2012-07-04

Akhir pekan lalu, tepatnya hari Sabtu tanggal 30 Juni 2012, saya dan istri menghadiri open house Sampoerna School of Education (SSE). Setelah mengikuti SSE Blogger Gathering di Pisa Cafe Mahakam, kami diundang untuk menghadiri open house Sampoerna School of Education. Sabtu pagi, kami berangkat dari rumah menuju kampus Sampoerna School of Education yang terletak di Mulia Business Park, Pancoran. Kami langsung menuju auditorium dan langsung melakukan registrasi. Saya melihat beberapa rekan media, blogger, dan relawan Akademi Berbagi sudah datang terlebih dahulu.



Open house Sampoerna School of Education diawali dengan student exhibition yang menampilkan beberapa kegiatan dan organisasi mahasiswa Sampoerna School of Education. Di pintu masuk ruang pameran, para peserta open house disambut dengan putra dan putri kampus yang bergelar Dewantara of SSE 2012 dan Kartini of SSE 2012. Memasuki ruang pameran, saya langsung mendatangi booth SSE Moslem Family (SMILY) dan SSE Christian Community (SCC). Di Sampoerna School of Education ini, para mahasiswa diajarkan untuk bertoleransi dalam perbedaan. Buktinya dua student club ini tetap rukun meski menempati booth yang sama.

Saya lalu berpindah ke booth SSE Debate Club yang terlihat dengan moto “Debate Me Any Where”. Ada juga booth SSE Math Club yang menampilkan beberapa game menarik tentang Matematika. Selanjutnya saya mengunjungi booth SSE Movie Club yang selalu ramai dikunjungi pengunjung pameran. Bukan hanya tentang videografi, SSE Movie Club juga mewadahi mahasiswa yang berminat dalam fotografi. Tidak kalah ramai dengan SSE Movie Club, SSE ICT Club juga diramaikan para pengunjung pameran yang tertarik dengan teknologi informasi dan komunikasi. Di booth SSE ICT Club ini, pengunjung bisa mencoba game-game hasil karya mahasiswa Sampoerna School of Education.

Mahasiswa juga bisa berwirausaha, begitulah pesan yang ingin disampaikan SSE Entrepreneur Club. Beberapa hasil kerajinan tangan dan kue jajanan untuk wirausaha mahasiswa ditampilkan di booth SSE Entrepreneur Club tersebut. Tak kalah menarik, mahasiswa yang berminat dalam olahraga juga menampilkan Table Tennis dan Table Futsal. Dalam eksibisi itu, para mahasiswa lengkap dengan seragam olahraga asik bermain table tennis dan table futsal. SSE Traditional Dance Club (Tatra Abirama)  juga menampilkan booth yang menarik. Terakhir, saya mengunjungi booth Student Representative Board dan Student Senate yang menjadi wadah bagi mahasiswa yang ingin mengasah pengalaman berorganisasinya.

Setelah student exhibition selesai, para peserta open house lalu masuk ke ruang auditorium untuk mengikuti acara talkshow yang akan menampilkan beberapa pembicara ternama, salah satunya Rene Suhardono yang sudah malang melintang sebagai konsultan karir. Beberapa pembicara lain juga sudah terlihat di dalam auditorium. Acara talkshow dipandu oleh Mbak Dora yang juga bertindak sebagai pembawa acara SSE Blogger Gathering. Acara talkshow diawali dengan welcome speech dari Prof. Dr. Paulina Pannen yang bertindak sebagai Dean (Dekan) Sampoerna School of Education.



Ibu Paulina Pannen membuka talkshow pendidikan ini dengan tema “Be an Educator in a Changing World”. Kita merasakan sendiri dunia yang terus bertransformasi, mulai dari transformasi politik sampai transformasi ekonomi. Pendidikan pun tidak lagi terbatas pada ruang kelas di sekolah, sehingga kita dituntut untuk menjadi pendidik di dunia yang sedang berubah. Setiap pendidik menggandeng tangan, jalan bersama, membuka pikiran, menyentuh hati, dan membentuk masa depan. “Seorang pendidik tidak memberikan sayapnya untuk terbang, tapi pendidik membantu anak didiknya untuk mengepakkan sayapnya untuk terbang,” begitu kalimat Ibu Paulina yang begitu menyentuh saya.

Setelah dibuka oleh Ibu Paulina Pannen, acara talkshow dimulai yang dipandu oleh moderator Ibu Nisa Faridz. Pengajar di Sampoerna School of Education ini sesekali melontarkan candaan kepada anak didiknya dan disambut meriah oleh anak-anak didiknya dan seluruh peserta talkshow. Selanjutnya Ibu Nisa Faridz mempersilahkan tiga pembicara dalam talkshow sesi pertama ini. Pembicara pertama adalah Erwin Puspaningtyas Irjayanti, seorang pengajar muda yang pernah mengajar di pedalaman Majene. Pembicara kedua adalah Rene Suhardono, seorang konsultan karir yang akan sharing tentang karir dalam dunia pendidikan. Pembicara ketiga adalah Yosea Kurnianto, seorang mahasiswa SSE yang mendirikan Youth Educators Sharing Networks.



Erwin Puspaningtyas Irjayanti yang akrab dipanggil Mbak Wiwin ini menyapa para peserta dengan ramahnya. Sebelum memutuskan untuk bergabung dengan Gerakan Indonesia Mengajar, penulis kelahiran Klaten ini telah menulis beberapa novel bestseller. Salah satu karyanya adalah teen-lit Islami “Hot Chocolate Love” (2006) yang juga dibeli lisensinya dan diterbitkan oleh seorang penerbit di Malaysia. Lulusan Fakultas Kehutanan IPB ini rela meninggalkan karirnya di Bank Mandiri untuk mengajar anak-anak sekolah di Passau, Majene, Sulawesi Barat. Mbak Wiwin mencoba menjadi seorang pendidik di daerah yang sulit air dan sulit listrik itu.

Menurut Mbak Wiwin, konsep “Be an Educator in a Changing World” bagi anak-anak sekolah di Passau berbeda dengan konsep anak-anak kota. Bagi mereka, “changing world” bisa diwujudkan dalam hal-hal sederhana seperti mengenal Bahasa Indonesia, masuknya listrik/sinyal ponsel ke desa mereka, dan mengenal sekolah yang lebih tinggi. Untuk itulah Mbak Wiwin dan pengajar-pengajar muda lainnya mencoba membuka wawasan anak-anak bangsa yang masih mengalami kesenjangan pendidikan. Bagi Mbak Wiwin, mengajar dengan segala keterbatasan ibarat menempuh jejang S-2. Karena meskipun berasal dari desa, sebelumnya Mbak Wiwin tak pernah tahu kondisi yang sebenarnya di daerah-daerah lainnya.

Rene Suhardono kemudian menjadi pembicara selanjutnya dengan mengangkat tema “Educator as A Career and Passion”. Ibu Nisa Faridz membuka diskusi ini dengan sebuah pertanyaan sederhana, “Bagaimana kita bisa mengandalkan passion dalam dunia pendidikan?”. Seperti Mbak Wiwin yang rela meninggalkan karirnya di Bank Mandiri dan memutuskan untuk menjadi seorang pengajar muda. Sebaliknya, ada juga guru yang sudah mengajar bertahun-tahun dan baru sadar bahwa mengajar bukanlah passion mereka. Menurut Rene Suhardono, semua ini terjadi karena kesalahkaprahan Kemendikbud dalam menetapkan guru sebagai profesi. Seseorang ketika masih kecil melihat guru itu keren banget, lalu ia sekolah menjadi seorang guru, namun setelah menyelami sebagai guru ia baru merasa bahwa “ini bukan gue banget”.

Dunia yang sedang kita hadapi itu berubah dengan sangat drastis. Empat tahun lalu hutang semua orang di seluruh dunia masih di bawah angka 70 triliun USD, namun sekarang sudah mencapai angka 195 triliun USD. Tidak ada yang memprediksikan hal tersebut terjadi, namun chaos ini benar-benar terjadi. Rene Suhardono juga menceritakan tentang pengalamannya sebulan lalu ketika diundang ke Samarinda. Rene Suhardono begitu kaget ketika menemui enam tambang terbuka di dalam kota tersebut. Jika hal ini terus dibiarkan, bukan tidak mungkin Indonesia juga akan mengalami chaos yang mengerikan. Orang tidak membayangkan Instagram yang baru berumur 18 bulan dan hanya memiliki 13 karyawan, namun Instagram dibeli Facebook seharga 9,4 triliun rupiah. Dunia memang berubah begitu cepat sehingga pendidik pun harus merubah mindset mereka terhadap profesinya sendiri.

Rene Suhardono menggarisbawahi bahwa “Education is not a field of work. Education is a field of fascination.” Banyak orang masih menganggap guru hanya sebatas pekerjaan, padahal profesi guru menjadi hal yang menyenangkan jika semua didasarkan dari hati. Mengajar bisa dilakukan kapanpun dan di manapun dan tidak selalu harus di ruangan kelas. Rene Suhardono juga mengingatkan bahwa passion dan ambisi itu berbeda. “Passion is state of being. Ambition is an act of becoming,” begitu pesannya. Mungkin orang pengen menjadi seorang guru, namun setelah menjalani ia baru sadar bahwa itu bukan passion-nya. Jika kita bisa merasakan hati kita senang dan kita bisa menikmati ketika melakukan sesuatu itu menjadi salah satu cara untuk mengetahui bahwa itu passion kita. Rene Suhardono juga memberikan tips untuk menemukan passion, “Getting lost will help you find yourself. Life is about the people you met and what you create with them.”

Rene Suhardono menampilkan sosok Eva Celia Latjuba sebagai contoh bagaimana seseorang menemukan passion-nya. Anak kandung dari Sophia Latjuba dan Indra Lesmana itu sempat mengalami masalah selama bersekolah di Indonesia. Sebuah sekolah mengklaim Eva Celia mengganggu rata-rata nilai di sekolah tersebut. Di saat Eva Celia terpuruk karena tidak naik kelas beberapa kali, ia mengatakan kepada ayahnya bahwa ia ingin bernyanyi. Akhirnya Eva Celia dan Indra Lesmana berkolaborasi melalui Skype. Duet ayah di Jakarta dan anak di Los Angeles ini benar-benar memukau. Tidak heran jika Eva Celia lalu mendapatkan beasiswa di New York Music Conservatory. “When passion is talking, everything else will take care of your self,” begitu pesan Rene Suhardono.

Rene Suhardono juga memperkenalkan sosok Salman Khan untuk memberikan contoh karir dalam dunia pendidikan. Salman Khan mempunyai tiga gelar Bachelor of Science dari Massachussets Institute of Technology dalam waktu yang sama di bidang teknik listrik, ilmu komputer, dan matematika. Tidak hanya itu, Salman Khan lalu meraih gelar MBA di Harvard Bussines School. Dengan gelar-gelarnya itu, Salman Khan bekerja di sebuah perusahaan ternama dengan gaji 360.000 USD per tahun. Namun suatu saat keponakannya meminta untuk diajari Matematika, ia lalu mengajarinya dengan Yahoo! notepad. Itulah untuk pertama kali Salman Khan merasakan “beauty of sharing” yang tak pernah ia rasakan sebelumnya. “The beauty of helping other people to grow,” begitu Rene Suhardono menyebutnya.

Sejak saat itu, Salman Khan membuat video tutorial untuk semua pelajaran. Sampai saat ini Salman Khan sudah mengunggah 18 ribu lebih video tutorial dan hebatnya semua video itu dibuatnya sendiri. Dengan Khan Academy, Salman Khan berhasil meraih The Tech Awards 2009 Microsoft Education. Kini laman khanacademy.org diakses lebih dari 50.000 orang per hari dan kanal Youtube-nya diakses tidak kurang dari 35.000 orang per hari. Itu artinya Salman Khan telah menciptakan sekolah online terbesar di dunia dan bisa menembus sampai pedalaman Asia dan Afrika. Salman Khan bukan seorang guru tapi ia menemukan passion mengajarnya dengan caranya sendiri.

Setelah dibuat tercengang dengan sharing Rene Suhardono, kini saatnya untuk mendengarkan kisah dari mahasiswa Sampoerna School of Education secara langsung. Yosea Kurnianto adalah mahasiswa angkatan pertama Sampoerna School of Education. Meskipun berasal dari daerah, Yosea Kurnianto menjadi mahasiswa yang sangat aktif di kampusnya. Setelah lulus SMA N 2 Temanggung, Yosea Kurnianto sebenarnya mendapatkan dua beasiswa lain sebelum memutuskan untuk menempuh studi di Sampoerna School of Education. Sebagai pemuda desa yang tak memiliki kerabat di Jakarta, Yosea Kurnianto memiliki tekat kuat untuk menjadi seorang pendidik.

Pada awal masa studi, Yosea Kurnianto dan teman-temannya yang berasal dari seluruh Indonesia dipertemukan untuk menjadi sebuah keluarga terlebih dahulu. Pertengahan tahun 2011, Yosea Kurnianto menjabat National Rover Scout Council di Indonesian Scout Movement (Pramuka). Awal tahun 2012 ini, Yosea Kurnianto mengorganisir Youth Educators Sharing Network yang dihadiri 120 mahasiswa pendidikan dari seluruh Indonesia. Setelah pulang dari Jakarta, beberapa teman dari daerah itu melaporkan beberapa program yang terinspirasi dari acara diskusi tersebut. Yosea Kurnianto tak pernah membayangkan pengalaman berharga itu. Karena itu, bagia Yosea Kurnianto kampus ini tidak hanya sekedar Sampoerna School of Education tapi juga Sampoerna School of Life.

Acara talkshow “Be an Educator in a Changing World” kemudian dilanjutkan dengan sesi kedua yang menghadirkan dua pembicara, yaitu Ibu Johanna Rosalina Kristyanti dan Grace Chandra. Ibu Johanna Rosalina Kristyanti saat ini menjabat Wakil Dekan Bidang Akademik dan Kemahasiswaan, sedangkan Grace Chandra adalah mahasiswi Sampoerna School of Education. Sesi kedua talkshow ini ditujukan untuk menceritakan lebih jauh tentang organisasi dan suasana belajar di Sampoerna School of Education. Ibu Rosalina menceritakan bagaimana Putera Sampoerna Foundation akhirnya memutuskan untuk mendirikan Sampoerna School of Education.

Ibu Rosalina mengawali diskusi dengan kisahnya sejak pertama kali memutuskan untuk menjadi seorang guru. Ayahnya yang seorang guru tidak menginginkannya menjadi guru karena berbagai alasan, namun Ibu Rosalina akhirnya memutuskan untuk menempuh studi di jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingian, Universitas Negeri Jakarta. Sejak lulus S-1 pada 1987, Ibu Rosalina terus berkiprah di dunia pendidikan Indonesia. Tak kenal lelah menuntut ilmu, Ibu Rosalina melanjutkan studi untuk meraih gelar Master of Arts, Counseling, Santa Clara Univesity pada tahun 1994 dan gelar Ph.D, Public Health, University of Melbourne pada tahun 2006. Sampai akhirnya ayahnya bangga dengan semua pencapaian Ibu Rosalina dalam bidang pendidikan. Setelah menjadi pengajar dan peneliti di berbagai institusi, Ibu Rosalina akhirnya memutuskan untuk bergabung dengan Sampoerna School of Education pada tahun 2009.

Tahun pertama Sampoerna School of Education menerima 89 mahasiswa yang terbagi dalam dua jurusan, yaitu jurusan Matematika dan Bahasa Inggris. Pada tahun pertama Sampoerna School of Education sudah bekerja sama dengan beberapa sekolah partner, salah satunya dengan Yayasan Yasporbi. Sampoerna School of Education juga bekerja sama dengan Microsoft dan Intel untuk menciptakan mahasiswa yang memiliki kepakaran dalam bidang teknologi informasi. Sampoerna School of Education juga bekerja sama dengan Hong Kong Institute, National Institute of Education Singapura, dan Massey University New Zealand. Semua kerja sama itu dilakukan untuk menciptakan pendidik yang kreatif, inovatif, dan unggul, namun tetap rendah hati.

Selanjutnya Grace Chandra menceritakan pengalamannya selama menempuh studi di English Language Teaching Department, SSE. Mahasiswi yang satu angkatan dengan Yosea Kurnianto ini menceritakan proses belajar mengajar di kampus. Awalnya Grace Chandra diterima di Universitas Atmajaya, namun akhirnya Grace Chandra memilih Sampoerna School of Education. Namun keputusannya itu dipertanyakan oleh orangtuanya dan teman-temannya. “Buat apa sih jadi guru? Gaji elo cuma segitu-gitu aja,” begitu kata teman-temannya. Grace Chandra juga sempat down karena SSE selalu membawa nama “Sampoerna” yang sudah melekat sebagai merek rokok.

Meskipun begitu, Grace Chandra terus dikuatkan dengan teman-teman kampus dan para pengajar. Grace Chandra selalu ingat kata Ibu Paulina bahwa “education is more to heart”. Grace Chandra dan teman-temannya diajarkan untuk menghormati perbedaan. Sebagai seorang keturunan Cina, Grace Chandra bisa merasakan suasana yang penuh toleransi di kampus. Sampoerna School of Education memberikan banyak peluang bagi Grace Chandra. Pertengahan tahun 2011, Grace Chandra dan teman kampusnya, Aulia Agustin, bergabung dalam Mangrove4Life Project yang dipimpin oleh Prof. Fumikiho Shinohara dari Tokyo Gakugei University.

Tanggal 3-5 Mei 2012 lalu, Grace Chandra menjadi salah satu pembicara dalam International Conference on Language, Literature, and Culture (ICLLC) di De La Salle, Dasmarinas, Philipina. Dalam konferensi itu, Grace Chandra memaparkan penelitiannya yang berjudul “The Effect of Student-Centered Learning Towards Students Learning Quality : The Case Study of Literature Circle in Sampoerna School of Education”. Di Philipina, Grace Chandra mendapat pujian dari peserta konferensi karena kemahirannya dalam berbahasa Inggris. Beberapa peserta menyangka Grace Chandra berasal dari Korea atau China, dan Grace Chandra dengan bangga mengatakan “I’m from Indonesia”. Bahkan, ada yang menyangka Grace Chandra seorang dosen, ini membuktikan bahwa Sampoerna School of Education bisa menciptakan pendidik yang unggul.

Setelah talkshow dengan lima pembicara hebat itu selesai, SSE Choir Club (Seraf Voce) tampil di hadapan para peserta open house. Seraf Voce menampilkan Mars Sampoerna School of Education dan satu lagu daerah yaitu lagu “Sik Sik Sibatumanikam” dari Sumatera Utara. Penampilan Seraf Voce mendapat sambutan meriah dari para peserta open house. Setelah acara selesai, para peserta menikmati coffebreak dan makan siang. Terima kasih, Sampoerna School of Education. Kapan-kapan undang lagi ya..

Show more