2015-03-27



Title: Husband or Enemy? ll Author: Choi Yura / @JuJuYChoiHan ll Cast: Xi Luhan, Choi Yura (OC) ll Other Cast: Oh Sehun, EXO, OC’s ll Genre: Romance, School Life, Marriage Life, Family, Comedy (?) ll Rated: PG-17 ll Length: Chapter

Sebelumnya: Foreword+Prolog ll Chapter 1 ll Chapter 2 ΙΙ Chapter 3A ll Chapter 3B ΙΙ Chapter 4 ΙΙ Chapter 5 ΙΙ Chapter 6 ΙΙ Chapter 7 ΙΙ Chapter 8 ΙΙ Chapter 9 ΙΙ Chapter 10 ΙΙ Special Chapter ΙΙ  Chapter 12

***

Berulang kali Luhan melirik arlojinya dan kini waktu sudah menunjuk pukul dua belas malam. Tentu ia berharap bahwa gadis itu akan baik-baik saja, karena sejak tadi gadis itu tidak kunjung mengaktifkan ponselnya.

Apa gadis itu bodoh? Mengapa di saat Luhan merasa khawatir, Yura belum juga pulang?

Luhan mengerang frustasi, ia duduk gelisah di sofa kamar rawat Tuan Xi. Menjaga lelaki paruh baya itu lagi setelah operasi berhasil dilakukan.

Sekitar jam delapan malam tadi, Luhan sempat menemui pengacara yang mengurus surat perceraian ayahnya. Ternyata pengacara kepercayaan Tuan Xi itu telah pensiun dari pekerjaannya, sebab umur pengacara itu telah menginjak kepala enam.

Awalnya, lelaki tua itu agak lupa dengan kasus ayahnya, setelah memberikan berkas-berkas yang ia temukan tadi siang, baru lah lelaki tua itu menjadi paham.

Secara detail lelaki tua itu mulai menceritakan semuanya. Dan seingat Luhan, nama pengacara itu adalah Shin Young Chul.

Pengacara Shin mengatakan kalau ayah dan ibunya bercerai disebabkan ibunya berselingkuh dengan lelaki lain. Sesudahnya bercerai, ibu Luhan memutuskan untuk tetap membawa Sehun dan ia merelakan hak asuh Luhan jatuh pada mantan suaminya itu.

Tapi ternyata semua tuduhan tentang perselingkuhan itu terbongkar setelah ibu dan ayahnya sudah resmi bercerai. Fakta mengejutkan itu diketahui ayahnya, ternyata ibu Luhan tidak berselingkuh, wanita itu hanya ingin meminta cerai pada ayahnya, membuat manipulasi tentang perselingkuhannya karena ia tidak ingin suaminya itu terbebani atas penyakit yang ia derita. Leukemia yang diderita ibunya mungkin menyiksa wanita itu sampai-sampai ia berani mengorbankan cintanya pada Tuan Xi dan memilih untuk pergi dari kehidupan suaminya dan Luhan.

Ayahnya tidak sejahat yang Luhan pikirkan. Mereka berdua memang benar-benar saling mencinta. Dan kata Tuan Shin juga, ayahnya mulai menyesal dengan perceraian itu dan berusaha untuk menemui ibunya lagi setelah mengetahui apa yang sebenarnya terjadi.

Wanita itu pasti sudah menutup-nutupi akan penyakitnya di hadapan Tuan Xi. Sampai Tuan Xi tahu penyakit yang ia derita dari cara lain bukan dari mulut ibunya sendiri.

Namun Luhan tidak tahu, selama bertahun-tahun apakah Tuan Xi sudah menemukan ibunya lagi atau belum sama sekali.

Dan tadi juga, Tuan Shin sempat memberitahukan nama saudara tirinya, Luhan mencoba mengingat-ingat nama itu, karena nama itu terasa tidak asing di telinganya. Namun Luhan tidak ingat kapan ia pernah mendengar nama itu, yang jelas ia ingat bahwa nama itu pernah didengarnya baru-baru ini.

Nama saudara tirinya adalah Oh Sehun.

Luhan kembali pada dunia nyatanya, pertemuannya dengan Tuan Shin masih teringat jelas di otaknya. Kata-kata lelaki tua itu tidak pernah hilang menghantui pikirannya yang kacau.

Lagi-lagi ingatannya bercampur aduk, ditambah lagi dengan kekhawatirannya terhadap Yura. Gadis itu selalu saja membuatnya gelisah dan cemas.

***

Jam di dinding menunjuk pukul enam pagi, Luhan menggeliat pelan sembari mengusap-usap kedua matanya ketika ponselnya berbunyi, lelaki itu meraba-raba nakas kecil yang berada di dekat sofanya dan matanya memicing membaca nama yang tertera di layar ponselnya.

Park Chanyeol, untuk apa lelaki itu meneleponnya sepagi ini?

“Halo?” jawab Luhan setengah malas. Bahkan alam sadarnya belum sepenuhnya muncul.

“Ada yang ingin aku bicarakan sekarang, datang lah ke cafe dekat rumah sakit ayahmu dirawat. Aku sedang menunggumu di sini.” Di seberang telepon Chanyeol mendesah, sebelum akhirnya lelaki itu memutuskan untuk mengakhiri sambungan teleponnya secara sepihak.

Dahi Luhan mengernyit menatap ponselnya. Apa yang lelaki itu katakan? Sekarang? Dan ia telah menunggu di sana? Bisa-bisanya Chanyeol ada di cafe itu untuk pagi yang bahkan matahari pun belum sepenuhnya bersinar.

Luhan lekas keluar dari kamar rawat Tuan Xi, ia mengenakan hoodie-nya dan berjalan menuju keluar gedung, cafe itu berada tepat di seberang gedung rumah sakit.

Chanyeol telah menunggunya di sana, dari kaca etalase saja, Luhan sudah dapat melihat lelaki itu sedang mengesap segelas teh hangat.

Sesampainya Luhan di dalam, lelaki itu segera mengambil posisi duduk di depan Chanyeol. Menatap lelaki itu dengan sedikit heran, sementara Chanyeol menatapnya tanpa ekspresi.

“Sepagi ini mengapa kau meneleponku dan menyuruhku untuk datang ke sini?” tanya Luhan acuh dan menatap Chanyeol kesal.

Chanyeol menghela napas, “Ada yang ingin aku beritahu padamu.”

Punggung Luhan bergerak mundur dan bersandar pada sandaran kursi. Tubuhnya benar-benar terasa sakit, rasa pegal itu hampir menjalar ke seluruh tubuhnya.

“Kalau begitu bicara lah, karena aku sudah pusing memikirkan semua ini,” keluh Luhan. Rasanya ini seperti mimpi, begitu banyak teka-teki ataupun konflik yang harus ia hadapi akhir-akhir ini.

Chanyeol mengesap tehnya lagi sebelum memulai pembicaraan, “Apa kau tidak mengkhawatirkan Yura?”

Mata Luhan memicing curiga, “Kau tahu di mana dia? Dia sudah menghilang selama 24 jam dan aku tidak juga mendapat kabarnya.”

“Tenang lah. Dia baik-baik saja.”

“Dari mana kau tahu kalau dia baik-baik saja?” pertanyaan Luhan terdengar menuntut.

“Kebiasaan menuntutmu tidak pernah hilang,” Chanyeol menyindir sembari mendesah malas.

Luhan berdecak kesal, kali ini dia tidak bisa menoleri apapun, rasa sabarnya makin tidak terkendali, “Lalu di mana dia? Aku sangat mengkhawatirkannya, Paman Park.”

Kepala Chanyeol mengangguk berulang kali. Sesekali ia membuang pandangannya pada jalanan kota Seoul melalui kaca etalase, jalanan itu masih tampak lengang untuk pagi yang cukup dingin ini. “Iya aku tahu. Sekarang Yura sedang bersama dengan Oh Sehun.”

Tiba-tiba ekspresi Luhan berubah menjadi tidak percaya. Oh Sehun, bukankah nama itu adalah nama…?

“Nama itu,” Luhan tampak berpikir, kemudian ia menggeleng berulang kali, tidak percaya atas apa yang baru ia ingat, “Bukankah nama itu adalah nama saudara tiriku?” tanya Luhan memastikan, tapi ia tampak ragu saat menanyakan itu.

Sekali lagi Chanyeol mengangguk untuk membenarkan pertanyaan Luhan.

“Ini berkas tentang dirinya,” Chanyeol menggeser beberapa berkas yang ada di meja agar merapat pada Luhan, dan Luhan segera menerimanya, membacanya, lalu tiba-tiba matanya membelalak terkejut.

“Kau berbohong, kan?”

Apa Dunia ini begitu sempit? Ini gila!

Foto yang berada di dalam berkas-berkas itu adalah foto lelaki yang pernah Yura cintai, lelaki yang pernah Yura temui saat mereka sedang berada di Pesta Amal Sekolah, dan yang membuat Luhan makin tidak percaya adalah, mereka berdua―Luhan dan Sehun pernah tumbuh dalam satu lingkungan yang sama. Maka tak ayal kalau dia masih belum bisa terima bahwa Yura dan Sehun adalah sepasang mantan kekasih.

Sepertinya ada yang ia lupakan. Benar, sekarang ia ingat kalau ia pernah mendengar nama Oh Sehun, nama itu sering disebut-sebut saat ia sedang berada di sekolah. Disebut karena kepintaran, keramahan, dan ketampanannya. Karena rasa tidak pedulinya, Luhan sampai tidak tahu apapun tentang lelaki itu di sekolah.

Luhan mencoba mengingat-ingat. Owh, ibunya dan saudara tirinya pernah tinggal di Jepang, dan mungkin saja saudara tirinya―Sehun memang pernah bertemu dengan Yura di sana. Menjalani hubungan lebih dulu sebelum gadis itu datang ke Korea.

Napas Luhan mencekat. Jantungnya berdebar dengan kencang.

“Sehun begitu mencintai Yura. Aku tidak tahu itu pantas disebut sebagai obsesi atau tidak, yang jelas, terakhir kali Yura menelponku saat ia sedang berada di dalam kamar mandi apartemen Sehun, Yura bilang kalau Sehun menginginkannya kembali lagi dan kami telah membuat beberapa strategi untuk menjebak Sehun balik.”

Raut wajah Luhan berubah bingung.

“Aku masih belum tahu apa yang kau maksud, Paman Park.”

Chanyeol berdecak, “Semalam Yura datang ke apartemen Sehun, ia ingin meminta Sehun untuk mencabut semua tuduhan terhadap perusahaanmu. Dan aku telah menyusun rencana dengan Yura, dan yang terakhir Yura bilang, biarkan dia berada di dekat Sehun, berada di dalam kawalan lelaki itu. Intinya, dia mengorbankan dirinya untukmu. Agar perusahaan ayahmu dapat terselamatkan.”

“Gadis bodoh. Mengapa dia melakukan ini. Aku tidak bisa membiarkannya. Meski banyak harta yang bergelimang di hidupku, aku merasa Dunia ini hampa, aku tidak memiliki siapa-siapa lagi selain dirinya,” Luhan hampir saja berteriak frustasi kalau saja ia tidak bisa mengendalikan amarahnya sendiri.

“Kau tenang lah. Kau pikir hanya Yura yang tersiksa? Adikku juga akan merasa sedih dengan kenyataan ini. Oh Sehun, dia lelaki berengsek, memanfaatkan adikku hanya untuk menjatuhkan perusahaanmu,” Chanyeol tidak kalah frustasinya dengan Luhan. Kalimat yang ia ucapkan seolah-olah sedang berkobar, layaknya api yang menyala dengan sangat besar.

“Adikmu?” Luhan mengernyit heran.

“Park Dan Bi, temanmu dan juga Yura, dia adik kandungku, satu-satunya saudara yang kumiliki.”

Luhan mendekat pada Chanyeol dan kedua tangannya menopang di atas meja.

“Dan Bi adikmu?” tanya Luhan sekali lagi, memastikan kalau dia tidak salah mendengar.

Baru ini Luhan tahu tentang saudara kandung Dan Bi, gadis itu tidak pernah mengatakan apapun tentang saudara kandungnya.

Chanyeol mengangguk lemah, “Mungkin Dan Bi tidak pernah bercerita padamu. Dan masalah tentang adikku, Oh Sehun mau menjalin hubungan dengan adikku karena ia ingin bekerja sama dengan perusahaan ayahku. Setelah itu semua rencana Sehun berjalan lancar, dia berhasil membuat adikku jatuh cinta padanya dan juga berhasil mendapat semua kepercayaan ayahku.” Chanyeol menarik napas panjang, lalu membuangnya secara kasar, matanya terpejam sejenak sebelum kemudian dia berkata, “Maaf Luhan, ayahku juga ikut terlibat dalam tuduhan yang diajukan pada perusahaan ayahmu.”

Luhan terkesiap, sontak ia menjauhkan tubuhnya dan memandang Chanyeol geram, “Aku masih belum mengerti, mengapa Sehun menumbalkan adikmu. Dan ayahmu juga, kenapa dia bisa terlibat?” Luhan mencecar Chanyeol dengan banyak pertanyaan.

Oh, tidak lagi. Harus berapa lama lagi Chanyeol menjelaskan semuanya pada Luhan. Masih banyak hal yang lebih penting daripada menjelaskan hubungan adiknya dengan Sehun.

“Sehun mau bertunangan dengan Dan Bi karena ia ingin menjalani kerja sama dengan perusahaan ayahku. Aku tidak tahu kronologisnya seperti apa sampai-sampai mereka bisa bertemu dan Dan Bi bisa jatuh cinta pada lelaki itu. Yang jelas, dia mendekati adikku hanya untuk mendapat kepercayaan ayahku. Jadi dia membuat rencana untuk membuat Dan Bi jatuh cinta agar kepercayaan ayahku semakin besar padanya, dan mau membantunya untuk memporak prandakan perusahaanmu. Jelasnya, Sehun mendekati adikku karena ingin memanfaatkannya atas kepercayaan ayahku, karena ayahku adalah salah satu pengusaha yang sangat berpengalaman untuk menusuk perusahaan lain dari belakang.”

Oh, pantas saja Dan Bi tidak pernah menemuinya lagi ataupun mengajaknya berbicara. Kenyataannya, gadis itu telah berpaling ke hati lelaki lain, yang tidak lain adalah saudara tirinya. Mungkin saja gadis itu tidak tahu kalau dirinya sedang dimanfaatkan oleh Sehun. Otak Sehun terlalu licik, sanggup membuat hati orang lain sakit hanya untuk mencapai ambisinya.

Yang paling tidak bisa dipercaya, ayah pengacara Yura yaitu Chanyeol, bisa bergabung dalam hal keji seperti ini.

Luhan memijat pelipisnya, otaknya sedikit demi sedikit dapat mencerna semua penjelasan Chanyeol, “Memang apa untungnya perusahaan ayahku bangkrut bagi Sehun maupun ayahmu? Lagi pula kau seorang pengacara, bagaimana bisa kau diam saja dengan semua ini? Dengan sikapmu yang seperti ini, Yura maupun Dan Bi akan menanggung akibatnya.”

“Ini hanya dugaanku. Aku sudah berusaha keras untuk mencari buktinya, tapi yang ada, hasilnya tetap saja nihil. Maka itu Yura dan aku akan memulainya dari sekarang. Akan aku janjikan bahwa Yura akan segera lepas dari cengkeraman Oh Sehun, dan akan aku pastikan, Dan Bi tidak akan patah hati pada lelaki berengsek itu. Dan yang harus kau tahu, aku tentu saja menentang semua perbuatan ayahku. Dia sering membuat kecurangan dalam berbisnis, membuatku lebih baik meninggalkan rumah meski mereka telah mengancamku, mengancam akan menghapus namaku dari daftar pewaris perusahaannya. Aku tidak peduli sama sekali, biar pun mereka menyampakkanku dari daftar keluarga. Menjadi pengacara yang akan selalu menegakkan keadilan memang sudah menjadi kewajibanku,” jelas Chanyeol penuh emosi.

Tangan Luhan terangkat, ia memebenamkan wajahnya di tangkupan tangannya dan mengusap-usapnya dengan gusar, “Aku masih belum mengerti mengapa ayahmu tega melakukan kecurangan dalam berbisnis.”

Chanyeol sedikit terperanjat dengan kata-kata Luhan tadi, “Rasa tidak ingin tahu tentang bisnis membuatmu bodoh. Seharusnya kau sudah belajar tentang bisnis saat umurmu menginjak enam belas tahun, karena hanya kau yang dapat diharapkan ayahmu. Kurasa sekarang ini kau mulai menyesali sikapmu dulu yang suka sekali berleha-leha.”

“Jujur, aku memang menyesal, mengapa tidak dari dulu saja aku ikut berkecimpung dalam dunia bisnis untuk mengetahui semua bisnis ayahku,” Luhan mengerang, lalu mendesah keras, “Tapi tunggu dulu, apa hubungannya denganku? Tadi aku bertanya tentang kelicikan ayahmu dalam berbisnis,” dia harap, Chanyeol tidak sedang mengalihkan topik pembicaraan mereka.

“Kau benar-benar tidak tahu apa-apa. Setiap orang berani menusuk siapapun dari belakang hanya untuk meningkatkan saham perusahaannya sendiri, dan ayahku melakukan hal yang sama. Dia rela menjatuhkan perusahaan lain, karena hal itu dapat membuat royalti perusahaannya makin melonjak naik.”

“Benar-benar licik. Lalu mengapa Sehun tega melakukan semua ini pada kami? Aku masih belum tahu tentang dirinya, juga aku belum tahu apa yang sedang ia rencanakan,” desis Luhan marah. Dan sejujurnya, ia masih terus berpikir keras atas apa yang dilakukan Sehun pada dia dan ayahnya.

Apa Sehun lupa bahwa dulu mereka adalah saudara yang sangat dekat?

“Dari informasi yang kudapat, Sehun punya dendam dengan Tuan Xi maupun dirimu.”

Luhan mempertajam pandangannya, “Pasti dia belum tahu tentang mengapa Ayah dan Ibu bercerai. Dia mungkin saja menganggap Ayah adalah orang paling jahat, karena tega meninggalkan dirinya dan juga Ibu. Padahal kenyataan yang ada bukan seperti itu. Ayah juga sayang terhadap dirinya, meski ia hanya anak tiri ayahku. Jadi ia bisa saja membenci kami berdua disebabkan keegoisanku, yang pernah merasa cemburu padanya. Ibuku sering memberikan perhatian lebih padanya, sementara untuk membalas rasa iriku, aku sering mengalihkan perhatian Ayah padaku, Ayah sering memarahinya atas kenakalan yang sering aku lakukan, tapi seingatku dulu, Sehun hanya diam dan ia tetap menerima kemarahan Ayah. Namun aku tidak tahu apa yang ia pikirkan sekarang sampai-sampai ia punya dendam pada kami. Apa ia lebih mengetahui masa lalu keluarga kami daripada aku?” segala spekulasi terus saja berkeliaran di otaknya.

Chanyeol menyilang kedua tangannya di depan dada sembari menyandar pada sandaran kursi, “Kalau seperti itu kenyataannya, berikan dia bukti-bukti agar dia percaya padamu. Dia sudah seperti Dewa Kematian yang seakan bangkit dari tidur lelapnya, rasa bencinya juga makin bertambah besar karena mengetahui tentang pernikahanmu dengan Yura. Jadi tidak lepas kemungkinan bahwa ia merasa kau seperti merebut miliknya lagi.”

“Apa tadi yang kau bilang? Dia mengetahui pernikahan kami?” tanya Luhan shock.

Chanyeol mengangguk sebagai jawaban.

“Bagaimana dengan teror yang sering Yura terima. Apa kau sudah mengetahui siapa pengirim teror-teror itu?” pertanyaan ini tiba-tiba saja melintas di pikiran Luhan. dia harap yang melakukan ini bukan Sehun lagi.

Tidak mungkin Sehun tega menakut-nakuti Yura, yang notabennya adalah orang yang dia cintai juga.

“Yang jelas itu bukan perbuatan Sehun. Aku akan coba mencari tahu siapa pengirim itu.”

***

“Aku perlu berangkat bekerja, kau tetap lah di sini. Dan satu lagi, jangan meninggalkan apartemenku, karena hal buruk mungkin akan menimpah Luhan lagi.” kata-kata Sehun terdengar mengancam, seperti ucapan iblis yang tidak main-main. Lelaki itu kini tengah berdiri di ambang pintu dan tidak bergeming saat menatap Yura.

Yura duduk di tepi tempat tidurnya dan menatap Sehun tanpa ekspresi. Dari yang ia lihat, lelaki itu sudah mengenakan pakai formalnya dengan tuksedo berwarna cokelat muda. Penampilannya terlihat rapi, namun ia malah membayang kan bahwa Luhan lah yang tengah berdiri di sana.

Bukan Yura, lelaki di hadapanmu ini adalah lelaki yang tega mengurungmu seharian di apartemennya, tanpa ponsel dan mengunci dirimu sendiri di dalam kamar tamu, ia mencoba menginstrupsi dirinya agar pikirannya tidak terlalu kacau.

Tatapan dan ekspresi dinginnya Sehun tidak pernah hilang dari pancaran wajahnya.

Sehun berjalan mendekati Yura, membungkukkan tubuhnya sedikit dan mengecup bibir gadis itu sekilas. Seharusnya Yura menampar lelaki itu karena sudah menciumnya begitu saja, tapi hanya ini yang bisa ia lakukan, diam diperlakukan seperti itu agar Sehun tidak curiga pada rencana yang sedang ia jalankan.

Setelah itu, tangannya terangkat dan membelai puncak kepala Yura. Rasa sayangnya dapat dijelaskan dari setiap sentuhan yang ia berikan pada gadis itu.

“Aku akan pulang secepatnya.”

Entah mengapa, Yura merasa ada nada penuh janji dari perkataan Sehun, dan ketika ia mendongak untuk membalas tatapan Sehun, tatapan lelaki itu berubah menjadi sangat lembut.

Hanya anggukan yang Yura berikan. Untuk sekedar berbicara dengan Sehun saja rasanya dia tidak ingin. Lelaki itu sudah menjadi orang asing di hidupnya. Dan tiba-tiba saja gadis itu menjadi ingat akan perjanjiannya dengan Sehun semalam. Lelaki itu menginginkan ia bercerai dari Luhan dan ikut dengannya, lalu masalah harta warisan Yura, Sehun sudah menjanjikan bahwa ia akan mengusahakan harta itu tetap cair dan bisa gadis itu dapatkan. Asalkan, Yura mau menceraikan Luhan dan ikut kemana pun Sehun pergi.

Setelah perjanjian itu, Sehun menahan ponselnya dan menyuruh Yura untuk tidak macam-macam ataupun meninggalkan apartemennya, walau pun itu hanya selangkah.

Sebelum Sehun benar-benar keluar, lelaki itu menuntun Yura untuk bangkit dan memeluk tubuh mungil gadis itu, rasa rindu Sehun seakan tidak bisa ia ucapkan hanya dengan kata-kata, hanya sentuhan dan tingkah lakunya pada Yura saja yang dapat menjelaskan semuanya.

Setelah itu, ia mulai melangkah untuk keluar, namun panggilan Yura menghentikan langkahnya dan membuatnya membalikan badan.

Tatapan mereka berdua saling beradu.

“Kita belum membicarakan bagaimana nasib Dan Bi nantinya,” ujar Yura ragu-ragu, rasa ingin tahunya tidak bisa ia simpan lama-lama.

Wajah tanpa ekspresi itu lagi-lagi terpancar di wajah Sehun, mau tidak mau Yura menelan ludahnya yang terasa kering.

“Aku bukan penentu takdir. Aku hanya bisa membatalkan pertunangan ini dan kita akan pergi meninggalkan Korea secepat mungkin,” lelaki itu mengatakannya dengan sangat enteng. Seolah-olah berpikir bahwa Dan Bi tidak akan merasakan seperti apa yang baru saja Yura katakan.

“Kau tidak merasa bersalah? Maksudku, apa kau tega membiarkan Dan Bi sakit hati?” tanya Yura tida percaya. Tentu saja ia tidak menyangka, makin lama kelakuan Sehun bertambah jahat.

“Aku tidak peduli dengan siapapun, aku hanya memikirkanmu dan diriku. Dan surat perceraianmu dengan Luhan, akan kupastikan segera selesai sebelum kita benar-benar pergi meninggalkan Korea. Kau tahu mengapa aku melakukan ini semua? Hanya kau orang yang selalu ada untukku,” ucap Sehun setegas mungkin sebelum akhirnya meninggalkan Yura sendiri.

Udara dingin dan aura kegelapan tiba-tiba saja seperti menyelubungi ruangan itu, bahkan meski Sehun telah pergi meninggalkan Yura sendiri, suasana mencekam belum juga hilang.

Sehun semakin tega. Sifat egoisnya seakan menguasai dirinya.

Pelan-pelan Yura melangkah menuju pintu kamarnya, ia sedikit menyembulkan kepalanya melalui sela-sela pintu, mengintip situasi di luar kamarnya, dan alhasil, tidak ada siapapun, Sehun benar-benar telah pergi meninggalkannya sendiri berserta apatermen.

Yura keluar dari kamarnya dan berjalan menuju kamar Sehun yang berada tepat di depan kamarnya. Membuka pintu kamar Sehun dengan pelan dan mulai mencari sesuatu yang menurutnya penting.

Kamar Sehun masih sama seperti terakhir kali ia ke tempat itu. Bau maskulin yang berpadu dengan caramel menyeruak di pencium Yura. Wangi yang tidak asing baginya.

Yura mulai berjalan mendekati lemari dan mulai mencari-cari sesuatu di dalam sana. Lalu ia membuka laci-laci nakas di samping tempat tidur Sehun, tapi hasilnya masih tetap nihil, sampai akhirnya ia terus berpikir keras, dan akhirnya ia menemukan jawaban, dari pengalaman yang pernah ia temukan, orang-orang akan meletakkan berangkasnya di balik lukisan atau pigura berukuran cukup besar, dan di dalam kamar Sehun, lelaki itu mempunyai pigura yang berukuran cukup besar, di dalam foto itu, Sehun berpose dengan ekspresi dingin, wajahnya terlihat maskulin, dan rahangnya terbentuk dengan sangat tegas, benar-benar tampan.

Cepat-cepat Yura naik ke atas tempat tidur Sehun. Pigura itu terpajang tepat di atas tempat tidur lelaki itu. Lamat-lamat ia melepas pigura itu dari dinding tempatnya berada.

Kali ini keberuntungan berada di sekitar Yura, yang berada di balik pigura itu memang berangkas tersembunyi.

Tapi ada yang kurang, Yura tidak tahu apa password yang tepat untuk dapat membuka berangkas tersebut. Kira-kira angka apa yang bisa membukanya? Dia terus saja berpikir dengan keras. Apa jangan-jangan tanggal lahirnya? Tiba-tiba saja ia berpikiran kalau Sehun pasti menggunakan tanggal lahirnya untuk kode berangkas itu.

Telunjuknya lihai memencet angka-angka yang terdapat di depan pintu berangkas, lalu suara tanda terbukanya berangkas itu pun menyala. Dia tidak salah, kode yang ia gunakan ternyata benar.

Cukup mudah untuk menebak kode apapun yang digunakan Sehun, lelaki itu selalu menggunakan tanggal lahir Yura untuk bisa selalu mengingatnya, itu yang Sehun ucapkan dulu padanya. Namun kode apartemen Sehun tentu bukan tanggal lahirnya, lelaki itu menggunakan kode angka yang berbeda.

Ketika Yura sudah membuka pintu berangkas itu, ada beberapa dokumen yang tersusun rapi di dalamnya, termasuk ponselnya yang sengaja ditahan dan disimpan oleh Sehun.

Tanpa berpikir panjang, Yura segera mengambil ponselnya berserta dokumen-dokumen itu, dan dia mulai membaca dokumen itu satu persatu. Tatapannya sedikit tidak percaya ketika membaca salah satu dari beberapa dokumen itu, karena dokumen itu lah yang selama ini ia cari-cari.

***

Sehun memarkirkan mobilnya di daerah pelataran parkir kafetaria. Saat ia berjalan masuk ke dalam kafetarian tersebut, ada seseorang yang tanpa sengaja menabrak dirinya, ketika mereka tengah berlawanan arah di ambang pintu masuk.

Karena senggolan itu kuat, lengan Sehun terasa nyeri dan ia segera menoleh pada orang yang telah menabrak dirinya.

Tatapan ia bertemu pada mata itu. Jelas saja Sehun langsung mengetahui siapa orang yang memandangnya dengan tatapan sengit yang penuh arti.

Takdir pertemuan ini tidak bisa dihindarkan, karena keduanya sudah saling memandang dalam diam.

***

Dari informasi yang Chanyeol berikan, Sehun akan mampir ke kafetaria itu sebelum ia benar-benar berangkat ke kantornya. Dia akan mampir setiap harinya saat waktu telah menunjuk pukul delapan. Dan ternyata Luhan memang tidak terlambat, lelaki itu sudah datang ketika ia hampir saja termakan oleh rasa jenuh dan emosinya.

Sehun sering sarapan pagi di kafetaria itu dan ia akan berangkat ketika jam sudah menunjuk pukul sembilan pagi. Bisa dikatakan, pola hidup Sehun memang teratur dan tertata dengan sangat baik, tidak seperti Luhan yang lebih suka berfoya-foya dan sering hangout bersama teman-temannya.

Satu menit kemudian, mereka mulai duduk di salah satu meja yang ada di dalam kafetaria tersebut, sebab Luhan yang menawarkan pada Sehun untuk mau sarapan bersama dengannya, atau sekedar minum teh bersama.

Luhan dan Sehun duduk saling berhadapan, hanya meja bulat kafetaria yang misahkan jarak di antara mereka berdua.

Bibir Luhan menipis sinis, sementara Sehun tetap memandangnya datar tanpa ekspresi apapun.

“Apa sebelumnya kita pernah saling mengenal? Aku tidak punya waktu lagi, masih banyak pekerjaan lain yang harus aku kerjakan,” tentu saja Sehun tidak ingin berlama-lama lagi, rasa canggung dan aura aneh mulai menguar di sekitar mereka.

Terlebih lagi Sehun tidak tahu apa maksud Luhan mengajaknya sarapan bersama seperti ini, padahal mereka baru saja bertemu dalam keadaan yang tidak direncanakan maupun diduga.

Sebenarnya apa yang diinginkan Luhan? Apa dia sudah mengetahui semuanya?

“Aku hanya ingin menyapamu, karena kau orang yang pernah kutemui saat aku sedang mencari Yura. Ah, tidak, lebih tepatnya kau bersamanya ketika aku sedang sibuk-sibuknya mengkhawatirkan gadis itu. Lagi pula kita seangkatan di sekolah, tapi dari informasi yang kudapat, kau telah mengikuti ujian agar mendapat ijazah lebih cepat dari murid lainnya,” Luhan berusaha tersenyum ramah, tapi rasa tidak sukanya membuat dirinya tidak bisa melakukannya.

Sehun mendengus, menahan tawa mengejeknya, “Jelaskan apa maumu? Kau lelaki yang terlalu muluk-muluk. Aku tidak suka itu.”

Luhan mencibir, “To the point sekali dirimu. Tapi kurasa dirimu lah yang suka bermain-main, terlalu muluk-muluk, dan suka menusuk orang dari belakang. Kau pasti kenal denganku, jauh sebelum aku mengetahui dirimu.”

Aura menegangkan semakin terasa, keduanya saling menatap tajam, seperti tidak rela terpojokan.

“Maksudmu aku?” tanya Sehun penuh penekanan, namun terdengar tetap santai.

Luhan mengangguk, tetap santai dan mencoba untuk meredam amarahnya. Sehun sama sekali tidak memasang wajah bersalah, seolah-olah ia tidak mengenal Luhan dan tidak pernah berurusan dengannya.

“Baiklah, aku tidak ingin berlama-lama lagi. Kita bukan lagi bocah lima tahun ataupun enam tahun,” ujar Luhan tenang membuat tatapan Sehun berubah menjadi tidak menyangka.

Apa Luhan masih mengingat masa kecil mereka?

Luhan menyipitkan pandangannya, “Sudah lama kita tidak berjumpa, bila dihitung-hitung sudah tiga belas tahun. Sekarang usiaku sudah delapan belas tahun, dan kutahu usiamu sudah menginjak sembilan belas tahun. Apa kau terkejut? Bisa dibilang aku ingat semuanya dan sekarang aku sudah tahu saudara tiriku. Dan namanya Oh Sehun, lelaki yang sedang duduk di hadapanku,” pandangannya menjadi tajam ketika menyebut nama Oh Sehun.

Tangan Sehun bergerak dan dia semakin merapatkan tuksedonya, sebut saja dia sedang mencoba membenarkan letak tuksedonya.

“Bagus kalau kau sudah ingat,” Sehun tersenyum kecil, dari senyuman itu saja sudah terlihat jelas, betapa ia tidak menyukai situasi ini maupun Luhan.

“Kembalikan Yura padaku. Dendammu tidak ada hubungannya dengan gadis itu.”

“Yura? Kau tidak ada hak dengan gadis itu, karena dia milikku.”

“Dia istriku,” Luhan sengaja menekan ucapannya.

Gelak tawa Sehun terdengar, lelaki itu seakan mengejak atas apa yang baru saja Luhan ucapkan, “Kau bilang istrimu? Apa kau tahu sebelum pernikahan kalian terjadi, orang pertama yang ingin ayahmu nikahkan dengannya adalah aku. Seharusnya aku yang berhak untuk mendapatkannya. Lagi pula sebelum kau hadir, orang pertama yang ia cinta itu adalah aku. Jadi kau sama sekali tidak berhak menyuruhku untuk mengembalikannya padamu.”

“Aku tahu tentang rencana ayahku yang ingin menikahkan kalian,” Luhan tahu kenyataan ini dari mulut Chanyeol. Lelaki itu bilang, Yura sempat menjelaskan padanya dan memberikan beberapa bukti tentang rencana perjodohan yang Tuan Xi lakukan pada dirinya serta Sehun. Gadis itu menyuruh Chanyeol untuk memberitahu Luhan setelah ia tidak lagi ada di samping lelaki itu.

“Dan aku tekankan sekali lagi, dia bukan barang dan dia adalah istriku. Istri sahku. Lalu jika kau merasa dia berarti untukmu, mengapa kau meninggalkannya saat kau masih menjalin hubungan dengannya? Dan mengapa kau membatalkan tawaran ayahku untuk menikahinya, kau lelaki munafik,” Luhan menyindir dengan nada tidak senang. Semua masa lalu Yura dengan lelaki itu, tentu Luhan sudah mengetahuinya.

“Aku meninggalkannya karena kematian ibuku. Hidupku seakan hancur dan aku akui, itu emang kesalahanku karena telah menyia-nyiakannya. Dan masalah penolakanku terhadap perjodohan itu, itu karena aku membenci ayahmu yang seolah-olah berpura-pura peduli pada hidupku. Dia ingin mengaturku, tapi aku tidak ingin apapun darinya. Aku tidak butuh kasih sayangnya, aku tidak butuh siapapun dalam hidupku kecuali Yura dan ibuku. Dia bukan ayahku, dan karena aku belum mengetahui tentang siapa wanita yang akan ia jodohkan denganku, akhirnya aku menolaknya. Aku akui, sekarang aku menyesal karena ia sudah jatuh di dalam dekapanmu. Namun aku akan memastikan kalau Yura akan kembali lagi ke dalam pelukanku. Karena kami saling mencintai.” Sehun menekankan prinsipnya, memasang raut wajah keras kepala yang sangat terlihat jelas.

“Dulu. Dulu sekali gadis itu pernah mencintaimu. Dan sekarang, aku rasa dia tidak mencintaimu lagi, jadi aku ingin kau melepasnya dan jalani hidupmu yang baru dengan Park Dan Bi. Bukankah kau sendiri yang membuat hidupmu seperti ini? Membuatnya sulit dan menyeret Yura lagi ke dalam permasalah hidupmu yang rumit. Kau telah mengumumkan tunanganmu dengan Dan Bi. Tapi kau masih berani untuk terus mengganggu Yura?”

“Aku tidak mengganggu siapapun. Masalah tunanganku dengan Dan Bi ini tidak ada kaitannya denganmu, jadi jangan ikut campur,” Sehun memperingati Luhan dengan nada dan tatapan yang tajam.

“Sepertinya berbicara denganmu sama saja tidak ada gunanya. Aku hanya ingin memberi ini,” Luhan memberikan beberapa berkas kepada Sehun, tapi lelaki itu tetap enggan untuk menerimanya, sampai akhirnya Luhan meletakannya di atas meja.

“Ibu bercerai dengan ayah bukan karena kejahatan ayah atau apapun itu. Ini semua disebabkan penyakit yang sudah Ibu derita sejak lama. Dan aku baru tahu Ibu sudah meninggal setahun yang lalu, maafkan aku karena baru mengetahuinya,” dari kata-katanya, Luhan tampak menyesal, tatapannya yang sendu dapat Sehun lihat.

“Apa yang kau tahu? Kau tidak pernah peduli pada Ibu bahkan kau tidak pernah berusaha mencari keberadaan kami. Aku membenci dirimu yang selalu mendapat tempat istimewa di hati Ibu,” raut wajah dingin Sehun makin menjadi-jadi. Dia membenci Luhan yang selalu saja mendapatkan apa yang dia inginkan. Jadi Sehun tidak akan tinggal diam kalau Yura juga ikut-ikutan membela lelaki itu, apalagi bisa kembali padanya. Sehun tidak akan membiarkan orang yang ia cintai jatuh ke tangan Luhan lagi. Tidak lagi. Luhan sudah terlalu sering mencuri apa yang seharusnya menjadi miliknya.

“Terserahmu ingin membenciku atau tidak. Tapi aku mohon jangan pernah membenci Ayah, dia tidak pernah menyampakkan kalian sebelum ia tahu kalau Ibu menyembunyikan penyakitnya dari Ayah. Ibu meminta bercerai, karena ia punya penyakit yang tidak ingin Ayah ketahui. Maka itu, Ibu berpura-pura selingkuh di depan Ayah agar Ayah dapat menceraikan Ibu. Yang jelas, mereka berdua saling mencintai bahkan sampai sekarang Ayah tidak pernah dekat dengan wanita lain ataupun menikah lagi.”

“Lalu mengapa dia tega menceraikan Ibu kalau dia mencintai ibuku?”

Pertanyaan Sehun membuat Luhan terdiam dan tidak berkutik untuk beberapa saat.

“Karena Ibu tetap bersikukuh untuk meminta bercerai. Dia tidak ingin Ayah terbebani atas penyakitnya. Dari informasi yang baru saja aku dapatkan, Ayah sering menyambangi kediaman kalian di Jepang. Aku mendapat bukti-bukti itu dari tiket pesawat yang sering ia simpan di dalam kamar kerjanya, setelah aku cek, dia sering mendatangi alamat ini,” Luhan meletakkan secarik memo di atas meja yang kemudian di lirik oleh Sehun, “Benarkan kalau itu tempat tinggal kalian?”

“Dari mana kau tahu kalau bukan ayahmu penyebab perceraian ini? Lalu bisakah kau jelaskan mengapa dulu sewaktu kita masih kecil, dia sering kali memarahiku padahal semuanya adalah salahmu,” cepat-cepat Sehun mengajukan pertanyaan itu. Sebab masih banyak hal yang belum ia ketahui, ia tidak bisa memungkiri bahwa ia ternyata sedikit memercayai pernyataan Luhan.

Sewaktu itu, ibu mereka memang sakit-sakitan, bahkan sakitnya makin parah ketika ibunya telah bercerai dengan ayah tirinya. Maka itu, Sehun sempat mengambil kesimpulan bahwa Ayah Luhan tidak ingin mengurus ibunya yang sakit-sakitan. Justru Sehun sangat ingat sekali bagaimana dulu ibu dan ayah tirinya saling mencintai, jarang terjadi pertengkaran, sebelum kemudian puncak pertengkaran itu terjadi saat mereka ingin bercerai.

Seingat Sehun, ayah tirinya pernah berkata, “Aku tidak akan menceraikanmu meski kau telah berselingkuh.”

Tiba-tiba saja ucapan Tuan Xi terngiang di telinganya, mau tidak mau hal itu sontak membuat mata Sehun membalalak kaget. Dia benar-benar lupa akan kejadian di mana ia mendengar sendiri pertengkaran orang tuanya, saat itu juga ibunya menangis dan tetap ingin bercerai.

Sehun bodoh, selama ini apa yang harus ia dendamkan? Rasa irinya menutup seluruh kenyataan yang pernah ia ketahui. Dia seperti orang yang kehilangan separuh ingatan tentang masa lalunya.

Kali ini Sehun tidak bisa mengelak lagi.

“Apa kau masih tidak percaya? Aku bisa membuktikannya lagi,” Luhan memberi selembar memo lagi pada Sehun, lelaki itu meletakkannya di atas meja sebelum melanjutkan ucapannya, “Itu alamat Pengacara Shin Young Chul. Kau bisa mendatanginya dan bertanya tentang kronologis perceraian mereka, hanya dia yang tahu semuanya. Dan kurahap kau percaya dan mau menghentikan semuanya, tentang rencana balas dendammu ataupun berhenti memisahkan aku dengan Yura.”

Sebenarnya Luhan ingin langsung menghajar lelaki itu, tapi kekerasan tidak akan menyelesaikan semuanya, berbicara dengan kepala dingin memang lebih baik, karena ternyata Sehun meresponnya dan juga ingin tahu lebih. Luhan tentu dapat menyimpulkan betapa Sehun merasa seperti orang bodoh, berspekulasi sendiri tanpa mencari bukti yang benar.

Terlebih lagi menyangkut masalah Yura, Luhan benar-benar ingin membuat lelaki itu terkapar tidak berdaya karena sudah berani mengambil Yura dari tangannya. Namun lagi-lagi Luhan tidak tega, mengingat masa kecil mereka yang begitu dekat membuatnya menjadi lemah.

“Semalam aku bermimpi tentang masa kecil kita, betapa dekatnya kita dulu dan selalu bermain bersama. Saat itu kau pernah membersihkan lukaku saat aku terjatuh dan menangis. Kau malah memberikan permen yang kau beli dengan uangmu sendiri padaku karena tangisku tidak juga reda, padahal kau sudah mencoba untuk membuatku tertawa dan sudah mengobati lukaku. Dan karena permen itu, aku jadi berhenti menangis. Sepertinya aku belum mengucapkan terima kasih. Terima kasih atas perhatianmu dulu padaku, kau adalah kaka terbaik yang pernah ada.”

Luhan tersenyum tulus, ia berbicara seakan mereka memang kembali pada saat di mana semuanya masih berjalan dengan baik.

Yang Luhan ceritakan tadi, tentu Sehun masih ingat betul. Dia kira Luhan sudah melupakan semuanya. Entah itu perasaannya saja atau tidak, yang jelas hati Sehun yang dingin mulai menghangat seiring dengan kenangan yang baru saja Luhan sampaikan. Tapi Sehun mencoba untuk mengelaknya, ini disebabkan karena Yura, gadis itu tidak boleh kembali pada Luhan.

“Aku tidak akan melupakan masa kecil kita, dan kuharap janji kita yang akan tetap bersama bisa kita mulai lagi,” ujar Luhan pelan sebelum kemudian meninggalkan Sehun sendiri di dalam kafetaria itu. Pergi tanpa mengucapkan apa-apa lagi. Yang terakhir ia lihat, Sehun sama sekali tidak ingin memandangnya atau menghiraukan kepergiannya.

Sehun terdiam dan mereka ulang semuanya. Tadi Luhan berbicara tentang Pengacara Shin Young Chul, dia ingat lelaki itu, lelaki itu pernah datang dan berbicara pada ibunya tentang ayah tirinya yang merasa kehilangan atas perceraian mereka. Jadi apa yang Luhan ucapkan tadi memang benar adanya. Ingatan-ingatan yang telah hilang itu, muncul lagi di pikirannya, dari masa kecilnya bersama Luhan, ataupun ayah tirinya yang ternyata juga tidak membencinya, Tuan Xi mungkin saja mulai dingin padanya karena kematian ibunya ataupun sikap tidak bersahabat yang sering ia tunjukan pada lelaki paruh baya itu.

***

Di lain tempat, ada seorang lelaki ber-jas dokter sedang berjalan melintasi koridor rumah sakit yang tidak begitu ramai. Lelaki itu memakai masker yang menutup separuh wajahnya, lalu setelah ia sampai di depan pintu kamar pasien, ia mulai menoleh ke belakang untuk memastikan tidak ada siapapun yang melihatnya masuk. Setelah merasa aman, ia pun membuka pintu itu dan masuk ke dalamnya dengan langkah pasti.

Setelah dia masuk ke dalam kamar rawat itu, ia memandang seseorang yang sedang berbaring di tempat tidur dengan tatapan yang tidak bisa diartikan. Ternyata pasien yang sedang tidak sadarkan diriku adalah Tuan Xi.

Lelaki itu mendekat ke samping ranjang Tuan Xi. Dari tempatnya berdiri, dia bisa melihat wajah Tuan Xi yang sedang tertidur di tempat tidurnya dengan alat-alat dokter yang terpasang di tubuhnya, juga selang oksigen di hidungnya. Benar-benar menyedihkan dan seperti tidak ada kesempatan hidup lagi untuk lelaki paruh baya itu.

“Benar-benar mengenaskan hidupmu ,Tuan Xi. Hidup seperti ini hanya menyiksamu saja. Lebih baik aku yang menghentikan penyiksaanmu ini. Agar kau bisa tenang dan tidak menyusahkan siapa pun. Kalau pun kau hidup, kau bisa merusak segalanya, karena kau adalah kunci dari rencanaku. Kau tahu tentang bagaimana menyelesaikan penggelapan dana perusahaanmu. Bisa-bisa rencanaku gagal untuk melanjutkan semua rencanaku. Dan kau tahu? Tangan ini gatal karena menginginkan seseorang sepertimu untuk dibunuh,” suaranya terdengar seperti gumaman, karena masker yang ia kenakan belum juga dilepaskan. Membuat siapapun bertanya sebenarnya siapa orang yang begitu membenci Tuan Xi sampai-sampai ingin mencelakakannya.

Matanya menatap penuh kebencian pada Tuan Xi masih belum tersadar.

“Hari ini adalah hari kematianmu. Ucapkan selamat tinggal pada dunia, lelaki idiot.” Lelaki itu terkikik pelan. Terdengar menghina dan menyepelehkan. Dia benar-benar tahu kapan lelaki parah baya itu akan mati.

Tangan bergerak dan merogoh saku celananya, satu buah suntikan kecil ia angkat di depan wajahnya. Melihat suntikan iu sekilas sebelum membuka tutup jarum suntik itu. Sesudahnya, ia mulai mengarahkan jarum suntik ke selang infus Tuan Xi dan menyuntiknya segera. Cairan yang sudah masuk ke selang Indus itu, mulai berjalan dan bercampur dengan air infus, mulai berjalan menuju kulit Tuan Xi.

Lelaki itu mencabut jarum suntinya dan menatap Tuan Xi lagi. Ada banyak dendam di matanya, yang tidak bisa diutarakan hanya dengan penjelasan, “Sehun memang tidak tahu ini, tapi aku benar-benar ingin kematianmu karena aku ingin Sehun tetap menjadi orang yang sendiri, sama sepertiku, yang harus hidup sendiri akibat kecelakaan yang menimpa keluarga dan orang yang kucintai. Mereka pergi meninggalkanku dan Sehun yang sudah masuk ke hidupanku harus mengalami hal yang sama sepertiku.”

Jika didengar dengan spesifik, lelaki itu benar-benar tidak memiliki siapapun. Dia seperti hidup di dunia tanpa ada siapapun yang pedulinya. Tapi masih belum terlihat jelas apa yang sebenarnya dibenci lelaki itu. Dan siapapun pasti tidak tahu apa motifnya sampai ia tega menyuntik Tuan Xi hingga tubuh lelaki tua itu menggelinjang tak menentu.

Lelaki misterius itu telah menyuntik mati Tuan Xi. Rencananya kali ini berjalan lancar.

***

Sekitar jam sebelas pagi tadi, Yura menelepon Chanyeol dan menyuruh lelaki itu agar datang ke apartemen Sehun, menyamar sebagai salah satu petugas kebersihan agar dapat masuk ke dalam apartemen Sehun.

Sebelumnya, Chanyeol sempat membayar salah satu petugas kebersihan di sana dengan harga yang cukup mahal. Kemudian ia meminjam bajunya dan mulai masuk ke dalam apartemen Sehun dengan password yang sudah diberikan lelaki petugas itu padanya, dengan itu Chanyeol jelas saja bisa masuk dengan sangat gampang.

Chanyeol mulai masuk ke dalam apartemen Sehun. Awalnya, Yura memasang ekspresi was-was ketika ada seseorang yang sedang memencet kode pintu dan berusaha untuk membukanya, tapi rasa was-was gadis itu mulai hilang ketika Chanyeol membuka maskernya dan tersenyum lebar padanya.

“Kau membuatku terkejut, Paman,” keluh Yura sembari mengelus-elus dadanya. Beberapa detik yang lalu, jantungnya serasa ingin meledak.

“Dimana berkas-berkas bukti itu?” Chanyeol bertanya dan berjalan mendekati Yura.

Buru-buru Yura ke kamarnya dan mengambil berkas-berkas yang ia temukan. Setelah itu ia segera keluar dan berlari kecil, lalu memberikannya pada Park Chanyeol.

“Bukti-bukti ini lengkap, aku menemukannya di kamar Sehun. untung saja dia memakai tanggal lahirku untuk kode brangkasnya.” Yura menghela napas dan melirik berkas-berkas yang berada di tangan Chanyeol sekilas, “Di dalam berkas itu juga terdapat alamat di mana Sehun mencoba untuk membuat surat tuduhan. Dan surat tuduhan itu ia cetak di perusahaan illegal, jelas saja bukti-bukti itu bersifat palsu.”

Chanyeol menggeleng-geleng tidak percaya, “Dia terlalu terobsesi padamu dan begitu membenci Luhan serta Tuan Xi.”

“Aku tahu apa yang dia pikirkan tidak benar. Luhan dan Tuan Xi tidak seburuk apa yang dia pikirkan,” ucap Yura lemah.

“Sepertinya kita harus segera pergi sebelum Sehun pulang,” ajak Chanyeol dengan terburu-buru. Lelaki itu mulai memasukan dokumen itu ke dalam balik bajunya agar siapapun tidak tahu kalau ia sedang membawa beberapa dokumen dari rumah Sehun, kemudian menggenggam pergelangan tangan Yura dan menuntunnya ke luar dari apartemen Sehun.

Tapi ketika pintu baru saja terbuka, ada seseorang berdiri tepat di depan pintu apartemen, memakai hoodie berwarna hitam dengan posisi kepala menunduk. Topi yang ia gunakan juga nyaris menutup wajahnya, Yura dan Chanyeol tidak tahu siapa lelaki itu.

Dan hal yang paling mengejutkan lagi, lelaki itu membawa tongkat besi sepanjang lengan orang dewasa dan tanpa diduga ia mengacungkannya di hadapan Yura dan Chanyeol, membuat keduanya menjadi takut dan memilih untuk mundur beberapa langkah.

“Siapa kau?” Yura bertanya, suaranya terdengar bergetar, menandakan ia sedang menutupi rasa takutnya.

“Orang yang akan membawamu ke neraka.” Suara itu adalah suara lelaki, terdengar seperti janji setan yang begitu menakutkan.

Lamat-lamat wajah itu mulai bergerak, dan kini Yura maupun Chanyeol dapat melihat wajah itu. Namun mereka masih belum tahu siapa sebenarnya lelaki itu, karena sebuah masker yang dikenakan lelaki itu menutup separuh wajahnya dan mereka berdua hanya dapat melihat mata tajamnya. Melihat mata itu saja, Yura maupun Chanyeol dapat menyimpulkan apa yang dirasakan lelaki itu. Mata lelaki misterius itu menyiratkan kebencian, kesepian dan keirian yang mendalam.

Kemudian tiba-tiba saja lelaki itu melayangkan tongkat besi yang ia pegang sejak tadi dan mengarahkannya tepat ke kepala Chanyeol, membuat Chanyeol merasakan sakit yang teramat sangat pada kepalanya. Di luar kontrol Chanyeol, tubuhnya langsung terjatuh ke lantai dan tak sadarkan diri. Lelaki misterius itu sudah menyerangnya dengan tiba-tiba sebelum Chanyeol bisa membela dirinya lebih dulu.

Sementara Yura menjerit histeris, dia semakin kalut karena darah sudah mengalir mulus dari kepala Chanyeol.

―TBC―

Mungkin dua chapter lagi FF ini bakal abis kali ya wkwkwk. Kita semakin mendekat pada penghujung FF ini. Dan maaf kalo FF ini makin lama makin absurd konfliknya hahaha. Chapter ini kepanjangan ya? Sorry soalnya mesti dijelaskan semuanya.

Ditunggu ya like and commentnya J

Kalau ada typo, tolong beritahu di mana letaknya agar saya bisa mengeditnya balik. Saya kurang teliti karena saya sangat sibuk, makannya saya tidak bisa membaca ulang.

Choi Yura

Xi Luhan



Diharapkan kepada pembaca untuk tidak memberi komen seperti next, daebak, dan seru doang ya. Saya ingin kalian memberi apresiasi yang lebih kepada saya dalam sebuah komentar. Karena menulis komentar tidak seribet menulis fanfiction. Kalau kalian memberi apresiasi yang lebih, tentu saja saya akan semangat melanjutkan ini sampai ending. Saya tidak membalas komentarnya disebabkan kuota yang limit, tapi saya tetap membacanya kok. Terimakasih

Filed under: comedy, family, Marriage Life, romance, school life Tagged: Baekhyun, chanyeol, jeongkook, Jongin, Luhan, OC'S, Sehun

Show more