2015-03-27

MOON THAT EMBRACE OUR LOVE [I]

2015 © SANGHEERA

Cast :: Cheon Sera (Original Character), Luhan as Xiao Luhan and Xiao Luxien, Byun Baekhyun of EXO || Support Cast :: Hwang Shiina (OC), Kim Seukhye Ulzzang, Kim Jinhwan of iKON, Zhou Yumin (Vic Zhou) as Xiao Yumin, Ren of NU’EST as Liu Ren, Choi Seunghyun (T.O.P) of BIGBANG, Mimosa Song (OC), Johnny Seo/Seo Youngho (SR15B), Kim Yoojung (OC), and many more || Genre :: Campus Life, Romance, Fantasy, Comedy, Family, Fluff || Lenght :: Multi Chapter || Rating :: PG 17+

Read this first :: [0] PROLOG

Recommended Song :: 5 Seconds of Summer – What I Like About You, Far East Movement – Like A G6 (feat. Catarac), XIA (Junsu JYJ) – Love You More, Jessy J – Laserlight (feat David Guetta), Cody Simpson – Angel, The Script – If You Could See Me Now

Note : Korea Selatan dan China punya selisih waktu satu jam.

-

-

-

“There are only two ways to live your life. One is as though nothing is a miracle. The other is as though everything is a miracle.”

― Albert Einstein

[I] Man from the Moon

– 2015 March, 6th – 16.34 KST –

Jeju National University Library – Araidong, Jeju-si, Jeju-do

Sera mendorong pelan troli yang penuh dengan buku-buku bertumpuk. Langkahnya menyusuri rak-rak buku tinggi yang ada di kanan kiri. Matanya jeli melihat kode nomor yang ada di bagian samping rak. Jika ada buku di troli yang bertuliskan kode yang sama, Sera akan berhenti sejenak untuk menaruh buku itu disana.

Bukan pekerjaan yang mudah, setidaknya Sera harus hapal kategori buku apa yang ditempatkan dimana jika ia ingin bekerja dengan lebih efektif. Sera juga harus mencermati terlebih dulu buku-buku apa yang ia bawa di troli agar ia bisa memperkirakan rak buku mana saja yang harus ia tuju. Pekerjaannya menjadi lebih sulit lagi karena buku yang harus ia kembalikan ke rak tidak hanya sedikit. Mahasiswa yang membaca buku di meja baca perpustakaan ini memang dianjurkan untuk meninggalkan buku yang telah mereka baca begitu saja di meja jika tidak ingin meminjamnya. Peraturan itu dibuat untuk mengantisipasi mahasiswa yang malas atau teledor mengembalikan buku di tempat yang benar, yang sesuai dengan kode buku dan pengarangnya. Kemalasan dan keteledoran itu bisa berakibat hilangnya buku-buku di perpustakaan karena diletakkan di tempat yang salah. Petugas perpustakaan seperti Sera-lah yang bertugas untuk memastikan buku-buku di meja baca itu kembali ke tempat semestinya.

Perpustakaan Universitas Nasional Jeju (JNU Library) berada tidak jauh dari kampus pusatnya. Letaknya yang masih berada di wilayah kaki Gunung Halla membuat perpustakaan ini memiliki view yang indah di sebelah selatan bangunan. Dinding-dinding kaca dan jendela-jendela besar dibangun di lantai 2—lantai dimana buku-buku di simpan dan para mahasiswa bisa mengaksesnya dengan leluasa—untuk memperjelas view itu. Ruang-ruang baca ditempatkan di sana untuk membuat pengunjung semakin nyaman menikmati suasana perpustakaan yang tenang. Sinar matahari yang masuk dari timur atau barat ruangan teredam oleh rimbunnya pepohonan yang ada di sekitar bangunan. Masuk ke dalam perpustakaan dengan sinar yang lembut. Cahanya membiaskan warna hijau daun ketika musim semi tiba.

Harum buku yang khas, rak-rak kayu yang menjulang tinggi, dengungan samar mesin pendingin ruangan, suara-suara orang bicara yang rendah dan pelan, gemerisik helaian-helaian buku yang terbuka, suara tik-tik dari jari-jari yang menari diatas keyboard laptop, dan langkah-langkah yang terdengar dari ketukan sepatu pada lantai… adalah hal-hal yang biasa kita temukan di dalam perpustakaan. Tapi hal yang biasa itu adalah hal yang paling Sera suka.

Sera memanjangkan tangan kanannya melewati kepala. Berusaha menggapai bagian rak teratas untuk menaruh buku-buku sosiologi yang ada di pelukannya. Kakinya reflek berjinjit dan kepalanya mendongak. Diselipkannya buku-buku itu di tempat yang sesuai dengan nomornya, bersama dengan buku-buku lain yang berkualifikasi sama. Sera begitu fokus pada pekerjaannya sampai-sampai ia tak menyadari ada orang yang telah berdiri di belakangnya.

Orang itu mengambil alih buku yang hendak Sera taruh di rak sembari berbisik, “Kau bekerja terlalu keras, Kiara.”

Sera terkejut, namun ia bisa langsung menebak siapa pemilik suara yang begitu familiar, tinggi badan yang begitu pas dan harum collogne yang begitu ia sukai itu sebelum menolehkan kepalanya ke samping. Ke wajah pemuda tampan itu.

Sedetik, dua detik, tiga detik… mereka saling bertatapan, sebelum Sera menjawab, “Ini lebih baik daripada bekerja di cafe, bukan? Dulu kau selalu saja mengeluh karena aku harus tersenyum dan bersikap ramah pada pria lain saat bekerja di cafe. Kau juga mengeluhkan tanganku yang harus mengangkat nampan yang berat. Hmmm… kalau dipikir-pikir, kau selalu saja tidak suka aku bekerja. Tapi kali ini aku benar-benar menyukai pekerjaanku, Kofu. Disini menyenangkan, dan tidak jauh dari kampus, aku bisa membagi waktuku dengan mudah.”

Pemuda itu menghela napas panjang dan menghembuskannya pelan. Tubuh bagian sampingnya menyandar ke rak buku. Membelakangi troli buku Sera. Tangannya bersedekap. “Aku protes pun tidak akan kau dengar, bukan?”

Sera tertawa pelan. “Kau tahu sendiri aku suka bekerja.”

“Tapi, aku tidak suka jika kau berusaha terlalu keras dan kelelahan, chagiya. Fisikmu…”

“Aku tidak apa-apa, Kofu…”potong Sera cepat sambil terus menyunggingkan senyum manisnya. Mata Sera menyorotkan kesungguhan yang telah berulang kali berhasil membuat sang ‘Kofu’nya menyerah kalah.

Lagi-lagi ‘Kofu’ menghembuskan napas pasrah. Tidak mau berdebat tentang masalah ini—lagi. Sera melebarkan senyumnya, memberikan Kofu senyuman terbaik sebagai tanda terima kasih atas pengertiannya.

Kofu bukanlah nama asli pemuda berambut mahagony chessnut yang berkilau ditempa sinar matahari sore itu. Kofu hanya nama panggilan kesayangan milik Sera, terinsipirasi dari tokoh kartun Disney di film Lion King 2. Film yang bersejarah… karena setelah menonton film itu, Kiara Sera resmi menjadi milik Kofu—Byun Baekhyun.

“Kau mau menungguku selesai bekerja, Baekhyun?”tanya Sera.

“Mm…”Baekhyun mengangguk sambil jarinya menyelipkan rambut Sera ke belakang telinga gadis itu. “2 jam lagi shiftmu selesai kan?”

“Ne.”

“Tapi aku tidak bisa menunggu disini,”lanjut Baekhyun dengan nada menyesal. “Chanyeol dan teman-teman menungguku di kampus, kami akan rapat untuk penyelenggaraan Festival Bazaar di Fakultas.”

“Kalau begitu pergilah, aku juga sedang banyak pekerjaan, Kofu…”

Baekhyun memajukan bibir bawahnya dan sedikit menggembungkan pipinya. Memasang ekspresi kecewa yang menggemaskan.

“Waeee?”tanya Sera geli sambil meremas bagian pinggang kaos Baekhyun dan menggoyangkannya pelan.

“Kau sepertinya tidak keberatan aku pergi dari sisimu…”

Sera tertawa. “Jangan mulai, Byun Baekhyun! 2 jam lagi kita akan bertemu lagi, buat apa kau sok sedih seperti itu…”

“Aku tidak sok sedih… aku sungguh-sungguh!”sahut Baekhyun tak terima.

“Sudahlah, lebih baik kau pergi. Aku tidak mau dicap sebagai tukang pacaran saat bekerja.”

“Aku tidak peduli apa kata orang lain!”

“Yaaak…”Sera mencubit pipi Baekhyun gemas. “Tentu saja kau tidak peduli, karena yang mereka bicarakan itu aku. Aku yang menjadi petugas di perpustakaan ini, Kofu, bukan kau.”

“Aku merindukanmu.”Kali ini suara Baekhyun terdengar seperti rengekan.

“Seingatku, kemarin sore kita pulang bersama. Ini bahkan belum 24 jam, Byun Baekhyun. Dan kau sudah bilang kalau kau merindukanku?”

“Ng!! Tidak boleh?”

“Jangan bertingkah seperti pasangan baru. Kita sudah berpacaran selama 3 tahun, tapi kau masih saja manja seperti ini. Aku sedang bekerja, Kofu. Jangan mengganggu, eo?”pinta Sera, serius. Meski mereka berdua sudah sama-sama 20 tahun, tapi Sera kadang merasa Baekhyun jauh lebih muda darinya. Terutama ketika Baekhyun merajuk seperti ini. Bukan hanya memiliki wajah baby face yang menyamarkan umurnya yang sebenarnya, tapi Baekhyun juga memiliki sifat yang lucu dan menggemaskan. Mungkin karena Sera adalah anak satu-satunya, jujur ia menikmati perilaku Baekhyun yang manja layaknya adik kecil.

Tapi Baekhyun tetaplah seorang pemuda yang lewat masa remaja dan telah memasuki pintu usia dewasa. Ketampanannya dan bagaimana cara mata itu menatap Sera, tentu bukan sesuatu yang dimiliki oleh anak-anak apalagi seorang adik. Baekhyun adalah laki-laki, dan sentuhannya tentu akan mampu memberikan reaksi tertentu di tubuh Sera. Apalagi, Baekhyun bukan lelaki biasa. Dia adalah cahaya Sera—pria yang sangat Sera cintai.

Seperti saat ini…

Baekhyun hanya mengelus pipi Sera lembut dengan jari-jarinya yang panjang dan lentik—yang selalu membuat Sera iri karena lebih indah daripada jarinya—tapi sentuhan kecilnya itu mampu membuat dadanya seolah menyempit. Kulitnya terasa panas di bawah sentuhan kulit Baekhyun. Mata Sera terkunci di bawah tatapan Baekhyun.

Rak buku-buku sosiologi ini berada di barat perpustakaan, bagian perpustakaan paling sepi karena areanya yang jauh dari ruang baca. Suara-suara terdengar sayup, begitu jauh dari tempat Baekhyun dan Sera berada. Di sekeliling mereka hanya ada buku-buku, dan jendela yang berlatarbelakangkan dedaunan hijau musim semi di belakang punggung Sera. Tidak ada siapapun. Kesendirian mereka berdua terasa sangat indah. Ahhh… mungkin sebenarnya bukan hanya Baekhyun, tapi Sera pun juga merasakan rindu itu. Lihatlah mata gadis itu, tak sedetikpun beranjak dari wajah Baekhyun.

“Sera…”bisik Baekhyun seraya mendekatkan wajahnya.

Sera mengerjap. Suara langkah sepatu yang terdengar semakin jelas membuatnya tersadar.

“Pergilah, Baekhyun! Kita membuat pengunjung lain tidak nyaman…”ujar Sera. Tangannya mendorong Baekhyun menjauh saat melihat 2 orang mahasiswi berdiri canggung di belakang Baekhyun, sepertinya hendak menuju rak tempat Baekhyun dan Sera berada. Melihat Sera dan Baekhyun yang berdiri saling berhadap-hadapan di tengah antara dua rak buku, tentu saja membuat 2 mahasiswi itu ragu untuk mendekat.

Sera baru saja melangkah untuk mengambil trolinya dan bergegas menyingkir dari tempat itu, sebelum Baekhyun tiba-tiba meraih pergelangan tangan Sera dan menariknya menjauh. Meninggalkan begitu saja troli buku Sera dan 2 mahasiswi yang berdiri terheran-heran.

“Baekhyun!”Sera berbisik dengan nada gusar pada Baekhyun yang membawanya ke bagian samping rak buku yang menghadap jendela. Ia tak melawan karena takut akan menimbulkan kegaduhan dan membuat perhatian orang-orang tertarik pada mereka berdua. Saat Baekhyun menyudutkannya ke sisi samping rak, Sera melotot marah. Tapi Baekhyun hanya tersenyum santai, tak menanggapi kemarahan Sera.

Sisi rak itu cukup lebar hingga tubuh Sera bisa menyandar sempurna disana. Orang-orang yang berjalan di sisi lain, tak akan tahu ada orang yang berdiri disini. Apalagi di kanan kiri hanya berupa lorong panjang yang sempit karena bagian samping rak dan jendela hanya di beri jarak kurang dari satu meter. Tidak ada orang yang mau berjalan-jalan di sisi ini.

“Satu ciuman sebelum aku pergi!”pinta Baekhyun.

“Mwo?”

Baekhyun tak mau repot-repot lagi menjelaskan, ia memajukan bibirnya yang langsung di tutup Sera dengan telapak tangan. “Don’t dare you!!”

“Kiara…” Mulai lagi. Aegyo andalan Baekhyun.

“Ini perpustakaan Baekhyun, bagaimana bisa kau—“Sera hendak menyingkir dari depan Baekhyun, tapi Baekhyun menahan bahunya.

“I beg you, hm?”

Sera memicingkan matanya, tak percaya dengan keabsurdan Baekhyun. Apa ini drama korea? Mana bisa mereka berciuman di tempat umum seperti ini? Yah… walaupun disini tidak ada orang, tapi…

“Kau suka bila aku memohon padamu kan?”kata Baekhyun, bibirnya tersenyum nakal. “I beg you.”

“Baek…”

“Apa kau tidak merasakannya? Jantungku berdebar kencang karena takut ketahuan. Ya Tuhan…”Baekhyun memegangi jantungnya dengan ekspresi kesakitan yang sukses membuat Sera kembali tersenyum. “Palli, Sera! Sebelum ada orang lain memergoki kita.”

“Satu kali saja!”

“Arraseooo…”

Sera merangkum wajah Baekhyun dengan kedua tangannya, nyaris tertawa melihat Baekhyun yang memejamkan mata dan nampak begitu antusias. Baekhyun benar, jantung Sera memacu cepat sekali. Karena efek takut ketahuan, makanya adrenalin mereka lebih terpacu dan membuat ciuman kali ini pasti akan terasa lebih… asyik?

Cup.

Kecupan kecil Sera layangkan ke pipi kiri Baekhyun.

Mata Baekhyun terbuka. Sera tersenyum saat matanya bertemu dengan mata Baekhyun.

“Serius hanya satu kali?”goda Sera.

Baekhyun menggeleng, jelas keberatan jika hanya diberi sebuah kecupan. Lagi, Sera melayangkan kecupannya ke pipi kanan Baekhyun. Menatap Baekhyun lagi, lalu kakinya berjinjit agar bibirnya bisa mencapai kening Baekhyun. Sekali lagi, Sera mencium Baekhyun di ujung bibir pria itu. Kali ini ciuman yang lama.

Ini perpustakaan. Tempat Sera bekerja. Tapi gadis itu sudah lupa untuk peduli ketika Baekhyun merapatkan tubuhnya dan membisikkan kata cinta sebelum mencium bibir Sera. Menolak? Oh… itu mustahil. Sera sangat menyukai bibir Baekhyun ketika berada di bibirnya.

“Aku akan menjemputmu saat pulang nanti,”ujar Baekhyun setelah menyudahi ciumannya. Senyumnya nampak geli ketika melihat wajah Sera yang total memerah. Cheon Sera, meski telah berkali-kali ia cium selama 3 tahun ini, tapi gadis itu masih menunjukkan reaksi yang sama seperti saat pertama kali.

Sera menggangguk kecil. Bibirnya terasa kebas untuk menjawab tapi anehnya ia sudah merindukan ciuman Baekhyun, hal itu membuatnya semakin malu.

“Na kkanda…”pamit Baekhyun sebelum ia pergi meninggalkan Sera dengan enggan.

Sera nyaris menertawakan dirinya sendiri ketika ia mendapati dirinya tidak rela melihat Baekhyun pergi. Oh, ya Tuhan, dalam 2 jam ke depan mereka akan bertemu lagi untuk apa ia merasa sekecewa ini?

Apa Sera sudah bilang bahwa Baekhyun adalah cahayanya? Ah… sudah? Atau, sudahkah Sera bilang bahwa Sera sangat mencintai Baekhyun? Sudah juga? Baiklah, tidak ada salahnya kan untuk mengatakannya sekali lagi?

Baekhyun adalah cahaya yang sangat Sera cintai. Sangat.

In the blink of an eye. I was falling from the sky. In the blur, you took my breath away. And my heart starts beating. And my lungs start breathing. And the voice in my head starts screaming. I’m alive! You’re like a laserlight, burning down, on me. You make me feel good. You make me feel safe. You make me feel like I could live another day – Jessy J & David Guetta, Laser Light (Click here for the video ^^ Baekhyun the Laserlight)

Pemuda itu adalah segala yang Sera butuhkan. Sahabat. Adik. Kakak. Ayah. Dan terutama… Kekasih.

Mereka bertemu pertama kali 5 tahun lalu ketika Sera baru pindah ke Gyorae, Jeju. Karena rumah mereka yang ada di kawasan Bijarim-ro berada jauh dari sekolah, Sera bersama keempat kawannya yang lain—termasuk Baekhyun—selalu berangkat dan pulang sekolah bersama. Semenjak itulah mereka saling tertarik satu sama lain.

Lalu ketika ayah Sera meninggal 3 tahun lalu, Baekhyun semakin memberikan perhatian ekstra pada Sera. Pria itu selalu menjaganya. Menemaninya. Menghiburnya.

Mencintainya…

Baekhyun adalah pemuda yang—selalu—populer. Ia memiliki wajah tampan khas para bintang idola—baby face, manis, bersih, senyum menawan, eye smile, dan dibingkai dengan rambut pendek dengan poni menutupi kening. Lovable. Kepribadiannya yang ceria, sopan, baik pada siapapun, membuatnya menjadi idaman para gadis dan favorit teman-temannya. Pemuda itu juga merupakan anak bungsu dari pemilik guesthouse terkenal di kawasan wisata Gunung Halla yang berarti ia berasal dari keluarga yang terbilang mampu secara ekonomi. Baekhyun ingin meneruskan usaha keluarganya, karena itulah ia sekarang mengambil jurusan Bussines Administration di JNU.

Hebatnya, pemuda menakjubkan itu adalah milik Sera.

Tentu saja banyak gadis yang iri pada Sera. Sejak di Sekolah Menengah Atas hingga kuliah, Sera selalu saja memiliki musuh hanya karena statusnya sebagai kekasih Byun Baekhyun. Banyak yang menilai Sera tak cukup pantas untuk memperoleh gelar kehormatan itu. Sera hanya gadis rata-rata yang tak istimewa sama sekali. Ia tidak cukup cantik untuk bisa memenangi kontes kecantikan apapun. Sama sekali tidak keren melihat yang ia kenakan hanya kaos yang dibalut kemeja pria kebesaran dan celana jeans yang robek di bagian lutut. Ia juga tidak cukup pintar untuk mendapat beasiswa tanpa perlu bersusah payah. Tentu saja ia tidak kaya melihat ia harus bekerja seperti ini di sela kegiatannya kuliah di Universitas National Jeju (JNU).

Sangat mengherankan mengapa idola kampus seperti Baekhyun bisa jatuh cinta pada Sera.

Tapi bukan Cheon Sera namanya jika ia terpengaruh oleh komentar-komentar miring di sekitarnya. Mereka tak tahu apa-apa dan Korea adalah negara demokratis, jadi Sera tak merasa perlu untuk memusingkan omongan orang lain. Sera tak mau merasa terbebani, karena berpacaran dengan Baekhyun bukanlah sebuah beban tapi anugerah. Dan Sera ingin menikmati anugerah yang diberikan padanya itu.

Perpustakaan tutup pukul 21.00 KST, tapi Sera hanya bekerja hingga pukul 19.00 KST. Ketika ia keluar dari gedung perpustakaan, Baekhyun sudah menunggu di tangga depan pintu masuk. Pemuda itu nampak asyik dengan ponselnya saat Sera berjalan mengendap-endap di belakangnya.

“Ayo pulang, Kofu!”seru Sera sambil menjatuhkan tubuhnya ke punggung Baekhyun dan nyaris membuat pemuda itu terjungkal ke depan.

“Yak! Cheon Sera!!”Baekhyun yang kaget, memegangi bagian dadanya yang berdentum-dentum.

Sera tertawa, senang karena berhasil membuat Baekhyun terkejut.

Angin semilir berhembus. Bau dedaunan musim semi dan bunga-bunga yang mulai bermekaran membuat udara terasa begitu menyegarkan.

Baekhyun dan Sera berjalan beriringan menuju halte bus sambil bergandengan tangan. Jarak antara kawasan kampus JNU di Arail dengan tempat tinggal Sera dan Baekhyun di Gyorae cukup jauh. Satu jam lebih ditempuh dengan bus umum yang datang tiap 10 menit sekali.

“Kepiting?”tanya Sera ketika mereka telah berada di dalam bus.

“Mm… sore tadi appa pulang dari pantai di Seongwipo dan katanya beliau membawa kepiting sebagai oleh-oleh. Karena itu eomma memintaku untuk mengajakmu makan di rumah hari ini…”

“Woah… asyik! Apa abeonim beli banyak? Kita berdua kan tidak pernah cukup dengan satu kepiting, Kofu,”Sera nyengir. Baekhyun ikut nyengir bersamanya.

“Semoga saja kepitingnya cukup banyak untuk membuat kita kenyang.”

Laju bus yang menyusuri jalanan kota, terasa begitu halus dan menenangkan. Kilau-kilau lampu memenuhi jalanan menuju ke rumah, mengusir kegelapan malam. Sera menyandarkan kepalanya ke bahu Baekhyun. Jari-jemarinya bertautan dengan jari Baekhyun. Dari audio yang terpasang di bagian atas bus, terdengar suara merdu penyiar radio.

“…jika kalian melihat keluar, kalian akan bisa melihat bagaimana bintang dan bulan purnama bersinar begitu indah malam ini. Bukankah ini musim semi? Tapi tak ada salahnya menyalakan api unggun di pinggir pantai dan berpesta bukan? Hahaha. Karena itu, untuk membuat malam ini semakin semarak dan bersemangat, bagaimana jika kita mendengarkan lagu yang sedikit menghentak, eo? What I Like About You, 5 Second of Summer.”

“Eung?”Sera mengangkat sedikit kepalanya.

“Wae?”tanya Baekhyun.

Suara intro dari lagu bernuansa rock itu memecah suasana tenang di dalam bus. Sera tersenyum.

“Mmm, ani…”jawabnya. “Aku suka lagu ini.”

——————————————————-

Disaat bersamaan…

– 18.10 CST –

Angel Club – No. 6 Gong Ti West Road, Chaoyang District, Beijing

Memang belum cukup malam untuk berpesta, matahari bahkan masih belum menghilang di peraduannya, tapi di dalam club mewah distrik Chaoyang itu telah penuh oleh orang-orang yang turun di lantai dansa. Mengerumuni panggung mini dimana 3 pria tampan berdiri dengan alat musik masing-masing berada di tangan mereka. Suasana begitu meriah dengan lampu-lampu sorot berbagai warna.

Ketiga pemuda itu sibuk menyetel alat musik mereka sembari sesekali menggoda gadis-gadis yang berdiri di sekitar panggung. Senyuman mereka akan melebar jika para gadis dengan tatapan memuja itu bersorak histeris untuk mereka.

Gitar telah dipetik, bass telah dibetot dan drum dipukul-pukul pelan membentuk harmonisasi sebuah lagu. Intro yang panjang, namun cukup familiar hingga membuat beberapa orang berteriak antusias. Tapi, standmic di tengah panggung masih belum terisi.

Lalu, sesaat kemudian, seorang pemuda dengan rambut coklat gelap melenggang memasuki panggung dengan gitar listrik tersampir di tubuhnya. Sorakan para gadis menggila ketika ia berdiri di depan standmic dan menyunggingkan senyum sejuta watt-nya. Alunan musik dari perpaduan gitar, bass dan drum tiba-tiba berhenti, sejenak hening.

“Hmmm…”gumam pemuda itu, di depan mic. Sengaja menggunakan nada seolah sedang berpikir. Matanya yang jernih dan tampak nakal itu menyapu ke wajah-wajah penuh kekaguman di hadapannya. Menggoda. “Apa kalian tahu? What I Like About You?”

String gitar kembali dipetik. Drum kembali dipukul. Awalnya pelan, tapi semakin menghentak ketika drum meningkatkan dinamikanya dan 4 pemuda itu berteriak kompak… “Hey!!”

Lantai dansa menggila, penuh dengan orang-orang yang berjingkrak mengikuti irama lagu. Ke empat pemuda itu membawakan sebuah lagu milik band asal Australia—5 Second of Summer, What I Like About You.

Vocalist band itu adalah bintangnya. Hanya berbalutkan kaos lengan pendek dan jeans belel, tapi siapapun tak akan mampu menolak pesonanya. Pemuda itu tampan. Ralat!! Amat sangat tampan. Wajahnya tidak bisa dibilang sangar mengingat lagu apa yang sedang ia bawakan saat ini. Yaya, bukan tipe rocker. Why? Oh… lihatlah betapa bersih wajahnya, betapa putih kulitnya, betapa jernih sinar matanya, dan betapa manis senyumannya itu. Tapi semua spesifikasi malaikat di wajahnya itu tersamarkan ketika pemuda itu memetik gitarnya dengan penuh passion, mengibaskan sedikit poni rambutnya, sembari menggigit bibir bawah dan mengeryitkan sedikit keningnya. Yeah, he turned from an angel boy into hot sexy guy.

Jika kau penasaran siapa dia… dia adalah Xiao Luhan.

Siapa yang tak kenal Xiao Luhan? Terutama para pengunjung tetap Angel Club, tak ada yang tidak mengenal pria tampan satu itu.

Luhan bukan penghibur, bukan anggota band yang tiap malam pentas di Angel Club. Ia dan ketiga temannya—Kris, Tao, dan Jackson—hanya senang mengambil alih perhatian pengunjung club dengan performa mereka. Mereka berempat memainkan musik hanya untuk ‘bermain’, tidak lebih. Mereka bahkan tidak merasa perlu susah payah memberi nama grup mereka.

Lalu siapa Luhan sebenarnya?

Keep on whispering in my ear

Tell me all the things that I wanna hear

‘Cause it’s true, that’s what I like about you

Pemuda berusia 25 tahun itu begitu menikmati euforia orang-orang di sekitarnya. Ia bernyanyi penuh semangat. Dari awal hingga akhir lagu, Luhan tak segan berteriak dan berjingkrak-jingkrak di atas panggung. Ia, Tao yang memegang bass dan Jackson yang memegang gitar sibuk menebar pesona mereka di panggung, sedangkan Kris begitu larut menggebuk drumnya. Bermain musik seperti ini benar-benar obat stress paling mujarab, setidaknya bagi Luhan.

Tepuk tangan membahana ketika band milik Luhan menyelesaikan lagu mereka. Kris masih asik memainkan drumnya, solo. Sebelum kemudian ia melemparkan stick drumnya dan bergabung dengan Luhan, Tao dan Jackson yang sudah turun menuju bar. DJ mengambil alih, lampu-lampu diskotik berpendar-pendar, lagu dari Far East Movement – Like A G6, semakin memanaskan petang itu.

“Apa yang kau lakukan sore-sore begini, Luhan? Kau membuatku harus bekerja keras lebih awal hari ini,”ujar Hangeng—sang bartender—sambil menyodorkan segelas martini pada Luhan dan Kris. Tao dan Jackson sudah tenggelam bersama puluhan orang lain di dance floor.

“Gege kan tahu, setiap awal bulan maret pasti Luhan menggila…”sahut Kris. “Coba tanya padanya sudah berapa hari dia tidak pulang, entah tidur di rumah pacarnya yang mana…”

Luhan tersenyum masam, martini yang ia sesap terasa menyengat lidahnya. “Aku hanya mengabari Selene dan Qian kalau aku akan datang ke club sore hari. Aku tidak menyangka ia akan membawa teman-temannya…”

“Selene mengupdate status di BBM dan Weibo-nya, dan sejak dulu kau itu ibarat remah kue, Lu. Selalu mengundang semut,”timpal Kris. “Hei… keluarlah dari jaman batu, Xiao Luhan. Bukankah TianC punya perusahaan telepon genggam, bagaimana bisa anak direktur utama mereka memakai handphone kuno seperti itu?”cibir Kris ketika Luhan mengeluarkan ponsel flip jadul keluaran Samsung.

Luhan memang aneh. Ia kaya raya, tapi ponsel yang ia pakai begitu ketinggalan jaman. Hei, di tahun 2015 ini semua sudah serba touchscreen dan berbasis internet, bagaimana bisa Luhan masih betah saja terjebak dengan teknologi serba pas-pasan itu? Apa ia sebegitu gapteknya, eh?

“Berisik,”balas Luhan kesal.

“Oh iya, bodyguard Korea-mu barusan meneleponku, Lu,”kata Hangeng. “Aku hendak berbohong kalau kau tidak ada disini, tapi sepertinya dia mengenali suaramu saat menyanyi tadi. Aku bahkan tidak sempat berkata apapun dan dia hanya bilang terima kasih lalu menutup teleponnya.”

“Biarkan saja…”ujar Luhan, acuh tak acuh. Ia memasukkan ponsel jadulnya ke saku celana dan kembali mengisi gelasnya yang kosong dengan martini. Wajahnya yang begitu ceria dan penuh energi saat di panggung, surut dan berubah mendung.

Di Angel Club, Luhan hanya salah satu dari sedikit pengunjung yang bisa menginjakkan kakinya di lantai 3 club terkenal itu. VVIP Class… Luhan punya label itu di dirinya. Bagaimana bisa? Tentu saja karena latar belakangnya.

Seperti yang sebelumnya dikatakan Kris, Luhan adalah putra bungsu dari pemilik TianC Group—perusahaan yang bergerak di berbagai bidang bisnis di daratan China, terutama bidang properti. Perusahaan TianC yang paling besar adalah CSCEC (China State Construction Engineering Corporation) yang bergerak di bidang konstruksi bangunan. Perusahaan ini bahkan telah mengklaim 50% bangunan di Beijing adalah buah karya mereka.

Kaya, tampan, muda—usianya baru 24 tahun—dan merupakan lulusan Universitas Tsinghua—Universitas kelas Internasional terbaik di China, menjadikan dirinya sebagai pria incaran nomor satu para gadis yang datang ke club malam itu. Most Wanted!

Tapi anehnya, semua kesempurnaan hidupnya itu tidak berbanding lurus dengan apa yang ia rasakan.

“Gege!”

Luhan menoleh, seorang gadis Korea yang cantik memeluk lengannya mesra. “Yoojung-ah? Apa yang kau lakukan disini?”tanya Luhan dengan bahasa Korea.

Gadis yang ia panggil dengan nama Yoojung itu berpindah ke depan Luhan, membelakangi Kris yang penasaran pada Yoojung yang belum pernah dilihatnya. Darimana Luhan mendapatkan gadis secantik ini? Apa dia member girlband Korea?

“Apa gege lupa? Seminggu lagi acara pertunangan kita!”jawab Yoojung dengan nada manja. “Aku datang ke Beijing lebih cepat karena tidak sabar ingin bertemu denganmu.”

Luhan tersenyum sangat manis pada Yoojung. “Bagaimana gege bisa lupa?”ujar Luhan santai. Pemuda itu meminum martininya dengan sekali tenggak, lalu mengisi gelasnya lagi dan kali ini ia berikan pada Yoojung. Yoojung mengerling, tidak keberatan dengan tawaran Luhan. Ia mengambil gelas kecil di tangan Luhan lalu menenggak cepat isinya sampai tandas.

Luhan tertawa senang. Ia menyingkirkan rambut panjang Yoojung yang ditata sempurna ke belakang bahu lalu berbisik di dekat telinga gadis itu, “Gege suntuk, ayo kita bersenang-senang hari ini.”

Lagu dari David Guetta featuring LMFAO dan Fergie menghentak ruangan club itu saat Luhan membawa Yoojung bergabung dengan orang-orang yang menari di dance floor. Luhan dan Yoojung menari mengikuti alunan musik yang di remix sedemikian rupa oleh sang DJ. Tangan Yoojung menggelayut di leher Luhan sedangkan tangan Luhan berada di pinggang Yoojung. Entah siapa yang memulai, tubuh yang semula menggeliat sesuai hentakan musik, kini saling merapat. Yoojung menyentuh wajah Luhan yang dibalas Luhan dengan tatapan mata dan senyum menggodanya.

Di bagian klimaks musik, ketika suara tinggi Fergie melambung ke udara, Luhan mendaratkan ciumannya ke bibir Yoojung yang penuh. Hei, Luhan ini pria, dan pria yang menyia-nyiakan gadis yang jelas-jelas menginginkannya adalah pria yang bodoh! Mereka tidak peduli dengan orang-orang yang ada di kanan kiri mereka. Musik yang menghentak dan lampu-lampu diskotik yang memusingkan malah seolah sedang menyemangati gerakan bibir mereka.

Bukankah dalam hitungan hari nanti Yoojung akan resmi menjadi tunangannya? Mereka kenal sejak remaja karena ayah Yoojung di Korea adalah kolega ayah Luhan. Perusahaan keluarga mereka adalah mitra bisnis. Wajar jika pada akhirnya mereka dijodohkan. Yoojung sepertinya memang menyukai Luhan, sedangkan Luhan… oh, memangnya dia punya pilihan lain?

Luhan sedang semangat membelitkan lidahnya ke lidah Yoojung dan tangannya menjelajahi bagian samping tubuh Yoojung yang dibalut rapat oleh gaun keluaran Gucci, ketika tiba-tiba kepalanya dipukul dari belakang. Tidak keras, tapi sudah cukup membuat Luhan kaget dan reflek melepaskan pelukan dan ciumannya.

“Oh, shit!!”umpat Luhan sambil memutar tubuhnya ke belakang. Ia pasti sudah melayangkan tinjunya dan menghajar orang yang memukulnya tadi karena mengganggu kesenangannya, jika saja bukan wajah orang itu yang tertangkap di retina matanya.

“Gege!”seru Luhan, setengah terkejut, setengah kecewa.

Xiao Yumin—kakak tiri Luhan—berdiri di depannya dengan wajah keras tanpa ekspresi. Di belakang Yumin berdiri Choi Seunghyun—orang yang selalu disebut Hangeng dengan istilah ‘Bodyguard Korea’—kaku, elegan, sekaligus berbahaya, seperti biasa.

“Ni hao ma, Yumin gege…”sapa Yoojung dengan sedikit berteriak karena musik yang begitu keras di tempat ini.

Yumin membalasnya dengan senyuman manis. “A.. Yoojung! Wo hen hao. Senang melihatmu di Beijing. Besok datanglah untuk makan malam di rumah.”

“Ne, gege…”sahut Yoojung senang.

Yumin berbicara dengan bahasa Korea pada Yoojung. “Kurasa, appa-mu tidak akan senang jika tahu kau datang ke club malam seperti ini, Yoojung-ah. Tapi gege akan tutup mulut asalkan kau membiarkan pengawal Luhan menemanimu dan memastikan dirimu aman disini.”

Yoojung melirik sebentar pada Seunghyun, lalu mengangguk.

“Kau pasti naik taksi kesini, nanti Seunghyun yang akan mengantarmu pulang ke hotel. Bersenang-senanglah, ne? Luhan harus pulang bersamaku sekarang.”

“Siapa bilang aku mau pulang bersamamu, ge!”sergah Luhan.

Yumin bicara pada Luhan dengan nada kesal,“2 tahun terakhir kau tidak mengikuti acara ini, Lu. Aku tidak akan membiarkanmu untuk tidak ikut lagi tahun ini.”

Luhan mendengus dan tanpa acuh melangkahkan kakinya beranjak dari hadapan Yumin.

Tapi langkahnya segera terhenti karena tangan Seunghyun menahannya. “Tuan Muda!”bisik pengawal setia Luhan itu dengan nada memperingatkan namun tetap terjaga sopan santunnya.

“Lepaskan aku, Seunghyun! Apa kau sekarang sudah menjadi bodyguardnya Yumin gege, huh?”

“Luhan…”Yumin menginterupsi. Sorot matanya tajam, menekankan bahwa kalimatnya setelah ini tak boleh lagi dibantah oleh Luhan. “Sudah 5 tahun berlalu, Lu. Setidaknya tunjukkanlah padaku kalau kau telah berubah lebih dewasa. Pulanglah, duduk makan sebentar, dengarkan apa kata Baba, lalu kau bisa pergi lagi setelah itu. Kau bisa melakukannya bukan?”

Luhan terdiam. Rahangnya mengeras dan keningnya mengeryit dalam. Jika hanya Seunghyun yang datang untuk membujuk Luhan agar pulang, Luhan tak akan kesulitan menolak. Ia tidak menyangka kalau Seunghyun akan datang bersama kakaknya. Meski Luhan bisa mengobarkan perang dengan seluruh anggota keluarganya, tapi dirinya dan ‘orang itu’, tidak pernah berani melawan Yumin. “Baiklah,”ujarnya kemudian. Ia menyentakkan tangan Seunghyun agar melepaskan tangannya. “Aku melakukan ini untukmu, ge! Bukan untuk Baba. Apalagi untuk pemuda sialan yang sudah menjadi abu itu,”tandasnya tajam, sebelum melangkah pergi menuju pintu keluar.

Yumin yang nampak prihatin dengan sikap Luhan, melihat punggung Luhan menjauh. Ia menepuk pelan bahu Seunghyun, meminta agar Seunghyun menjaga Yoojung, dan berjalan menyusul Luhan. Seunghyun membungkuk hormat, ke arah kedua tuannya itu.

“Mobil yang bagus,”puji Yumin saat ia telah berada di belakang setir mobil Ferrari F 12 Berlinetta milik Luhan. Yumin datang ke Angel Club dengan mobil yang disetiri oleh Seunghyun, dan karena Seunghyun harus mengantar Yoojung pulang, Yumin dan Luhan menggunakan mobil berwarna merah menyala itu untuk pulang.

Luhan tidak menanggapi kata-kata Yumin. Ia menyandarkan kepalanya ke jendela sambil menatap ke gemerlapnya kota Chaoyang di waktu malam dengan ekspresi bosan. Yumin tersenyum simpul melihat tingkah Luhan. Pria yang lebih tua 6 tahun dari Luhan itu sudah hapal betul dengan perangai adiknya satu itu. Ekspresi manis dan senyum yang ia umbar hanyalah sisi palsu dirinya. Sedangkan, ekspresi cemberut, dingin dan tidak ramah inilah sisi Luhan yang sebenarnya.

Rumah keluarga Xiao berada jauh dari hiruk pikuk kota. Menempati tidak lebih dari seperlima lahan yang luasnya hingga belasan hektar. Ketika mobil Ferrari Luhan yang dikendarai oleh Yumin membelok masuk ke gerbang besar yang dijaga oleh 4 orang penjaga, mobil itu masih harus melewati jalan panjang yang diapit oleh rimbunnya pepohonan di kanan-kiri hingga akhirnya berhenti di depan bangunan utama yang begitu megah.

Kediaman Keluarga Besar Xiao.

Luhan menghela napas panjang ketika melihat bangunan besar bernuansa putih itu. ia turun dari mobil dengan ogah-ogahan. Sang kakak bahkan harus menariknya agar Luhan sedikit mempercepat langkah.

Sejak 5 tahun lalu, oh ralat, bahkan jauh sebelumnya… Luhan tidak menyukai bangunan luas yang selalu terasa sepi itu. Kenyataan bahwa anggota keluarganya yang hanya terdiri dari ayah, ibu, ibu tiri, kakak tiri, bibi, sepupu, dan dirinya, harus tinggal bersama puluhan pembantu di rumah seluas dan sebesar ini membuatnya merasa aneh. Dan yang lebih anehnya lagi, dari semua orang itu, hanya dua orang yang benar-benar dekat dengan Luhan… kakak tirinya ini—Xiao Yumin dan pengawal pribadinya—Choi Seunghyun.

Lalu bagaimana dengan anggota keluarganya yang lain? Ayahnya? Ibunya? Atau… Ibu tirinya? Oh, jangan tanya, di dunia ini tidak hanya Luhan anak yang muak pada orang tua-nya sendiri, bukan?

Setelah membersihkan diri di kamar yang entah kapan terakhir ia tiduri, Luhan mengganti pakaiannya dengan setelan jas hitam dan berdandan dengan lebih rapi.

Hari ini tanggal 6 Maret 2015, tepat 5 tahun setelah kematian Xiao Luxien—saudara kembarnya.

Ruangan untuk upacara memperingati hari kematian Luxien telah dihias sedemikian rupa. Foto Luxien diletakkan di tengah-tengah meja yang telah penuh dengan berbagai macam sesaji dan lilin dupa. Ayah Luhan duduk bersimpuh di tengah-tengah tepat di depan foto yang membekukan wajah anak keduanya. Sedangkan ibu Luhan dan ibu tiri Luhan sekaligus Ibu Yumin, duduk di kanan kiri ayah Luhan.

Luhan yang duduk di belakang ayahnya, hampir tidak bicara selama prosesi mengenang dan mendoakan arwah Luxien. Ia hanya menatap kosong foto saudara seibu yang lahir 5 menit lebih dulu darinya itu.

Sejak lama, tidak seperti halnya saudara kembar yang biasanya akur, kompak dan saling menyayangi, Luhan justru membenci Luxien—sangat! Kenyataan bahwa Luxien mati lebih dulu darinya, semakin membuat kebencian Luhan pada Luxien berlipat ganda berkali-kali.

Wajah mereka berdua begitu identik karena berasal dari telur yang sama, dan ketika Luhan melihat foto wajah Luxien yang tersenyum di altar, dengan dupa mengepul-ngepul di depannya, Luhan tak pernah bisa menahan dirinya untuk membayangkan bahwa foto itu adalah dirinya bukan Luxien. Bahwa yang mati dan menjadi abu adalah tubuhnya bukan tubuh Luxien. Tapi jika hal itu benar-benar terjadi, Luhan tak yakin ayah dan ibunya akan menangis sedih untuknya seperti yang mereka lakukan untuk Luxien.

Perasaan itulah yang membuatnya tak pernah mampu menahan diri untuk tidak kabur setiap kali hari peringatan kematian Luxien tiba.

Luhan memejamkan matanya. Menghirup napas dalam-dalam untuk meredakan rasa sakit yang merongrong benaknya saat ini. Perlahan ia beranjak, hendak meninggalkan ruangan.

“Duduk, Luhan!”suara dingin ayahnya menghentikan langkah Luhan. Liu Ren, sepupu Luhan yang berambut pirang—putra dari bibinya—melirik ke arahnya. Bibinya—seorang wanita berambut panjang yang modis—berbisik-bisik memintanya untuk duduk kembali sebelum ayahnya marah. Xiao Yumin yang duduk di sebelah sang bibi, menatapnya dengan tatapan memohon, meminta Luhan untuk bertahan sebentar lagi sampai prosesi selesai.

“Untuk apa berlama-lama meratapi orang yang lama mati, aku lapar!”balas Luhan datar.

“Luhan…”kali ini suara Ibunya. Wanita elegan dengan sanggul cantik di atas tengkuk itu mengulang perintah yang diucapkan suaminya. “Duduklah.”

“Paling tidak…”ayahnya berujar sekali lagi. “…tunjukkan penyesalanmu pada Luxien dengan duduk bersama kami disini setahun sekali, Xiao Luhan!”

Luhan menggertakkan giginya dan mengepalkan tangannya kuat-kuat. Yumin sudah gatal ingin menarik Luhan agar duduk kembali, tapi sayang ia terlambat… Luhan menghentakkan kakinya, keluar ruangan tempat abu-abu keluarga yang telah meninggal diletakkan itu, dan membanting pintu keras-keras.

“Astaga, perangainya semakin buruk saja…”gumam Bibi Luhan sembari mengelus dadanya.

Wajah ayah Luhan mengeras, marah melihat sikap anak laki-laki bungsunya itu. Sedangkan ibu Luhan menghembuskan napas panjang, nampak prihatin sekaligus sedih. Ibu Yumin—istri kedua Xiao Guangyi—yang duduk di samping Ibu Luhan, mengelus lembut punggung tangan Ibu Luhan, berusaha menenangkannya.

Suasana semakin memburuk saat mereka sekeluarga duduk bersama di meja makan.

Liu Ren (Ren NUEST)

Sebelumnya Luhan bilang bahwa ia lapar, tapi pada kenyataannya ia tidak menyentuh apapun di meja makan selain botol dan gelas wine-nya. Nada perintah untuk makan dari Ibu kandungnya, bujukan lembut dari ibu tiri Luhan dan bahkan Yumin, tidak sekalipun ia gubris. Liu Ren yang dengan sengaja mencoba untuk menyuapkan sepotong daging padanya justru mendapatkan pelototan seram dari Luhan. Sementara ayah Luhan… beliau terlalu acuh untuk mempermasalahkan apakah Luhan makan atau tidak.

“Karena kau tidak mau melanjutkan ke S2, minggu depan mulailah bekerja di kantor. Tanyakan hal-hal yang tidak kau mengerti pada gege-mu,”ujar ayah Luhan.

Itu bukan permintaan, melainkan perintah tanpa pilihan untuk menerima ataupun menolak. Khas ayahnya.

“Baiklah,”jawab Luhan, tak berminat. Apa susahnya bekerja di kantor? Lagipula tak akan ada yang bisa dikerjakannya. Memangnya siapa yang akan percaya menyerahkan pekerjaan penting pada biang onar tukang clubbing seperti dirinya. Orang-orang hanya akan menganggapnya sebagai pajangan, hiasan semata, agar anak bungsu keluarga Xiao tidak nampak memelas karena menjadi pengangguran. Apalagi ia akan bertunangan minggu ini, calon mertuanya nanti juga pasti ingin melihat Luhan dengan jabatan pasti di perusahaan. Tidak peduli Luhan benar-benar mumpuni atau tidak. Yumin yang akan mengurus semua masalah perusahaan, ia adalah anak tertua, jadi…

“Kau harus mempersiapkan diri untuk menggantikan ayah suatu hari nanti.”

Luhan nyaris tersedak mendengar kata-kata ayahnya. “Shḕnme (apa)?”

“Kau akan mewarisi perusahaan suatu hari nanti jadi berhentilah bersikap tidak bertanggung jawab—”

“Baba akan mewariskan perusahaan pada orang yang tidak bertanggung jawab sepertiku?!”sahut Luhan cepat. “Lalu bagaimana dengan gege? Selama ini dia yang berusaha keras bekerja di perusahaan. Bagaimana bisa Baba…”

“Luhan!”tegur Yumin yang membuat Luhan terdiam.

Luhan menatap Yumin tak percaya. Wajah Yumin begitu tenang, tanpa emosi. Apa dia tidak merasa ini tidak adil? Selama bertahun-tahun, Yumin bekerja begitu keras di TianC hingga berhasil mendapatkan pencapaian yang luar biasa. Tidak, bahkan jauh sebelum itu, kapan Luhan pernah melihat Yumin tidak bekerja keras?

Yumin selalu belajar lebih giat dari siapapun, menjalani hari-hari yang berat agar ia menjadi yang terbaik, menghadapi segala tekanan yang tertuju padanya dengan tegar, sambil terus berusaha melindungi ibunya dan menyayangi saudara-saudara tirinya sekaligus. Itulah mengapa Luhan tidak pernah mampu bersikap buruk pada Yumin, padahal Yumin adalah anak ayahnya dengan perempuan lain selain ibu Luhan. Yumin adalah anak hasil hubungan gelap ayah dan ibu tirinya jauh sebelum ayahnya menikahi Ibu Luhan. Berbeda dengan Ibu Luhan yang merupakan anak seorang politikus besar di China, Ibu Yumin hanya lah kurator biasa di Museum Nasional Tiongkok. Bahkan meski ibu Yumin telah dibawa ke rumah oleh Ibu Luhan sendiri dan akhirnya dinikahi oleh ayahnya secara resmi 15 tahun yang lalu, tapi predikat sebagai anak haram tak serta merta lepas dari diri Yumin.

Lidah Luhan terasa kelu, tatapannya bergantian pada wajah ibunya yang nampak sedatar biasanya, pada Ibu Yumin yang berusaha keras tetap tersenyum meski matanya tak pernah mampu berbohong, pada Yumin yang menatapnya tulus selayaknya kakak pada adiknya…

“Yumin-ge, paham betul akan posisinya, Han. Ia tidak akan merebut apapun dari kita, ia justru yang akan memberikan kita apapun yang kita minta.”

Kata-kata Luxien yang pernah ia ucapkan dulu ketika ia masih hidup, kembali terlintas di benak Luhan.

Ya, Luxien benar… sekeras apapun Yumin berusaha, ia tetap hanya anak dari istri kedua. Bahkan meskipun ia adalah putra sulung keluarga Xiao, keluarga besar ibu Luhan dan keluarga besar kakeknya tidak akan mengijinkan Yumin mewarisi TianC Group. Tapi tetap saja ini tidak adil baginya…

“Aku tidak mau!” Penolakan Luhan mengejutkan semua orang yang ada di meja makan.

“Xiao Luhan!”bentak ayah dan ibunya bebarengan.

Luhan mengabaikannya. “Kalian tahu sendiri aku tidak suka bekerja di perusahaan. Aku tidak suka menghadiri pertemuan atau bergaul dengan kolega-kolega Baba. Apa tidak cukup rencana Baba untuk menikahkanku dengan gadis yang tidak aku suka, kini baba ternyata juga berencana membuatku terjebak dengan pekerjaan yang tidak aku suka,”Luhan tertawa hambar. “Yang benar saja!”

Pemuda Xiao itu beranjak dari tempat duduknya dengan raut kesal, “Aku jadi semakin mengerti mengapa baba dan mama begitu menyesali kematian Luxien. Meski tetap tidak sebaik Yumin gege, tapi setidaknya Luxien akan patuh dan melakukan apapun perintah Baba. Tidak sepertiku,”tandas Luhan sebelum menarik kursinya kasar dan berjalan meninggalkan meja makan.

Tidak ada yang mampu mencegah Luhan, semua orang terlalu beku untuk bergerak sebagai efek dari kata-kata tajam yang Luhan lontarkan.

Langkah-langkah panjangnya membawa Luhan keluar dari kediaman keluarganya menuju halaman depan tempat mobil Ferrarinya terparkir. Luhan melajukan mobil itu ke jalanan di sebelah utara rumah utama. Melintasi padang rumput dan bunga-bunga di kanan kiri, danau buatan, rerimbunan pohon-pohon pinus dan berhenti di halaman sebuah rumah bergaya minimalis berdinding putih. Ketika ia memasuki rumah pribadi miliknya, suasana gelap dengan perabotan serba hitam yang kontras dengan penampakan putih di luar itu menyambutnya. Rumah itu memiliki perabot-perabot terbaik yang di desain oleh perancang ternama.

Luhan melemparkan jas-nya ke sofa terdekat, melonggarkan dasinya dan membuka kancing paling atas kemejanya. Emosi membuatnya merasa gerah. Tujuan pertama Luhan adalah mini bar yang menyatu dengan dapur. Ia mengambil sebotol scotch dan menenggaknya langsung dari botol. Matanya memanas, basah oleh sesuatu yang sejak dulu ia tahan kuat-kuat.

-

-

-

– 21.00 KST –

Byun Family’s Hanok – Bijarim-ro, Gyorae-ri, Jeju-si, Jeju

“Bersulang!!!”

Gelas-gelas kecil penuh berisi soju beradu disertai pekikan gembira dan tawa. Di atas meja, piring-piring penuh dengan berbagai macam makanan dan sebuah panci penuh kepiting terhidang. Soju itu adalah pembuka acara makan malam keluarga Byun hari ini. Meja makan berkaki pendek itu di kelilingi oleh suami istri Byun, kakak Baekhyun—Byun Baekbom, kakak ipar Baekhyun yang sedang hamil—Choi Nami, Hwang Shiina—tetangga samping rumah Baekhyun, Cheon Sera, dan Baekhyun sendiri.

Rumah keluarga Byun adalah sebuah hanok—rumah tradisional Korea—warisan dari kakek buyut Baekhyun dengan halaman yang berada di bagian tengah bangunan. Di malam yang cerah ini, mereka menggelar meja makan di tengah halaman. Beralaskan tikar dan duduk bersila. Suasana kekeluargaan begitu kental terasa.

“Seperti biasa, nasi dingin untuk Sera dan suamiku,”kata Ibu Baekhyun sambil mengangsurkan mangkuk berisi nasi yang telah dingin pada Sera dan Ayah Baekhyun.

“Gamsahamnida…”ujar Sera sambil sedikit menunduk ketika menerima mangkuk dari Ibu Baekhyun.

“Aighooo, di rumah ini hanya kau dan Baekhyun appa yang suka makan makanan dingin…”

“Ne, maja, eomma,”sahut Baekbom. “Itulah mengapa abeoji selalu senang jika Sera datang untuk makan disini. Setidaknya abeoji punya seseorang yang memiliki kebiasaan aneh seperti dirinya.”

“Padahal kedua anak laki-laki appa tidak ada yang menuruni kebiasaan appa. Orang-orang akan salah paham dan mengira kalau Sera-lah anak appa bukannya kami!”canda Baekhyun

“Itu berarti Sera memang ditakdirkan untuk menjadi calon menantuku. Tentu saja appa senang jika dia datang ke rumah. Makan yang banyak, nak! Tambah lagi nanti! Baekhyun eomma sudah menyiapkan nasi dingin yang cukup untuk kita berdua makan sampai 4 mangkuk, Sera,”ujar Ayah Baekhyun dengan wajah berseri-seri sambil tangannya telah sibuk merekahkan cakang kepiting.

Sera tertawa, “Apa abeonim mau aku gemuk?”

“Itu lebih bagus daripada kamu selalu saja pilih-pilih makanan dan rela kelaparan demi diet seperti Shiina!”

“Samchun!”Shiina yang disinggung menyeru kesal. Ibu Baekhyun, Baekbom dan Nami tertawa.

“Hahaha, kau ini lebih cantik jika pipimu chubby, Shin-chan!”gurau Baekhyun sambil mengacak gemas puncak kepala sahabatnya sejak kecil itu.

Shiina—gadis peranakan Korea-Jepang itu—melotot marah. “Perbaiki rambutku, Byun Baekhyun, kalau tidak…”Shiina mengepalkan tinjunya ke depan wajah Baekhyun, mengancam.

Baekhyun memasang ekspresi takut dan dengan lembut merapikan rambut Shiina.

Shiina tersenyum penuh kemenangan. Namun sedetik kemudian senyum itu berubah menjadi teriakan marah saat Baekhyun tiba-tiba mengacak lagi rambutnya. Kali ini lebih kuat, dan lebih sukses membuat kepala Sera berantakan.

“YAK!!!”

“Hahaha…”Baekhyun tergelak. Diikuti oleh Sera, Baekbom dan Nami.

Ibu Baekhyun bangkit, dan dengan centong nasi memukul kepala Shiina dan Baekhyun bergantian, “Aigho! Aighooo!”

“Ah, eommaaa~!”

“Imo!!”

Ibu Baekhyun mengabaikan protes Baekhyun dan Shiina. “Cepat makan kalian berdua! Jangan bertengkar terus!”perintahnya tegas.

Sera yang duduk di seberang Baekhyun terkikik melihat kekasih dan sahabatnya itu lagi-lagi dimarahi oleh Ibu Baekhyun.

Baekhyun merengut melihat Sera menertawakannya, yang justru membuat Sera makin gemas. Gadis itu mengambil daging kepiting dan menyumpalkan ke bibir Baekhyun yang manyun. Mendapatkan suapan daging yang nikmat, senyum akhirnya tersungging di bibir Baekhyun.

Uhhh, betapa manisnya pacarmu itu, Sera…

Keluarga Baekhyun adalah keluarga yang luar biasa. Bagi Sera, mereka adalah salah satu alasan mengapa Sera bisa begitu mudah menghapus rasa kesepian dan kerinduannya pada sang ayah. Sera mungkin sebatang kara, tapi ia memiliki orang-orang lain yang menyayanginya dan membuatnya tidak merasa sendiri.

3 tahun lalu, ketika ayah Sera meninggal, ayah Baekhyun dan ayah Kim—sahabat ayahnya sekaligus pemilik rumah atap yang Sera sewa—adalah orang yang paling sibuk mengurus upacara pemakamannya. Ketika Sera menangis tiada henti di depan peti mati ayahnya, ibu Baekhyun lah salah satu orang yang dengan sabar menghiburnya. Hwang Shiina, Kim Seukhye dan Mimosa—ketiga sahabatnya—juga turut membantu dengan menyiapkan jamuan untuk tamu. Byun Baekbom, Seo Youngho—sang sahabat, dan Kim Jinhwan bertindak sebagai orang yang menyambut para pelayat. Sedangkan Baekhyun, pemuda itu tak pernah beranjak sesenti pun dari sisi Sera.

Pindah ke Jeju, 5 tahun lalu, nampaknya merupakan keputusan paling tepat yang telah dibuat oleh ayah Sera. Disini, Sera memperoleh keluarga. Memang bukan keluarga yang berasal dari darah yang sama, tapi jelas tak kalah berharga.

“Huaah, hari ini aku kenyang sekali…”seru Sera senang. Angin semilir memainkan rambut hitam panjangnya. Tangannya kanannya memeluk pinggang Baekhyun erat-erat agar tidak jatuh sedangkan tangan kirinya terentang, menikmati hembusan angin segar di malam hari. “Makan bersama keluargamu selalu menyenangkan…”

Baekhyun yang mengayuh sepeda dan membonceng Sera di belakangnya, tersenyum, “Kalau begitu, kau harus segera menjadikan aku suamimu, agar kau bisa setiap hari menikmati makan malam menyenangkan itu, Kiara…”

Sera tertawa, “Astaga, lamaranmu tidak romantis, Baekhyun!”

Malam ini, seperti malam-malam sebelumnya, Baekhyun mengantar Sera pulang dengan menggunakan sepedanya. Jarak antara rumah Sera dan Baekhyun tidak jauh, dan Sera sangat menyukai sensasi menyenangkan saat hembusan angin menerpa tubuhnya ketika Baekhyun melesatkan sepedanya melewati ladang dan jalanan kota kecil Gyorae yang sepi.

“Bulan purnamanya indah sekali!”pekik Sera sambil melihat ke atas langit tempat sang penguasa malam bertahta.

“Kau tahu, Baekhyun? Bukan kalender milik Julius Caesar yang selama ini kita pakai yang mampu memprediksi kapan bulan purnama akan tiba. Dalam revolusi bulan, bulan purnama dijadwalkan muncul 15 hari setelah bulan mati, bukan? Tapi lihatlah kalender hari ini! Hari ini bukan tanggal 15, tapi hari ini bulan purnama.”

“Lalu kalender apa yang cocok dengan revolusi bulan?”tanya Baekhyun, penasaran.

“Kalender Hijriyah, hari ini adalah tanggal 15 pada kalender orang-orang muslim itu. Merekalah yang sebenarnya paling tepat dalam urusan pembuatan kalender.”

“Benar kah?”

“Ne!”

“Lalu kenapa justru kalender Julius Caesar yang dipakai oleh orang-orang di dunia?”

“Entahlah. Mungkin karena pembuat kalender islam kalah populer daripada raja romawi yang kontroversial itu…”

—Author note :: Oh, ini pemikiran absurdku ya, gara-gara tiap puasa ramadhan hari ke 13,14,15 pasti bulan purnama, hehe. Tolong jangan dianggap terlalu serius—

Sera menatap bulan purnama itu lekat. Bulan yang mencuri cahaya matahari agar ia tampak indah di malam hari entah kenapa rasanya begitu cocok dengan Sera.

Sera yang suram, kering dan berlubang oleh penderitaan, pada akhirnya mendapatkan kebahagiaan berupa cinta, kasih sayang dan keluarga dari Baekhyun. Kini ia juga berubah jauh lebih ceria daripada Cheon Sera yang diingatnya 5 tahun lalu. Betapa beruntung dirinya!

“Kau tidak mau mampir dulu?”tanya Sera setelah Baekhyun menurunkannya di depan sebuah restoran ayam yang tutup. Hari ini, karena ayah dan ibu Kim—sang pemilik restoran—harus menghadiri upacara pernikahan keluarga di Busan, restoran harus tutup selama 4 hari.

Baekhyun mengangkat alisnya. Tersenyum. “Ini undangan atau basa-basi?”tanyanya balik.

“Tentu saja basa-basi!”jawab Sera cepat sambil menepuk pipi Baekhyun.

“Aku tidak keberatan jika kau ingin mengulang ‘malam itu’…”balas Baekhyun dengan seringaian nakal.

Sera yang tahu maksud ucapan Baekhyun, langsung bersemu merah. “Aku yang keberatan, babo!”

Baekhyun tertawa, dan mencium pipi Sera kilat. “Sampai jumpa besok, Ki

Show more