2014-12-31

Ada banyak hal yang terjadi di tahun 2014. Yang berhasil dan yang gagal berdampingan sangat dekat sehingga keduanya menjadi pelajaran yang saling melengkapi. Inilah rekaman pribadi saya terhadap tahun 2014.

Januari

Tahun 2014 berawal dari Bali, tempat kelahiran saya. Kegiatan pertama adalah berbagi di STIKOM dan di Universitas Warmadewa, keduanya tentang beasiswa dan menulis. Adalah karena pertemanan dengan beberapa dosen di kedua tempat itu maka saya diberi kesempatan berbagi. Hal professional memang sering terjadi karena interaksi personal yang awalnya non professional. Ini adalah kali pertama saya presentasi di kedua perguruan tinggi swasta di Bali tersebut. Pengalaman yang menyenangkan. Hadiah yang istimewa berupa sebuah karikatur dari STIKOM.

Februari

Masih terkait berbagi, untuk pertama kalinya presentasi di Universitas Islam Indonesia atas undangan dari komunitas anak muda Young on Top (YoT) Yogyakarta. Saya diminta berbicara tentang public speaking dan berkesempatan berbicara dengan seorang mentor YoT, Bunga Mega yang menjadi pengasuh komunitas Cewequat. Buku Cewequat adalah hasil karyanya yang menjadi best seller di Indonesia. Terlibat dalam komunitas anak muda ini menghadirkan banyak kesempatan baru. Undangan lain kemudian datang mengikuti. Yang terpenting, bertemu anak muda membuat semangat muda terpelihara. Ada dua hal penting dari merasa muda. Pertama, senantiasa bersemangat, dan kedua selalu merasa perlu belajar lagi dan lagi.

Berita lain, thesis S3 saya sudah dinyatakan lulus, meskipun belum resmi. Ada bocoran dari pihak pihak yang layak dipercaya.

Maret

Bulan ini menjadi satu tonggak sejarah baru yang penting bagi perjalanan saya berikutnya. Bersama panitia Ulang Tahun Teknik Geodesi UGM ke 55 yang saya komandani, kami berhasil mengundang Ambassador Arif Havas Oegroseno, Duta Besar RI untuk Belgia, Luksemburg dan Uni Eropa. Semua berawal dari interaksi personal yang baik. Pak Havas adalah guru saya secara tidak langsung soal hukum laut dan batas maritim. Dari beliaulah saya banyak belajar isu batas maritim terutama yang menyangkut Indonesia dan negara tetangga karena beliau pernah menjadi ketua delegasa perundingan batas maritim kita dengan negara tetangga. Pertemanan yang baik memang melahirkan kesempatan professional yang baik juga.

Ketika beliau berkunjung ke Jogja di bulan Maret, beliau berkenan mampir untuk memberi kuliah umum. Acara itu sekaligus kami jadikan momen pembuka rangkaian acara ulang tahun Teknik Geodesi ke 55. Saat itu saya bertindak sekaligus sebagai moderator dan acara dibuka langsung oleh Wakil Rektor Bidang Kerjasama dan Alumni, Prof. Dwikorita Karnawati. Itulah kali pertama saya secara resmi berkenalan dengan wakil rektor dan direktur Kerjasama, Dr. Ika Dewi Ana yang kemudian membuahkan cerita tersendiri terkait perjalanan penugasan saya berikutnya.

Berita lain, thesis saya dinyatakan lulus dengan revisi sangat minor dan mendapat pujian dari kedua penguji. Istilah lainnya cumlaude mungkin ya.

April

Mas Anies Baswedan hadir di Teknik Geodesi UGM untuk memberikan kuliah umum terkait kepemimpinan. Adalah pertemanan di dunia maya yang membuat saya berhasil mengundang beliau. Bermula dari tulisan di blog dan media sosial lainnya, akhirnya pada tanggal 25 April Mas Anies menghebohkan Ruang 3.4 Teknik Geodesi UGM. Untuk pertama kalinya Mas Anies memasuki Teknik Geodesi dan itu menjadi pengalaman yang menarik bagi kami. Saya bertindak sebagai moderator juga pada saat itu dan diskusi berjalan dengan meriah penuh pertanyaan. Sekitar 300 orang mahasiswa dari berbagai tempat di Jogja memenuhi ruangan. Entah ada hubungannya entah tidak, beberapa bulan kemudian Mas Anies terpilih menjadi menteri :D

Hal lain, untuk pertama kalinya saya diminta memberikan pembekalan wisuda di UGM. Sebuah momen menegangkan saat berbicara di depan ratusan calon pemimpin Indonesia. Sebuah pengalaman yang tidak akan saya lupakan dan saya catat sebagai penggal pelajaran penting dalam hidup.

Mei

Usia genap 36 tahun. Saya berhasil menyelesaikan revisi thesis S3 dalam waktu tidak lebih dari dua jam. Mengapa sejak Maret belum terselesaikan padahal saat penyelesaiannya begitu singkat? Itulah seninya kalau sudah pulang ke tanah air. Hal yang sederhana bisa menjadi lama karena soal disiplin diri yang terganggu banyak hal.

Ibu Susi Pudjiastuti, yang kini menjadi Menteri KKP, datang memberi Kuliah umum di Teknik Geodesi dalam rangka ulang tahun Teknik Geodesi yang ke 55. Saat itu diskusi dimoderatori Pak Sumaryo, senior kami di Teknik Geodesi UGM. Saat itulah untuk pertama kalinya saya bertemu ibu eksentrik itu. Naluri wirausahanya begitu kuat, beliau adalah seorang perintis penerbangan di kawasan terpencil di Indonesia. Pengalamannya mengusahakan perikanan begitu luar biasa. Tak heren jika beberapa bulan kemudian Pak Jokowi memilihnya sebagai menteri meskipun menuai kontroversi terkait pendidikanya yang hanya sampai SMP.

Selain itu, untuk kedua kalinya saya berbicara di depan wisudawan UGM. Jika sebelumnya untuk S2 dan S3, kali ini untuk S1. Sangat menarik berbicara dengan anak muda yang semangat dalam mengabdikan ilmunya. Yang menarik, saya bicara satu panggung dengan Mas Onny, yang terkenal dengan Alphard Metromininya. Orangnya memang eksentrik dan penuh gagasan aneh yang brilian. Tak heran dia menjadi seorang entrepreneur yang berhasil gemilang.

Juni

Saya presentasi di Brest, Prancis dalam rangka Konferensi pengguna perangkat lunak CARIS. Ini termasuk perjalanan ke Eropa tersingkat sepanjang sejarah, hanya 4 hari total. Saya presentasi soal pemanfaatan GIS dan CARIS secara spesifik untuk aplikasi pendekatan tiga tahap delimitasi batas maritim. Presentasi berjalan baik dan saya mendapat satu hadiah tsirt dari CARIS, katanya karena presentasi saya. Entahlah, mungkin mereka hanya menghibur. Saat perjalanan ke Brest ini saya membuktikan sekali lagi the power of writing. Saya mendapat bantuan luar biasa dari Mas Awal, seorang pembaca blog yang baik hati dan tidak sombong serta rajin menabung.

Perjalanan kedua di bulan Juni adalah ke Cebu, Filipina untuk menjalankan tugas pertama kali terkait rencana tugas baru saya di kantor urusan internasional (KUI) UGM. Untuk pertama kalinya berkenalan dengan relasi di ASEAN University Network (AUN) dan banyak belajar dari mereka. Cebu tak begitu jauh berbeda dengan kota-kota di Indonesia, cukup ramai dan masih terus berkembang.

Juli
Wisuda S3! Setelah sekian tahun, akhirnya kami bertiga bisa kembali ke Australia. Lita kembali ke tanah kelahirannya untuk menemani saya mengikuti wisuda. Kebersamaan yang pernah terjadi di tahun 2005 dan 2009 itu bisa terulang lagi dengan nuansa yang berbeda tentunya. Banyak hal yang kami lakukan selain mengikuti wisuda seperti bermain salju di Snowy Mountain, berkeliling Wollongong Sydney, Reuni dengan teman-teman dan banyak lagi. Sempat juga bertemu dengan dosen-dosen lama di UNSW maupun di Wollongong.

Ada hal baru dalam hal karir. Saya diminta oleh UGM sebagai Kepala Kantor Urusan Internasional, meneruskan tugas para senior yang sudah saatnya istirahat. Saya tidak pernah pernah secara serius mengusahakan ini meskipun pernah membayangkan akan bertugas di bidang ini bahkan sejak saya sekolah di Wollongong. Kala itu saya bekerja di kantor penerimaan mahasiswa asing di University of Wollongong dan merasa belajar banyak hal. Saat itu saya pernah membayangkan akan membantu UGM dalam hal internasionalisasi. Rupanya ini yang disebut law of attraction. Alam semesta bisa saja bersekongkol dengan waktu, mewujudkan imajinasi seseorang. Yang jelas, ini adalah buah pertemuan saya dengan Ibu Wakil Rektor UGM saat Kuliah umum bersama Bapak Havas Oegroseno.

Agustus

Saay memulai perjalanan ilmiah internasional di UNSW, Sydney. Ternyata debut saya sebagai seorang PhD holder juga berawal di UNSW, Sydney. Untuk pertama kalinya saya berbicara dalam forum internasional setelah wisuda adalah ketika diundang oleh International Commissions of Jurist of Australia untuk berbicara di UNSW, Sydney. Adalah sebuah kehormatan, seorang surveyor seperti saya diundang oleh sekumpulan lawyers di Australia untuk berbicara tentang Laut Timor. Yang lebih menarik, saya satu panggung dengan Clive, pembimbing S2 dan S3 saya, kini dengan status yang sama: pembicara. Clive berkelakar, dia merasa istimewa sekali karena turut menjadi bagian dari debut saya di pentas dunia sebagai seorang penyandang gelar doktor. Yang cukup membuat saya senang, pembicara forum itu hanya empat orang. Ada dua orang lawyers terkemuka di bidang hukum laut yang hadir juga sebagai pembicara seorang geographer dan satu surveyor. Forum itu dihadiri oleh duta besar, para lawyer, para pelaku industri minyak, akademisi dan sebagainya. Hari kemerdekaan Indonesia yang ke 69 saya rayakan dengan sebuah catatan yang akan selalu saya ingat.

Selain Australia, saya sempat berkunjung ke Kuala Lumpur untuk suatu tugas. Ini adalah kali kesekian saya ke Kuala Lumpur tetapi dengan agenda yang berbeda. Tidak ada kaitannya dengan batas maritim tetapi dengan kegiatan saya di KUI UGM.

September

Hal paling berkesan di bulan September adalah perjalanan saya ke Kabupaten Paser, Kalimantan Timur untuk mewawancarai calon penerima beasiswa. Kabupaten Paser bekerja sama dengan perusahaan batu bara setempat dan memberikan beasiswa untuk Kuliah bagi putra daerah yang berhasil Kuliah di perguruan tinggi terpilih. Pengalaman mewawancarai calon penerima beasiswa itu sangat menarik. Yang lebih menarik adalah perjalanan menuju ke Paser. Dari bandara, kami naik mobil lalu naik boat selama beberapa lama, dilanjutkan naik bus beberapa jam lagi. Saya berkelakar, biasanya pelamar beasiswa yang berjuang keras, kali ini terbalik. Pewawancara yang harus berjuang keras untuk bertemu dengan para pelamar. Pengalaman yang sungguh berharga.

Di akhir bulan September saya berkesempatan untuk presentasi di Kongres Maritim Indonesia pertama yang diselenggarakan di UGM. Sungguh pengalaman yang istimewa membawakan materi batas maritim di hadapan hadirin terhormat di Balai Senat UGM. Meskipun saya sudah menjadi orang UGM selama beberapa tahun, itulah kali pertama saya memaparkan gagasan di Balai Senat yang berwibawa. Sebuah kesempatan yang tidak datang setiap hari.

Oktober

Yang istimewa di bulan Oktober adalah undangan untuk berbicara di forum CSIS Jakarta. Meskipun sudah lama mengenal namanya dan sudah mengenal orang-orangnya, baru pada tanggal 6 Oktober 2014 saya berkesempatan berbicara di CSIS yang termasyur itu. Bapak Rizal Sukma, orang nomor satu di CSIS, sendiri yang memberi sambutan hangat. Di forum itu saya diminta berbicara tentang masa depan laut Asia Timur dan Laut China Selatan. Satu panggung dengan saya adalah Prof. Robert Beckman dari NUS, Singapura. Jika Anda mendali hukum laut, kemungkinan besar Anda tahu siapa Robert Beckman. Dia termasyur dan terkenal cukup sangar di bidangnya. Satu panggung bersama Prof. Beckman adalah kemewahan tersendiri. Direktur Habibie Center hadiri dalam forum itu dan selalu hadir menjadi penyemangat berupa pujian yang membesarkan hati. Demikianlah orang-orang hebat, mereka tak pernah khawatir memuji orang lain, termasuk yang mereka yang tidak lebih baik darinya.

Selain CSIS, Oktober juga menjadi penanda keterlibatan saya di Lokakarya Laut China Selatan yang diprakarsai Indonesia. Bertempat di Bali, saya berkesempatan bertemu dan berbagi panggung dengan ilmuan Indonesia dan luar negeri berbicara tetang aspek teknis serta ilmiah Laut China Selatan. Saya berbicara banyak hal terkait dengan garis pangkal dan implementasinya pada obyek geografis di Laut China Selatan. Forum itu dihadiri oleh diplomat negara tetangga di sekitar Laut China Selatan serta ilmuwan terkait. Saya beruntung bisa berkenalan dengan ilmuwan-ilmuwan yang hebat di bidangnya dan belajar dari mereka.

November

Suatu malam saya tiba-tiba menerima telepon dari seorang wakil rektor untuk menggantikan seorang duta besar, berbicara di Musyawarah Nasional Keluarga Alumni Gadjah Mada. Terkejut, tentu saja. Senang tidak bisa disembunyikan. Khawatir jelas ada. Semua bisa terjadi dalam beberapa menit saja. Intinya, saya harus menggantikan Bapak Havas Oegroseno untuk berbicara soal maritim di hadapan perseta Munas Kagama di Kendari pada tanggal 7 November 2014. Meskipun agak mengerikan, saya putuskan untuk berangkat. Risiko memang kadang harus diambil dan keberhasilan berpihak pada mereka para pemberani. Setidaknya itu yang saya percaya dan semoga itu pula yang terjadi. Hari itu, saya berbicara soal kelautan di depan ratusan alumni UGM yang terhormat dan dimoderatori Ganjar Pranowo. Kesempatan istimewa dan semoga saya telah menjalankan tugas dengan baik.

Di pertengahan November saya diundang oleh The Habibie Center untuk bicara tentang Sea Lines of Communication. Sebuah undangan yang istimewa tidak saja untuk bicara tetapi juga menjadi moderator dalam satu sesi yang pembicara dua bintang: Kresno Buntoro dan Banyu Perwita. Keduanya senior yang saya kagumi.

Di bulan November saya juga mengunjungi Medan untuk perama kalinya seumur hidup. Saya mewakili Ibu Wakil Rektor Kerjasama dan Alumni UGM untuk berbicara di Global Education Dialogue yang diselenggarakan oleh British Council. Seru dan bertemu banyak orang baru.

Di penghujung bulan November saya berangkat ke Jepang untuk menghadiri pertemuan alumni United Nations Nippon Foundation Fellowship yang pernah saya ikut tahun 2007 silam. Perjanalan ke Tokyo sangat menyenangkan, bukan karena Tokyonya tetapi karena pertemuan dengan teman-teman lama yang saya temui di New York tujuh tahun silam. Semua orang masih bersemangat, semuanya masih menjadi sahabat baik. Tokyo menjadi saksi pertemuan jiwa-jiwa muda dari seluruh penjuru dunia. Bersama para peserta lainnya saya turut meramaikan forum itu, menjadikannya tempat bertukar gagasan yang hidup dan mengesankan.

Yang kurang menyenangkan, ATM hilang dan isinya hampir dikuras orang. Untunglah isinya tidak banyak sehingga hilangnya juga tidak banyak. Itulah buah keteledoran. Pelajaran untuk masa depan.

Desember

Pertemuan dengan Bapak Presiden Jokowi mungkin paling istimewa di bulan Desember 2014. Saya pernah mencatat pertemuan berkesan itu dan saya belajar banyak dari kejadian itu. Pertemuan dengan Dian Sastrowardoyo hampir sama istimewanya dengan pertemuan dengan Pak Jokowi. Terasa lebih seru karena terjadi tiba-tiba seperti kejutan. Ini hikmah bersedia berbagi cerita dan semangat kepada anak-anak muda belia yang dibina yayasan Hoshizora.

Yang tak kalah istimewa adalah reuni dengan teman-teman pengurus OSIS SMA 3 Denpasar. Sekitar 17 tahun yang lalu, kami bertemu di tempat yang sama di Tabanan. Ketika itu kami masih kelas tiga SMA dan belum tahu banyak arti hidup. Kami adalah jiwa-jiwa muda yang saat itu memulai petualangan. Kini, setelah 17 tahun, kami bertemu lagi dalam situasi dan setting yang berbeda. Yang pasti, teman-teman saya telah menjelma menjadi pribadi berbeda. Meski begitu, ada persahabatan yang merekatkan perbedaan itu. Saya sangat menikmatinya.

Yang mengenaskan, saya hanya menulis tiga kali di The Jakarta Post tahun ini. Sungguh prestasi terburuk selama sembilan tahun terakhir. Apa daya, saya punya terlalu banyak alasan untuk tidak menulis. Apapun itu, alasan sesungguhnya adalah kemalasan. Benar kata orang bijak, di mana ada kemauan, di situ ada jalan. Di mana ada ketidakmauan di situ ada banyak alasan. Tahun 2014 ini saya memang banyak alasan!

Oh ya, hampir lupa. Yang paling penting bukan Pak Jokowi tapi saya ketemu Dian Sastrowardoyo. Tidak ada yang lebih penting dari ini :D

Tentu saja ada begitu banyak rencana dan realisasi yang tidak sempat dicatat dalam catatan ini. biarlah dia menjadi catatan yang tidak sempurna, agar ada ruang tahun depan untuk menjadikannya lebih baik. Selamat tahun baru 2015!

Filed under: Biografi

Show more