Setelah ” jokowi effek” sekarang jeblok total … katrok !
JOICE TAURIS SANTI
Siang | 10 Agustus 2015 15:58 WIB137 dibaca 0 komentar
JAKARTA, KOMPAS — Pekan ini diperkirakan Indeks Harga Saham Gabungan masih akan melemah. Belum ada berita yang positif dan mendukung penguatan indeks. Hari ini Presiden Joko Widodo berkunjung ke Bursa Efek Indonesia untuk menghadiri peringatan 38 tahun diaktifkannya kembali pasar modal di Indonesia.
Pasar modal di Indonesia sebetulnya sudah ada pada 1912 untuk kepentingan VOC, tetapi perkembangannya jauh dari yang diharapkan. Aktivitas sempat terhenti dan baru 1977 pemerintah mengaktifkan kembali pasar modal.
“Pada perdagangan di pekan ini IHSG diperkirakan akan berada pada rentangsupport 4.725-4.750 dan resisten 4.785- 4.875. Maraknya sentimen negatif membuat IHSG cenderung melemah. Pelaku pasar lebih memilih untuk profit taking. Meski di pekan ini kami melihat masih ada potensi pelemahan seiring ekspektasi akan rilis melemahnya data ekonomi global, tetapi diharapkan pelemahan yang terjadi tidak terlalu signifikan. Tetap antisipasi sentimen yang akan datang,” demikian perkiraan Riza Priambada, analis dari NH Korindo.
Pada perdagangan Senin (10/8), indeks memerah. Data RTI menunjukkan indeks terkoreksi 0,45 persen atau 21,490 poin menjadi 4.749,03 pada pukul 09.20. Sektor aneka industri menurun paling dalam 0,95 persen disusul oleh sektor pertanian yang turun 0,815 persen dan keuangan yang turun 0,71 persen.
Sementara itu, analis dari Investa Saran Mandiri, Kiswoyo Adi, mengatakan, sepanjang pekan ini diperkirakan pasar saham di Indonesia tidak terlalu bergejolak seperti pasar saham di Amerika Serikat. “Kami mencatat Dow Jones memiliki price to earning ratio (PE Ratio) hingga 17 kali per hari Jumat minggu lalu kemudian diikuti oleh Indeks S&P dengan PE Ratio sebesar 21 kali. Jika kami bandingkan dengan metode yang sama, akan kami dapatkan PE Ratio IHSG berada pada level 13 kali. Saham yang paling mahal adalah saham PT Univeler Tbk (UNVR) dan membuat PE ratio menjadi tinggi. Jika UNVR kami hilangkan dalam perhitungan, kami mendapatkan angka PE Ratio di kisaran 11 kali untuk IHSG di level saat ini,” katanya.
Berdasarkan data di atas, Kiswoyo beranggapan kondisi pasar saham Indonesia sepanjang minggu kedepan akan lebih tidak bergolak jika dibandingkan dengan pasar saham di AS. Secara statistik, pasar AS relatif lebih bergolak.
Ketika pasar sedang menurun, tetap ada kesempatan bagi para investor. Kiswoyo menyarankan, investor memperhatikan sektor perbankan. Sebagian besar emiten perbankan sudah memberikan laporan keuangannya dan terlihat ada penurunan laba hampir pada semua bank besar.
Penurunan itu terkait dengan semakin besarnya pos penyisihan atas piutang ragu-ragu yang disimpan bank untuk dicadangkan jika ada kredit macet yang tidak tertagih. Ketika utang itu akhirnya dapat tertagih, tentu akan menambah laba emiten perbankan.
“Jadi, penurunan laba yang terjadi pada PT Bank Mandiri Tbk (BMRI), PT Bank BRI Tbk (BBRI), ataupun PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) dan PT Bank BNI Tbk (BBNI) saat ini adalah tambang emas berikutnya untuk Anda para investor. Masa-masa saat IHSG sedang berada di bawah seperti ini adalah masa yang tepat untuk membeli saham bank besar seperti BMRI, BBRI, BBCA, BBNI di harga murah atau rendah. Momen ini adalah saat yang ditunggu oleh para investor untuk membeli saham bank besar untuk disimpan dalam jangka menengah dan panjang,” katanya lagi.
Di pasar valuta, kurs rupiah juga belum berhasil bangkit secara signifikan. Nilai tukar rupiah bertahan di posisi terendah pada awal pekan ini. Mengacu pada kurs referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor), rupiah pun pada posisi sama dengan sebelumnya pada level Rp 13.536 per dollar AS.
Diperkirakan kurs rupiah masih berada dalam tren pelemahan. Sama seperti bursa, belum ada sentimen positif dari dalam dan luar negeri yang dapat menopang kurs rupiah sehingga menjadi menguat tajam.
0
0
0
Filed under: JOKOWI & Co