2013-07-19

Hidden Paradise -kawasan narsis- - Sawarna, Indonesia

Sawarna, Indonesia

Where I stayed

widi's homestay

"bintang di langit kerlip engkau di sana
memberi cahaya na di setiap insan
malam yang dingin kuharap engkau datang
memberi kehidupan di sela mimpi-mimpi na"

satu kesempatan untuk menggantungkan ga cuma mimpi tapi sebuah kenangan lagi pada bintang yang sempat rhe pandangi dalam malam perjalanan kali ini. bukan trip seperti biasa na tapi untuk pertama kali na rhe gabung dalam rombongan -jika bisa disebut demikian- touring jakarta-sawarna. bermula dari rencana ke sawarna yang gagal dan tawaran boncengan kosong dari salah satu peserta touring -tentu na tidak rhe kenal-. setelah ragu-ragu akhir na semalam sebelum berangkat rhe putuskan untuk… jalan juga.

di awali dengan nonton perempat final euro yang kelar pukul 4 pagi membuat rhe bangun agak siang. rencana awal perjalanan dari jakarta jam 6 pagi molor karena rhe yang telat datang dan tidak segera dapet bus. akhir na rhe dan ganda -yang baik hati bawain roti untuk cemilan pagi- start menuju bogor sebagai titik pertemuan pertama pada pukul 06.15. ternyata 1,5 jam perjalanan untuk sampai ke bogor tempat 2 motor -dwi+Erwin, rina+ambon- lain juga baru datang. perut yang tidak hemat ini meminta diisi dan akhir na setelah semangkuk bubur ayam ludes dan menu sarapan yang lain 3 motor -yang untung na matic semua- beranjak menuju ciawi. jangan lupa isi bensin dulu.

rute yang diambil dari bogor masuk ke ciawi untuk lanjut ambil kanan lewat cibadak. isi bensin pertama -bensin bekal awal tidak terhitung- di pom bensin sebelum cibadak. setelah melalui bukit yang ntah apa nama na, kanan kebun karet dan kiri kebun kelapa sawit, akhir na kami bisa mendarat di pelabuhan ratu untuk makan siang dulu. menu sederhana untuk daerah pantai yang rhe kira akan banyak makanan laut. setelah cukup istirahat dan kenalan -maklum perjalanan dengan motor membuat perkenalan selama perjalanan terbatas antara ojegers dan boncengers- kembali satu bukit lagi siap kami taklukan. sebelum na isi bensin kedua ada di daerah atas na pelabuhan ratu -lupa nama na-. untunglah kami mengisi bensin di sini karena setelah itu tidak ditemukan lagi pom bensin walaupun masih ada alfamart atau indomart untuk membeli perbekalan. dan mulai dari sini juga alam menunjukan wajah asli na. pemandangan laut dari atas membuat kami beberapa kali berhenti untuk mengabadikan atau sekedar menikmati na -hal ini tidak berlaku buat Erwin yang selalu minta difoto kalau ada tempat bagus-. alhasil ambon yang mulai tidak sabar untuk sampai tujuan mulai ngambek dan akhir na kami pun sampai ke sawarna pada pukul 4 sore. perjalanan ekstrim untuk sampai ke sukabumi.

jika tau akan selama ini, rhe keliatan na akan mengundurkan diri dari awal. info sebelum na adalah waktu tempuh jakarta-sawarna 5-6 jam. sedangkan yang kami temukan sekarang adalah jauh menyimpang dari info yang ada. kok bisa? pasti akan ditanyakan orang-orang yang pernah ke sana atau tau rute na. pertama, keadaan motor yang tidak semua na fit membuat kami harus bertoleransi dengan kemampuan laju na. kedua, hujan yang tidak kami perkirakan -karena jakarta ga pernah ujan- membuat waktu tertunda beberapa saat untuk berteduh. ketiga, kebiasaan narsis beberapa peserta touring yang membuat kami berhenti -termasuk rhe- di beberapa spot untuk sekedar melihat pemandangan -ga mesti ambil foto-. keempat, keadaan jalan menuju sawarna yang sangat terjal. bagi penduduk lokal kata na jalan tersebut telah -rencana- dibangun sejak setahun yang lalu namun sampai sekarang tidak selesai juga. banyak jalan berlubang dan tumpukkan kerikil yang dionggrokkan di jalanan. kata na sich untuk memperbaiki jalanan, namun kenyataan na mereka hanya tersebar di bahu-bahu jalan yang justru membahayakan pengguna jalan. salah satu na adalah motor mio yang terpaksa nyusruk kesenggol motor pengangkut kardus. ambon dan rina pernah menikmati jalanan berbatu ini tak hanya dengan hidung dan pantat tapi juga seluruh badan na. padahal di daerah ini banyak tambang batu bara. hal ini dapat terlihat dari banyak na tumpukan batu bara yang ada di sekitaran jalan sebelum sampai ke sawarna. bahkan alas tanah tempat kami berteduh saat kehujanan pun tertutup batu bara yang berserakan. mungkin tempat ini digunakan untuk tempat bongkar muat batu bara sebelum didistribusikan ntah ke mana.

pasti na jika memang ini daerah tambang dan tempat berlalu-lalang na truk atau pengangkut batu bara yang lain kenapa jalanan tidak diperbaiki? bukankah dengan jalan yang rata mereka akan lebih mudah untuk melakukan pengangkutan? apakah mereka tidak punya budget untuk membangun jalan jika budget untuk membuka tambang saja ada? kelakuan yang aneh atau ketidakpedulian yang tiada akhir yang berakibat terisolasi na sawarna dari dunia luar yang kesulitan mengakses na karena daerah ini punya potensi pariwisata yang menarik cz… ada apa saja di sana?

pertama sampai kami harus melalui jembatan gantung yang menjadi akse satu-satu na untuk bisa sampai ke sawarna. tidak dikenakan biaya retribusi atau ongkos masuk lain na untuk bisa sampai ke sana. hanya biaya menyebrang jembatan 2rb rupiah yang memang digunakan untuk perawatan dan perbaikan jembatan. karena akses ini fital, maka keberadaan na sangat diperhatikan oleh warga dan seharus na kita juga kalau tetap masih ingin ke sana. menghubungi bu widi tempat menginap kami yang telah direkomendasikan oleh beberapa pihak karena murah dan letak na yang dekat pantai. sayang sekali homestay na penuh dan kami dialihkan untuk pindah di homestay yang tidak terlalu dekat pantai. keuntungan pindah lokasi adalah kami dapat 1 rumah untuk tim kami sendiri. lebih bebas untuk melakukan apapun. sewa penginapan seharga 125 rb termasuk fasilitas makan 3 kali. cukup mahal untuk orang indonesia karena tarif ini diberlakukan per orang -bukan per kamar- mengikuti standar tarif turis manca karena justru lebih banyak turis manca yang stay di sini. apakah tempat ini kurang popular untuk turis lokal?

karena waktu tiba yang sudah sangat molor dan keinginan bermain air yang sudah tidak terbendung, maka hanya dengan menaroh bawaan kami langsung meluncur ke tanjung layar untuk bermain air dan berburu senja. jarak dari penginapan ke tanjung layar ± 700 m, bisa ditempuh dengan jalan kaki. berhubung kami sudah terbiasa dengan motor hari ini, maka kami pun menikmati fasilitas yang ada. masih ada matahari saat kami tiba di tanjung layar. dan kenapa nama na demikian? saat kau melihat na maka kau akan langsung menemukan alasan na. karang yang berdiri hampir di pinggir pantai itu menyerupai layar. sayang saat kami ke sana air sedang surut sehingga penampakan karang ini tidak sepenuh na seperti layar. bahkan kawasan di sekitar na yang sedang surut menyerupai lantai yang terbentuk dari petak-petak karang yang relatif datar. andai bawa tikar, ingin rasa na tiduran di sana.

belum lama waktu berselang matahari mulai mengakhiri hidup na hari ini. langit yang berawan membuat senja semburat di timur sawarna. kami pun melanjutkan dengan mengeksplore daerah pantai na yang ternyata terdapat beragam biota. ntah memang daerah ini kaya atau karena air yang surut meninggalkan para penghuni yang terjebak untuk tinggal di sana. sempat bertemu dengan ikan doli, sayang dia tidak sedang bermain bersama nemo dan sangat pemalu. terlalu cepat masuk ke karang jika hendak diabadikan. selain itu banyak juga binatang berbahaya yang tersebar di seluruh perairan yang sempat tertinggal. mulai dari scorpion fish, ular laut dan yang paling banyak adalah bulu babi. dianjurkan menggunakan alas kaki untuk menghindari binatang berbahaya di perairan dangkal ini selain untuk melindungi kaki dari karang-karang yang tampak na rata tapi tajam juga.

keuntungan lain dari surut na air adalah kita bisa mendekat ke karang layar na. terdapat beberapa bentuk -yang menurut rhe- unik. dari mulai menyerupai rahim sampai yang berbentuk orang tiduran. alam punya bahasa na sendiri yang ntah ingin menyampaikan apa dan apakah kita bisa menerima pesan na. pesona lain yang ada adalah debur ombak yang pecah di karang. sampai kepengen foto na, rhe n rina berburu ke ujung karang dan ternyata ditegur oleh penjaga pantai na tentang tingkat bahaya ombak di kala petang. akhir na kami pun pulang karena pencahayaan yang mulai tidak maksimal untuk melalui karang terjal.

bukan petualang jika hanya pulang dan makan malam. kita sudah berkunjung ke kawasan pantai, sayang jika tidak dimanfaatkan dengan maksimal. mengisi perut yang mulai bersuara setelah terakhir dibungkam di pelabuhan ratu 6 jam sebelum na. ternyata menu makan malam kami sangat mengenyangkan. untung juga memilih penginapan ini jika makan na memang demikian terjamin. selesai makan malam hampir semua na ingin beristirahat sebentar di penginapan. namun hasrat untuk bertemu pantai dan melihat bintang akhir na membuat rhe cabut juga malam-malam ke pasir putih sawarna. untung na diikuti oleh teman lain -kecuali ambon yang lebih memilih nonton acara dangdut di tipi, baru ketauan ternyata yang nama na ambon asli sunda :D- sehingga perjalanan tidak terlalu gelap. karena mereka yang bawa senter sementara rhe -lagi lagi- cuma numpanng jalan :D

keadaan yang gelap membuat pasir -yang kata na putih- tidak dapat terlihat jelas. tapi yang terasa jelas adalah tekstur pasir na halus dan kering. langsung deh lari ke pantai dan… gegulingan. hehehe… tidak seekstrim itu. hnya langsung tiduran di pasir aja. ngerasain setiap butir pasir langsung bersentuhan dengan kulit, tidur beralaskan pasir dan beratapkan langit sambil menatap bintang -dalam arti yang sebenar na-. memang pemandangan alam asli itu tidak bisa digantikan dengan dokumentasi atau bidikan sehebat apapun. paling ajib adalah memandang na langsung. puas tidur di pasir -sambil mulai gatal- kami pun kembali ke penginapan. ternyata dalam perjalanan melewati pekarangan yang cukup luas tempat dibangun panggung sebelum na telah banyak berkumpul warga bersarung yang… nonton dangdut. langsung inget ambon di penginapan yang menyaksikan acara dangdut lewat kotak kaca sementara tak jauh dari sana ada siaran live dangdut yang tak lepas dari pamer paha -pantes erwin betah di sana walau harus bergulat dengan nyamuk-

Sampai lepas dini hari, rombongan yang berangkat malam tak kunjung tiba di penginapan. Usut punya usut mereka nyasar sebelum na sehingga perjalanan terhambat. Dan… yang paling bikin kusut adalah… lokasi nyasar mereka bukan daerah persimpangan atau hutan yang sbelum na menjadi rute kami tapi… jeng jeng… lebak bulus –ngakak gegulingan-. Bagaimana mungkin rombongan yang gemar touring justru nyasar di kota asal, bukan kota tujuan. Alhasil sampai jam 3 pagi mereka belum juga datang.Terbangun pukul 4 untuk berburu sunrise sambil menunggu kedatangan rombongan malam yang masih dalam perjalanan. Jarot, lena, dan gupta segera bergabung untuk berburu fajar karena waktu sudah menunjukan pukul 5 lewat dan mataari mulai bersinar terang. Kali ini lokasi na adalah laguna pari, 2 km dari penginapan. Ternyata jalur na tidak semudah yang kami kira. Perkiraan waktu tempuh 15 menit sangat jauh dari realita karena beberapa kali motor selip atau penumpang yang harus berjalan kaki karena medan na yang susah dilalui. Dan saat pagi mulai terang, belum ada setengah jalan, kami pun kehilangan petunjuk alias nyasar.Berputar-putar di hutan sampai bertemu warga local untuk bertanya jalan tapi… bensin keburu ga tahan dan akhir na kami memutuskan turun daripada harus mendorong motor di jalanan yang terjal. Kembali ke tanjung layar.

Mengulang kunjungan sebenar na agak bikin bosan. Namun ketika sampai lokasi ternyata laut bisa berubah kapan saja.Sore surut pagi mulai agak pasang.untung saja rhe bisa melihat kedua na. rombongan kedua mulai mengeksplore pantai yang belum mereka kunjungi. Karena ini adalah kali kedua rhe, sekarang saat na bermain, bukan lagi saat na berburu jepretan. Ternyata menyenangkan main air sambil deg-degan karena rumput laut yang basah lebih ahli menyembunyikan apa yang hidup di sebalik na –rhe yang masih parno ma bulu babi-. Dalam perjalanan ke penginapan dapat ditemui turis manca yang sudah siap dengan papan seluncur mereka.Bingung juga mereka main surfing di daerah yang banyak karang sepeti itu? Tapi memang ombak na sich cukup tinggi. Siap-siap aja pengaman lutut.

Saat na sarapan pagi. Karena terlalu fokus dengan makan sampai tidak peduli dengan menu sarapan kali ini –nasi kuning-.Waktu makan pun dibatasi karena kami masih ingin mengunjungi beberapa tempat lagi sebelum pulang.Karang taraje menjadi tujuan selanjut na. bagi motor-motor yang kehausan pilihan na hanya mengisi bensin secara eceran karena tidak ada pom bensin di sini. Nama na juga karang taraje jadi wajar kalau isi na karang semua. Hampir sama dengan tanjung layar yang penuh karang, di sini juga demikian. Ombak na tidak terlalu besar tapi kencang. yang menarik adalah serpihan-serpihan karang di tepian pantai berbagai bentuk dan warna. Bahkan ada beberapa spot yang tekstur karang na halus menyerupai semen dasar laut, nyaman diinjak dengan kaki telanjang asal tidak terlalu dekat ke arah laut karena karang terjal yang bisa melukai siapa aja yang kurangm kendali –lirik paha yang tercabik karang-.

Selesai na berbasah-basahan, kami kembali kearah sawar na untuk melanjutkan ke goa lalai. Bukan goa bawah tanah tapi yang nama na goa tetap saja gelap. Dan untuk menghindari terjadi nahal-hal yang tidak diinginkan karena peralatan susur goa yang minim –bahkan hampir tidak ada- kami pun meminta guide. Ternyata di lokasi sudah banyak guide borongan yang harus dilayani –bukan melayani- oleh kami semua.Pakai atau tidak jasa mereka tetap dikenakan charge.Kenapa?

Kebudayaan atau kebiasaan warga sekitar yang –dalam bahasa kasar- mengemis dari para penjelajah goa. Begitu kami datang, satu per satu anak setempat mengikuti kami. Bahkan ada yang sengaja dipanggil oleh ibu na untuk mengikuti rombongan. Kata na mereka akan memandu kami. Padahal kami sendiri sudah menyewa jasa pemandu. Apa yang dilakukan anak-anak ini? Berkeliaran ga jelas di sela-sela kami. Mungkin bagi mereka yang terbiasa dengan rute na, semua na baik-baik saja. Sedangkan rhe yang baru pertama kali datang ke sana merasa sangat terganggu dengan keberadaan mereka karena menghalangi jalan atau saat di dalam goa membuat suasana tenang na penuh keributan sehingga tidak bisa dinikmati. Tidak hanya sampai di situ saja. Setelah selesai, mereka menunggu pembagian uang dari pengunjung. Tidak hanya mereka yang ada di lokasi yang minta dibagi tapi semua anak yang ada di daerah itu. Bahkan yang baru datang juga didaftarkan dan mereka tidak sungkaun untuk meminta lagi. Mental apa ini yang dibangun? Mungkin kalau keberadaan mereka bermanfaat dan terarahkan untuk mendukung tujuan wisata ga masalah. Tapi sejauh ini rhe tidak merasakan itu semua dari kehadiran anak-anak itu.

Goa lalai adalah merupakan goa tertutup yang dimanfaatkan para pengungsi saat penjajahan jepang. Pintu masuk na hanya satu, tidak mengarah ke jalan masuk yang lain. Di dalam na ada area luas yang kering saat air surut dan bisa menampung banyak orang. Lokasi inilah yang dimanfaatkan untuk para pengungsi tinggal. Karena peralatan kami tidak memadai, maka perjalanan dihentikan sampai batas air. Selebih na adalah wilayah berlumpur yang akan licin diinjak kaki-kai berair. Kata na sich jalur na 2 km. tapi belum ada 1 km kami sudah kembali karena alasan keamanan. Tidak ada stalagmite di sini karena lantai na dialiri air. Sedangkan stalagtid na tidak banyak yang masih hidup. Ntah memang sudah mati atau gara-gara tangan-tangan usil yag menyentuh na sehingga pesona kelip kehidupan mereka tidak ada lagi.

Ganti boncengan mulai dari goal alai. Kembali ke penginapan bu widi untuk makan siang sebelum akhir na berbenah dan berpisah. Seperti rombongan keberangkatan, kali ini pun kami dibagi menjadi 2. Karena keadaan motor yang tidak bisa dibawa jalan cepat dan keinginan untuk sampai Jakarta sebelum senin, maka dwi-erwin-rina-ambon memilih untuk langsung pulang. Sedangkan tim malam plus rhe n ganda tinggal untuk berburu senja. Matahari yang masih tinggi membuat kami ingin menyelesaikan perjalanan yang belum sempat tercapai. Laguna pari. Tidak ingin membuang waktu karena nyasar lagi, kali ini kami minta ditemani oleh keponakan pemilik penginapan. Dan memang… butuh banyak waktu ke sana karena jalanan na yang terjal. Tidak buka jalur, tapi jalur yang ada terdiri dari bebatuan sampai mega pro pun akhir na selip, dan rhe pun memutuskan untuk setengah berjalan kaki. Maklum pengemudi na bellum ahli, ngaku na ga bisa aksi kalo rute na batu –sorry gupta-.

Dan memang terbayar sudah perjuangan na. pantas jika dia tersembunyi karena karang, lumut, laut dan nyiur na dengan keluasan pantai na menghilangkan semua komentar sepanjang perjalanan. 2 kali berusaha ke sini, satu gagal, satu lagi terjal dan sepadan dengan na… tempat na benar-benar memanjakan mata serta… hidung. Dari beberapa pantai yang kami kunjungi selama di sawarna, hanya laguna parilah yang… berbau pantai–inget rombongan 4 yang oulang duluan, sayang kalian ga bisa sampai sini-. Tau kan bau khas pantai yang amis dan sedikit bau garam, di sini bisa tercium aroma itu. Benar-benar berasa pantai na, angina na. sayang na waktu ga banyak. Kembali mengejar matahari. Kini saat na meluncur ke karang taraje lagi sekalian pulang untuk berburu senja.

Pamitan ga pake lama ke keluarga widi, langsung cabut. sampai di karang taraje ternyata langit mendung. Tapi… laut na surut. Karang yang sebelum na Cuma bisa kami rasakan akhir na bisa tampai juga wujud na –sayang ga bisa buat gegulingan karena masih setengah basah dan merupakan taman bermain bulu babi-. Semua na langsung ambil posisi, mulai dari yang ngefoto atau yang mau di foto. Ternyata ga sia-sia, akhir na sebelum benar-benar mati, matahari menyempatkan diri muncul di balik mendung. Kombinasi senja, ombak dan karang na membuat semburat jingga di sini berbeda dengan lokasi lain na. bahkan tanjung layar yang lokasi nag a jauh dari sini. Thank's ganda, jarot n gupta yang sudah menahan rhe untuk bisa ikut ngeliat ini semua. Buat dwi, Erwin, rina n ambon, oleh-oleh foto aja ya :D

Kelar 3 lelaki itu mengabadikan senja saat na pulang. Atur posisi. Ganda yang harus mengimbangi 2 motor besarmemndahkan boncengan na –rhe- ke motor besar. Untunglah kali ini ngeonceng si mas dengan box belakang, jadi bisa nyender tidur –moga ga patah kena beban rhe-. Ransel masuk box, ga ada beban, capek, dan saat na tidur –zzz…- bangun sudah di tempat makan gelora, karang hawu. Mata yang malas membuat niat awal rhe lebih memilih tidur daripada makan. Namun apa daya aroma makanan yang menguar selama 1 jam lebih kami menunggu makanan datang, akhir na mengalahkan kemalasan mata. Laperrr… ketika pesanan datang… wow! Tumis kangkung na aja pake hot plate. Cumi na dengan piring besar dan yang paling mengejutkan adalah ikan na seukuran nampan–yang menurut jarot ikan segede itu harga na hanya 75rb, selisih 10rb dari ikan 1kg-. Pilihan yang sama tapi ukuran signifikan dengan menu makan siang kami di hari sebelum na. dengan hanya 5 orang menu na lebih besar dibanding menu untuk 6 orang –nganga takjub-.

Mendadak kenyang –apa eneg- liat menu berlimpah, tapi tetap saja… hajarrr… gupta yang berniat diet mencoret niat na. ganda yang sudah sempat tertidur mendadak melek. Jarot yang tampang na sudah kelaparan tapi malah makan dengan malas. Dan rhe n lena yang tampang na… kalem, justru akhir na meminimalkan sisa ikan yang tidak termakan. Masakan na enak, bumbu na meresap, pantaslah kalau kami menunggu selama itu sampai makanan disajikan. Namun… yang membuat kaget adalah bill yang harus kami bayar. Ternyata… harga ikan na doang 210rb. Boeng! Backpacker naik tingkat jadi ransel. Jarot yang lelah dan lapar rupa na tidak mendapat info harga dengan akurat. Wkwkwk… 75rb ternyata harga per kilo, bukan per ikan. Pantas saja selisih na banyak. Kalau benar harga per ikan pasti semua pengunjung memilih na –masih ngakak ngetawain jarot-. Lebih takjub na lagi adalah ikan nampan itu berat na lebih dari 3 kilo. Ops… berapa protein yang masuk tubuh rhe n lena dari ikan itu. Itungan na kilo cui… secara cowo' na lebih memilih menghabiskan kangkung or cumi. Curang!!!

Kenyang dan nambang ngantuk. Semoga diboncengan ga jadi masalah. Kejepit antara gupta n box keliatan na aman untuk boncengan ngantuk. Dan akhir na kami… pulang beneran. Sedikit insiden dengan motor ganda yang kehabisan bensin di tengah huutan. Akhir na diisi dengan bensin eceran yang diplastikin –beli bensin berasa beli es-. Tuker boncengan di bogor untuk melanjutkan perjalanan ke Jakarta.

Thank's rombongan pagi: dwi, Erwin, rina, ambon. Kalian bener bikin ngakak dengan banyak insiden motor na –terutama nyusruk bareng dus-. Thank’s rombongan malem: jarot, lena, gupta. Setidak na rhe bisa beberapa kali tidur di jalan dengan aman –menghilangkan ingatan 1 kali digebukin gupta gara-gara ketiduran dan berhenti di pasar rebo karena jarot dah ngantuk parah-. Specially buat ganda yang dah jemput rhe di rombongan pagi, jadi guide di sawarna dan tetep jadi guide sampai rombongan malem. C u next trip…..

pengeluaran:
bubur ayam @bogor: 6000
makan siang @pelabuhan ratu: 27000
logistik: 25000
penginapan plus makan: 125000
patungan bayar anak-anak: 10000
bensin eceran: 12000
makan malam @gelora: 50000
total: 255000

bensin PP tanggungan pemilik motor –kata na sich 20 liter cukup- -***-

Show more