakan bahwa dia tidak mencintai Kim Jongin tapi seolah bekerja sama dengan hatinya, lidahnya terasa kelu untuk digerakkan. Dia tidak mampu untuk sekadar mengatakan kata-kata penolakan.

“Tidak perlu mengatakan apapun.” Ujar Kris kalem. ” Kau harus menjaga kondisi badanmu dengan baik. Ingat ada yang lain yang harus diperhatikan selain suamimu itu.”

Kris sudah mencapai ambang pintu saat Eun Hee kembali memanggil pria Chinese – Canadian itu.

“Kris-ssi..”

“Ne?”

“Apa jatuh cinta serumit ini? Apa kau merasakan hal semacam ini saat kau jatuh cinta pada Na Ra. Kau jatuh cinta padanya karena terbiasa dengan kehadirannya? Dengan segala hal yang menyangkut dirinya?” Eun Hee melayangkan pertanyaan bertubi-tubi. Kris adalah partner bicara yang menyenangkan, padahal gadis itu bahkan tidak bisa seterbuka ini pada Yoo Mirae alih-alih Lee Na Ra.

“Tidak. Aku jatuh cinta pada Na Ra pada pandangan pertama. Aku tidak terbiasa dengan kehadirannya, dengan segala hal tentang dia karena sejujurnya dia juga cinta pertamaku. Dan apa yang bisa aku pikirkan selanjutnya adalah aku menawarkan pernikahan padanya hanya setelah 48 hari kami saling mengenal.” Eun Hee meletakkan tangannya di depan mulut, menutupi mulutnya yang sudah menganga memalukan mendengar penuturan Kris. “Kim Jongin juga melakukan hal yang sama Miss Jo. Dia menawarkanmu pernikahan. Tidakkah kau berpikir arti di balik tawarannya itu?” Eun Hee menggelengkan kepalanya sebagai jawaban, otaknya kelewat bebal jika sudah menyangkut soal cinta. Kris menatap Eun Hee, membaca ekspresi gadis itu sebelum melanjutkan kalimatnya. “Bahwa dia, Kim Jongin yang terkenal sedingin es dan tak berperasaan menawarkan hidupnya untukmu. Hidup di masa depan dimana dia bisa menyebut kau dan dia sebagai kita. Tidakkah kau berpikir itu sebuah keajaiban untuk orang-orang yang bahkan hampir tidak paham apa itu cinta seperti dirinya? Dia pria baik, percayalah. Aku bertaruh gelar dokterku jika aku salah.” Eun Hee tanpa sadar tertawa mendengar candaan Kris, pria itu tahu betul cara memperbaiki mood.

“Jika dia bukan pria baik bukankah dia akan mengurungmu saja di sini tanpa status pernikahan? Dia juga tidak menawarkan diri untuk menjadi kekasihmu seperti pada umumnya. Dia menawarkan pernikahan dan bukan berpacaran yang rentan bisa putus kapan saja. Tidakkah kau berpikir betapa berbedanya itu?” Kris lagi-lagi tersenyum lalu berjalan pergi, dia membiarkan Jo Eun Hee berpikir lebih dalam. Setidaknya gadis itu harus menyadari betapa dia mencintai Kim Jongin.

**

La Grâce boutique, Seoul

Pria itu memasuki butik dengan dominasi cat berwarna putih pucat dan cermin-cermin besar yang di pasang berjajar rapi. Beberapa karyawan langsung membungkukkan badan dengan sopan. Para karyawan wanita bahkan tidak membuang kesempatan alih-alih menutupi kekaguman pada sosok pria yang baru saja masuk ke butik itu. Pria itu sangat tampan, membuat gadis normal manapun termasuk para pria menoleh dua kali untuk memperhatikannya. Dan hari ini pria itu mengenakan kemeja putih dengan dua kancing teratas yang tidak dikancingkan. Lengan kemeja itu di gulung hingga siku, dan cara pria itu berjalan membuat para karyawan wanita di sana susah payah untuk tidak meneteskan liurnya.

“Aku ingin mencari baju.” Ujarnya menghampiri seorang karyawan. Pria itu mengernyitkan dahinya melihat respon orang-orang di sana yang seolah ingin menelannya bulat-bulat. Dia menghembuskan nafasnya kasar. Pria itu tidak punya kesabaran lebih, apalagi sekadar meladeni tatapan kagum orang-orang kepadanya. “Aku ingin bertemu Lee Na Ra saja.” Ujarnya lagi.

“Ne?” Mereka menjawab serempak seperti paduan suara, membuat emosi pria itu tersulut. Dia dengan cepat memutar badan dan berjalan ke ruangan pemilik butik yang berada tepat di sisi kanan meja resepsionis. Beberapa karyawan langsung berhamburan ke arah pria itu, mencegahnya menemui atasan mereka yang kemungkinan akan mengadukan penyambutan tak layak mereka. Akibatnya bisa sangat fatal, mengingat pemilik butik ini adalah seorang perfeksionis. Mereka bisa kehilangan pekerjaannya.

“Tuan, maaf…kami tidak bermaksud tidak sopan. Apa yang Anda butuhkan? Kami akan membantu Anda.” Seorang wanita paruh baya yang menjabat sebagai manajer di sana membuka suara, dia berbicara dengan nada bergetar.

“Tidak perlu. Aku ingin bertemu dengan Na Ra. Lagi pula pelayanan di sini buruk sekali-”

“Tuan, maafkan kami. Kami benar-benar tidak bermaksud seperti itu tapi Mrs Wu-”

“Mwo? Mrs Wu? Namanya tetap Lee Na Ra, aku tidak suka sebutan Mrs Wu.” Pria itu menunjuk tepat di wajah si manajer dengan telunjuknya membuat si manajer yang biasanya tegas sekalipun beringsut ketakutan.

“Leave us alone.” Suara datar dan dingin Na Ra tiba-tiba saja menginterupsi, si manajer langsung membungkukkan badan dan berlalu dari sana, sementara pria itu menghambur ke arah Na Ra, berniat memeluk gadis itu jika saja Na Ra tak terlebih dahulu menahan dahi si pria dengan telunjuknya.

“Aku merindukanmu Ra-ya.” Ujarnya dengan nada riang. Na Ra membuka pintu ruangannya, memberikan isyarat agar pria itu masuk ke sana.

“Ada apa?” Tanyanya kemudian saat keduanya sudah duduk di sofa berwarna merah darah di ruangan itu.

“Aku ingin kau membuatkan tuxedo untukku.”

“Kau yakin hanya itu alasannya Cho? Setahuku seleramu dari dulu adalah Armani. Jadi?” Pria itu mengusap tengkuknya dengan kikuk, memutuskan kontak mata dengan gadis di depannya yang kelewat mengintimidasi seolah Na Ra bisa membaca dengan jelas apa isi otaknya.

“Tentu saja aku berbohong. Apa sekarang kau menjadi bodoh?” Bukannya menjawab, pria bernama Kyuhyun itu justru mencibir.

“Yak!”

“Atau kadar kepintaranmu sudah merosot tajam?” Cecar pria itu tanpa memperdulikan protes dari Na Ra. “Aku hanya merindukanmu, makanya aku datang kemari. Tapi karena kau mempunyai butik jadi ya alasanku untuk membeli produkmu adalah alasan yang masuk akal kan?” Kyuhyun tersenyum merasa puas dengan serentetan kalimat yang keluar dari mulutnya, sementara Na Ra hanya menggelengkan kepala. Harapannya hanya satu, dia ingin kesabarannya semakin bertambah mengingat sosok pria di depannya bisa luar biasa menyebalkan.

“Ayo makan siang bersamaku.” Kyuhyun kembali berbicara, kali ini dengan wajah serius.

“Tidak bisa. Aku ada janji dengan suamiku.”

Ah menyebalkan sekali.. Memangnya kalian harus menghabiskan 24 jam waktu bersama ya? Ini kan hanya makan siang.” Kyuhyun mencibir, memasang wajah cemberutnya yang menyebalkan.

“Kau tahu? Makan siang itu sangat penting. Apa lagi di antara pasangan suami istri super sibuk seperti kami. Makan siang sederhana bisa menjadi hal yang luar biasa. Kebersamaan Cho, kebersamaan yang sangat sulit kami dapat karena kesibukan kami. Suatu saat jika kau sudah menemukan orang yang tepat kau akan memahami betapa pentingnya waktu makan siang bersama. Sesibuk apapun dirimu jika kau menyempatkan diri untuk makan siang dengan pasanganmu tidakkah kau berpikir bahwa kau secara tidak langsung sudah mengistimewakan pasanganmu. Wanita sangat senang jika diistimewakan.” Na Ra berujar panjang lebar. Kyuhyun menopang wajahnya dengan kedua tangannya, memperhatikan setiap perkataan gadis itu dengan seksama, dia bahkan hampir tidak berkedip.

“You’re so beautiful.” Ucapan itu lolos dari kedua bibir pria itu. Dia melakukannya dengan tulus tanpa ada niat merayu atau mencari perhatian. Kyuhyun bukan tipe perayu, atau pria yang suka berkata-kata manis. Dia akan mengatakan apapun dengan jujur. Selama seper sekian detik Na Ra nampak terkejut, tapi cepat-cepat dia mengubah ekspresi wajahnya. Saat dia akan membuka mulut untuk menjawab Kyuhyun, sebuah suara menginterupsi. Suara itu terdengar datar seolah tanpa emosi tapi justru itulah pertanda bahaya.

“Tentu saja. Istriku memang cantik kan Mr Cho? Kau bahkan hampir tidak berkedip saat menatapnya dari tadi.” Kris yang entah sejak kapan ada di sana berjalan santai memasuki ruangan. Pria itu memeluk pinggang istrinya dan mencium kedua pipi gadis itu sebelum mendudukkan diri tepat di depan pria yang menjadi mantan kekasih istrinya. Kyuhyun menahan ekspresi ingin muntahnya atau keinginan untuk membuat banyak lebam di wajah tampan seorang Kris Wu.

“Kau sedang pamer kemesraan padaku ya?” Tanyanya retoris, sementara Kris tersenyum, sama sekali tidak terintimidasi dengan tatapan menantang Kyuhyun yang seolah bisa mengulitinya kapan saja.

“Tidak, hanya sebuah kecupan untuk istriku, apa yang berlebihan Hyung?” Kyuhyun mendecakkan lidahnya mendengar panggilan Kris untuknya. Tidak..seharusnya dia tidak bersikap seperti sekarang ini. Kris berhak melakukan apa yang tadi dilakukannya pada Na Ra, hanya saja akal sehatnya menolak itu semua. Dia masih mencintai Na Ra. Amat sangat.

“Sudahlah. Itu tidak penting. Jadi Cho, kau ingin tuxedo seperti apa?” Na Ra menengahi, tahu bahwa tensi di ruangan itu tiba-tiba saja semakin meningkat.

“Aku akan datang lagi besok.” Kyuhyun bangkit dari duduknya, bersiap melangkah untuk keluar dari sana sebelum emosi benar-benar membutakannya.

“Tidak perlu kembali kemari lagi Mr Cho” Ada nada sinis yang jelas pada apa yang diucapkan Kris, terlebih cara pria itu memanggil Kyuhyun. “Jika alasanmu adalah untuk menemui istriku. Kami bisa meminta pegawai kami mendatangimu untuk membuat tuxedo sesuai keinginanmu, bagaimana?” Kris memberi saran yang hanya ditanggapi Kyuhyun dengan mengatupkan rahangnya dan cepat-cepat pergi dari sana. Dia sudah berada di batas pengendalian dirinya. Segala sesuatu yang menyangkut Lee Na Ra benar-benar membuatnya hampir tidak mengenali dirinya sendiri.

Seperginya Kyuhyun, Na Ra mendudukkan diri di kursi kerjanya, memeriksa beberapa desain pakaian yang akan segera diluncurkannya. Kris memasang tampang kesalnya, dia seharusnya mendapatkan penjelasan kan? Atau sekadar kata-kata penghiburan dari istrinya. Tapi, Na Ra memilih diam, berfokus pada pekerjaanya seolah peristiwa tadi sama sekali tidak terjadi.

“Kau tidak ingin menjelaskan sesuatu padaku?” Tanya Kris pada akhirnya, dia tidak tahan dengan kediaman di antara mereka.

“Menjelaskan apa?” Jawab Na Ra, tanpa sekalipun mengangkat wajah dari kertas desainnya.

“Soal dia.”

“Dia punya nama.”

“Cho Kyuhyun, Na Ra Wu! Apakah aku harus menyebutkan namanya?” Pria itu sudah berteriak, menumpahkan emosinya.

“Kenapa kau harus begitu marah?” Kali ini Na Ra mengangkat wajahnya, menatap Kris tepat di manik matanya.

“You asking me why? Oh c’mon! Istriku baru saja bertemu dengan mantan kekasihnya.”

“Lalu?”

“Demi Tuhan Na Ra! Apa kau tidak tahu arti kata cemburu? Kau bisa meng-google-nya!” Kris mengacak rambutnya frustasi, terkadang sikap cuek istrinya benar-benar membuatnya hampir gila. The wise Kris is gone. Kemana Kris yang tadi pagi memberikan nasehat di depan Jo Eun Hee? Kris yang ada di depan Na Ra tak lebih dari seorang pria yang sedang merengek. Bayangkan, pria tampan yang nyaris sempurna tengah merengek karena cemburu!

“Aku tahu apa itu cemburu, hanya saja aku tidak bisa menerima alasanmu.”

“Mwo?”

“Cho memang mantan kekasihku-”

“Lihat, kau bahkan masih memanggilnya dengan nama kesayangan.” Kris mencebikkan bibirnya, memotong kalimat Na Ra dengan emosi.

“Jangan memotong kalimatku Kris Wu. Kau ini suamiku dan dia mantan kekasihku. Tidakkah kau sedikit saja mempertimbangkan betapa berbedanya kalian berdua? Aku tidak sempurna, aku punya masa lalu, dan aku tidak bisa menjanjikan apa-apa untuk memperbaiki masa laluku karena aku memang tidak bisa melakukannya. Tapi aku punya kau untuk masa sekarang, dan jika aku beruntung untuk masa depan dimana aku selalu berharap ada kau dan aku di dalamnya.” Na Ra berbicara dengan emosi yang sudah menyelubungi hatinya, emosi yang sebenarnya sudah coba ditahannya dan gagal. Kris terdiam, namun tak berapa lama pria itu mendekat dan merengkuh Na Ra dalam pelukannya. Tidak ada kata apapun lagi yang terucap di sana. Emosi itu sudah menguap bersama hembusan nafas mereka. Lalu mereka hanya terdiam dalam pelukan hangat dimana keduanya bisa mendengar degupan jantung masing-masing. Dan mereka bukannya tidak memahami perasaan masing-masing dari kediaman itu. Keduanya hanya sedang berkomunikasi, dalam diam yang tidak semua orang pahami. Tapi satu hal yang pasti, kau akan benar-benar memahami apa itu cinta, apa itu belahan jiwa ketika kau menghabiskan berjam-jam waktu dengan pasanganmu dalam diam tapi seolah kau punya percakapan terbaik dengannya selama seumur hidupmu. Dan itu berlaku bagi Kris dan Na Ra.

**

Kim’ Family House, Seoul

Kim Jongin masih sibuk memandang ke layar laptopnya. Ini sudah jam ketiga dan pria itu bahkan sama sekali tidak bergerak dari kursinya atau melepaskan tatapan mata dari layar datar itu. Kali ini bukan pekerjaan di Kim Industries yang membuatnya bertahan memandang layar laptop yang membuat kedua matanya pedih. Tapi ada alasan lain. Hidup dan kebahagiaannya bergantung pada seseorang di sana. Seseorang yang dia tatap lekat, tanpa jemu. Dia menelan pahit salivanya, menggenggam tangannya sendiri hingga kebas lalu berikutnya memaki tertahan. Pria itu sedang memandangi Jo Eun Hee, istrinya yang tengah duduk terdiam selama tiga jam sama sepertinya. Bedanya, dia mengawasi Eun Hee sedangkan gadis itu tidak tahu jika diam-diam suaminya memasang kamera di setiap sudut rumah itu. Dia ingin memastikan Eun Hee tidak lepas dari pandangannya walaupun hanya sebentar.

“Jonginnie..” Seorang wanita paruh baya memasuki kamar yang sudah berbulan-bulan tidak ditempatinya itu. Kamar itu masih nampak bersih dan steril seperti biasanya. Dan ketika wanita itu masuk, ada aroma lilac yang menguar. Pria itu memejamkan matanya sejenak, menikmati aroma ibunya yang semakin jelas terekam dalam indera penciumannya tat kala wanita itu semakin mendekat, mendudukkan diri tepat di sebelah puteranya itu.

“Kau baik-baik saja nak?” Mrs Kim bertanya seraya mengusap pelan punggung puteranya.

“Aku baik-baik saja eomma.”

“Kau bisa menceritakan pada eomma nak. Anakku belum pernah jatuh cinta. Mungkin cinta sedikit sulit untuk beberapa orang, termasuk kau.” Mrs Kim tersenyum, sedangkan Jongin memasang wajah bingung sebagai tanggapan akan kalimat ibunya. “Kau baru saja mengutus Titus Jones untuk menggantikan pekerjaanmu di Moscow. Setelahnya kau kemari, mengurung diri di kamar. Seingat eomma, kau bahkan hampir lupa pulang semenjak menikah dengan Jo Eun Hee. Jadi, apa kau bertengkar dengannya?” Jongin menghembuskan napasnya pelan. Ibunya memang belum terlalu mengenal Eun Hee, tapi wanita itu seperti Lee Na Ra yang tidak banyak bertanya tapi teramat memahaminya. Sama halnya ketika dia mengatakan bahwa dia akan menikahi Eun Hee, wanita itu hanya tersenyum dan mengatakan bahwa apapun yang akan berujung pada kebahagiaan puteranya maka wanita itu akan mendukungnya, tanpa kecuali.

Lagi pula insting seorang ibu sangat kuat, terkadang ibu bisa tahu apa-apa saja yang sudah terjadi pada anaknya sekalipun tidak ada kata yang terucap di sana.

“Tidak eomma.” Jawabnya jujur, setelah menimbang-nimbang dengan kalut apa yang harus dikatakannya. Tapi kemudian dia terdiam lagi. Akal sehatnya sedang tidak ingin di ajak bekerjasama kali ini.

Mrs Kim memandang wajah Jongin lalu beralih pada layar laptop yang sedari tadi dipandangi puteranya. Wanita itu lalu bangkit dan menyapukan sebuah usapan lembut di lengan Jongin.

“Apapun masalahmu kau harus segera menyelesaikannya nak. Eomma senang kau pulang, tapi jika kau pulang hanya untuk menghindari istrimu itu bukan tindakan seorang gentleman tahu?” Mrs Kim terkekeh di akhir kalimatnya tanpa sekalipun bermaksud menutupi keinginannya agar Jongin segera menyelesaikan masalahnya dengan Eun Hee, walaupun dia sendiri tidak tahu apa masalah puteranya.

Setelah ibunya keluar dari kamarnya, Jongin nampak kembali tenggelam dalam dunianya, dalam pikiran kalut yang dia ciptakan sendiri. Pria itu mengetuk-ngetukkan jarinya di meja, lalu menyandarkan punggungnya pada kursi yang di dudukinya. Dia, untuk pertama kalinya dalam hidup kehilangan kemampuan untuk mengontrol. Kali ini dia kehilangan kontrol untuk menyelesaikan sebuah masalah, masalah yang menyangkut Jo Eun Hee. Dan lagi-lagi gadis itu menjungkirbalikkan dunianya. Tidak tahukah dia bahwa Jongin bisa sefrustasi ini hanya karenanya?

**

A week later later, Seoul

Jongin Mansion, Seoul

9 pm

Eun Hee baru saja akan memejamkan mata saat pintu kamarnya menjeblak terbuka, menampilkan sosok tinggi Jongin dalam bentuk siluet yang menawan karena dia memang mematikan lampu kamarnya dan hanya menyalakan lampu tidur yang temaram. Gadis itu luar biasa terkejut, tapi toh tetap ada rasa membuncah di dadanya. Rasa yang sudah hampir dua minggu ditahannya. Rindu yang tidak pernah jemu.

Jongin berjalan mendekat, mencoba mengabaikan jantungnya yang berdentum-dentum memukul rongga dadanya dan membuatnya merasa bahwa jantungnya akan melompat keluar kapan saja. Dan saat akhirnya mata mereka bertemu Jongin terdiam, menatap lekat wajah istrinya. Dia mencoba merekam setiap lekukannya dalam memori yang entah sampai kapan bisa diingatnya. Jika bisa selama-lamanya.

“Jong…” Eun Hee memanggil nama suaminya, tidak tahan dengan tatapan Jongin yang begitu tajam, tapi penuh luka. Pria itu menarik nafas sebelum berbicara. Tapi, kemampuan verbalnya mendadak hilang entah kemana dan yang dilakukan oleh pria itu selanjutnya adalah menarik tengkuk Eun Hee sehingga dia bisa meraup bibir mungil gadis itu. Dia mencium Eun Hee dengan kasar dan menuntut, meresapi setiap rasa yang ada di sana. Gadis itu tidak pernah terbiasa dengan serangan tiba-tiba Jongin, maka yang dilakukan selanjutnya adalah diam, sejujurnya dia juga amat sangat merindukan bibir itu. Tidak! Dia merindukan semua yang ada pada diri Jongin.

Pria itu mendorong tubuh istrinya dengan sedikit kasar hingga kini dia berada di atas tubuh gadis itu, dengan kedua tangan berada di samping kepala Eun Hee, Jongin benar-benar seperti akan menerkam gadis itu.

“Apa yang kau lakukan belakangan ini huh?” Tanyanya, dengan rahang terkatup rapat.

“A-aku tidak-”

“Apa yang dia lakukan padamu, Bodoh?” Nada suara Jongin meninggi, kali ini dia menyebut istrinya bodoh, bukan sweetheart atau panggilan sayang lainnya. Eun Hee baru akan membuka mulutnya untuk menjawab Jongin saat sebuah tarikan kasar dia rasakan di kedua lengannya. Pria itu mengikat tangan Eun Hee di kepala ranjang dengan menggunakan ikat pinggang yang entah berasal dari mana.

“Apa yang kau lakukan Jong?” Eun Hee bertanya panik, lengannya terasa perih karena ikatan yang terlalu kencang.

Jongin menatap nyalang Eun Hee, menumpukkan berat tubuhnya di atas tubuh mungil istrinya dan sama sekali tidak memikirkan rasa sesak yang diterima istrinya.

“Shut up! Kau sudah berani membantahku huh?” Nada bicara itu semakin meninggi, aura kemarahan benar-benar terpancar. Gelap dan mengerikan, seolah akhir dunia bahkan tidak bisa lebih buruk dari ini. “Kau menemui orang tuamu secara diam-diam.” Mendengar kalimat Jongin, Eun Hee mencelos seketika, pantas saja Jongin begitu emosi. Padahal otaknya sudah memikirkan hal-hal manis seperti sebuah pelukan hangat atau wajah pria itu di pagi hari saat dia baru membuka mata. Tapi yang kini didapatinya adalah monster yang dibangunkannya sendiri. Monster yang tidak bisa dia jinakkan, sekarang dia harus menerima akibat dari kenekatannya.

“Terkejut?” Jongin menyeringai, kelewat tampan sampai tidak manusiawi. “Aku tidak tahu bahwa sekarang Na Ra noona juga sudah ada di pihakmu. Dia bahkan menutupi kebohonganmu. Tapi, kau kelewat bodoh dan ceroboh seperti biasa. Kau seharusnya tidak lupa bahwa semua pegawai di sini adalah orang-orangku. Mereka akan mengatakan apapun yang kau lakukan! Sial! Aku benar-benar ingin menghukummu sekarang.” Jongin mengangkat tubuhnya dari Eun Hee membuat gadis itu bisa bernapas sejenak. Tapi kelegaan itu tidak berlangsung lama karena Jongin segera mengikat setiap kaki Eun Hee di sisi sisi kaki tempat tidur dengan menggunakan tali berwarna merah.

Oh! Crap! Jongin sudah mempersiapkan hukumannya dengan baik.

Eun Hee mengigit bibir bawahnya, mencoba menahan diri untuk tidak mengatakan apapun. Apa yang akan dikatakannya hanya akan memperburuk keadaan, dia tahu itu.

Setelah selesai mengikat kaki Eun Hee Jongin dengan cepat merobek pakaian istrinya, tidak mau repot-repot untuk melepasnya dengan baik. Terakhir dia menggunakan kain yang tadi dirobeknya untuk menutup mata Eun Hee, membuat gadis itu tergagap. Ada sensasi gelap yang membutakannya pada apa yang terjadi, lalu sensasi nyeri di tangan dan kakinya. Kepalanya seketika terasa berdenyut nyeri dan seolah ada ribuan kupu-kupu yang berterbangan di perutnya saat Jongin menyentuh dadanya yang kini sudah tidak tertutup apapun.

“Apa yang kau lakukan padaku Kim Eun Hee? Apa yang kau lakukan pada duniaku hah?” Jongin berteriak, lebih kepada dirinya sendiri. “Aku bahkan sudah tahu bahwa kau membohongiku sejak sebelum aku pulang dari Irlandia. Aku mencoba bersikap baik, mengajakmu makan siang bersama dan pergi berlibur ke Siena. Tapi sial! Kau membuat semuanya bertambah sulit. Kau membuatku tidak bisa menahan diri dan lihat…dia menyakitimu. Sesuatu di dalam perutmu membuatmu tidak bisa hidup dengan baik. Aku harus menyingkirkannya.” Jongin menekankan perkataanya pada tiga kalimat terakhirnya. Hati Eun Hee terasa di hantam sebongkah batu, dia tidak tahu jika suaminya membenci calon anak mereka. Dan menyingkirkannya? Demi Tuhan! Pria itu ingin membunuh calon anak mereka.

“Dia anakmu juga Kim Jongin! Berpikirlah jernih!” Kata-kata super berani itu keluar dari mulutnya, lalu yang dia dapatkan adalah sensasi basah di bagian bawah tubuhnya, sensasi basah di antara pangkal pahanya.

“Sssh..” Desahnya pada akhirnya. “A-apa yang kau lakukan?” Susah payah dia mengatakan kalimat sederhana itu tapi tidak ada jawaban hanya sensasi basah yang semakin menjadi, membuatnya merasakan adrenalin lain yang ingin dipuaskan.

“I will punish you. Yang pertama karena kau sudah berbohong, kau sudah mendatangi orang tuamu tanpa izin dariku. Yang kedua karena mahluk di dalam perutmu yang membuatmu tidak bisa hidup dengan baik. Malam ini, hukuman pertamamu Kim Eun Hee.” Jongin mencebikkan bibirnya, sesaat memandang tubuh telanjang istrinya. Lalu beralih pada perut rata gadis itu, dia benar-benar tidak tahan dengan segala penyiksaan yang mahluk bernama janin itu lakukan pada istrinya. Dia tahu bagaimana Eun Hee harus muntah setiap hari, kesulitan memakan apapun dan semuanya berakibat pada penderitaan gadis itu. Kim Jongin yang mencintai Jo Eun Hee tanpa tepi tidak akan membiarkan siapa saja menyakiti miliknya yang berharga.

Pria itu melepaskan semua kain yang menempel di tubuhnya lalu menempatkan dirinya di antara kedua kaki Eun Hee. Hanya butuh beberapa menit sampai penyatuan itu akhirnya terjadi. Dan percintaan malam itu berlangsung dengan kasar, tegas, menuntut tanpa ada kelembutan di dalamnya.

**

The next day

6 am

Jongin berjalan mondar mandir di depan ranjang yang menjadi saksi bisu akan “hukuman” yang diberikannya pada istrinya. Rambut hitam pria itu terlihat acak-acakan, dengan celana jeans selutut dan kaus abu-abu polos yang sudah kusut dikenakannya asal begitu dia terbangun pagi harinya dan mendapati Eun Hee tidak sadarkan diri. Darah yang mengalir di antara kedua paha gadis itu membuatnya luar biasa panik dan segera meneriakkan nama John Caine, orang kepercayaannya. John langsung menghubungi Kris Wu, agar dokter muda itu segera memberikan pertolongan pada istri bosnya yang nampak sekarat.

Kris masih memeriksa keadaan Eun Hee saat itu. Ekspresi pria itu sama sekali tidak terbaca, sementara Lee Na Ra yang ikut bersama suaminya memasang wajah bak malaikat kematian. Gadis itu tidak mengatakan apa-apa. Alih-alih menghajar Jongin, dia justru diam menikmati raut wajah bersalah yang juga menyiksanya.

Saat Kris masih berkonsentrasi dengan Eun Hee, pintu tiba-tiba saja menjeblak terbuka, menampilkan sosok tinggi Kyuhyun dengan rahang terkatup rapat. Pria itu bahkan sudah mengenakan stelan kerja lengkap di pagi itu. Tanpa mengatakan apapun dia mencengkram tangan Jongin, menarik pria itu keluar dari kamar.

“Shit! Lepaskan aku Hyung!” Jongin memberontak dengan sisa-sisa tenaga yang dimilikinya. Jika dalam keadaan normal tentu saja dia bisa dengan mudah menghempaskan cekalan tangan Kyuhyun. Tapi, hari ini ada Jo Eun Hee yang sedang pingsan karena ulahnya, dan hal itu menyedot habis tenaga sekaligus oksigennya.

Pria itu bahkan masih diam saja saat Kyuhyun membantingnya dengan keras ke lantai, bantingan yang berpotensi meremukkan tulang punggung Jongin. Para pekerja yang ada di rumah Jongin hanya menjerit tertahan, bahkan John Caine yang paling setia tidak berani mendekat mendapati mata memerah Kyuhyun. Tidak perlu untuk menjadi jenius untuk mengindikasikan betapa marahnya pria itu.

“KENAPA KAU TIDAK MEMBUNUHNYA SAJA?? IDIOT!” Teriak Kyuhyun murka sebelum melayangkan sebuah tinju di wajah tampan Jongin. Satu pukulan dan itu sudah berhasil merobek ujung bibir pria itu hingga mengeluarkan darah.

“Kenapa kau melakukannya hah? Ketololanmu itu benar-benar tidak termaafkan!” Lalu pukulan bertubi-tubi menimpa tubuh Jongin. Pria itu hanya diam meringkuk di lantai, mendapatkan pukulan dan tendangan Kyuhyun yang dia yakin akan menimbulkan banyak bekas di tubuhnya. Jongin bahkan tidak sempat berpikir bagaimana Kyuhyun bisa tahu masalah ini, yang dia harus hadapi sekarang adalah kenyataan akan kemungkinan semua orang akan membencinya, termasuk Eun Hee. Dan nama terakhir membuatnya benar-benar ingin mati saja di tangan Kyuhyun saat ini.

“STOP IT! Cho Kyuhyun, are you fucking mad?” Suara Na Ra menggema memenuhi seluruh ruangan, gadis itu berlari menghampiri Kyuhyun dan menarik tangan pria itu agar menjauhkan diri dari Jongin yang sudah tidak berdaya.

“Lepaskan aku Ra-ya! Dia harus diberi pelajaran. Bocah bodoh, idiot! Selalu bertindak tanpa berpikir! Bagaimana jika Eun Hee mati?” Nafas Kyuhyun terengah-engah, dan pria itu hampir saja melayangkan sebuah tendangan lain jika saja Na Ra tidak mencengkram lengan pria itu erat.

“Cukup Cho, cukup!”

“Jika dia mati, kau bisa membunuhku Hyung.” Jongin berkata, dengan suara paraunya. Dia meludahkan darah yang memenuhi mulutnya, berusaha mendudukkan diri dan menahan nyeri akan pukulan Kyuhyun tadi.

“Oh tentu idiot! Aku akan membunuhmu dengan senang hati!” Kyuhyun menatap nyalang Jongin, sementara Na Ra mengusap pelan punggung pria itu, cara yang selalu berhasil meredam emosi Kyuhyun sejak dulu.

“Duduklah.” Ujarnya, lebih terdengar seperti perintah. Kyuhyun menarik nafas untuk menenangkan emosinya lalu duduk di sofa hitam ruang tengah Jongin seperti yang diminta Na Ra.

Gadis itu berjalan ke arah Jongin membantu pria itu berdiri sebelum mendudukkannya di sofa tepat di depan Kyuhyun. Hati pria itu mencelos begitu melihat wajah Jongin. Luka-luka akibat perbuatannya cukup parah. Seluruh wajah Jongin bahkan hampir dipenuhi lebam, belum lagi darah di hidung dan bibir adiknya itu.

“John, ambilkan kotak P3K.” Titah Na Ra pada John Caine yang segera mengangguk untuk mengambil kotak obat. “Mirae, ambilkan handuk dan air hangat.” Sementara Mirae segera berlalu dari sana Jongin masih menunduk, menikmati luka-luka di tubuhnya seperti seorang masokis.

Saat Na Ra membersihkan luka Jongin dengan alkohol yang perih sekalipun pria itu hanya diam, meringis pun tidak, seolah dia sudah mati rasa. Kris baru turun dari tangga dan segera membelalakkan matanya begitu melihat kekacauan yang terjadi. Kyuhyun dengan wajah penuh emosi bercampur penyesalan, Jongin dengan wajah babak belur dan Na Ra dengan ekspresi tidak terbaca.

Jongin setengah berlari menghampiri Kris, mengabaikan Na Ra yang baru akan menaruh betadine di lukanya. Dia menarik lengan kemeja yang dikenakan Kris, memohon seperti anak kecil yang ketahuan mencuri dan butuh pengampunan.

“Hyung, bagaimana Eun Hee? Apa dia baik-baik saja? Dia…-”

“Setelah ku pukul seperti itu kau masih saja idiot ya? Istrimu jelas tidak baik-baik saja.” Sergah Kyuhyun, memotong cepat kalimat Jongin.

“Shut up Cho Kyuhyun.” Na Ra menengahi, terkadang Kyuhyun bisa sangat mudah terpancing emosi dan kehilangan akal sehatnya. Pria itu terdiam seketika. Nada memerintah Na Ra bahkan jauh lebih mengerikan dari nada memerintah ayahnya, Cho Younghwan.

“Duduklah.” Kris menarik tangan Jongin, meminta pria itu untuk duduk di tempatnya semula. Jongin menurut saja, dia yang biasanya memerintah kini hanya diam saja ketika di perintah. Sama sekali bukan gayanya.

“Aku tidak akan memintamu menjelaskan apa yang terjadi semalam, atau alasan kenapa kau mengikat tangan istrimu dengan ikat pinggang dan mengikat kedua kakinya dengan tali.” Kris memulai pembicaraan, sedangkan suasana di ruangan itu berubah menjadi hening, seolah tidak ada manusia di sana. “Tapi kau harus memikirkan akibat dari perbuatanmu sebelum kau bertindak seperi semalam. Istrimu pingsan karena kelelahan, juga ikatan-ikatan di kaki dan tangannya menghambat aliran darah di tubuhnya. Jika saja kau mengikatnya dengan lebih kencang, istrimu bisa tidak tertolong.” Jongin merasakan jantungnya berdentum memukul rongga dadanya, membuatnya sesak dan seolah dentuman jantungnya bisa meremukkan rongga dadanya. “Vagina istrimu mengalami perdarahan yang cukup parah karena aktifitas kalian semalam. Aku sudah menanganinya. Tapi…” Kris memberikan jeda di antara kalimatnya, nampak menimbang-nimbang.

“Tapi apa Hyung?” Sergah Jongin tidak sabar.

“Sebaiknya kau tidak menyentuh istrimu selama trimester pertama kehamilannya. Trimester pertama masih sangat rentan untuk melakukan aktifitas seksual, terlebih penetrasi. Hal itu akan sangat beresiko pada janin yang baru terbentuk. Kau harus sedikit bersabar hingga usia kehamilannya menginjak bulan keempat. Saat usia kehamilan sudah empat bulan kalian bisa melakukan aktifitas seksual lagi. Well.. Tapi tetap harus berhati-hati mengingat-”

“I don’t care with that thing!” Jongin kembali berbicara. Kali ini tidak ada nada lembut alih-alih permohonan, yang ada adalah nada marah sekaligus hasrat ingin membunuh yang jelas.

“KAU GILA? DIA ANAKMU BODOH!” Teriak Kyuhyun, kembali pada emosi yang belum sepenuhnya tereda.

“Aku tidak peduli! Mahluk itu sudah menyakiti Eun Hee, menyakiti milikku. Dan aku akan menyingkirkan apapun yang menyakitinya.” Sergah Jongin cepat lalu berjalan dengan cepat ke kamarnya sendiri, sebelum membanting pintu dan mengunci diri. Lagi, monster di dalam tubuh pria itu benar-benar mengerikan.

Kris menghembuskan nafasnya kasar, berhadapan dengan pria keras kepala seperti Jongin benar-benar menguras tenaga. Dia menghampiri istrinya, menggenggam tangan itu lembut.

“Aku harus ke rumah sakit sekarang, ada jadwal operasi penting.” Ucapnya lalu mencium kening istrinya dalam, Kyuhyun memalingkan wajah melihat adegan yang memuakkan itu. Ingin rasanya dia menghajar Kris seperti dia menghajar Jongin tadi.

“Aku juga harus ke kantor.” Ujarnya setelah Kris pergi. Na Ra menahan lengan Kyuhyun, menyuruh pria itu untuk kembali ke tempat duduknya semula dengan tatapan tajamnya. Gadis itu mengambil handuk lain yang masih bersih dan air hangat baru untuk membersihkan luka di tangan Kyuhyun karena pria itu sudah membabi buta menghajar Jongin hingga tanpa sadar melukai dirinya sendiri.

Mereka terdiam, selama bermenit-menit Na Ra sibuk mengoleskan betadine dan menutup luka itu dengan plester khusus. Kyuhyun hanya bisa diam, menatap setiap lekuk wajah Na Ra yang dia yakin akan diingatnya dengan baik bahkan hingga puluhan tahun ke depan.

“Kau tahu Cho? Some things never change.” Na Ra mengangkat wajahnya yang membuat Kyuhyun gelagapan karena takut ketahuan dia memperhatikan gadis itu sedari tadi.

“A-apa?” Tanyanya dengan suara gagap.

“Kau yang selalu bertindak sebelum berpikir, sangat persis seperti Jongin.”

“Sial! Jangan samakan aku dengan si brengsek itu! Setidaknya aku tidak berniat membunuh darah dagingku.”

Na Ra mengangkat bahunya tak acuh “Siapa tahu? Kau kan juga belum merasakan apa yang Jongin rasakan. One of the worst thing on earth is when you see the one that you love being in pain but you can do nothing to help. You just could watch her, suffering. And it makes you feel dizzy and in a blink you could go crazy.”

“Aku tidak suka memikirkan hal-hal seperti itu! Dan aku bersumpah aku tidak akan bertindak bodoh seperti Jongin.” Kyuhyun mendebat lalu berdiri dari duduknya. “Dan ngomong-ngomong Ra-ya, soal anak..” Na Ra terdiam mendengar topik pembicaraan Kyuhyun yang menggantung. “Aku akan senang jika kau mempunyai anak, well tidak denganku tentu tapi dengan suamimu. Setidaknya kelak aku bisa melihat bagian lain dari dirimu dan yah siapa tahu aku bisa menikahi duplikatmu nantinya.” Kyuhyun menampilkan senyum separuhnya yang menawan sementara Na Ra tersenyum, pria itu tahu cara membuat penghiburan dengan caranya sendiri. Selalu seperti itu dan seolah kejadian berdarah beberapa saat lalu sama sekali tidak pernah terjadi. Kim Jongin, Lee Na Ra dan Cho Kyuhyun memang seperti itu. Dibesarkan dalam lingkungan yang hampir serupa membuat mereka tumbuh dengan kepribadian yang mirip satu sama lain, termasuk kecenderungan perubahan sikap yang begitu cepat, seolah mereka adalah pengidap D.I.D.

“Kau pikir aku akan membiarkan anakku menikahi haraboeji sepertimu? No!”

“Setidaknya aku tampan dan kaya raya, aku bisa melimpahinya dengan kebahagiaan.” Jawab Kyuhyun sebelum melambai pergi. Na Ra menatap punggung pria itu, diam-diam kagum karena Kyuhyun secara tidak langsung mengutarakan kerelaannya untuk melepas gadis itu, walaupun tidak secara blak-blakan karena dia tahu gengsi pria itu menghalanginya untuk mengatakan hal itu.

“John Caine, Yoo Mirae.” Na Ra memanggil nama dua orang itu dengan nada panik. Ketenangannya lenyap seketika.

Dua orang yang di panggil Na Ra langsung mendekat dengan langkah terburu-buru.

“Mr Caine selama masalah ini belum selesai urus segala keperluan Kim Industries, katakan padaku jika kau membutuhkan bantuan.” John Caine mengangguk cepat. Pria Irlandia itu adalah orang kepercayaan Jongin, termasuk dalam mengurus perusahaan. Tidak heran, John adalah salah satu lulusan terbaik dari Stanford University. “Mrs Yoo Mirae..” Na Ra menatap Mirae yang memutar bola matanya, kesal dengan panggilan formal yang dialamatkan gadis itu padanya. Tapi toh dia diam saja, berdebat dengan Lee Na Ra tidak akan ada habisnya. “Awasi Jo Eun Hee, kau harus memastikan dia mencukupi segala kebutuhan nutrisinya. Kau bisa menelfon Kris kapan saja jika kau membutuhkan bantuannya.” Mirae mengangguk mendapati ucapan Na Ra. Gadis itu menoleh ke arah John dan pria itu dengan sopan segera berpamitan dari sana.

“Tapi Na Ra-ya…” Mirae mendekat ke arah Na Ra, memastikan hanya dia dan gadis itu yang akan mendengar suaranya “Kau yakin Kim Jongin tidak akan melukai Eun Hee? Maksudku, ancamannya tadi sangat mengerikan. Dia berniat membunuh bayinya. Demi Tuhan… Akhir dunia saja sepertinya tidak seburuk ini.” Mirae memasang wajah ngerinya, dia tidak bisa membayangkan jika hal itu terjadi.

“Tidak. Dia tidak akan membunuh bayinya, kecuali jika dia ingin mengambil resiko dibenci oleh Eun Hee seumur hidupnya. Dan aku yakin Jongin tidak akan melakukannya.”

“Dari mana kau bisa seyakin itu?”

“Diam saja lah aku kan hanya sedang menghibur diri sendiri.” Na Ra mencebikkan bibirnya, kesal pada Mirae yang mendadak mengalami penurunan daya tanggap.

“Tsk! Kau sama mengerikannya dengan Jongin dan ngomong-ngomong Cho Kyuhyun bertambah tampan. Ya Tuhan, apa dia tidak bisa berhenti menjadi tampan? Omo omo…” Pembicaraan serius itu justru berakhir pada aksi fangirl Yoo Mirae yang memang tidak pernah imun terhadap segala macam jenis pria tampan. Na Ra hanya memutar bola matanya dan berlalu dari sana.

“Kau tidak cukup dengan Lee Donghae saja ya?” Na Ra bertanya retoris, menyebutkan nama kekasih gadis itu dengan penuh penekanan. Tapi sahabat Na Ra memilih untuk menulikan diri. Mirae bahkan membuatnya semakin pusing saja. “Dan Mirae jangan bilang jika kau yang memberitahu Cho soal Eun Hee?” Na Ra memicingkan matanya. Mirae yang ditatap seperti itu oleh Na Ra segera berlalu dari sana untuk menyelamatkan diri.

**

2 am

Eun Hee terbangun tengah malam dan merasakan jika perutnya berteriak kelaparan. Rasanya dia sudah tidur dalam waktu yang sangat lama. Dia mencoba menggerakkan tubuhnya, dan dirasakannya nyeri di tangan, kaki serta pangkal pahanya. Gadis itu menjejakkan kakinya di lantai marmer yang dingin, mencoba mengabaikan nyeri di sekujur tubuhnya. Dia harus mengisi perutnya, mengingat pesan Kris untuk menjaga kondisi kandungannya membuat gadis itu memaksakan diri untuk pergi ke dapur. Dia ingin membuat ramyun atau apa saja untuk mengisi perutnya.

Mansion milik Jongin nampak gelap dan sepi, tentu saja ini jam 2 pagi. Dengan perlahan, karena menahan nyeri di pangkal pahanya dia berjalan menuruni tangga dan segera memasuki dapur. Ini untuk pertama kalinya Eun Hee menginjakkan kakinya di dapur Jongin, karena pria itu tentu saja dengan segala sikap posesifnya melarangnya mendekati dapur. Alasannya konyol, Jongin beranggapan bahwa dapur berisi barang-barang yang akan membahayakan Eun Hee.

Gadis itu mengisi panci yang diambilnya dari lemari penyimpanan dan mengisinya dengan air lalu menyalakan kompor. Dia bersyukur karena persediaan makanan di rumah Jongin bahkan tak kalah lengkap dengan persediaan makanan di mini market yang biasa dilihatnya. Di sana bahkan ada ramyun dalam berbagai rasa yang Eun Hee tidak paham untuk apa benda-benda itu ada di sana. Jelas seorang Kim Jongin tidak memakan ramyun. Setidaknya Eun Hee belum pernah sekalipun melihat Jongin memakan ramyun. Gadis itu menunggu air yang dimasaknya mendidih, selama itu dia teringat akan peristiwa yang menimpanya betapa Jongin marah dan menghukumnya dengan cara yang mengerikan. Tubuhnya nyeri, itu sudah pasti tapi hatinya jauh lebih parah dari luka-luka fisik yang terlihat.

Sementara itu Jongin baru saja berbicara pada seseorang ditelfon tentang sebuah proyek pembangunan hotel terbaru di Madrid saat dia memutuskan keluar dari kamar untuk mengambil air putih. Kedua matanya menyipit saat melihat lampu dapur menyala, dan dia luar biasa terkejut saat melihat Jo Eun Hee tengah berdiri di depan kompor dengan air mendidih yang sudah meluber kemana-mana, sementara gadis itu masih saja diam, asyik melamun seperti biasa.

Pria itu segera berlari, mematikan dengan cepat sambungan telfon internasional yang berpotensi menambahkan satu milyar dolar di rekeningnya. Dia mengabaikan bisnisnya, menghampiri Eun Hee dan segera mematikan kompor.

“What are you doing, stupid?” Makinya, sementara Eun Hee hampir saja jatuh karena terkejut dengan kehadiran Jongin yang tiba-tiba. “Kau masih suka membantahku ya? Sudah menjadi masokis? Senang dengan hukuman-hukuman yang aku berikan? Atau kau senang membuatku hidup dalam kecemasan karena dirimu?” Eun Hee bahkan hanya bisa ternganga mendapati serentetan omelan Jongin untuknya. Gadis itu takjub bukannya takut pada perkataan Jongin. Gadis lain mungkin akan berpikir bahwa Jongin tak lebih dari pria kasar, tapi Eun Hee yang semakin memahami pria itu lambat laun menjadi terbiasa. Dan apa yang dikatakan Jongin seperti serentetan ungkapan cinta.

Katakan saja Jo Eun Hee memang seorang masokis! Dia menikmati siksaan Jongin untuknya, mungkin?

“Jawab aku Eun Hee! Kau masih bisa berbicara kan?” Jongin memegang kedua bahu istrinya saat gadis itu tak kunjung menjawab pertanyaannya, dan malah memandanginya tanpa berkedip. Tapi dalam seper sekian detik Eun Hee mundur, menatap Jongin dengan mata berair.

“Jangan sentuh aku!” Ujarnya serak, tiba-tiba saja ketakutannya kembali. Luka-luka di tubuhnya masih dapat dia rasakan dengan jelas. Tapi tak lama gadis itu kembali diam, menatap Jongin sendu dan bingung. Penyebabnya jelas, luka-luka di wajah pria itu.

Melihat perubahan ekspresi Eun Hee, Jongin menghembuskan nafasnya kasar, menarik rambutnya yang berantakan.

“Duduk!” Perintahnya.

“Jong, kau..kenapa dengan..wajahmu?” Eun Hee bertanya, mendadak kemampuan verbalnya mengalami penurunan drastis. Tangannya terulur untuk menyentuh Jongin tapi pria itu memundurkan tubuhnya, keluar dari jangkauan Eun Hee.

“Aku tidak boleh menyentuhmu kan? Maka itu juga berlaku untukmu. Kau tidak boleh menyentuhku.” Tandasnya tegas tanpa memandang istrinya. “Sekarang duduk Kim Eun Hee. Disana!” Jongin menunjuk kursi di meja makan, berbicara dengan nada tak terbantahkan seperti biasa.

Jongin memang bukan penyihir dan tentu saja dia tidak bisa melakukan Imperius Curse yang membuat Eun Hee tunduk. Tapi, dia bahkan bisa lebih lihai dalam hal membuat Eun Hee tunduk. Buktinya, gadis itu menurutinya, duduk seperti gadis kecil baik-baik yang menuruti perintah ayahnya.

Jongin memijat pelipisnya, mengeluarkan ponselnya dan dengan cepat mengetikkan sesuatu di sana. Tak lama, pria itu berkutat di dapur, menyiapkan segala macam bahan makanan, mulai dari sayuran, daging dan bumbu-bumbu. Sesekali dia melihat ke arah ponselnya, memastikan bahwa langkah-langkah yang dilakukannya dalam memasak sudah benar dan tepat. Seorang Kim Jongin yang memasak di dapur bisa saja masuk dalam daftar Guiness World of Record! Pria yang seumur hidupnya belum pernah masuk ke dapur tiba-tiba saja berkutat dengan segala macam benda yang ada di sana hanya karena ingin memasakkan sesuatu untuk istrinya. Lagi pula untuk apa dia masuk ke dapur jika dia punya koki terbaik untuk memasakan apapun yang diinginkannya. Tapi, lagi..berulang kali tanpa diketahui dengan pasti dunia pria itu dijungkirbalikkan oleh seorang Jo Eun Hee.

Peluh membanjiri wajahnya yang masih di penuhi lebam, sementara Jongin berkutat dengan memotong daging ayamnya Eun Hee menopang wajahnya di dagu, menikmati pemandangan luar biasa di depannya. Tidak peduli dengan penerangan minim, ketampanan Jongin tetap saja terpancar, seolah pria itu punya cahayanya sendiri. Mungkin itu hanya berlaku untuk Eun Hee.

Jongin meniriskan rebusan spagetinya sebelum menatanya di piring, lalu dengan cekatan pria itu melumuri spagetinya dengan saus khusus yang terbuat dari kecap dan campuran ayam yang tadi dipotong-potongnya. Setelah itu dia menaburi masakannya dengan keju, meletakkan sebuah tomat sebesar ceri sebagai garnish yang manis.

Pria itu berjalan ke arah Eun Hee di meja makan, sementara Jongin berjalan dengan sepiring masakan buatannya Eun Hee mati-matian untuk tidak meneteskan liur. Bukan pada makanan yang dibawa pria itu tapi justru pada pria itu sendiri. Gadis itu bahkan nyaris tak berkedip saat memperhatikan Jongin memasak tadi, tubuh tinggi menjulangnya yang dominan dan tangannya yang cekatan dalam meracik bahan makanan. Dan seolah Tuhan belum cukup memberinya pemandangan indah saat ini bahkan Eun Hee disuguhi pemandangan dimana Jongin dengan pakaian rumahnya yang sederhana nampak luar biasa menawan. Rambut hitam pria itu setengah basah karena efek memasak, belum lagi tshirt pas badan yang dikenakan Jongin membuatnya semakin tidak manusiawi. Seharusnya dewa saja tidak semenawan ini.

“Makan!” Suara tegas pria itu membuat Eun Hee terkesiap dan menurunkan pandangannya pada masakan yang dibuat Jongin. Tetrazini dengan tambahan parutan keju.

Jongin tidak perlu memerintah dua kali karena Eun Hee tanpa malu-malu langsung menyendokkan banyak-banyak tetrazini ke dalam mulutnya, sementara Jongin mengambil air putih untuk istrinya sebelum mendudukkan diri tepat di depan gadis itu.

“Ini enak sekali kau luar biasa.” Eun Hee berbicara dengan mulutnya yang penuh sedangkan Jongin mengambil tisu membersihkan sisa saus spageti di ujung bibir istrinya.

“Telan makananmu baru berbicara!”

The dominant Jongin is back.

Eun Hee tidak punya pilihan lain selain menuruti perintah suaminya, lalu dalam sekejap tetrazini buatan Jongin sudah menghilang ke dalam perut Eun Hee. Pria itu memandang istrinya yang masih sibuk menjilati sisa-sisa saus di sendok dan garpunya. Tanpa di duga Jongin menarik tangan Eun Hee dan menjilati sisa-sisa saus di tangan gadis itu, dan jantung Eun Hee hampir saja berhenti berdetak saat Jongin dengan tiba-tiba mengecup ujung kanan bibirnya, membersihkan sisa saus di sana.

Jongin cepat-cepat menjauhkan wajahnya, tidak mau kecupan itu berlanjut dengan kehilangan kendali lagi seperti sebelumnya.

“Kembali tidur!” Perintahnya. Kali ini dengan sedikit nada gugup yang tak bisa diatasinya.

“A-aku…”

“Tidak ada bantahan Kim Eun Hee. Kembali ke kamarmu! Tidur!” Tegasnya seraya berdiri dan meletakkan piring kotor di tempat pencucian piring.

Pria itu meletakkan kedua tangannya di tepi tempat pencucian piring seraya memejamkan matanya rapat-rapat. Kepalanya berdenyut nyeri, luka-lukanya seolah kembali menganga. Dia seperti terlempar dalam lembah hitam bernama penyesalan. Mulutnya kelewat kelu, sedang harga dirinya kelewat tinggi untuk sekedar mengatakan kata “maaf”.

Di meja makan Eun Hee masih disorientasi dengan lingkungannya, terutama dengan pria yang tengah berdiri memunggunginya itu. Posisi Jongin membuat Eun Hee bisa dengan jelas melihat punggung pria itu, punggung yang selalu membuatnya kagum dan mungkin semakin jatuh cinta saja padanya.

Jongin memang selalu membingungkan, begitu sulit dan hampir mustahil untuk dipahaminya. Semenit lalu dia begitu seksi saat memasak dengan peluh di sekujur wajahnya. Berikutnya dia bersikap manis dengan membersihkan sisa saus spageti yang dimakannya lalu sekarang dia memerintah dengan tegas, sedikitpun tidak mau di bantah.

“Kembali ke kamarmu Eun Hee!” Jongin berbicara dengan mata yang masih tertutup namun sama sekali tak mengurangi ketegasannya. Eun Hee berdiri dari duduknya, menatap Jongin sekali lagi sebelum berjalan menuju tangga yang mengarah ke kamarnya.

“Eun Hee-ya.” Panggil Jongin lirih saat Eun Hee baru saja menginjak tangga ketiga. Gadis itu berhenti, menoleh pada Jongin yang masih saja memunggunginya. “Aku mencintaimu.”

TBC

Note :

Beberapa informasi bagi kalian, semoga bisa bermanfaat ya…

D.I.D merupakan singkatan dari Disosiative Identity. DID adalah kondisi dimana satu individu mempunyai lebih dari satu kepribadian. Penyebab munculnya kepribadian itu biasanya karena faktor traumatik saat masa kanak-kanak. Pada dasarnya manusia mempunyai defense mechanism masing-masing, yang berfungsi untuk melindungi ego dari gesekan ID dan superego. Orang-orang yang mengidap DID ini karena mereka memiliki kepribadian utama yang lemah. Jadi, muncullah altergo dalam bentuk kepribadian lain yang biasanya mengisi kepribadian utama.

Pada trimester pertama kehamilan pasangan suami istri memang tidak dianjurkan untuk melakukan hubungan seksual karena janin masih rentan. Hubungan seksual dapat dilakukan pada saat usia kehamilan istri mencapai empat hingga delapan bulan. Sedangkan pada usia kehamilan Sembilan bulan tidak dianjurkan melakukan hubungan seksual mengingat proses persalinan yang semakin dekat dan posisi kepala bayi yang sudah menghadap ke bawah.

Tetrazini merupakan makanan khas Italia. Bentuknya seperti spageti namun di siram dengan campuran saus kecap dan ayam.

Terima kasih untuk kalian yang masih setia dengan FF ini walaupun saya update lama dan terkadang chapternya kurang memuaskan. Dan saya terharu sekali karena kalian sangat mendukung saya untuk menjadikan FF ini menjadi novel. Thanks so much my Xingxi. By the way, untuk kalian yang mungkin menunggu update FF dari saya kalian bisa like Fp facebook.com/Bellecious0193 atau follow blog ini melalui follow button “email” (kalian akan mendapatkan notifikasi yang akan di kirim ke email kalian jika saya update) atau bisa juga follow blog ini jika kalian mempunyai akun wordpress.

Bagi yang suka dengan boots, wedges, heels, shoes, bags, dll bisa hubungi saya ya..atau add pin 311C759C dan kalian bisa lihat koleksi lengkapnya di sana. Good quality dan good price. Dijamin!

Filed under: family, Marriage Life, romance Tagged: exo, kai, kim jongin, kris

Show more