2015-08-07



“Kita menganggapnya ancaman karena kita menghubungkannya dengan kematian Wulan dan…tanpa kita sadari, kita langsung berpikir bahwa arwah Wulan akan membalas dendam.”

Beberapa di antara mereka masih sedikit bingung dengan penjelasan itu, tapi mencoba untuk mencernanya. Lalu Hakim membuka suara karena merasa dia juga tak memahami apa maksud SMS yang telah diterimanya itu.

“Wan, kalau begitu apa maksud sms itu? Pesan yang aku terima itu kan seperti berkaitan dengan sebuah janji, tapi aku tak merasa punya janji dengan seseorang.”

Benny mengetuk jidatnya sendiri. “Kenapa kita harus pusing-pusing seperti ini? Hubungi saja nomor ini sekarang juga biar kita tahu siapa mahluk brengsek yang usil itu.”

Joshep langsung menyiapkan ponselnya dan memberikannya pada Benny. “Nih, pakai ponselku.”

“Aku juga bawa ponsel sendiri, Josh. Kamu saja yang hubungi dia.”

Joshep kelihatan ragu-ragu. “Kan kamu yang punya ide itu, Ben.”

“Gimana kalau kamu saja Hen?” Benny memandang saudara sepupunya, berharap Henry mau melaksanakan tugas mengerikan itu. Tapi Henry langsung angkat tangan. Rexi langsung menguap, berlagak mengantuk. Dia pun tak akan sudi melakukan ide itu.

“Atau kamu saja, Rid?” Benny masih berharap.

“Aku tak mau mengerjakan hal-hal yang tidak efektif seperti itu,” jawab Farid langsung.

“Wan?”

“Sebaiknya kamu saja Ben,” kata Wawan. “Kan kamu juga yakin kalau nomor itu sudah dimiliki orang lain?”

Akhirnya, dengan sedikit dongkol Benny pun mulai membuka phonebook di ponselnya untuk mencari nomor ponsel Wulan. Sebenarnya dia juga merasa takut untuk melakukan tugas itu. Tapi mau bagaimana lagi? Dialah yang mempunyai usul itu. Dia tak punya alasan untuk menolaknya.

Begitu nada sambung berbunyi, Benny langsung menempelkan ponsel itu pada telinganya. Sejenak ditunggunya suara yang akan menerimanya. Tapi kemudian Benny menyentakkan ponselnya dari telinganya. Tanpa sadar bibirnya menjerit, “aaaaa…!!!”

“Kenapa Ben?” Joshep langsung tanggap. Sementara yang lain langsung bergidik ngeri.

“Dengar ini, Josh.” Benny memberikan ponselnya dengan gemetar. Joshep menerimanya dengan sedikit takut pula, tapi memberanikan diri untuk menempel-kan ponsel itu ke telinganya. Seperti Benny, dia pun tanpa sadar langsung menyentakkan ponsel itu dari telinganya. Dia mendengar suara tawa mengerikan seorang perempuan dari ponsel itu.

“Apa yang kalian dengar?” Rexi bertanya penuh penasaran. Joshep segera mengangsurkan ponsel itu padanya tapi Rexi langsung menggeleng dengan keras. Wawan kemudian mengambil ponsel itu.

Sejenak Wawan mendengarkan suara tawa dari dalam ponsel itu sambil mengerutkan kening meski wajahnya menunjukkan ngeri. “Suara Wulan,” kata-nya kemudian dengan suara ketakutan.

“Apa…?!” Henry dan Farid langsung terbelalak. Rexi cuma melongo, sementara wajah Hakim langsung makin pucat pasi.

“Matikan, cepat matikan, Wan!” Benny berteriak panik. Wawan langsung memencet tombol cancel dan mengembalikan ponsel itu pada Benny.

“Letakkan saja di situ,” jawab Benny ketakutan.

Mereka pun kemudian terduduk lunglai tanpa tahu apa lagi yang harus dikatakan. Kini mereka sudah membuktikan bahwa nomor itu benar-benar milik Wulan. Itu artinya Wulan pulalah yang telah mengirimkan SMS ancaman tadi kepada Hakim. Apa yang akan dilakukan Wulan kemudian? Bulu kuduk mereka meremang dan tak satu pun dari mereka yang tak dicekam ketakutan. Bayangan-bayangan mengerikan langsung berkelebatan dalam pikiran mereka.

“Apa…apa yang harus kita lakukan…?” tanya Rexi entah pada siapa. Suaranya begitu putus asa.

Bersambung ke: Misteri Pembunuhan Berantai (15)

Show more