2015-04-06



Author : Bellecious0193

Poster : Lily21Lee

Length : Chaptered

Genre : Romance, Married Life, Family

Rate : PG 17

Casts :

Kim Jongin

Jo Eun Hee

Wu Yi Fan aka Kris Wu

Lee Na Ra

Cho Kyuhyun

Etc

Previous Chapter : Teaser – Chapter 1 – Chapter 2 – Chapter 3 – Chapter 4 – Chapter 5 – Chapter 6

“Aku sudah mencintainya dalam diam selama delapan tahun yang menyiksa. Delapan tahun yang aku juga tidak paham kenapa bisa hanya memandangnya dari jauh seperti seorang idiot. Lalu saat aku memiliki kesempatan untuk bisa berdekatan dengannya apa lagi yang bisa aku lakukan selain jatuh cinta? Lagi dan lagi lalu memilikinya.” Kim Jongin

“I never regret anything in my life, except her. No, I don’t regret that I know her and I was his before. What I regret is why I should ask her for letting me go? Here I am standing in the fear, in the bad-dark dreams that have no end. Losing her… I never imagine that losing her could be this hurt like all your oxygen being taken from your lungs. I never be fine without her, not even for a second” Cho Kyuhyun

“A-aku h-hanya ingin bertemu orang tuaku. Kami sudah tidak bertemu selama berbulan-bulan.” Eun Hee menemukan kembali pita suaranya. Kali ini, walaupun dengan suara terbata dia akhirnya bisa menjawab.

“Tanpa izin suamimu?” Tanyanya retoris. “Kau seharusnya menunggu izin suamimu Miss Jo. Kau selalu saja bertindak gegabah. Dan menjadikanku sebagai alasan untuk keluar dari sini, itu sangat tidak bijak.” Eun Hee untuk pertama kalinya menatap wajah Na Ra. Tinggi badan Na Ra yang menjulang membuatnya semakin terintimidasi saja. Iris cokelat terang gadis itu menatapnya lekat. “Aku yakin, kau masih belum lupa dengan akibat dari tindakan gegabahmu dulu. Dan sekarang kau mengulanginya lagi.”

“Aku akan menceraikan Jongin.” Ujarnya parau. Air mata itu kembali menggenang. Tapi dia sudah benar-benar tidak tahan hidup seperti ini. Biarlah dia hidup miskin nantinya, asal tidak di neraka dunia seperti ini. Gadis di depan Eun Hee terkejut luar biasa, namun cepat-cepat dia memasang ekspresi datar.

“Itu urusan kalian.” Sergahnya tanpa perasaan. “Tapi kau menggunakan namaku untuk sekedar keluar dari sini. Kau melibatkanku Miss Jo.”

“Ma-maaf aku-”

“Jika minta maaf berguna untuk apa ada hukum dan polisi?” Tanya Na Ra retoris. “Miss Jo, aku tidak akan melindungimu lagi lain kali. Sebaiknya kau tidak melakukan tindakan bodoh dan gegabah. Soal perceraian itu, jika kau benar-benar melakukannya. Aku bisa memastikan tidak hanya Jongin yang menderita. Tapi juga kau. Kalian berdua akan menderita. Jadi, jika hidup seperti itu yang kau inginkan silahkan saja. Sayangnya aku tidak akan begitu saja melepaskan orang yang sudah menyakiti adikku.” Na Ra berujar, dengan setiap penekanan pada kalimatnya dan segera pergi dari sana.

Eun Hee berbalik, memandangi punggung istri Kris Wu itu hingga dia menaiki mobilnya dan menghilang dari pandangan matanya. Dia ingin sekali berterima kasih pada Na Ra, setidaknya dia tahu, di balik perkataan dingin gadis itu, Na Ra tidak akan memberitahu Jongin kebohongan yang telah dilakukannya. Walaupun sejujurnya dia tidak yakin bahwa Jongin tidak akan mengetahuinya.

Eun Hee mendudukan dirinya di sofa ruang tengah di mansion itu, terus saja menggigiti bibir bawahnya hingga merah. Apa tadi baru saja Na Ra memohon padanya untuk tidak menceraikan Jongin? Oh lihatlah, Na Ra Wu memohon dengan mengancamnya. Itu sangat luar biasa.

Tapi sebagian hatinya yang lain menyetujui pernyataan Na Ra, bahwa nanti jika saja peceraian itu terjadi dia akan menderita, Jongin juga akan menderita. Eun Hee sudah jatuh semakin dalam pada Jongin. Hanya saja dia terus menyangkalnya, dan itu sama sekali tidak membantu untuk mengatasi perasaannya pada pria itu.

**

The next day

Jongin’ Mansion, Seoul

3.12 am

Langkah pria itu berderap dan menggema di lantai mansionnya. Waktu menunjukkan pukul 3 pagi dan pria itu sama sekali tidak peduli dengan sapaan pegawai di mansionnya yang memang selalu ada untuk 24 jam. Ada hasrat mendesak yang harus segera diobati. Hasrat mendesak yang hanya semakin menyiksanya saja dari waktu ke waktu. Dia memutar knop pintu dan langsung menghambur ke dalam. Lalu yang dilakukan selanjutnya bukan tindakan membabi buta seperti memberikan pelukan yang berpotensi meremukkan tulang iga istrinya, atau ciuman menggebu-gebu hingga keduanya kehilangan nafas. Pria itu, Kim Jongin justru duduk di tepian ranjang, menatapi wajah Jo Eun Hee yang sudah berapa? Mungkin baru 49 jam tidak dilihatnya dan dia baru saja menempuh perjalanan berjam-jam dari Irlandia sebelum tiba disini. Dia tidak mau berlama-lama berjauhan dari Eun Hee. Hal itu sungguh menyiksanya.

Pria itu tersenyum, untuk alasan yang juga dia tidak tahu. Hanya menatap wajah lelap istrinya dan dia sudah sebahagia itu. Akhir-akhir ini memang definisi kebahagiaan begitu sederhana untuknya, asalkan Eun Hee ada di dalamnya. Tangan pria itu terulur, merapikan anak rambut Eun Hee yang menjuntai, merasakan lembut kulit gadis itu ditangannya. Sentuhan itu seperti biasa menghantarkan aliran listrik dalam volt kecil yang nyaman. Gadis itu menggeliat, lalu perlahan membuka mata dan jantungnya langsung bekerja di luar batas kewajaran. Dia berdoa semoga Jongin tidak mendengar dentuman jantungnya yang kelewat keras, bahkan ditelinganya sendiri.

“Maaf membangunkanmu.” Ujar pria itu tersenyum. Eun Hee terkesiap, dalam bulan-bulan yang sudah dilewatinya bersama pria itu kenapa tidak satu hari pun dia merasa terkagum-kagum tentang betapa menawannya pria itu. Dia meneguk pahit salivanya, kali ini dengan susah payah, dan seperti biasa oksigen untuknya menjadi menipis.

“Bagaimana kabarmu? Kau makan dengan baik? Mirae bersikap baik kan?” Serentetan pertanyaan itu meluncur dari bibir Jongin, dan Eun Hee dengan bodohnya masih saja menganga, sebisa mungkin tidak meneteskan liur melihat betapa seksinya suaminya malam ini. Jongin dengan kemeja biru tua pas badan, lengannya di gulung hingga siku. Rambut pria itu terlihat acak-acakan dan wajah lelahnya… Sial! Kim Jongin semakin tampan saja.

Jongin menelengkan kepalanya, lalu menunduk dan memberi kecupan dalam di dahi Eun Hee, memberikan bekas panas yang hanya bisa dirasakan gadis itu.

“Maaf menganggu tidurmu. Aku hanya…kelewat merindukanmu.” Eun Hee masih saja disorientasi dengan kehadiran pria itu yang tiba-tiba. “Well..selamat malam.” Lalu pria itu menutup pintu dengan perlahan. Eun Hee merasa makin bodoh saja. Dia masih kesulitan bernapas hingga detik ini.

**

12.13 PM

Mom’s House Café, Seoul

Jongin mengajak Eun Hee ke sebuah kafe yang ada di kawasan Myeongdong. Kafe itu nampak ramai, jelas saja mengingat saat ini adalah jam makan siang. Lonceng kafe berbunyi saat keduanya masuk kesana. Ada deretan bangku-bangku yang terbuat dari kayu dan bercat putih. Setiap meja terdapat dua hingga empat bangku dengan ukuran sama, lalu meja-meja itu disekat dengan rak-rak yang berisi koleksi-koleksi buku. Di dekat meja kasir tergantung papan tulis hitam yang ditulisi dengan kapur berwarna – warni berisi aneka menu kafe.

Seorang wanita paruh baya yang nampak akrab dengan Jongin langsung menyapa mereka, menuntun keduanya ke arah ruangan khusus di kafe itu. Ruangan itu bercat merah bata, dengan empat kursi dan satu meja berwarna putih. Ada seikat lili putih di meja itu, selebihnya ruangan itu terlihat biasa, hanya saja kebisingan yang ada di luar kafe mendadak tidak terdengar. Ruangan itu kedap suara.

Jongin membolak balik buku menunya lalu memutuskan memesan bruschetta, tetrazinni dan orange juice sebagai minumannya. Begitu wanita paruh baya itu pergi Eun Hee langsung menatap Jongin, bertanya tanpa mengeluarkan suara.

“Bruschetta, roti panggang dengan potongan tomat, daun basil dan olive oil. Tetrazinni, spageti dengan irisan ayam dan saus kecap. Kau suka?” Eun Hee mengangguk dan seketika merasa kesal, bukankah seharusnya Jongin menanyakan itu sebelum memesannya? Pria itu bisa semenyebalkan ini!

“Eoh.” Ujarnya singkat. Lalu menit-menit menunggu pesanan mereka, ralat pesanan Jongin terasa begitu lama. Jongin seperti biasa asyik dengan kegiatannya memandangi wajah Eun Hee. Sedangkan gadis itu mengigiti bibirnya, menggenggam jarinya hingga kebas dan melakukan apa saja, mendistraksi otaknya yang penuh dengan pikiran – pikiran yang berisi pria di depannya ini.

“Kau tidak punya sesuatu untuk dibicarakan?” Tanya Jongin, memecah keheningan di antara mereka. Eun Hee mengangkat wajahnya, menatap Jongin sekilas dan buru-buru memalingkan wajah. Begitu saja sudah membuat lututnya lemas. “Seperti tentang perasaanmu, mungkin?”

“Ne?”

“Kau merasa tidak perlu mengatakan sesuatu padaku.” Eun Hee mencelos, apa Jongin tahu apa yang sudah dilakukannya kemarin? Tapi melihat dari sikap pria itu tentu saja Jongin belum mengetahuinya. “Apa sesulit itu untuk membuatmu rindu padaku?” Pria itu menambahkan, kali ini disertai decakkan lidah yang membuatnya terlihat imut. Catat! Kim Jongin dengan wajah imutnya!

Eun Hee sudah akan membuka mulut saat seorang pelayan membawakan pesanan mereka. Cepat-cepat gadis itu meneguk orange juice-nya lalu mulai memakan bruschetta dan tetrazinni atau apalah namanya, dia tidak pernah begitu mengingat nama-nama makanan, apa lagi masakan Eropa yang menurutnya punya nama rumit.

Jongin mendenguskan nafasnya dengan kasar. Dia sudah susah payah mengajak gadis itu makan siang karena tadi pagi tidak sempat sarapan bersama, mengingat pria itu harus menghadiri rapat penting dengan seorang kolega dari Swedia. Dan sekarang, istrinya itu masih saja betah dengan kediamannya.

Terdengar suara pintu dibuka dan tak lama sosok pria tinggi dengan rahang tegas muncul. Kulitnya yang seputih porselen bahkan semakin berkilau sekalipun di bawah temaram cahaya ruangan itu.

“Kau sudah lama disini?” Tanya pria itu lalu mendudukkan diri di salah satu kursi disana. Eun Hee menghentikan kunyahannya untuk menatap pria itu. Tidak cukup saja Kim Jongin yang luar biasa tampan, sekarang Tuhan mempertemukannya dengan pria lain yang tak kalah “hot”! Gadis itu diam-diam mencuri pandang. Sebagai gadis normal, amat sangat disayangkan untuk melewatkan pemandangan maha indah berwujud sosok pria di depannya.

“Belum. Jadi bagaimana? Kita langsung pada inti permasalahan?” Tanya Jongin tanpa basa basi. Pria di depannya mendecakkan lidah dan segera menatap Eun Hee yang jelas-jelas menatapnya lekat. Malu karena ketahuan Eun Hee segera menunduk.

“Wah..ini pasti istrimu kan? Hai aku Cho Kyuhyun. Maaf kemarin aku sedang di Barcelona saat kalian menikah, jadi aku tidak bisa datang.” Pria itu mengulurkan tangan yang segera disambut Eun Hee dan kembali melepaskannya secepat yang dia bisa, mendapati pandangan membunuh yang dilayangkan Jongin. “Ayolah bisa tidak santai sedikit? Aku tidak akan jatuh cinta pada istrimu! Kau ini posesif sekali.” Ujar pria itu, Jongin hanya diam, menusukkan garpunya pada bruschetta-nya.

“Aku akan membunuhmu dengan tanganku sendiri Hyung, jika hal itu sampai terjadi.” Balas Jongin mengancam. Nadanya serius sementara Kyuhyun terkekeh dan kembali menatap Eun Hee.

“Kau harus banyak bersabar dengannya. Dia itu memang seperti itu. Tapi kau harus percaya padaku, dia hanya mencintaimu saja. Sekali-kali kau harus menatap ke dalam matanya. Dan voilà kau akan tahu, Kim Jongin yang menyebalkan bahkan rela menghalau peluru untukmu.” Kyuhyun berbicara panjang lebar, sementara Jongin mati-matian menahan diri untuk tidak memukul kepala Hyung yang suka berbicara sembarangan itu. Eun Hee malah melongo. Sekarang merasa tolol.

Dia baru bertemu Kyuhyun beberapa menit yang lalu, dan pria itu berbicara seolah mereka sudah saling mengenal seumur hidup.

“Jangan berbicara yang tidak-tidak Hyung!” Jongin berbicara setelah menelan makanannya.

“Gengsimu memang setinggi langit. Sudah cepat tanda tangani ini.” Kyuhyun menyodorkan map berwarna biru yang dibawanya, serta merta membuat Jongin mendengus sebal.

“Kau tidak lihat aku sedang makan? Aku bahkan tidak sempat sarapan tadi pagi karena Mr James memaksaku rapat pukul 7. Dan kau tahu aku bahkan baru mendarat dari Dublin pukul 3 pagi.” Sembur Jongin dalam satu tarikan nafas. Kyuhyun mengangkat bahu tak acuh.

“Berhenti merengek. Kau seperti sedang mencari-cari perhatian dari istrimu saja.” Cibir Kyuhyun. Eun Hee merasa tidak perlu menjadi pembicara disini, dia cukup menjadi pendengar. Dan fakta yang baru saja diketahuinya sungguh mengejutkan. Jongin sedang meminta perhatiannya, dalam kata lain merajuk dengan cara yang sama sekali tidak biasa.

Dengan kasar Jongin merebut map biru dari tangan Kyuhyun dan segera menandatangi dokumen-dokumen yang ada di dalamnya.

“Puas?” Ujarnya dengan wajah yang jelas kesal.

“Kau yang memintaku datang kemari. Tapi kau memperlakukanku seolah aku yang sudah menganggu acara makan siang romantismu bersama istrimu.”

“Memang faktanya begitu.”

“Sialan kau!”

“Ngomong-ngomong, Hyung sendiri yang bersikukuh untuk menangani proyek itu kan? Lalu kenapa dengan hotel di Marseille? Kenapa harus membangun hotel baru disana? Kecuali jika Marseille punya arti khusus untukmu. Ah ya… Dan aku masih ingat betul kau bahkan membeli sebuah rumah di rue Lepin. Setahuku kau tidak pernah suka Paris, Prancis dan yah semacamnya.” Jongin mencecar Kyuhyun yang tiba-tiba saja kehilangan kemampuan mendebatnya. Pria itu merosot dari tempat duduknya. Wajahnya langsung pucat seketikam

“Kyuhyun-ssi kau baik-baik saja?” Eun Hee akhirnya membuka suara, khawatir dengan raut wajah Kyuhyun yang tiba-tiba berubah pucat.

“Oh well..lihatlah. Cho Kyuhyun yang berkuasa masih saja terjebak masa lalu. Menggelikan!” Jongin menyeringai, lagi-lagi mencecar tanpa perasaan, dan saat itu pintu kembali terbuka. Sosok menjulang Lee Na Ra ada disana, dan langsung terdiam melihat pria dengan bahu merosot yang duduk membelakanginya.

Dia ingin mencekik Jongin saat ini juga.

**

Eun Hee merasakan tubuhnya ditarik-tarik dengan kasar oleh Jongin, sementara dia berteriak-teriak memprotes, pria itu malah sibuk menulikan diri. Sesekali tidak bisa menahan diri untuk tidak terkekeh, terlalu kaku untuk terbahak.

“Bisa jelaskan ada apa?” Eun Hee mengerucutkan bibirnya, menghempaskan tubuhnya pada kursi penumpang.

Jongin menyeringai, mendekatkan tubuhnya hingga jarak mereka begitu intim. Gadis itu bahkan bisa merasakan hembusan nafas Jongin yang menerpa wajahnya, hangat dan memabukkan. Jika dalam posisi seperti ini yang bisa dia lakukan adalah memejamkan mata. Tapi alih-alih mendapatkan ciuman lembut atau menggebu-gebu yang dirasakan berikutnya justru tawa Jongin yang hampir meledak. Pria itu mengerjainya! Jongin hanya mendekat untuk memasangkan seat belt bukan untuk menciumnya. Jadi, apa Jo Eun Hee baru saja menginginkan ciuman ?

“Damn it!” Makinya hampir tidak terdengar.

“Setidaknya aku bisa membuatmu mengakuinya.” Jongin menjawab santai, bersandar pada kursi, sebelah tangannya memegang kemudi. “Tidak secara verbal. Tapi paling tidak tubuhmu tidak menolakku. You do miss me, right?” Pria itu mengerling, membuat seluruh wajah Eun Hee merah.

“Ter-terserah kau saja.” Gadis itu mengigiti bibir bawahnya, sementara Lamborghini Sesto Elemento itu melaju dengan kecepatan sedang. Dan.. Kim Jongin benar-benar tidak baik untuk kelangsungan kehidupan Eun Hee. Maksudnya, bagaimana kau berharap bisa bernafas dengan baik saat kau punya suami seperti dia dengan segala perubahan sikap yang membingungkan? Di lain hari dia akan menjadi super seksi, seperti saat ini misalnya, kemeja panjang yang di gulung hingga siku, rambut berantakan, sedangkan sebelah tangan memegang kemudi. Menurut Jo Eun Hee bahkan malaikat saja mungkin tak semenawan ini!

“Enough staring Mrs Kim?” Tanya Jongin sarkartis. Gadis itu cepat-cepat mengalihkan pandangannya. Kemana saja selain arah pria itu. Cukup baginya mempermalukan diri.

“Apa yang sebenarnya terjadi? Maksudku, apa hubungan Na Ra dan Cho Kyuhyun? Mereka tampak….” Eun Hee terdiam, mengingat-ingat apa yang dikatakan Yoo Mirae. Dan..jawabannya sudah terpampang jelas di otaknya.

“Kau punya kecenderungan mengubah topik pembicaraan ya?” Pria itu lagi-lagi bertanya, selalu bertanya dan seperti enggan memberikan jawaban.

“Jawab pertanyaanku Kim Jongin.”

“Aku kira kau punya panggilan khusus untukku kemarin?” Eun Hee menggenggam tangannya sendiri hingga kebas. Satu sisi lain Kim Jongin, menyebalkan sekaligus kekanak-kanakkan. Dia bahkan mempermasalhkan nama panggilan!

“Jong, bisa beritahu aku apa yang terjadi?” Ujarnya mengalah. Dia sudah benar-benar penasaran, dan Jongin tahu sekali memanfaatkan rasa penasarannya itu. Pria itu tersenyum sekilas, cahaya matahari siang itu yang menelusup masuk dari kaca mobil membuatnya semakin bersinar. Entah untuk keberapa kalinya hari itu, Eun Hee kesulitan bernafas.

“Na Ra noona dan Kyuhyun Hyung adalah mantan kekasih. Mereka putus untuk alasan yang tidak masuk akal. Sebenarnya sampai hari ini aku juga tidak paham, kenapa noona mengiyakan saja saat hyung memintanya putus. Bukankah seharusnya noona menahan Hyung? Mereka saling mencintai. Bahkan sampai sekarang, walaupun mungkin hanya Kyuhyun Hyung saja yang mencintai noona. Pria itu bahkan rela membangun bisnis di Marseille, membeli rumah di rue Lepin. Itu sangat menggelikan. Kau tahu kenapa alasannya?” Eun Hee menggeleng cepat. Dia masih saja mengalami disorientasi pada dirinya. Dan cara Jongin berbicara panjang lebar seperti itu membuatnya benar-benar semakin jatuh saja dalam pesona pria itu. “Na Ra noona lahir di Marseille. Keluarganya juga mempunyai bisnis perhotelan disana. Lalu rue Lepin, noona sangat menyukai rue Lepin. Aku rasa kau sudah bisa menebak jawabannya.” Jongin menggantungkan kalimatnya. Membuat gadis itu berpikir keras. Dia benci menebak-nebak.

“Aku rasa aku setuju dengan Na Ra.” Eun Hee mulai lebih berani berbicara banyak dengan Jongin. Itu kemajuan luar biasa pesat. “Jika orang yang kau cintai memintamu untuk melepasnya, bukankah seharusnya kau melakukannya? Demi kebahagiaannya tentu saja.”

“Kebahagiaan? Stupid thoughts!” Jongin menjawab dalam sepersekian detik. Kelewat cepat hingga dia bahkan tidak bisa menyembunyikan rasa marah di dalamnya. “Tidak ada yang namanya bahagia dengan melihat dia yang kau cintai bahagia. Itu pemikiran paling tolol! Cinta itu dimana kau bisa memilikinya. Menjadikan dia yang kau cintai bahagia bukan dengan orang lain, tapi dengan dirimu. What’s the point of making someone happy if you are not happy by yourself? Bahagia itu dimulai dari diri sendiri. Penderita masokis semakin bertambah saja di dunia ini!” Jongin memukul kemudi, melarikan jari-jari panjangnya di rambutnya yang sudah berantakan. Dia benar-benar kesal oleh pemikiran orang-orang, dan terutama istrinya sendiri tentang definisi kebahagiaan yang luar biasa tolol.

Eun Hee segera mengatupkan bibirnya rapat-rapat. Tidak menyangka dengan kata-kata yang keluar dari bibir pria itu. Sangat tidak biasa. Dan ngomong-ngomong, sejak kapan dia terbiasa dengan Kim Jongin ?

“Besok kita akan ke Siena.” Ujar Jongin setelah bermenit-menit keduanya terdiam. Eun Hee baru akan membuka mulutnya untuk menjawab pertanyaan Jongin saat pria itu mengangkat sebelah tangannya, mengisyaratkan dia tidak mau dibantah sama sekali. “Kita akan berangkat pukul 8 pagi. Aku ingin menunjukkan sesuatu padamu.”

Eun Hee tidak lagi bertanya, dia tahu Jongin tidak akan berminat menjawab apapun pertanyaannya. Pria itu, seperti sudah menjadi kebiasaan senang menyiksa Eun Hee dalam banyak rasa penasaran.

**

Mom’ House Café, Seoul

Gadis itu menatap pria di depannya yang masih saja menunduk. Tak sekalipun keduanya mengeluarkan sepatah katapun sejak Jongin dan Eun Hee meninggalkan keduanya di kafe itu. Tak lagi punya banyak kesabaran, Na Ra beranjak yang langsung ditahan Kyuhyun. Pria itu mencekal lengan Na Ra, menahannya pergi. Dan sentuhan itu bahkan hanya sentuhan sederhana, tapi gelanyar dan percikan yang menggelora masih bisa Kyuhyun rasakan dengan jelas. Masih sama sejak dulu, hanya saja sekarang diiringi rasa sesak yang menyiksa. Penyesalan.

“Hai..” Ujarnya pada akhirnya, tidak tahu bagaimana harus membuka percakapan. Na Ra menatap Kyuhyun sendu. Sudah lama sekali mereka tidak bertemu. Tubuh pria itu menjadi lebih kurus, dengan kantung mata yang semakin cekung saja, menandakan pola hidup berantakan pria itu.

“What I said about taking care of yourself Cho? It’s mean having a healthy life. Still skip your breakfast? Drink lotta wine? How great. It’s like you want to die in this young age.” Cibir gadis itu, masih menatap Kyuhyun dengan penuh penghakiman.

“What’s the matter? I don’t have anyone to grow old with.” Sergah pria itu, bukan Cho Kyuhyun yang akan mengalah saja pada perdebatan.

“Aku tidak tahu jika kau bisa sebodoh ini. Memangnya apa tujuanmu bekerja siang malam seperti ini? Menumpuk uang di bank? Kau bahkan tampak tidak tertarik untuk menghamburkannya.”

“Untuk mendistraksi otakku agar tidak terus merindukanmu. Kau tahu?” Pria itu berujar enteng, sementara Na Ra terkesiap, sama sekali tidak menyangka jawaban to the point Kyuhyun.

“Terima kasih.” Na Ra berujar, membuat Kyuhyun mengangkat wajahnya dan untuk pertama kalinya setelah tahun-tahun yang menyiksa dia menatap ke dalam mata cokelat terang itu. Dia ingin sekali memeluk gadis di depannya, jika perlu berlutut dan memohon maaf untuk kebodohannya di masa lalu. “Untuk memikirkanku sebanyak itu. Tapi Cho, kau orang yang rasional. Aku tahu itu. Jadi mulai sekarang berhentilah. Demi kebaikanmu. Jalani hidupmu dengan baik. Kita bisa berteman, seperti dulu.” Na Ra menambahkan menatap Kyuhyun, lagi. Dan pria itu hanya bisa merasa semakin bersalah saja. “Apa aku terlihat seperti sedang menghakimimu?” Seolah bisa membaca isi otak Kyuhyun gadis itu kembali bertanya. Pria itu tidak bisa menahan diri untuk tidak meraih tangan Na Ra dan menggenggamnya.

“Sekali lagi. Bisa beri aku kesempatan sekali lagi?” Ujarnya putus asa.

“Orang-orang selalu mengagungkan kesempatan kedua. Padahal tidak semuanya seberuntung itu untuk mendapatkan kesempatan kedua. Sebaiknya, mereka berusaha yang terbaik di kesempatan pertama.” Na Ra mengusap pelan punggung tangan Kyuhyun, tersenyum tulus. Pria itu menunduk, menyembunyikan air mata yang sudah menumpuk di kedua matanya. Dia juga tidak tahu kenapa bisa selemah ini jika sudah menyangkut cinta. “Aku menyayangimu Cho. Sebanyak dulu. Sekarang dalam ranah yang berbeda tentu saja. Jadi, bisakah kau hidup dengan baik? Kau bisa kan membebaskanku dari rasa cemas karena mengkhawatirkanmu?”

“Itu terdengar seperti ungkapan cinta untukku.”

“Aku memang mencintaimu…” Kyuhyun hampir saja bersorak gembira, tapi Na Ra cepat-cepat menambahkan kalimat yang menjungkir balikan dunia Kyuhyun saat itu juga. “Sebagai teman.”

“Tidak bisa ya? Menikah denganku saja?”

“Memangnya kau mau menikah dengan seorang janda?” Gadis itu terkekeh, mencoba mencairkan suasana tegang di antara mereka.

“Mwo?”

“Ya.. Melihat statusku yang sekarang, bukankah aku harus bercerai dulu jika ingin menikah denganmu? Itu konyol sekali. Aku sedang menyelamatkan harga dirimu. Jadi, sebaiknya kau mencari gadis muda dan single.”

“Memangnya kau sudah tua?”

“Tidak. Tapi, I’m not available.”

“We just can’t be friend Ra-ya..” Kali ini pria itu benar-benar putus asa. Rasa sesak itu sudah semakin menyelubunginya, membuat kepalanya berdenyut. Na Ra kembali mengusap punggung tangan Kyuhyun. Kehabisan kata – kata penghiburan. Pria itu kemudian berdiri, mencium dalam dahi Na Ra.

“Aku akan memikirkannya lagi.” Ujarnya riang, seolah kesedihannya beberapa saat lalu sama sekali tidak terjadi.

“Tentang menjadi teman?” Sahut Na Ra bersemangat.

“Bukan. Tentang menikahi seorang janda. Keluargaku tidak akan keberatan selama orangnya adalah kau. Ibuku selalu menginginkanmu menjadi menantunya. Aku pergi dulu. Sampai jumpa.” Kyuhyun melambai dan segera menghilang di balik pintu. Na Ra menggelengkan kepalanya, tidak mau berharap banyak untuk bisa membujuk Kyuhyun. Pria paling keras kepala. Dan ngomong-ngomong, dia belum jadi mencekik Kim Jongin

**

The next day

Salumeria II Cencio, Piazza del Campo, Siena, Italy

10.00 am

Eun Hee masih merasakan jetlag yang menganggu saat Kim Jongin dengan seenaknya langsung menariknya ke sebuah restoran di Siena. Dia ingin saja memaki andai saja nyalinya lebih besar. Tapi semua kata-kata itu tertahan di bibirnya setelah melihat apa yang ditunjukkan Jongin padanya. Mereka kini ada di sebuah restoran yang nyaman. Pria itu sengaja memilih balkon sebagai tempat keduanya menghabiskan waktu agar mereka bisa melihat seluruh pemandangan Piazza del Campo. Kawasan itu terlarang bagi kendaraan. Sebagai gantinya, kawasan itu dipenuhi jajaran toko, kafe, restoran, juga sebuah area besar untuk para turis atau masyarakat sekitar untuk menghabiskan waktu.

Jongin tidak memesan makanan untuk mereka, hanya bergelas-gelas jus jeruk juga setablet pil yang Eun Hee tidak paham apa fungsinya.

“Ini, minumlah.” Ujar pria itu menyodorkan sebutir pil juga jus jeruk.

“Apa ini?”

“Untuk meredakan jetlag.” Eun Hee mengangguk patuh setelah menerima jawaban Jongin. Tak berapa lama seorang pelayan berambut pirang dengan pakaian yang banyak mengeksplor kulit tubuhnya kembali datang, membawakan seperti dessert untuk mereka. Pelayan itu nampak jelas mencuri pandang pada Jongin, nampak tidak malu-malu, walaupun tahu bahwa Jongin disini bersama seorang gadis.

“You sure you don’t want to order our main course Sir? Our Tagliata is the best.” Pelayan itu mencoba mengulur waktu, berlama-lama memandangi Jongin seolah Eun Hee tidak ada disana.

“No, thanks.” Jawab pria itu singkat, menolehpun tidak. Padahal pelayan berambut pirang itu bisa dikategorikan cantik. Dengan tubuh tinggi dan rambut pirangnya, seharusnya dia bisa menjadi seorang model,pikir Eun Hee.

“Could you just leave? I need time with MY WIFE.” Ujarnya dengan menekankan pada dua kata terakhir. Jawaban Jongin membuat Eun Hee ingin menghujani suaminya dengan banyak ciuman. Pria itu, Kim Jongin yang luar biasa begitu bangga memamerkannya kepada dunia.

Si pelayan langsung menunduk, segera pergi dari sana secepat yang dia bisa.

“Kau harus mencobanya. Ini salah satu yang terenak disini, Cornetto casalinga con mascarpone e salsa di cioccolato. Kreasi pastry terbaik mereka dengan lumuran krim dan cokelat.” Jongin menyodorkan sesendok makanan itu tepat di depan wajah Eun Hee. Gadis itu tidak punya pilihan lain selain membuka mulut dan rasanya benar-benar luar biasa enak. Dia harus kemari lagi suatu saat nanti.

Jongin tersenyum puas mendapati istrinya menyukai menu yang dipilihkannya, lalu tanpa ragu dia menggunakan sendok yang sama untuk menyendok dessert itu. Sekali lagi Eun Hee dibuat terkesiap.

Hal sederhana dari Kim Jongin dan itu berefek sangat besar untuknya.

**

The next day

A Hotel, Siena Italy

04.04 am

Hari bahkan masih gelap saat Jongin membangunkan Eun Hee dengan cara yang tidak biasa. Pria itu memberikan kecupan di seluruh wajah Eun Hee, lalu berlama-lama di bibir istrinya itu, membuat keduanya merasakan sensasi basah di pagi buta.

“Apa yang kau lakukan?” Tanya Eun Hee dengan kesadaran yang masih belum sepenuhnya terkumpul.

“Membangunkanmu. Cepatlah mandi.”

“Mwo? Ini bahkan masih gelap.

“Aku tidak suka dibantah.” Jongin berujar tegas, dengan kedua mata hitam yang menatap tajam Eun Hee, seolah menelanjanginya. Dengan terburu-buru gadis itu segera pergi ke kamar mandi, tidak berniat sedikitpun untuk mencari gara-gara dengan Kim Jongin.

**

La Foce, Strada della Vittoria, Chianciano Terme, Siena.

04.33 am

Jongin mengemudikan sebuah Cadillac Escallade menuju ke La Foce, sebuah perbukitan yang berjarak sekitar satu jam dari Siena. Eun Hee sudah sepenuhnya terjaga, dan hari benar-benar masih gelap. Dia menyesal kenapa dia hanya mengenakan jeans, t-shirt serta sweater tipisnya, membuat dinginnya udara pagi Siena menusuk hingga ke tulang belulangnya. Jongin menepikan mobilnya sesaat, melepas jaketnya sendiri dan memakaikannya pada Eun Hee.

“Tidak peduli di belahan dunia manapun, pagi hari selalu dingin sweetheart. Lain kali pakailah pakaian yang lebih tebal.” Jongin berujar santai, mengabaikan detak jantungnya yang begitu keras. Dia bahkan khawatir jika saja Eun Hee bisa mendengarnya. Itu akan benar-benar melukai harga dirinya. Dia belum pernah segugup ini jika berdekatan dengan siapapun.

Dua puluh menit kemudian, Jongin menghentikan mobilnya lalu menuntun Eun Hee turun. Tidak lupa membantu gadis itu untuk menuju ke tempat yang ditujunya. Lokasi itu berupa daerah perbukitan dengan jalanan yang berkelok-kelok. Pohon-pohon cemara berjejer rapi disana. Keduanya segera menuju ke sebuah villa yang terlatak di bagian paling ujung, diapit oleh tumbuhan bunga berwarna-warni. Walaupun warna ungu jauh lebih mendominasi.

“Duduklah.” Jongin menunjuk pada sebuah bangku panjang bercat cokelat. “Sebentar lagi matahari akan terbit.” Eun Hee hanya mengangguk sebelum mengikuti perkataan Jongin. Selama bermenit-menit yang terasa begitu lama keduanya terdiam, hanyut dalam pikiran masing-masing.

“Sebaiknya kau memakai jaketmu saja Jong.” Eun Hee berujar, berusaha melepas jaket pria itu dari tubuhnya. Tapi cepat-cepat Jongin mencegahnya dan segera memeluk gadis itu erat.

“Begini lebih baik.” Sergahnya, lalu menenggelamkan kepalanya di surai panjang Eun Hee, menghidu aroma gadis itu yang seolah sudah seperti oksigen baginya.

Samar suara kicau burung terdengar, lalu berikutnya langit yang gelap perlahan memutih, disusul cahaya jingga di ufuk timur. Gadis itu memukul kepalanya, menyesal tentang kebodohannya tidak membawa kamera. Lalu dengan tangan gemetar karena efek tubuh Jongin yang menempel di tubuhnya dia mengambil ponsel dari saku jeansnya.

Matahari semakin menampakkan diri, Eun Hee berkali-kali menekan tombol shutter pada layar di ponselnya, mengambil sebanyak mungkin pemandangan maha menakjubkan yang tidak bisa di saksikannya setiap hari. Sedangkan Jongin, mengabaikan rasa lelahnya, pekerjaannya, berbelas jam yang ditempuh untuk kemari, dan matahari terbit yang luar biasa indah. Semua itu bukanlah apa-apa di banding Jo Eun Hee yang ada di dekapnya. Karena, istrinya itu sendiri adalah objek paling menarik di dunia. Tidak peduli matahari terbit La Foce adalah salah satu yang terbaik di dunia.

Dan saat Eun Hee begitu nyata di dekapnya, dia jadi bertanya-tanya, bagaimana dia bisa hidup dengan benar sebelum bertemu dengan gadis ini?

**

Jongin menatap lekat Eun Hee ketika kini keduanya sudah masuk ke dalam villa yang diketahui gadis itu sebagai milik suaminya. Semoga jantungnya masih baik-baik saja, mengingat kekayaan suaminya itu benar-benar melimpah ruah. Membuatnya shock. Berpotensi menimbulkan gejala stroke ringan.

“Jangan memandangiku.” Sergah Eun Hee merasa tidak nyaman.

“Aku akan terus melakukannya. Meskipun kau tidak menyukainya.” Jongin membantah, seperti biasa.

“Seperti kau pernah mendengarkanku saja. Kau kan memang selalu seenaknya.”

“Benarkah?” Jongin mengangkat sebelah alisnya, semakin mengikis jarak di antara mereka. “Apa aku seburuk itu di matamu?” Tatapan pria itu berubah nanar. Terluka.

“Lupakan.” Eun Hee mengibaskan tangannya yang segera dicekal oleh Jongin. Lagi, pria itu membuat organ-organ di tubuh Eun Hee tidak berfungsi sebagai mana mestinya.

“Jangan abaikan aku Kim Eun Hee.” Pria itu kini meletakkan kedua tangannya di bahu Eun Hee. “Bagaimana jika aku menciummu sekarang?” Ujarnya kemudian.

“Kau punya kecenderungan mengubah topik pembicaraan ya?” Gadis itu mencoba beragurgumen, dengan suara yang diberani-beranikan. Sama sekali tidak merasa bersalah karena sudah meniru ucapan suaminya.

“You copied my words. Jadi, bagaimana aku aku harus menciummu? Lembut, ringan seperti ciuman pertama atau menggebu-gebu, kasar, rakus hingga kita berdua kehabisan nafas?” Pertanyaan yang terdengar seperti pernyataan di telinga Eun Hee. Gadis itu menekan dada Jongin dengan kedua tangannya, mencegah pria itu semakin mendekat dan menyedot habis pasokan oksigennya.

“Lakukan dengan gayamu. Kau tahu aku tidak pandai berciuman.”

“Sayangnya, kau yang terbaik Mrs Kim. Aku tidak punya pengalaman berciuman dengan gadis manapun selain kau.” Eun Hee baru akan menjawab kalimat Jongin saat bibir pria itu sudah menempel di bibirnya. Lembut, selembut beludru. Bahkan saat dengan perlahan pria itu menggerakkan bibirnya di atas permukaan bibir istrinya, Eun Hee sudah lupa betapa dulu dia membenci pria di depannya. Ciuman itu semakin intens, dengan decakan lidah, dan tangan yang bergerak menjangkau ke setiap bagian tubuh pasangannya. Lalu yang terakhir gadis itu ingat, jeans dan t-shirtnya lolos begitu saja dari tubuhnya. Dan ini bahkan masih pagi hari. Mereka mempunyai waktu seharian untuk melakukannya.

**

06 pm

Hari sudah gelap ketika Eun Hee berusaha untuk lepas dari pelukan posesif Jongin. Seraya mengigiti bibirnya dia memunguti pakaiannya yang berserakan di lantai. Gadis itu meringis tat kala setiap gerakannya menimbulkan efek yang luar biasa perih di antara kedua pahanya. Saat dulu Jongin mengatakan bahwa dia tidak bercinta melainkan “fuck hard” pria itu benar-benar serius dengan ucapannya. Lagi pula kapan Jongin tidak serius dengan ucapannya? Memberikan perkebunan anggur di Barcelona dengan luas puluhan hektar saja dia serius apa lagi hal-hal seperti kegiatan di atas ranjang.

Gadis itu baru saja selesai memakai tshirtnya saat merasakan gejoak di perutnya lalu sesuatu yang menohok hingga ke pangkal tenggorokannya. Dengan cepat dia berlari ke kamar mandi, memuntahkan isi perutnya di wastafel yang ada disana.

Baru saja dia ingin mencuci mulutnya dia merasakan seseorang mengikat rambutnya lalu memijit tengkuknya pelan.

“Go away, kau tidak seharusnya melihatku seperti ini.” Ujar Eun Hee sebelum kembali memuntahkan isi perutnya. Pria itu tidak bergeming dan justru mengambil tissu, memberikannya pada istrinya itu.

“Pergilah Jong, ini sangat memalukan.” Gadis itu setengah mendorong tangan suaminya tanpa sekalipun berniat untuk mengangkat wajahnya. Dia kelewat malu dengan keadaannya sekarang.

“In sickness and health remember?” Pria itu berujar lembut, membuat Eun Hee tidak tahan untuk mengangkat wajah dan menatap wajah suaminya. Ekspresi Jongin tidak terbaca, nampak datar namun matanya memancarkan kekhawatiran yang jelas.

Eun Hee menurunkan pandangannya, tidak tahan untuk terlalu lama berkontak mata dengan pria itu. Tapi kali ini pilihannya salah, karena apa yang terpampang di depannya adalah tubuh topless Jongin. Susah payah Eun Hee menelan salivanya. Berbulan-bulan hidup dengan pria itu dia belum pernah benar-benar memperhatikan bentuk tubuh suaminya. Kekar, menonjolkan ototnya pada bagian-bagian yang pas bukan tubuh kekar bak binaragawan yang membuatnya ngeri. Kulit tan pria itu…sial! Bagaimana bisa dalam keadaan seperti ini dia masih bisa berpikiran yang tidak-tidak tentang suaminya? Dia pasti sudah tidak waras.

“Kita ke rumah sakit sekarang.” Suara pria itu menyadarkan Eun Hee dari lamunannya. Belum sempat dia menjawab Jongin sudah menariknya keluar dari kamar mandi, menyambar asal sebuah tshirt abu-abu polos untuk dikenakannya. Pakaian sederhana itu sama sekali tidak mengurangi kadar ketampanan Jongin barang sedikit, membuat Eun Hee semakin pusing saja. Dia sudah benar-benar kecanduan pada Kim Jongin!

**

A Hospital, Siena, Italy

Wajah pria itu menegang ketika menunggu istrinya di periksa oleh seorang dokter wanita disana. Jo Eun Hee masih menekuk wajahnya, kesal karena pertama, Jongin sudah memaksanya pergi ke salah satu tempat yang paling dibencinya yaitu rumah sakit. Kedua, pria itu dengan raut wajah tegas, rahang mengeras serta nada tanpa mau dibantah memaksa dokter pria yang akan menangani pemeriksaan Eun Hee diganti dengan dokter wanita. Indeed the possessive husband.

Tirai ruang periksa dibuka, pria itu menghambur ke arah istrinya, menatap gadis itu dengan ekspresi tidak terbaca.

“How’s her condition?” Tanyanya pada dokter wanita setengah baya yang sedikit terkejut karena nada tegas disana yang justru terdengar menyeramkan.

“She’s good Mr Kim. Hal yang terjadi pada istri Anda adalah hal yang wajar dialami oleh wanita yang sedang hamil muda. Selamat Mr dan Mrs Kim, kalian akan segera menjadi orang tua.” Dokter itu tersenyum ramah, sementara Eun Hee sudah membelalakkan matanya, terkejut dengan perkataan dokter tersebut.

“W-what? I- am pregnant?” Eun Hee mencoba bersuara, dengan bahasa Inggris patah-patahnya.

Jongin menatap dokter wanita itu serta Eun Hee secara bergantian dengan eskpresi yang masih tidak terbaca, hanya saja mata pria itu menggelap, menunjukkan sesuatu yang terpendam.

Pria itu segera mengambil ponselnya menekan beberapa nomor dan berbicara dalam satu tarikan nafas yang sarat akan emosi.

“Filippo..prepare the plane right now. I’d like to comeback to Seoul tonight.”

Hati Eun Hee mencelos seketika begitu mendengar apa yang Jongin ucapkan, nampaknya nerakanya akan benar-benar semakin buruk saja.

TBC

Note :

Berikut ini sekadar menjawab pertanyaan-pertanyaan di kolom komentar. Maaf saya tidak bisa membalasnya satu per satu, tapi kalian tenang saja saya pasti baca semua komentar kalian.

Beberapa ada yang penasaran kenapa Na Ra putus dari Kyuhyun, sebenarnya alasannya sudah jelas yaitu karena Kyuhyun yang meminta pada Na Ra untuk putus. Saat itu Kyuhyun sangat terobsesi dengan pekerjaannya, jadi dia sampai tidak punya waktu untuk hubungan mereka. Na Ra yang mendapatkan permintaan itu langsung menyetujui saja permintaan Kyuhyun. Kenapa? Karena, bagi Na Ra dia akan bertahan di sisi Kyuhyun selama pria itu menginginkannya, tapi saat Kyuhyun meminta Na Ra pergi maka dia akan melakukannya. Hal ini terjadi bukan karena dulu Na Ra tidak mencintai Kyuhyun lagi, justru sebaliknya. Saya hanya tidak bisa memasukkan cerita mereka secara detail ke dalam ff, nanti para Kai-Hee shipper justru protes karena momen Kai-Hee berkurang padahal para casts pendukung justru terkadang menjadi oasis di tengah padang pasir *plaak. Maksud saya, sebuah cerita tidak akan oke jika hanya melulu membahas casts utama kan? Sebut saja pasangan Bo Na dan Chan Young di drama The Heirs, mereka benar-benar menyejukkan kan? *lol

Jongin memang susah ditebak, dia semacam mudah berubah-ubah, termasuk bagaimana dia mencintai Eun Hee secara diam-diam atau perubahan sikapnya yang acap kali membingungkan saat sudah menjadi suami sah gadis itu. Alasannya jelas, Jongin sama sekali tidak berpengalaman soal cinta.

Chapter ini saya buat di tengah hecticnya schedule saya, terutama urusan akademik yang terus menerus di deadline, jadi saya mohon maaf kalau hasilnya tidak memuaskan, banyak typo, diksi yang tidak jelas atau bahkan EYD yang tidak sesuai. (Jujur saya memang agak bermasalah dengan hal-hal itu, tapi saya janji akan belajar menulis dengan lebih baik lagi, setelah setiap hari dicecar soal bahasa Indonesia yang baik dan benar oleh dosen saya.)

Untuk chapter 8 saya belum tahu akan kapan meng-update-nya. Jadi, saya harap kalian masih mau terus bersabar.

Saya 93 liner jadi silahkan panggil saya April, Na Ra, kakak, adik, eonnie juga boleh tapi tolong jangan panggil saya “thor” apa lagi “chingu”. Saya tidak bermaksud sok atau belagu tapi kedua nama itu benar-benar tidak enak untuk di dengar maupun di baca. Harap maklum ya.. Saya sedang sensi akhir-akhir ini. Maafkan ㅠㅠ

Untuk yang ingin bertanya silahkan bisa mention di @RegginaAprilia atau email di belleciousm@gmail.com atau like fanpage http://www.facebook.com/Bellecious0193.

Untuk para silent readers, I see you guys! Jika masih nekat mungkin saya kan mem-protect chapter selanjutnya dan pemberlakuan satu password TIDAK akan berlaku lagi. Jadi, kalian harus e-mail ke saya I.D kalian untuk mendapatkan passwordnya. Ketahuan deh mana yang memang rajin komen dan yang tidak. Muahahah… How?? *devil laugh

FF Let’s Fall in Love sudah dijadikan novel jadi memang tidak akan dipost di blog manapun. Jika ingin tahu cerita Sehun – Da Hye selengkapnya bisa pesan novelnya di saya *promosi. Ketentuannya ada di halaman depan wp ini.

See you soon my dear Xingxi…

Filed under: family, Marriage Life, romance Tagged: cho kyuhyun, exo, kai, kim jongin, kris, OC

Show more