2014-10-18

Cerita Mesum Terbaru: Kisah Pilu di Dalam Bis – Kedatangan Herman ke sini mengingatkanku akan kampung halamanku. Banyak yang telah ia ceritakan mengenai perkembangan kota kelahiranku. Maklum, sudah tujuh tahun lebih aku tidak pernah kembali ke sana. Namaku Agnes Monica, umurku sekitar 23 tahun, aku mempunyai seorang anak perempuan umur tujuh tahun bernama Chelsea Olivia, mungkin pembaca bingung dan heran dengan nama kami. Ya, nama kami seperti nama artis di negara kita, ibuku yang memberikan nama Agnes Monica kepadaku, karena saat mengandung aku, ibu sering menonton acara Tralala Trilili yang saat itu dibawakan oleh artis cilik bernama Agnes Monica. Sedangkan saat aku melahirkan putriku, aku kebingungan menamakannya, saat itu ia terlahir tanpa seorang ayah, aku hanya teringat dengan cara ibu menamaiku. Aku coba mencari nama artis Indonesia melalui internet, maklum, sejak beberapa tahun lalu aku sudah berapa di Singapura, jadi aku kurang tahu perkembangan di Indonesia. Kemudian hasil pencarianku mengena pada nama yang cukup menarik bagiku, nama tersebut adalah Chelsea Olivia. Setelah melahirkan Chelsea, aku bertemu dengan John yang kini sudah menjadi suamiku, ia tidak menghiraukan statusku saat itu.
Cerita Mesum Terbaru 2014 – Ceritanya sangat panjang, tujuh tahun yang lalu tepatnya aku duduk di bangku SMP, aku mengalami musibah yang membuatku harus meninggalkan negaraku sendiri untuk menutup aib dan memulai hidup baru. Awalnya orang tuaku membawaku ke Jepang, namun tidak lama di sana aku diterbangkan ke Singapura. Banyak hal buruk yang telah ku alami, sehingga aku harus memulai kehidupanku kembali bersama John.

Namun kedatangan Herman telah kembali mengingatkan kenangan burukku. Sebenarnya niat Herman ke sini hanya sekedar untuk liburan, namun aku sendiri yang kembali mengingat masa laluku. Jujur, aku pernah jatuh hati dengan Herman, namun karena sesuatu hal, aku harus dijodohkan orang tuaku dengan pria lain, hal tersebutlah yang membuat Herman berubah sifat, ia cukup frustasi dan akhirnya memperkosaku bersama teman-temannya. Aku tidak bisa berbuat apa-apa, aku tidak menuntutnya, karena sampai hari ini pula aku masih menaruh hati padanya. Setidaknya kedatangannya sedikit mengobati rasa rinduku.

Herman terlihat akrab dengan keluargaku, baik dengan Chelsea maupun John. Sepertinya ia punya ikatan batin dengan Chelsea. Firasatku mengatakan bahwa Herman lah ayah dari putriku ini. Tapi kami masing-masing telah mengambil jalan sendiri, jadi kami tidak berhak untuk mengungkit masa lalu. Banyak cerita mengenai perkembangan negara asalku yang menambah wawasanku, namun yang sedikit membuatku sedih adalah mengenai kasus yang sedang hangat ketika itu. Herman bilang di kota asalku marak terjadi kasus pemerkosaan dalam angkot, kejadian itu baru saja terjadi sebelum keberangkatan Herman ke sini.

Cerita Herman tersebut sontak saja mengingatkanku dengan keperihan yang aku alami dulu. Bayangkan saja, aku yang masih ABG dulu diperkosa oleh teman-teman sekolahku, bahkan beruntut diperkosa petani. Bukan hanya itu saja, menjejakkan kaki ke Jepang, aku masih mengalami hal yang tidak menyenangkan itu. Kasus di Indonesia adalah pemerkosaan dalam angkot, sedangkan yang kualami di Jepang adalah pemerkosaan dalam bis. Berita ini benar-benar kembali menyayat hatiku untuk kembali terluka. Aku akan menceritakannya kepada pembaca agar pembaca mengerti bagaimana sakitnya menjadi seorang perempuan. Aku harap pembaca tersadar dan tidak akan menzolimi kaum hawa lagi.

Aku kebingungan setelah sampai di bandara Jepang, aku sama sekali tidak tahu daerah di sini, untungnya mama ku sedikit bisa berbahasa Jepang, dan beliau mempunyai beberapa teman yang bekerja di sini. Narita airport, kata mama ditelepon kepada temannya agar bisa menjemput kami. Sambil menunggu, aku dan mama duduk di kursi yang telah disediakan, ku lihat ramai orang berkulit putih susu berlalu lalang tanpa sapa menyapa, wajah mereka terlihat serius, cukup bosan juga aku menunggu di sini. Untungnya tidak perlu menunggu cukup lama, teman mama pun sampai untuk menjemput kami. “Wah, ini anakmu ya? Cantik banget…” kata teman mama sambil memujiku. “Iya, nanti rencananya dia lanjut sekolah di sini…” kata mama. Akhirnya aku memperkenalkan diri kepada wanita berambut pirang hasil semir itu, “Agnes, tante…” Sepertinya di sini sedang tren cat rambut, aku sebenarnya lebih suka dengan warna rambutku yang hitam alami. Iya, aku lebih suka dengan rambut yang lebih oriental, hitam dan lurus, sangat cocok dengan postur tubuhku yang mungil namun seksi.

Kamipun kemudian berangkat dari airport menuju ke apartemen teman mama yang ku panggil tante Olive. Sepenjang jalan kami banyak berbincang, sambil aku menoleh ke arah luar jendela melihat suasana kota yang mama bilang adalah Tokyo, sepanjang jalan banyak orang berjalan kaki, beda jauh dengan negara kita Indonesia, bahkan orang yang berpakaian rapi pun berjalan kaki menjinjing tasnya. Sepanjang jalan pun banyak papan nama toko yang tidak ku mengerti tulisannya, karena aku belum pernah sekali pun mempelajari bahasa Jepang. Ternyata tante Olive adalah teman SMA mama, sejak lulus tante Olive sudah merantau di Jepang untuk bekerja menjadi buruh pabrik. Tante Olive mempunyai sebuah apartemen, ia memperbolehkan kami tinggal untuk sementara di apartemennya. Ia juga langsung membawa kami keliling, bahkan mengenalkan aku pada sebuah sekolah, tante bilang ia akan membiayaiku di sekolah yang lumayan ternama di Tokyo ini. Semua data yang ku bawa dari Indonesia diminta oleh tante Olive, “Kalau prosesnya sudah selesai, tante akan temani Agnes agar tahu jalan ke sekolah”, kata tante Olive. “Makasih ya tante…”, aku sangat berterimakasih akan jasa tante Olive, karena bukan hanya membantuku, ia juga coba membantu mama untuk masuk bekerja di pabrik tempat ia bekerja. Kami tidak tahu apa yang akan kami lakukan lagi selain berterima kasih.

Setelah selesai dengan kesibukan, kami sampai ke apartemen tante Olive. Kedatangan kami ternyata disambut dengan ramah oleh suami dan anak-anaknya. “Owh, ini suamimu Liv?” tanya mama. Semua senang sekali bisa berkumpul, karena ternyata mama juga mengenal suami tante Olive yang juga berasal dari Indonesia. Kisah cinta mereka memang berseri di negara sakura ini, kata tante ia bertemu om Aseng di sebuah restoran, om Aseng adalah koki di restoran tersebut, karena bisa berbahasa Indonesia maka tante Olive sering makan di sana dan menjadi akrab. Tante Olive memiliki dua anak laki-laki, namanya Sanusi dan Kosashi. Sanusi anak sulungnya sudah cukup besar, mungkin dua atau tiga tahun lebih tua dariku, sedangkan Kosashi mungkin seumuran denganku. Setelah berkenalan, akhirnya kami makan bersama, mereka semua terlihat akrab sekali, sungguh hangat berada dalam suasana keluarga ini.

Tak terasa hari pun sudah menjelang malam, tante Olive telah menyediakan kamar untuk aku dan mama. Kami pun segera melepas lelah agar besok bisa terbangun dengan kondisi yang lebih segar, karena besok tante Olive akan menuntunku ke sekolah baruku di Jepang, namanya Nishi, di sana banyak anak orang Indonesia yang bersekolah, jadi kalau masalah bahasa, aku tidak akan kesulitan. Tante Olive memang pandai meyakinkanku, aku yang hanya berbekal bahasa Inggris juga tidak mau menyerah mempelajari bahasa Jepang di sini. Setelah itu tante juga harus membawa mama ke pabrik tempat ia bekerja. Lumayanlah, setidaknya mama tidak susah mencari kerja lagi di sini dan tidak perlu terus berharap dengan papa yang sedang merantau ke Singapura lagi.

“Ayo Nes…” ajak tante di hari besoknya, segera aku mengenakan seragam sekolah khas siswi Jepang yang telah disediakan tante. Seragamnya keren banget, sangat jauh berbeda dengan seragam sekolahku di Indonesia kemarin.

Ternyata benar apa yang dikatakan tante Olive, di sekolah ini aku menemukan beberapa siswa yang juga berasal dari Indonesia. Awalnya aku sedikit malu, tapi agar bisa beradaptasi, mau gak mau aku harus berkenalan dengan mereka. Di kelasku saja aku sudah menemukan lima orang siswa yang berasal dari Indonesia, seperti diriku, mereka adalah warga keturunan. Rata-rata mereka adalah orang yang cukup berada sehingga dapat bersekolah di luar negeri. “Tenang saja nes, tidak susah koq belajar bahasa Jepang…”, kata seorang siswa kepadaku. Dari lima siswa tersebut ada seorang gadis cantik dari Indonesia juga. Perlahan-lahan akhirnya kami menjadi akrab. “Lagian di sini pelajarannya pakai bahasa Inggris koq”, kata gadis asal Indonesia tersebut. Hampir 80% siswa di sini berambut pirang, terlihat dengan jelas trend di sini.

Aku duduk bersebelahan dengan Elissa, gadis yang ramah tersebut terus membantuku melewati pelajaran hari ini. Pulang sekolah aku pun sudah ditunggu oleh tante Olive. Tante Olive mengajarkanku jalur pulang ke apartemen, agar besok aku bisa mandiri untuk bisa sendiri pergi bersekolah.

Seperti halnya kemarin, malam ini kami makan bersama, namun menu hari ini cukup berbeda. Tante Olive menyiapkan makanan yang super mewah, “Hari ini kita selamatan untuk hari pertama Agnes bersekolah dan Mamanya Agnes yang sudah mulai bekerja…” mendengar itu kami sangat terharu. Mamaku langsung memeluk tante Olive sambil mengucapkan terima kasih. “Ayo makan, ga perlu sungkan…”, kata om Aseng yang dengan senyum manisnya ikut senang dengan kondisi kami. Aku pun sangat menikmati malam itu, sungguh suasana keluarga yang cukup akrab. Mungkin karena tante Olive dan om Aseng tidak memiliki anak perempuan, maka mereka memperlakukan aku sangat baik seperti anak sendiri. Begitu pula Sanusi dan Kosashi yang juga berkata sudah menganggapku seperti saudari mereka.

Besok pagi aku bangun lebih awal agar tidak terburu-buru berangkat ke sekolah. Setelah sarapan pagi, aku langsung berpamitan dengan mama dan tante Olive, sedangkan om Aseng dan dua anaknya tidak ada di rumah. Om Aseng bekerja di sebuah restoran sebagai koki, jadi dia harus berangkat lebih awal untuk menyiapkan bahan-bahan masakan, sedangkan Sanusi dan Kosashi bersekolah di SMA lain yang jauh lebih elit, maklum, om Aseng sangat mengharapkan anaknya bernasib yang lebih baik.

Aku masih sedikit canggung keluar dari apartemen, ini pertama kalinya aku sendirian di daerah yang belum aku kenal. Aktivitas pagi sudah ramai dengan warga yang berjalan lalu lalang, sibuk mengejar waktu mereka, sungguh lucu kulihat ada yang sambil makan roti sambil berjalan seperti tidak ada waktu lagi baginya untuk duduk menikmati rotinya. Aku masuk dalam kerumunan warga yang berlalu lalang, aku berjalan ke arah halte yang tidak jauh dari sini. Semua warga seperti tidak saling mengenal, berjalan dengan tatapan serius hingga aku sendiri merasa tidak nyaman dengan kondisi ini. Akhirnya aku sedikit lega setelah sampai di halte yang aku tuju, sambil menunggu jemputan bis akupun mengutak-ngatik hp yang baru om Aseng belikan untukku, biasa, ingin update status Facebook saja.

Aku pun menaiki bis yang menjemput tadi, kulihat hanya pria-pria tua berjas yang menaiki bis ini, kelihatannya para bapak yang tampak seperti bisnisman ini satu jalur denganku. Sambil mengutak-atik Facebook-ku, perasaanku terasa tidak enak, bis yang berjalan sedikit bergetar sehingga aku yang berdiri karena tidak kebagian tempat duduk ini harus bersenggolan dengan bapak-bapak yang menghimpitku. Rasa curigaku makin memuncak ketika ku tersadar para ‘bisnisman’ itu pada melirikku. Apakah mereka kagum dengan tubuhku? Walaupun sedikit mungil, tapi bentuk tubuhku sangat seksi, apalagi dibarengi wajah orientalku yang berkulit putih dengan rambut hitam terurai panjang seperti boneka, aku yakin beberapa pria juga akan terpesona. Namun yang kupikirkan semakin membingungkan, kulihat seorang pria mengeluarkan handycam dari tasnya, sepertinya sedari tadi pria itu sudah menyorotku melalui handycam yang ditutupi sedikit dari dalam tasnya.

Perasaanku semakin tidak enak ketika pria di belakangku meraba bokongku. Sontak saja aku langsung kaget dan melotot ke belakang. Bukan hanya orang belakang, pria berkacamat dari depan pun meraba dadaku. “Don’t touch me!!!” teriakku. Kekesalanku berubah menjadi ketakutan karena bis tidak singga di halte yang seharusnya aku turun, sopir bus malah memutar arah ke jalan yang aku tidak kenal. Badanku gemetaran dan ketakutan, pria yang memegang handycam terus menyorotku, dan seorang pria didekatku membisikkan sesuatu yang aku tidak mengerti, nada bahasa Jepang sepertinya mengancamku. Aku melirik ke arah tangannya, ternyata dia memegang pisau, sedangkan pria-pria lain tersenyum kegirangan melihat aku yang tak berdaya.

Satu per satu tangan mereka meraba dada dan bokong ku, gila, apa ini akan dijadikan video bokep? Aku tidak bisa berbuat apa-apa, walaupun sesekali aku memohon dengan bahasa Inggris, entah mereka mengerti atau tidak, tapi sama sekali mereka tidak menggubrisku. Tindakan mereka semakin keterlaluan, beberapa tangan pria yang berkerumunan di dekatku telak menyingkap rok ku, dan beberapa tangan sudah menjelajahi payudaraku melalui balik seragamku. Perasaanku sungguh sakit hingga aku meneteskan air mata. Handycam terus menyorot aksi mereka, bahkan ada pria di samping yang sudah menurunkan resleting celananya dan mengeluarkan penisnya, kemudian ia menarik tanganku untuk memegangi penisnya. Aku berusaha berontak, namun jumlah mereka ramai sekali, bahkan ada yang menarik rambutku untuk berusaha melumat bibirku. Aku berusaha menjauhi bibir pria itu namun tak bisa, ia terus menciumi bibirku tanpa perasaan. Kedua tanganku ditarik ke arah berlawanan untuk memegangi penis pria sebelah kanan dan kiriku. Pria belakang yang sudah menyingkap rokku sudah berhasil menarik turun celana dalamku.

Aku mendengar mereka terus berkomunikasi dalam bahasa Jepang untuk melancarkan aksi mereka. Pria depan juga sudah berhasil membuka kancing bajuku hingga seragamku terbuka, bra warna pink ku pun ditariknya ke atas hingga payudara ku yang baru tumbuh terpampang jelas di hadapan mereka. Tanpa perintah, mereka pun berebutan meraba payudara ku, beberapa pria di depan berusaha menciumi susu ku. Aku tak mampu berontak karena beberapa tangan terus memegangiku dengan erat.

Di arah bawah, aku sudah merasakan jemari manusia menjelajahi vaginaku, pria tersebut berusaha menusukkan jarinya ke dalam lubang vaginaku yang masih sempit ini. Aku mencoba menggoyangkan pinggulku agar jarinya tidak bisa berbuat lebih jauh, namun usahaku gagal, pria yang sedari tadi melumat bibirku kemudian menampar pipi ku, maksudnya adalah agar aku tidak melawan. Jantungku berdegup sangat kencang, sambil menangis aku hanya bisa melayani mereka dengab terpaksa. Jari pria belakang sudah berhasil masuk ke vaginaku, ia terus mengocokkan jarinya di lubang vaginaku, aku hanya merasa geli. Ke dua susu ku pun dikulum bergantian oleh pria-pria di sampingku. Ke dua tanganku pun disibukkan dengan memainkan penis mereka.

Akhirnya aku jatub tersungkur ketika jari pria yang mengocok vaginaku selama beberapa menit telah membuatku orgasme, cairan hangat pun tersembur keluar dari vaginaku. Ketika aku tersungkur dengan posisi berlutut, pria tadi langsung mendekatkan jarinya yang penuh dengan cairan vaginaku ke arah wajahku, ia menggosokkan jarinya ke arah mulutku. Walaupun itu cairan dari tububku, tapi aku juga merasa sedikit jijik untuk menjilatinya. Aku benar-benar merasa sangat kotor, dilecehkan pria-pria tak dikenal di negeri orang.

Pria yang tadinya aku kocok penisnya kemudian menyodorkan penisnya ke mulutku. Dia memaksaku untuk mengulum penisnya. Pria-pria lain pun kemudian membuka resleting mereka dan mengeluarkan penis mereka yang sudah mengeras, mereka sepertinya antri untuk melesapkan penis mereka ke mulutku. Aku sangat jijik, tapi pria itu menampar-nampar pipi ku agar aku membuka mulutku. Bahkan mereka menekan pipiku agar aku membuka mulutku. Aku yang tidak mungkin bisa melawan dengan terpaksa harus melayani nafsu birahi mereka.

Sambil mengulum penis pria tersebut, pakaian yang masih tersisa di tubuhku kemudian dilepas mereka dengan dengan segera. Pria lain ikut jongkok agar bisa memainkan susu dan vagina ku. Sudah beberapa penis yang aku layani, tubuhku sudah benar-benar kelelahan, vaginaku pun sudah terasa perih karena tusukan kasar jemari tangan pria-pria itu.

Mereka kemudian mengangkat tubuhku yang sudah mulai lunglai, mungkin mereka tahu aku sudah kecapekan. Mereka pun menaruh tubuhku di kursi, aku pun duduk tersandar, ku lihat ke arah jendela, bis masih berjalan, namun orang-orang di luar tampak tak sadar dengan apa yang terjadi di dalam sini. Tiba-tiba aku tersontak kembali, aku kaget dengan benda besar yang tiba-tiba menusuk ke vagina ku. Ku lihat seorang pria menusukkan sesuatu yang bentuknya menyerupai penis, batangan itu besar sekali sehingga vaginaku terasa sakit sekali. Pria-pria lain masih menangkapku, sambil meraba dan menciumi susuku. Aku semakin tak mampu menahan rasa sakitku karena aku merasakan vaginaku diobok-obok penis mainan itu. Ternyata benda yang ditusukkan ke vagina ku itu bisa bergerak-gerak dan bergetar. Aku tak mampu menahan orgasme ku yang selanjutnya. Cairan vagina ku menyemprot tak karuan keluar dari vaginaku. Mereka hanya tersenyum sambil berbicara bahasa yang tidak ku mengerti itu.

Mereka benar-benar tak berperasaan, aku yang sudah tak bertenaga dan mengalami orgasme dua kali masih saja dinikmati. Bibirku terus dilumat oleh pria-pria itu, susuku diciumi dan disedot, bahkan sesekali mereka menggigit puting ku dengan keras, vaginaku pun tak henti-hentinya diobok-obok dengan sextoy mereka itu, lebih tragisnya adegan itu direkam handycam yang dipegang salah satu pria-pria jahanam tersebut.

Tak puas dengan adegan begitu, kemudian satu pria berbuat yang lebih jauh, ia menusukkan penisnya ke liang vaginaku. Vaginaku benar-benar perih, seperti sudah tersobek-sobek, tapi pria jahanam ini tidak memperdulikanku, ia terus menggenjot vaginaku tanpa henti. Bahkan sebelum dia orgasme, ia menarik keluar penisnya dan menusukkan penisnya ke mulutku, ia memaksaku mengulum penisnya hingga orgasme dan menyemprotkan sperma nya di dalam mulut ku. Aku hanya tersedak oleh banyaknya sperma yang memenuhi kerongkonganku. Belum selesai menelan sperma pria itu, pria lain telah mengambil posisi pria sebelumnya, ia menusukkan penisnya ke vaginaku, mungkin dinding-dinding vaginaku sudah lecet.

Seperti pria sebelumnya, ia juga kemudian menyemprotkan spermanya di dalam mulutku hingga masuk ke kerongkonganku. Aku sangat merasa muak dan mual, ingin sekali ku muntahkan semua, namun apa daya, mulutku dibekap agar tidak memuntahkannya. Para pria itu terus bergiliran dengan aksi yang sama. Hingga semua sudah mendapatkan giliran, barulah mereka berhenti dan kemudian memakaikan baju ku kembali. Sambil memakaikan baju, mereka pun masih mencuri kesempatan untuk menjamah payudaraku. Aku tak mampu bergerak, mereka memakaikanku seragam dengan sembarangan, bahkan celana dalam dan bra ku tidak dipakaikan, aku yakin rambutku juga sudah acak-acakan, apalagi wajahku yang penuh dengan cairan sperma yang belepotan.

Pria-pria tersebut mengangkatku dan memapahku ke arah pintu, aku kemudian diturunkan di daerah yang sangat sepi, aku tidak tahu daerah apa itu. Badanku lemas, aku hanya mengenakan seragam tanpa dalaman, kemudian tas ku dilempar ke arahku dan mereka pun meninggalkan ku. Aku tak mampu bangkit lagi, ku bongkar tas ku untuk menghubungi tante Olivia, tapi tak sempat menelepon, aku sudah merasa pandanganku berkunang-kunang, kemudian semua menjadi gelap. Aku pun jatuh pingsan untuk beberapa jam lamanya.

Saat aku membuka mata ku, aku sudah berada di kamarku, tante Olive dan mama merawatku. Tante Olive mendapatkan informasi dari kantor polisi, maka itu tante dan mama segera menjemputku. Polisis hanya menyuruh mereka membawa aku pulang. Kata tante Olive, di sini polisi sangat takut dengan keganasan para yakuza, maka oleh karena itu mama dan tante Olive tidak ingin menuntut masalah yang sudah ku alami. Aku sangat kecewa sekali, namun apa boleh buat, hal ini akan mengancam keselamatan tante Olive beserta keluarganya juga, karena tante curiga kejadian ini didalangi oleh para yakuza. Mama juga tidak bisa berbuat apa, beliau hanya berjanji akan segera pergi dari sini untuk menyusul papa di Singapura.

Show more