2014-04-25



Anies Baswedan di kerumunan surveyor :)

Melihat Anies Baswedan di Mata Najwa, berbagai talk show di TV, atau di koran tentu biasa. Melihat Anies Baswedan hadir di Ruang Kuliah III.4 Teknik Geodesi UGM tentu bukan hal yang biasa. Mungkin ada yang bertanya, sejak kapan Mas Anies mengajar pemetaan? Sejak kapan beliau menekuni remote sensing atau GPS? Ternyata tidak demikian pasalnya. Mas Anies Baswedan hadir di kampus Teknik Geodesi UGM untuk berbicara tentang kepemimpinan. Acara itu bernama “Leadership Talk bersama Anies Baswedan” yang digagas dan diselenggarakan oleh Keluarga Mahasiswa Teknik Geodesi (KMTG) bersama Geodetic English Club (GEC). Pagi itu, Teknik Geodesi heboh sejadinya. Banyak yang mengakui, acara itu adalah satu dari sedikit hal tak lazim dalam sejarah perjalanan Teknik Geodesi UGM.

Apa urusannya Mas Anies, yang adalah pemimpin muda dan calon pemimpin Indonesia, datang dan bertemu dengan para surveyor di Teknik Geodesi UGM? Jangan salah, Presiden pertama Amerika Serikat, George Washington, adalah seorang surveyor, seorang juru peta. Jangan lupa, Mari Alkatiri, Perdana Menteri Timor Leste yang pertama, adalah juga seorang Surveyor. Surveyor adalah pemimpin. “Jika nanti Indonesia punya presiden yang berteman dengan surveyor, itu adalah cerita lain” demikian saya berkelakar ketika membacakan CV Anies Baswedan dalam acara Leadership Talk itu.

Menyaksikan seorang Anies Baswedan adalah menyaksikan pesona. Mendengarkan Anies adalah memanen mata air gagasan yang tak pernah kering. Menyimak Anies adalah menuai semangat dan optimisme yang deras mengalir tiada henti. Semua mata memandang seksama, telinga awas menyimak dan hati takzim menadah inspirasi. Ruang III.4 Teknik Geodesi itu penuh dengan mahasiswa dan dosen, tidak saja dari UGM tetapi juga dari luar UGM. Ketika saya minta peserta dari luar UGM mengangkat tangan, puluhan orang berseru semangat. Nampak jelas, mereka menikmati acara itu.



Anies Baswedan

Sementara itu, beberapa menit sebelumnya, di luar ruangan nampak anak-anak muda yang rapi dan penuh senyum. Mereka mengenakan batik dan dengan ramah melayani registrasi peserta Leadership Talk bersama Anies Baswedan. Mereka, yang ramah dan baik hati itu, adalah mahasiswa Teknik Geodesi UGM yang menjalankan tugas dengan sangat baik. Malam sebelumnya, saya temani mereka sampai jam 11 malam menyiapkan ruangan untuk acara. Di situ saya doktrin mereka “sejak saat ini, kalian semua harus menjadi pegawai bank. Kalian harus proaktif dalam menyambut tamu dan memberikan pelayanan yang sepenuh hati. Satu orang menunggu satu meja dan satu orang lainnya harus berdiri awas mengamati tamu. Saya tidak mau ada tamu yang seperti orang hilang tidak terlayani dalam waktu lebih dari tiga menit. Jika ada orang datang dan seperti tidak tahu apa yang harus dilakukan, datangi mereka dan sapa ‘ada yang bisa saya bantu’. Intinya, jadilah pegawai bank untuk sehari besok.” Rupanya mereka mendengarkan ‘tipuan’ saya dan merekapun jadi seperti pegawai bank. Hasilnya, tamu senang.

Pagi itu Pak Anies mengenakan baju warna oranye yang cerah dan kelihatan bersemangat. Kata yang perempuan, Pak Anies ganteng dan saya tentu saja tidak punya pendapat untuk pernyataan ini. Beliau hadir di Teknik Geodesi UGM setelah kami jemput di rumahnya yang nampak bersahaja namun asri di Gang Grompol Jalan Kaliurang. Saya bersama Ayin, koordinator acara dari GEC, menjemput beliau di rumahnya dan disambut begitu hangat. Kualitas pemimpin itu bisa dirasakan di kesan pertama ketika dia menjabat tangan kita. Mas Anies yang sudah siap menemui kami di teras rumahnya segera menjabat tangan saya. Senyumnya cerah, bahasa tubuhnya hangat, dan pandangannya antusias menatap mata. “Akhirnya kita bertemu juga secara dekat, Mas Andi” kata beliau dengan tatapan yang tidak berpaling sedikitpun. Tangan kanan menjabat erat dan tangan kiri menepuk menimpali tangan yang masih berjabatan itu. Bahasa tubuh yang sederhana tetapi sanggup membuat saya merasakan aura kehangatan. Seorang pemimpin sejati mampu membuat orang yang dihadapinya merasa nyaman dan merasa menjadi satu-satunya orang yang penting. Semua itu lahir melalui kombinasi pandangan mata, gerak tubuh dan air muka. Anies adalah pemimpin yang alami.

Perjalanan dari Gang Grompol menuju ke kampus Geodesi melalui Pogung. Ini adalah ide Mas Anies karena melihat Jalan Kaliurang yang cukup macet. “Terus saja nyeberang Mas, kita lewat Pogung saja”, demikian Mas Anies memberi saran setengah instruksi kepada Mas Wahyudi, sopir Teknik Geodesi. Hal ini nampak sederhana tetapi pengambilan keputusan kecil dengan cermat dan cepat di saat krisis adalah ciri pemimpin yang efektif. Jadilah kami ‘blusukan’ di Pogung tetapi berhasil menyelamatkan diri dari macetnya Jalan Kaliurang. Bagi saya, leadership adalah tindakan dan Mas Anies telah memberikan ‘kursus’ kepemimpinan dengan tindakannya. Duduk berdekatan dengan Mas Anies sambil bertukar cerita sederhana hingga istimewa terasa begitu berkesan.

Setelah melewati jalan-jalan sempit di Pogung, akhirnya kami tiba di kampus Teknik Geodesi tercinta. Di lobby bawah, mahasiswa berbaju batik dan penuh senyum berbaris menyalami Mas Anies. Terlihat santun dan professional. Saya senang. Terasa kehebohan suasana ketika Mas Anies memasuki Gedung Geodesi mulai dari lobby hingga lantai dua ketika beliau menghilang di balik pintu ruang ketua jurusan. Di dalam, telah menunggu Pak Djurdjani, Pak Panut (Dekan), Mas Ahmad Agus Setiawan, Mbak Indha dan Pak Trias. Kami beramah tamah sebelum akhirnya beranjak ke lantai tiga menemui peserta yang sudah tidak sabar menunggu.

Langkah tenang Mas Anies disambut gemuruh tepuk tangan 300an mahasiswa yang memenuhi Ruang III.4. Mas Aniespun merespon dengan senyum lalu mengambil tempat duduk yang sudah disediakan. Selepas itu, Intan yang menjadi MC, membuka acara dengan baik dan membacakan susunan acara. Sejurus kemudian, lagu Indonesia raya berkumandang menggugah perasaan dan Hymne Gadjah Mada yang mengetuk hati. Mas Anies yang juga alumni nampak melantunkan nyanyian dengan sungguh-sungguh. Sejujurnya, sekali-sekali mendengarkan lagu Indonesia Raya di hari-hari ini membuat hati tergetar. Mungkin itu yang namanya haru. Lagu itu dilanjutkan dengan sambutan Pak Panut selaku Dekan yang memberi pesan bagus. Beliau menyoroti peran pemuda Indonesia untuk masa depan Indonesia dan berharap Mas Anies bisa berbagi semangat dan inspirasi nantinya.



Anies dan Andi

Tibalah saatnya saya, sebagai moderator, membuka acara utama dengan memperkenalkan Mas Anies kepada khalayak yang saya yakin sudah mengenal beliau dengan baik. Meski begitu, saya tetap harus melakukannya. Penonton tidak tahu kalau saya begadang sampai jam tiga pagi di hari yang sama untuk membuat dan melatih presentasi saya tentang Mas Anies. Memang hanya terjadi di Teknik Geodesi, pembicaranya tidak menggunakan tayangan tapi justru moderatornya yang heboh menggunakan power point. Meski tidak lazim, reaksi peserta memberi saya keyakinan bahwa pendekatan baru itu diterima dengan baik oleh peserta. “Moderatornya hebat ini” kata Mas Anies berkomentar, yang tentu saja bisa membuat saya besar kepala. Bagian ini memang terkesan sombong tetapi kata Sudjiwo Tejo, lebih baik sombong tapi jujur dibandingkan bicara merendah tetapi angkuh dan jumawa di dalam hati. Okay, ini sudah terlalu jauh. Kita kembali ke Anies Baswedan.

Mas Anies selalu bisa membuat orang di sekitarnya merasa nyaman dan istimewa. Dibukanya talk show itu dengan mengatakan “ini adalah cara pengenalan oleh moderator terbaik yang pernah saya terima.” Saya hanya berharap Mas Anies tidak sekedar berbasa basi karena semua hal yang saya katakan dan lakukan di forum itu, yang terlihat seperti spontan, adalah proses latihan lama dan sangat amat serius. Pengenalan saya yang sekitar 7 menit itu adalah hasil proses riset panjang. Visualisasi yang mewakili sejarah hidup Mas Anies itu adalah hasil rancangan yang lebih dari lima malam. Seperti layaknya Mas Anies yang saya tahu, beliau memukau di sepanjang acara. Gaya dosennya keluar dengan alami ketika berinteraksi dan memberi kuiz kepada peserta. Orasinya yang menggugah dan membangkitkan semangat membuat semua pasang mata antusias sepanjang waktu. Saya akhirnya memutuskan untuk duduk di deretan kursi audiens karena tidak ingin ketinggalan sensasi menyerap inspirasi dari Mas Anies Baswedan.

Berbagai topik dibicarakan, sebagian besar terkait kepimimpinan. Beliau menegaskan, leader is the one with followers, bahwa seorang pemimpin itu dicirikan dengan adanya pengikut yang mengakui dan rela menjalankan gagasan-gagasannya. Tanpa pengikut, sebaik apapun karakter seseorang, dia belum bisa disebut pemimpin. Mas Anies bergerak terus menjangkau topik-topik penting terkait pendidikan dan membangun manusia Indonesia. Dia menantang peserta yang dominan mahasiswa untuk membuat sebuah CV tetapi membayangkan bahwa CV itu dibuat tahun 2034. “Apa isi CV Anda ketika itu, bayangkan dari sekarang”, katanya. Mas Anies mengajak peserta membiarkan imajinasi mereka liar untuk menemukan kebenaran-kebenaran baru yang selama ini bahkan tidak dipikirkan.

Saya bisa merasakan, pertemuan dengan Mas Anies itu terasa terlalu singkat. Saat tanya jawab, berbagai pertanyaan muncul dan semua dijawab dengan baik oleh Mas Anies. Yang khas dari seorang Anies adalah bahawa menjawab pertanyaann tidak harus selalu dengan jawaban yang langsung menukik sasaran tetapi bisa dengan analogi dan cerita. Jawaban Mas Anies tidak saja membuat orang merasa mendapat pencerahan tetapi mendapat pilihan jalan baru untuk mencari jawaban sendiri atas pertanyaan itu. Seorang pemimpin memang tidak semestinya memberikan pilihan final kepada pengikutnya tetapi merangsang mereka untuk menemukan jalan sendiri. Saya bisa melihat dengan jelas wajah peserta yang sumringah dan pandangan mata yang berbinar-binar.

Di tengah acara, tiba-tiba terjadi insiden. Mas Anies mendapat telepon yang katanya maha penting. Sebelumnya beliau sudah mempermaklumkan bahwa akan perlu menjawab telepon di tengah acara karena benar-benar penting. Akhirnya ruang Kuliah III.4 itu tanpa kehadiran Mas Anies selama sekitar 15 menit. Bisakah Anda bayangkan, betapa sulitnya menguasai audiens yang jumlahnya 300an dan baru saja menikmati seorang Anies Baswedan yang memukau? Itulah tugas saya: menghandle sebuah forum yang sedang terbakar api semangat dan baru saja menikmati sebuah standard baru public speaking yang berkelas. Tidak ada hal istimewa yang bisa saya lakukan di tengah kriss seperti itu kecuali mengambil keputusan cepat dan mencoba sekuat tenaga menguasai keadaan. Syukurlah forum terkendali walaupun saya terpaksa harus menjadikan beberapa orang di forum sebagai ‘korban’ interaksi. Selain itu saya ceritakan juga kisah di balik layar, bagaimana seorang Anies Baswedan akhirnya bisa sampai di Teknik Geodesi UGM. Silakan tanya peserta, bagaimana hasilnya.

Talk show itu berakhir penuh kesan. Kami baru saja memetakan gagasan-gagasan seorang Anies Baswedan yang cemerlang. Sebagai moderator saya menutup acara itu dengan mengutip pelajaran moral nomor satu ala Laskar Pelangi. Ketika Pak Arfan menceritakan kisah Nabi Nuh pada muridnya, saya yakin beliau menginginkan anak muridnya menjadi anak-anak yang sholeh, rajin beribadah agar terhindar dari mara bahaya. Menariknya, Ikal memetik satu pelajaran yang begitu berbeda dan mengejutkan. Dia mengatakan “kalau kamu tidak rajin sholat, belajarlah berenang”. Saya lanjutkan bahwa Mas Anies tentu punya niat baik ketika berbicara di sini tetapi apakah pendengar akan menjadi rajin sholat atau belajar berenang, itu murni adalah keputusan sendiri. Hal kedua yang saya simpulkan adalah membenarkan apa yang dikatakan oleh Marcel Proust bahwa penemuan itu tidak selalu terkait dengan menciptakan atau mendapatkan sesuatu yang baru tetapi intinya adalah memiliki sudut pandang atau mata yang baru. Mas Aneis telah memberikan kita mata yang baru untuk melihat Indonesia dengan cara yang berbeda. Ketiga, kalau selama ini kita mengenal pepatah the sky is the limit, maka Mas Anies hadir dengan prinsip yang lebih liar, bahwa satu-satunya yang membatasi kita adalah imajinasi kita. Your only limit is your imagination.

Ruangan riuh rendah oleh antusias peserta yang ingin bersalaman dan berfoto bersama Mas Anies. Akhirnya semua puas dan bahagia. Mas Anies meninggalkan ruang itu tetapi makna yang ditorehkannya tidak akan mudah hilang dari pikiran mereka yang telah menghabiskan dua jam waktunya di Ruang III.4 Teknik Geodesi UGM. Benar kata Mas Anies bahwa yang selama ini hilang dari ruang-ruang kelas adalah inspirasi. Begitu inspirasi hadir maka semua bergerak, semua bangkit dan IMPOSSIBLE bisa berubah menjadi I’M POSSIBLE.

Filed under: Biografi, Contemplations, Geodesi UGM, Inspirasi, Leadership

Show more