It is currently Wed Jul 30, 2025 6:11 pm
Download Aplikasi SarapanPagi Biblika untuk Android! Download Aplikasi SarapanPagi Biblika untuk iPhone & iPad!

Re. Yesus menebus dosa kepada siapa?

Tempat khusus buat teman2 Muslim (dan Non-Kristen) utk bertanya/ mengungkapkan ketidaksetujuan thd keimanan Kristiani.
(Note: Disini bukan Forum Dakwah).
 
Posts: 1
Joined: Sun Nov 09, 2014 1:39 am

Re. Yesus menebus dosa kepada siapa?

Post by wishmeluck » Thu Nov 13, 2014 4:00 pm

Reff: yesus-menebus-dosa-kepada-siapa-vt6512.html#p28160

BP wrote:Yesus menebus dosa kepada siapa?


Tanya:
masih newbie nih… belum tahu apa”… ada yang bertanya seperti ini.. “Yesus menebus dosa kepada siapa??” jawaban apa yang tepat menurut saudra” sekalian?


Jawab:

Perlu kita pahami tentang HUKUM ALLAH mengenai Dosa:

Allah, sejak mulanya sudah menyatakan Hukum Kekudusan Allah, bahwa konsekwensi dari pelanggaran (dosa) adalah mati (Kejadian 2:16,17 bandingkan Roma 6:23a):

    Lalu TUHAN Allah memberi perintah ini kepada manusia: "Semua pohon dalam taman ini boleh kaumakan buahnya dengan bebas, tetapi pohon pengetahuan tentang yang baik dan yang jahat itu, janganlah kaumakan buahnya, sebab pada hari engkau memakannya, pastilah engkau mati." (Kejadian 2:16,17)

Bandingkan:

    "Sebab upah dosa ialah maut..." (Roma 6:23a)

Maka jika ditanyakan kepada siapakah Yesus Kristus menebus dosa. Yesus Kristus menebus "hutang dosa" manusia kepada HUKUM ALLAH (Hukum Kekudusan Allah) yang sudah ditetapkan itu.

Note:
Pahami juga tentang maksud "Dosa" adalah "Hutang" Dan, Hutang dosa yang konsekwensinya adalah mati. Kematian itu harus dibayar dengan "darah" Reff: di dosa-adalah-hutang-dalam-pola-pikir-semitik-vt1184.html#p22013

    Sebab di dalam Dia dan oleh darah-Nya kita beroleh penebusan, yaitu pengampunan dosa, menurut kekayaan kasih karunia-Nya, yang dilimpahkan-Nya kepada kita dalam segala hikmat dan pengertian. (Efesus 1:7-8)

Alkitab menyatakan bahwa dosa itu identik dengan hutang. Konsekwensi dosa adalah mati/ kebinasaan yg kekal (Roma 6:23a band. Kejadian 2:17), maka harus ada nyawa untuk membayarnya, agar dosa itu dapat ditebus. Pengampunan dosa dapat terjadi apabila ada nyawa yang dipakai untuk membayar hutang/dosa itu. Pengampunan dosa itu ibarat seseorang yang punya hutang tapi dianggap lunas oleh si kreditor dimana si kreditor mengambil alih kerugiannya untuk membebaskan pihak yang berhutang itu. Itulah mengapa untuk penebusan dosa manusia, Tuhan harus datang ke dunia, menyerahkan nyawanya sebagai pelunasan hutang-hutang – yaitu dosa manusia – dengan cara mati di kayu salib. Pemahaman ini tidak dimiliki dalam agama-agama lain, sehingga seringkali ada banyak pertanyaan bahkan cibiran, mengapa Allah perlu hadir sebagai manusia hanya untuk mati di kayu salib, seolah-olah Allah lemah dan tidak-berdaya. Kematian Yesus bukanlah kematian 'martir' seperti kematian seorang syuhada yang berjihad, kematiannya bukan pula sebagai kekalahan dalam suatu peperangan. Namun, kematian Yesus adalah KEMATIAN-KURBAN, dimana Allah merelakan diriNya sendiri untuk dikorbankan demi kasih yang begitu besar untuk menyelamatkan jiwa-jiwa orang yang dikasihiNya.

Sebelum penggenapannya, dalam hukum Taurat telah menetapkan hampir segala sesuatu disucikan, dan diampunkan dengan darah (yang dianggap nyawa), dan "tanpa penumpahan darah, tidak ada pengampunan" (Ibrani 9:22). Ini dilakukan lewat domba yang dikorbankan diatas mezbah, berulang-ulang untuk setiap kali pengampunan hingga digenapi oleh darah dan kematian Sang Mesias. Darah yang dilambangkan sebagai nyawa ganti nyawa (konsekwensi dosa) telah digantikan oleh Anak Domba Allah yang sempurna, yaitu Yesus Kristus (Yohanes 1:29). Ini adalah sebuah kematian 'tukar-guling' yang merupakan 'win-win solution' (semua pihak diuntungkan) demi menebus kematian akibat dosa yang menjangkiti semua manusia keturunan Adam. Dari kenyataan dan pemahaman ini, kita umat Kristiani memandang betapa penting peristiwa kematian Yesus Kristus yang darahnya telah tercurah bagi kehidupan manusia, oleh peristiwa itu, manusia dimungkinkan masuk ke dalam kehidupan kekal.

    Image

Tapi, tentu saja masih ada pertanyaan, misalnya seperti ini:

BUKANKAH ALLAH BISA MENGAMPUNI SAJA?
APA PERLUNYA ALLAH MENYERAHKAN NYAWA YESUS UNTUK PENEBUSAN DOSA?



MENGAMPUNI?

    Apa yang ada dalam benak anda dengan istilah “mengampuni” ?
    Yesus mensyaratkan pengampunan dalam arti yang amat mendasar, yaitu keharusan bagi si pengampun untuk membayar harga, harga tebusan!


    Allah yang Maha Kuasa memang berkuasa mengampuni kita di setiap waktu, namun dosa kita tidak bisa diampuni begitu saja karena Allah juga Adil, dan konsekwen dengan hukum-pokok keadilanNya adalah Dia harus menghukum setiap dosa yang kita perbuat.

    Di satu pihak Allah itu Maha Kasih, mau dan bisa mengampuni. Tetapi di lain pihak Allah itu Maha Adil, apabila hanya sekadar “melupakan” atau “membiarkan” kesalahan seseorang tanpa mempertanggung-jawabkannya dengan suatu harga, yaitu yang disebut penebusan.


Anda bertanya, mengapa ada harga yang terlibat?

    Ya, pemahaman kita atas Azaz Pengampunan cenderung larut menurut arti populer saja, bukan arti murninya.
    Untuk mencernakannya kembali, kini pikirkanlah ada seorang anak Anda yang berbuat dosa terhadap Anda, misalnya ia memberontak dan membakar tas kantor Anda. Anda-pun marah. Mengapa?
    Karena anda merasa dirugikan oleh perbuatan tersebut. Akhirnya sang anak sadar akan perbuatan kesalahannya dan minta pengampunan, dan anda rela mengampuninya.

Mengampuni adalah rela membayar harga tebusan
    Ketika Anda rela mengampuninya, itu IDENTIK dengan anda rela menyedot dan membayar harga kerugian yang tadinya anda rasakan, yaitu kerugian moril maupun materiil. Anda mengampuninya dengan jalan menebus harga tersebut! Jadi, dalam setiap pengampunan ada harga yang harus dibayar, yang menuntut suatu penebusan!.

    Kini, karena sudah ditetapkan Allah sendiri bahwa setiap pelaku dosa harus dihukum mati dalam kekekalan (dengan istilah “upah dosa adalah maut”, Kejadian 2:17, Roma 6:23), maka manusia tidak mungkin bisa membayar harga sebesar itu dengan usaha amal-ibadah atau cara apapun. Itu sama halnya dengan hukuman mati di pengadilan yang tak bisa dilunaskan dengan jasa apapun yang pernah dibuat oleh si terhukum!
    Diperlukan pertolongan dan kekuatan dari luar sebagai penyelamat atau penebus.

Dicontohkan satu kasus tebusan sebagai ilustrasinya, sebagai berikut :
    Ada cerita tentang seorang wanita muda yang tertangkap di diskotik ketika sedang diadakan razia narkoba oleh aparat negara. Ia dihadapkan ke meja-hijau. Jaksa penuntut membacakan dakwaan dan tuntutan. Maka, sang Hakim-pun bertanya kepada si tertuduh : “Anda bersalah atau tidak bersalah?”
    Gadis tersebut mengaku bersalah, minta ampun dan ingin bertobat. Namun sang Hakim yang adil itu tetap mengetuk palunya mendenda Rp. 10,000,000.-- atau penjara 3 bulan. Tiba-tiba terjadi hal yang mengagetkan semua orang dalam sidang tersebut. Sang Hakim turun dari kursinya sambil membuka jubahnya. Ia segera menuju kursi si terhukum, mengeluarkan uang 10juta dari tas-nya untuk membayar denda si gadis. Mengapa? Ternyata sang hakim tersebut adalah bapak dari si gadis. Walau bagaimanapun cinta yang bapak kepada anak-gadisnya, ia tetaplah Hakim yang adil dan tidak bisa berkata : “Aku mengampuni kamu, karena kamu menyesal dan bertobat”. Atau mengatakan : “Karena cintaku kepadamu, maka Aku mengampuni kesalahanmu”.

    Hukum keadilan tidak memungkinkan sang Hakim mengampuni dosa anaknya dengan sesukanya “tanpa prosedur harga”. Maka ia yang begitu mengasihi anaknya bersedia turun dari kursi dan menanggalkan jubah kehakimannya, lalu menjadi wali untuk membayar harga denda. Inilah jalan satu-satunya bagi seorang hakim yang adil untuk memberi pengampunan bagi seorang terhukum yang dikasihinya

Dan inilah analogi untuk Yesus Kristus yang menanggalkan jubah keilahianNya dan turun ke dunia menjadi manusia demi untuk membayar harga MAUT di kayu salib, yang tidak sanggub dibayar oleh si pendosa sendiri yang sudah terhukum mati. Yesus telah mengatakannya secara lurus, tanpa usah tafsiran, bahwa ‘Anak Manusia (Yesus) datang untuk memberikan nyawaNya menjadi tebusan (nyawa) bagi banyak orang’ (Markus 10:45).

Maka hak-qisas (hukum pembalasan yang setimpal) terhadap hutang nyawa, kini dipenuhi dalam kematian Yesus bagi manusia : “nyawa ganti nyawa, mata ganti mata, gigi ganti gigi, tangan ganti tangan… luka ganti luka, bengkak ganti bengkak” (Keluaran 21:24). Demi menebus kematian Anda dan saya!.

Allah bebas tidak terbatas? Menghalalkan segala cara demi kasihNya

    Disini, teologi agama-agama yang tidak mengenal konsep penebusan Yesus (tidak mengimani anugerah Ilahi), melainkan hanya mengenal konsep usaha diri dalam mencari ridha Allah lewat ibadah-amal-pahala, akan menemui dilema yang besar. Mereka tidak mempunyai cara apapun untuk merekonsiliasikan kedua sifat Allah yang saling menentang, yaitu Maha Kasih versus Maha Adil.


Bagaimana Allah bisa-bisanya Maha Kasih (yang mengampuni dosa), padahal Ia juga Maha Adil(yang menghukum dosa), sungguh kontradiktif!

    Sebab, jikalau Allah menghalalkan diriNya secara bebas dalam mengampuni, semata-mata karena Ia Maka Pengasih dan penyayang, maka tentulah Ia Non-Adil, karena berkolusi, dengan tidak menghukum dosa yang seharusnya tidak dihukum. Pengampunan model begini adalah keputusan tanpa dasar apapun kecuali sewenang-wenang. Allah yang Maha Adil, Maha Benar dan Suci itu sungguh tidak bisa begitu saja menyebut “putih” atas sesuatu yang sebenarnya “hitam”. Hukum dan Jalan Allah itu lurus, dan itu yang menjadikan diri Allah terbatas, karena Ia tidak bisa keluar batas dengan mengingkari diriNya sendiri :

    *2 Timotius 2:13
    jika kita tidak setia, Dia tetap setia, karena Dia tidak dapat menyangkal diri-Nya.


    Walau demikian, masih banyak orang menafsirkan bahwa Allah itu adalah Pencipta Hukum. Jadi Dia berdaulat dan berdiri sepenuhnya diatas hukum, tidak ada yang bisa membatasi Allah!.
    Namun, Alkitab menjelaskan bahwa Tuhan “dibatasi” oleh hakikat keberadaanNya sendiri, bukan oleh pihak luar manapun. Dia sepenuhnya dapat dipercaya dan konsisten dengan Apa yang diucapkanNya. Dia selalu berkiprah dalam jalur/ batas ucapan dan hukumNya.
    Dia tidak berdiri di atas Hukum.
    Melainkan diriNya adalah HukumNya, dan HukumNya adalah diriNya
    .
    Allah sendirilah yang membayar kesalahan manusia bagi Hukum-Nya itu

Dia tidak berubah, dahulu, sekarang dan selamanya!
Maka, Firman Allah itu selalu benar dan kekal, tak ada ayat-ayat susulan yang bisa membatalkan atau menggantikan ayat-ayat terdahulu. Allah yang Maha Tahu dan Benar tidak mengkoreksi diriNya sendiri, dengan alasan apapun!
Makin Dia mengkoreksi, dan makin memberi alasan, makin bukan Allah-lah Dia.


Blessings,
BP

Artikel terkait :
DOSA adalah "HUTANG" dalam pola pikir Semitik, di dosa-adalah-hutang-dalam-pola-pikir-semitik-vt1184.html

UPAH DOSA ADALAH MATI: dibahas di: upah-dosa-adalah-mati-vt4419.html#p24214
dibahas ulang di : hutang-utang-piutang-vt6278.html#p26994

Kematian Kurban vs Martir, di kematian-kurban-dan-darah-perjanjian-untuk-pengampunan-dosa-vt67.html#p140 dan
kematian-martir-dan-kematian-kurban-vt475.html#p931

Bukankan Allah bisa mengampuni saja? Apa perlunya Allah menyerahkan nyawa Yesus untuk penebusan dosa?, di bukankah-allah-bisa-mengampuni-saja-vt220.html#p466



Salam Damai. peace :)
Gara-gara tulisan anda, saya jadi register ke sini deh hehe...
saya sepertinya tidak asing dengan ["melainkan hanya mengenal konsep usaha diri dalam mencari ridha Allah lewat ibadah-amal-pahala, akan menemui dilema yang besar. Mereka tidak mempunyai cara apapun untuk merekonsiliasikan kedua sifat Allah yang saling menentang, yaitu Maha Kasih versus Maha Adil”. ] setelah membaca beberapa tulisan anda, saya jadi paham tapi saya boleh jawab sekaligus nanya ya...

[Kini, karena sudah ditetapkan Allah sendiri bahwa setiap pelaku dosa harus dihukum mati dalam kekekalan (dengan istilah “upah dosa adalah maut”, Kejadian 2:17, Roma 6:23), maka manusia tidak mungkin bisa membayar harga sebesar itu dengan usaha amal-ibadah atau cara apapun. Itu sama halnya dengan hukuman mati di pengadilan yang tak bisa dilunaskan dengan jasa apapun yang pernah dibuat oleh si terhukum!]
Pertanyaan pertama,

anda mengenal dosa waris dan dosa perbuatan. Jika Yesus menebus dosa perbuatan, bukankah tidak adil untuk memukul rata beban hukuman untuk semua dosa? Kita semua tahu besar hukuman untuk nenek pencuri 3 buah kakao tidak sama dengan koruptor milyaran rupiah? Dan hukuman untuk pembunuh satu orang tidak sama dengan pelaku genosida? Ya benar, hukuman mati di pengadilan tidak bisa dilunaskan dengan jasa apapun yang pernah dibuat oleh si terhukum, tapi Hakim kami tidak menghukum mati untuk semua dosa tak perduli bentuknya.

Sebaliknya, jika Yesus hanya menebus dosa waris, kini anda telah ditebus oleh yesus sehingga anda kini layak surga, layak ampunan, dan layak dekat kepada Allah dan umat kristiani memanfaatkan peluang ini untuk banyak melakukan kebaikan dan memohon ampunan jika melakukan kesalahan, lalu bukankah sama saja dengan kami? Bedanya kami memiliki kelayakan dan kesempatan tersebut sejak lahir tanpa ada tebusan karena tidak ada dosa waris dan kami terlahir fitrah? Jika dosa waris yang anda bahas di sini, maka jangan membandingkannya dengan konsep dosa kami, karena kami tidak mengimani dosa waris tapi hanya dosa perbuatan. Apakah dosa perbuatan tidak bisa ditebus dengan amal-ibadah apapun? Jika anda jawab ya, maka baca kembali paragraf sebelumnya.

Kami terlahir tanpa dosa dan tanpa tebusan, apakah itu melanggar aturanNya sendiri?

Tuhan yang saya imani, Allah SWT, tidak melanggar hukum atau sumpah apapun karena Ia memang tidak pernah membuat aturan bahwa “upah dosa adalah maut/darah”, tidak juga aturan “Dosa Adam mengkontaminasi seluruh umat manusia” tidak juga “Dosa membuat hubungan Tuhan dan manusia terputus sama sekali dan tidak bisa dihubungkan kembali kecuali ada yang bersedia mati untuk menebus dosa tersebut”. Otomatis konsep penebusan dosa tidak akan sampai kepada kami karena kami tidak mengimani adanya ketentuan2 tersebut.

[Ketika Anda rela mengampuninya, itu IDENTIK dengan anda rela menyedot dan membayar harga kerugian yang tadinya anda rasakan, yaitu kerugian moril maupun materiil. Anda mengampuninya dengan jalan menebus harga tersebut! Jadi, dalam setiap pengampunan ada harga yang harus dibayar, yang menuntut suatu penebusan!]

Jika Tuhan mengampuni manusia apakah Tuhan berarti rela dirugikan dan itu harga dari ampunanNya? Tuhan mustahil rugi. Saya mabuk, berzina, tidak ibadah, bahkan kafir sekalipun tidak akan merugikan Tuhan sedikitpun karena perbuatan-perbuatan tersebut tidak memiliki efek pada Tuhan tapi pada si pendosa sendiri. Saya kafir dan masuk neraka, Tuhan tidak akan menggantikan saya masuk ke neraka pula karena menjadi kafir adalah pilihan saya sendiri. Karena itulah perbuatan dosa disebut “menganiaya/menzalimi diri sendiri” karena yang dirugikan sebenarnya adalah dirinya sendiri. Tuhan Seluruh Alam tidak butuh harga penebusan bahkan Ia tidak butuh manusia (tidak terdengar cukup indah untuk anda imani?, Tuhan Yang Maha Besar tidak akan binasa walau seluruh manusia dilenyapkan). Ia juga tidak mengambil keuntungan apa-apa dari manusia. Agar manusia tahu sebesar apa dosanya dan sekelam apa masa lalunya, ia tidak boleh putus asa dari ampunan Allah karena telah “menganiaya diri sendiri”. Allah akan selalu menyambut hambaNya yang mau kembali dan memberikan kesempatan kedua. Harga tebusan akibat menzalimi diri sendiri adalah mengasihi diri sendiri dengan cara banyak melakukan amal kebaikan, merendahkan diri dan memohon ampunan pada Tuhan. Jika manusia bertaubat dan berjanji tidak akan mengulangi itu demi kebaikan si manusia sendiri.

[“Sebab, jikalau Allah menghalalkan diriNya secara bebas dalam mengampuni, semata-mata karena Ia Maha Pengasih dan penyayang, maka tentulah Ia Non-Adil, karena berkolusi, dengan tidak menghukum dosa yang seharusnya dihukum”. ]

Tepat sekali dan disinilah tebus menebus terjadi. Hidup ini kompleks dan Tuhan tidak secara bebas dalam mengampuni. Hubungan manusia itu ada dua, manusia dengan Allah dan manusia dengan manusia. Jika saya khilaf tidak sholat, saya berdosa pada Allah dan Allah bebas mau mengampuni atau tidak, tanpa harus rugi sedikitpun. Tapi jika saya merugikan orang (memukul, mencuri, dsb), Tuhan tidak akan membiarkan saya sebelum yang dirugikan rela dan memaafkan atau ia membalas perbuatan saya setimpal. Dan itu adil. Jika anda menampar wajah saya kemudian anda mengatakan bahwa Tuhan sudah dihukum untuk menggantikan kesalahan anda, saya akan protes karena saya tidak punya urusan apa2 dengan Tuhan tapi dengan anda. Saya ingin anda yang dihukum bukan Tuhan. Itulah mengapa di akhirat nanti orang taat ibadah yang suka menganiaya orang lain harus membayar ganti rugi dengan memberikan amal ibadahnya. Semakin banyak yang dianiaya semakin banyak yang harus dibayar bisa2 habis amal2nya. Manusia bisa rugi tapi Allah tidak.

Abu Hurairah r.a. berkata: “Nabi SAW bersabda: “Siapa yang merasa pernah berbuat aniaya kepada saudaranya, baik berupa kehormatan badan atau harta atau lain-lainnya, hendaknya segera meminta halal (maaf) nya sekarang juga, sebelum datang suatu hari yang tiada harta dan dinar atau dirham, jika ia punya amal shalih, maka akan diambil menurut penganiayaannya, dan jika tidak mempunyai hasanat (kebaikan), maka diambilkan dari kejahatan orang yang dianiaya untuk ditanggungkan kepadanya.” (HR. Bukhori, Muslim)

Pertanyaan kedua jika manusia itu melakukan dosa karena natur dosa dari konsekuensi perbuatan Adam-Hawa, lalu mengapa Adam-Hawa ketika masih di taman eden dapat tergoda untuk melanggar larangan Allah, padahal mereka manusia pertama yang diciptakan?

Kami tidak mengimani “keadaan dosa” yang membuat manusia cendrung berbuat dosa. Yang kami imani adalah manusia berbuat dosa karena dorongan hawa nafsu dan bisikan syaitan. Memiliki hawa nafsu bukanlah dosa tapi Allah memang menciptakan manusia demikian sejak Adam. Selain sebagai ujian iman, juga membuat manusia bergairah untuk mengelola bumi. Ingin kaya itu hawa nafsu, bekerja keras itu halal, mencuri itu dosa. Ingin berhubungan badan itu hawa nafsu, melakukan dengan istri/suami itu halal tapi berzina dengan PSK itu dosa. Intinya? Pengendalian hawa nafsu.

Pertanyaan ketiga. Tuhan Yang Maha Tahu adalah yang paling tahu keadaan ciptaannya. Tidakkah Ia tahu bahwa suatu saat Adam akan jatuh ke dalam dosa? Apakah sejak Adam diciptakan ia memang dimaksudkan untuk tidak pernah melakukan kesalahan apapun? Mengingat satu kesalahan yang dibuatnya berdampak luar biasa yaitu dosa mengotori seluruh anak-cucunya sehingga terputus hubungan dengan Allah dan Allah turun teraniaya dan disalib demi membayar upah dosa berupa kematian? Jika Allah tahu bahwa Adam ternyata memiliki kelemahan dan akan jatuh ke dalam dosa mengapa menetapkan hukum yang sangat berat yaitu upah dosa adalah maut dimana manusia tidak layak diampuni dan hidup kekal di surga sebelum harga dosa ditebus? Kenapa tidak sekalian menciptakan Adam dengan sifat “mustahil salah”. Jika Allah menetapkan hukum ini sedangkan Ia akan menciptakan manusia yang lemah dan tahu akan berbuat salah, bukankah itu sama saja dengan kejam?

Yang kami imani sebelum manusia diciptakan, Allah dan malaikat sudah tahu tabiat manusia akan seperti apa, terlebih lagi, Adam-Hawa memang akan dikeluarkan dari surga karena manusia diciptakan sebagai pemimpin bumi bukan surga (lain lagi kalau anda mengimani Taman Eden)…

ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada Para Malaikat: "Sesungguhnya aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi." mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, Padahal Kami Senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui." (Al-Baqarah: 30)

Ya, dalam agama kami juga ada siksa kekal di dalam neraka, suatu balasan yang sangat dahsyat dan tidak sanggup kami tanggung dan kami tidak dapat mengakhirinya. Tapi untuk Firaun sekalipun, Allah telah memberinya kesempatan bahkan Musa AS telah menunjukkan mukjizatnya, tapi ia tidak juga mau beriman. Maka ia sendirilah yang memilih jalan ke neraka. Jadi apa intinya? Selama manusia hidup Allah akan selalu memberi kesempatan hingga kesombongan dan kekerasan hati manusia sendirilah yang menghanguskan kesempatan itu. Allah tidak akan semena-mena menjatuhkan dosa, setiap manusia bebas berbuat tapi tanggung sendiri akibatnya sendiri-sendiri.

Pertanyaan keempat. Baiklah, Allah Maha Tahu. Ia tahu Adam akan berdosa terlepas dari hukum yang telah ditetapkanNya, karena Ia tahu manusia tetap dapat diselamatkan melalui penebusan Putra TunggalNya. Bukankah itu terdengar ganjil juga? Sejak awal menetapkan harga dosa (berapapun bobotnya yang penting dosa) yang tidak sanggup ditebus dan dihapus/diampuni walaupun tahu Adam akan berdosa karena Ia berencana Dia sendirilah yang akan menebusnya? Berarti Ia sejak awal ingin menyiksa dirinya sendiri? Ia tahu sejak awal kejadiannya akan seperti itu? Bukankah Tuhan itu Maha Besar, Maha Bijak, Maha Tinggi, Maha Mulia, mengapa Ia ingin menyiksa dirinya sendiri? Untuk menunjukkan besar kasihnya kepada manusia?

Yang kami imani, dosa kami tidak akan mengotori kesucian Allah sedikitpun. Allah akan tetap Yang Maha Suci walau seluruh manusia itu berdosa, karena yang akan terkotori dosa hanyalah si manusia sendiri. Bahkan jika seluruh manusia menuduh Allah berwujud manusia, Allah tetap Yang Maha Suci namun lidah setiap manusia akan dimintai pertanggungjawabannya.

Penutupan. Kami mengimani bahwa dunia itu bersifat dualisme layaknya antara surga dan neraka. Jadi jika ada kesakitan, penderitaan, keburukan, kemiskinan, kesedihan kami tidak mengimaninya sebagai akibat dosa masuk ke dunia karena masih ada kesehatan, kebahagiaan, kebaikan, kekayaan, kesenangan dan dunia tidak dimaksudkan menjadi tempat yang sempurna bagai surga.

Lalu, apakah dosa dapat ditebus dengan amal kebaikan? Bagi kami ya.

 
Posts: 644
Joined: Sun Feb 09, 2014 10:44 pm

Re: Re. Yesus menebus dosa kepada siapa?

Post by orange » Thu Nov 13, 2014 8:36 pm

Bro WishMeLuck,

["melainkan hanya mengenal konsep usaha diri dalam mencari ridha Allah lewat ibadah-amal-pahala, akan menemui dilema yang besar. Mereka tidak mempunyai cara apapun untuk merekonsiliasikan kedua sifat Allah yang saling menentang, yaitu Maha Kasih versus Maha Adil”. ]

Saya setuju dengan anda, bahwa statement ini sudah jump ke perbandingan agama dan tidak fair kalau dilihat dari sisi Alkitab saja karena:

1. Asumsi Dosa itu beda
2. Asumsi Dosa Waris Beda
3. Asumsi maksud kurban yang dilakukan berbeda

Sebelum lanjut, perlu kami tanyakan dahulu, Apakah menurut keimanan anda semua Kitab Perjanjian Lama kami benar dan itu yg dirujuk oleh Quran sebagai lanjutannya atau tidak? Kalau tidak, berarti diskusi selesai karena asumsi asumsi itu ada disana semua :)

Mungkin asumsi Bung BP menulis dikarenakan dianggap PL sama sama diakui kebenarannya oleh kedua keimanan ini, cuma di keimanan anda ada yg direvisi untuk beberapa hal.... tapi asumsi dosa dll masih sama.... Kalau berangkat dari asumsi ini maka bisa salah membuat statement diatas.

Cuma saya agak "penasaran", apakah alasan diusirnya Adam itu sama diantara keimanan anda dan kami?

Kalau di Keimanan anda, adam diusir karena ketidaktaatan saja atau karena sudah memakan buah pengetahuan baik dan buruk?

Karena kalau hanya ketaatan saja, seharusnya anak anak adam bisa kembali lagi ke Firdaus karena yg buat dosa khan Babe dan Nyak-nya bukan anak anaknya....

Kalau di keimanan kami, anak anak ikut juga terimbas oleh perbuatan Adam dan Hawa makanys seluruh keturunannya terusir dari Firdaus.
Dikarenakan buah pohon baik dan buruk dimakan oleh Adam dan Hawa makanya manusia menjadi tahu mana yang salah dan mana yang benar sehingga Allah mengusir mereka supaya tidak mengambil lagi buah kekekalan.

Kejadian 3:22 Berfirmanlah TUHAN Allah: "Sesungguhnya manusia itu telah menjadi seperti salah satu dari Kita, tahu tentang yang baik dan yang jahat; maka sekarang jangan sampai ia mengulurkan tangannya dan mengambil pula dari buah pohon kehidupan itu dan memakannya, sehingga ia hidup untuk selama-lamanya."
3:23 Lalu TUHAN Allah mengusir dia dari taman Eden supaya ia mengusahakan tanah dari mana ia diambil.

 
Posts: 644
Joined: Sun Feb 09, 2014 10:44 pm

Re: Re. Yesus menebus dosa kepada siapa?

Post by orange » Sat Nov 15, 2014 1:12 am

Lebih Jauh mengenai Dosa Asal / Waris silahkan dilihat disini: dosa-asal-dari-nenek-moyang-terturun-kepada-anak-vt656.html#p1519

BP wrote:Menjawab "salah paham" :


"Dosa Asal" (Dosa Waris) dari nenek-moyang terturun kepada anak-cucunya?
Dimanakah keadilan Allah?




Ada salah paham yang penting dalam dosa atau keberdosaan.

Salah paham mengenai istilah Dosa Asal, atau Dosa Waris, yang telah diidentikkan sebagai transfer-muatan dosa dari nenek-moyang ke anak-cucu. Banyak teman-teman Muslim yang memahami dosa-asal ini sebagai dosa yang pertama yang "segepok" dari Adam itu terturun "segepok" pula kepada anak-cucunya. Akibatnya dirasakan tidak masuk akal, bahwa setiap bayi yang terlahir sudah membawa hutang-waris, walau ia belum berbuat dosa apapun!


Itulah proto-type yang salah kaprah dari teman-teman Muslim yang sering memaksakan makna teologis-kristiani secara dangkal, menurut makna mereka sendiri. Andaikata itu benar maksudnya, tentulah akan lebih tidak masuk akal bahwa kita-kita yang hidup di ujung zaman ini akan ketimpaan ratusan/ribuan/jutaan gepok dosa-asal kumulatif dari ratusan generasi sejak kejatuhan Adam!


Dosa-asal tidak ada hubungannya dengan pemindahan muatan dosa dari siapa saja, melainkan merupakan penjalaran imbasan kultur dosa Adam yang diturunkan kepada seluruh peradaban umat manusia sejak Adam dikutuk dan diusir dari Taman Eden.

Dihadapan Allah, seluruh umat manusia adalah satu didalam kutukan dosa, telah menjadi hamba dosa, condong dan bernafsu berbuat sebagai warisan turun-temurun, dan memang nyatanya telah berbuat dosa :


* Roma 5:12
Sebab itu, sama seperti dosa telah masuk ke dalam dunia oleh satu orang, dan oleh dosa itu juga maut, demikianlah maut itu telah menjalar kepada semua orang, karena semua orang telah berbuat dosa.


* Roma 6:16-17
6:16 Apakah kamu tidak tahu, bahwa apabila kamu menyerahkan dirimu kepada seseorang sebagai hamba untuk mentaatinya, kamu adalah hamba orang itu, yang harus kamu taati, baik dalam dosa yang memimpin kamu kepada kematian, maupun dalam ketaatan yang memimpin kamu kepada kebenaran?
6:17 Tetapi syukurlah kepada Allah! Dahulu memang kamu hamba dosa, tetapi sekarang kamu dengan segenap hati telah mentaati pengajaran yang telah diteruskan kepadamu.



Teman-teman dari kalangan Muslim sering "menuduh" bahwa konsep dosa asal, atau dosa waris, atau apa pun namanya, berasal dari rasul Paulus. Tuduhan itu jelas tidak tepat karena ternyata ide tentang dosa asal itu telah ada di dalam Perjanjian Lama.


* Mazmur 51:5
LAI Terjemahan Baru (TB), Sesungguhnya, dalam kesalahan aku diperanakkan, dalam dosa aku dikandung ibuku.
King James Version (KJV), Behold, I was shapen in iniquity; and in sin did my mother conceive me.
Biblia Hebraic Stuttgartensia (BHS), Hebrew with vowels,
הֵן־בְּעָוֹון חֹולָלְתִּי וּבְחֵטְא יֶחֱמַתְנִי אִמִּי׃
Translit Interlinear, HEN-BE'AVON {lihatlah dalam kesalahan} KHOLALTI {aku dilahirkan} 'UVEKHETE' {dan dalam dosa} YEKHEMATNI {ia mengandungku} 'IMI {ibuku}


Raja Daud menulis, ובחטא יחמתני אמי ; 'UVEKHETE' YEKHEMATNI 'IMI", "dalam dosa aku dikandung ibuku", ia menggunakan 'paralelisme' Ibrani dengan menggunakan dua kata עון - 'AVON dan חטא -KHET/ KHATE. Paralelisme Ibrani senantiasa mengumandangkan ide kesejajaran, bukan mempertentangkan atau membedakan antara "kesalahan" dan "dosa" karena kedua kata ini ibarat dua sisi mata uang. Bandingkan Mazmur 51:5 tersebut dengan ayat-ayat dibawah ini :


* Kejadian 8:21
LAI TB, Ketika TUHAN mencium persembahan yang harum itu, berfirmanlah TUHAN dalam hati-Nya: "Aku takkan mengutuk bumi ini lagi karena manusia, sekalipun yang ditimbulkan hatinya adalah jahat dari sejak kecilnya, dan Aku takkan membinasakan lagi segala yang hidup seperti yang telah Kulakukan.
KJV, And the LORD smelled a sweet savor; and the LORD said in his heart, I will not again curse the ground any more for man's sake; for the imagination of man's heart is evil from his youth; neither will I again smite any more every thing living, as I have done.
Hebrew,
וַיָּרַח יְהוָה אֶת־רֵיחַ הַנִּיחֹחַ וַיֹּאמֶר יְהוָה אֶל־לִבֹּו לֹא־אֹסִף לְקַלֵּל עֹוד אֶת־הָאֲדָמָה בַּעֲבוּר הָאָדָם כִּי יֵצֶר לֵב הָאָדָם רַע מִנְּעֻרָיו וְלֹא־אֹסִף עֹוד לְהַכֹּות אֶת־כָּל־חַי כַּאֲשֶׁר עָשִׂיתִי׃
Translit, VAYARAKH YEHOVAH (baca ADONAY) 'ET-REYAKH HANIKHOAKH VAYO'MER YEHOVAH 'EL-LIBO LO'-'OSIF LEQALEL 'OD 'ET-HA'ADAMAH BA'AVUR HA'ADAM KI YETSER LEV HA'ADAM RA' MINE'URAV VELO'-'OSIF 'OD LEHAKOT 'ET-KOL-KHAY KA'ASYER 'ASITI


* Ayub 15:14
LAI TB, Masakan manusia bersih, masakan benar yang lahir dari perempuan?
KJV, What is man, that he should be clean? and he which is born of a woman, that he should be righteous?
Hebrew,
מָה־אֱנֹושׁ כִּי־יִזְכֶּה וְכִי־יִצְדַּק יְלוּד אִשָּׁה׃
Translit, MAH-'ENOSY KI-YIZKEH VEKHI-YITSDAQ YELUD 'ISYAH


* Mazmur 58:4
LAI TB, Sejak lahir orang-orang fasik telah menyimpang, sejak dari kandungan pendusta-pendusta telah sesat.
58:3 KJV, The wicked are estranged from the womb: they go astray as soon as they be born, speaking lies.
Hebrew,
זֹרוּ רְשָׁעִים מֵרָחֶם תָּעוּ מִבֶּטֶן דֹּבְרֵי כָזָב׃
Translit, ZORU RESYA'IM MERAKHEM TA'U MIBETEN DOVEREY KHAZAV"


Memang benar setiap orang berdosa sendiri-sendiri, dan bukan ditambahkan kepada dirinya segepok dosanya orang lain. Walau begitu, untuk setiap dosa yang dilakukan siapa saja, maka ada orang-orang yang disekelilingnya yang ikut terluka (ikut ter-imbas kutuk). Bila suami berdosa, maka istri dan keluarganya ikut terluka. Bila anak-anak berdosa, orang tua ikut bersedih. Jika pemimpin bangsa berdosa, seluruh bangsa kena getahnya. Dan kini bertambah jelas lagi, bila agamawan berdosa sebagai teroris, maka seluruh dunia terganggu rasa damai-sejahteranya.

Jadi, sangat jelas bahwa dosa itu bertabiat menjalarkan akibatnya ke seluurh peradaban manusia.

Gambaran kiasannya mirip seperti yang di-sinis-kan oleh seorang filsuf :

"Saya merupakan produk dunia. Saya yang belum berbuat dosa, tetapi terlahir di dunia dosa, terimbasi sebuah Firdaus yang hilang (the lost Paradise). Dan sejak lahir, saya terwaris dunia-kesakitan, dunia kesedihan, dan dunia kematian, yang tidak seharusnya menjadi dunia fitrahku". Sejak dilahirkan, kita semua mengalami "kutukan" yang sama, baik itu kutukan insani (yang berkaitan dengan emosional-sosial-fisikal), maupun kutukan rohani (berkaitan dengan relasinya dengan Allah).



Kutukan Insani :


"Kutukan insani" segera tampak dengan kasat mata bahwa kita semua ini tercoret dari kultur kehidupan Taman Eden yang pernah dinikmati oleh Adam dan hawa sesaat, untuk kemudian digantikan dengan kultur :

1. Berpeluh untuk mencari makan (Kejadian 3:19)
2. Bersusah-payah mencari rejeki (Kejadian 3:17)
3. Harus menderita sakit (termasuk sakit bersalin), (Kejadian 3:16)
4. Harus merasakan eksedihan (bersusah-payah) dan mengalami kematian jasmani (Kejadian 3:19).

Ujud-ujud kutukan diatas tidak terhindarkan oleh siapapun juga, sekalipun ia seorang nabi. Dosa-asal dari manusia telah melahirkan semua kesengsaraan ini.

Ini sungguh bertolak belakang dengan Ajaran dari kalangan Muslim, yang justru sering emmpermasalahkan Dosa-asal dalam ajaran Kristiani. Dalam ajaran Muslim menyatakan bahwa Allah tidak mengutuk siapa-siapa karena Adam langsung bertobat dan dosanya telah diampuni. Kalau begitu, darimana datang kesengsaraan dan kejahatan dunia? Dan Al~Qur'an menjawab bahwa Allah sendiri yang menciptakannya!


* Qs 90:4
Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia berada dalam susah payah.

http://quran.al-islam.com/Targama/DispT ... ya=4&t=ind


* Qs 20:123
Allah berfirman: "Turunlah kamu berdua (Adam dan Hawa) dari surga bersama-sama, sebagian kamu menjadi musuh bagi sebagian yang lain……

http://quran.al-islam.com/Targama/DispT ... =123&t=ind


Tetapi, Alkitab mengatakan bahwa Allah menjadikan manusia dengan segala ciptaanNya dalam keadaan baik karena Ia Maha-Baik. Dalam satu pasal awal yang pendek saja dari Kitab Kejadian, kita diberitahu sebanyak 6 kali (!) bahwa Allah melihat bahwa semuanya itu baik" (Kejadian 1:21) dan "Allah melihat segala yang dijadikan-Nya itu, sungguh amat baik" (Kejadian 1:31). Allah Alkitab yang Maha-Baik tidak pernah dan tidak mungkin menciptakan manusia itu dalam keadaan susah-payah.

Dengan pengingkaran terhadap ketetapan-ketetapan Allah, maka Adam dan Hawa menurunkan "gen busuk" dan "jahat" ke dunia. Artinya alam menjadi tidak ramah lagi terhadap manusia. Tanahpun terkutuk dan ditumbuhi semak dan rumput duri :


* Kejadian 3:17-18
3:17 Lalu firman-Nya kepada manusia itu: "Karena engkau mendengarkan perkataan isterimu dan memakan dari buah pohon, yang telah Kuperintahkan kepadamu: Jangan makan dari padanya, maka terkutuklah tanah karena engkau; dengan bersusah payah engkau akan mencari rezekimu dari tanah seumur hidupmu:
3:18 semak duri dan rumput duri yang akan dihasilkannya bagimu, dan tumbuh-tumbuhan di padang akan menjadi makananmu;



Binatang dan manusiapun berkonflik sesamanya :


Kejadian 3:15 Aku akan mengadakan permusuhan antara engkau dan perempuan ini, antara keturunanmu dan keturunannya; keturunannya akan meremukkan kepalamu, dan engkau akan meremukkan tumitnya."

Dan kondisi-kondisi seperti ini tidak terjadi sebelum kejatuhan Adam dan Hawa (manusia) kedalam dosa. Semuanya itu menerangkan bahwa keadaan-keadaan tersebut bukan diciptakan Allah, melainkan akibat ulah dan pilihan egois dari manusia.

Bilamana Allah yang menciptakan penderitaan dunia tanpa kesalahan dari pihak manusia, maka seharusnya – dari sisi keadilan Allah – Ia pulalah yang harus bertanggung jawab mutlah untuk memerdekakan kita semua, tanpa syarat!

Namun Allah Alkitab dari sisi keadilanNya tidaklah usah bertanggung-jawab secuilpun atas penderitaan dan kejahatan manusia. Cuma dari sisi kasihNya dan hanya karena kasihNya, maka kita mendapat rahmat kepedulianNya yang tak terhingga.



Kutukan rohani


Namun kutukan rohani adalah kurukan inti yang menyangkut relasi langsung antara kita dengan Allah. Disini kehidupan spiritual kita yang najis telah ditandai dengan suatu vonis kematian rohani yang terus berlanjut : "pada hari engkau memakannya (buah pohon pengetahuan), pastilah engkau mati." (Kejadian 2:17) dan "Upah dosa ialah maut" (Roma 6:23).

Sejak kejatuhan Adam, manusia tak layak lagi hidup dihadapat hadirat Allah. Ia terusir dari Firdaus yang kudus, dan hanya mewarisi dunia yang kompatibel dan layak bagi kecemaran dosanya, yaitu dunia yang juga terecmar dengan kutukan. Hubungan dengan terang Ilahi serta sumber kehidupan, yaitu Allah sendiri menjadi rusak total.

Dalah dunia yang demikianlah kita semua dilahirkan dan karenanya, kita adalah "produk" dari kecemaran walau belum berbuat dosa apapun didalam kandungan ibu. Inilah yang kita semua diwariskan oleh "dosa-asal" yang ditandai dengan cap sebagai "budak dosa", dan yang hidup dalam "kultur dosa" sejak dari kandungan :


* Mazmur 51:5
"Sesungguhnya, dalam kesalahan aku diperanakkan, dalam dosa aku dikandung ibuku."


* Mazmur 58:4
"Sejak lahir orang-orang fasik telah menyimpang, sejak dari kandungan pendusta-pendusta telah sesat."


* Ayub 15:14
"Masakan manusia bersih, masakan benar yang lahir dari perempuan?"


* Yesaya 48:8
Engkau tidak mendengarnya ataupun mengetahuinya, juga telingamu tidak terbuka dari sejak dahulu; tetapi Aku telah mengetahui, bahwa engkau berbuat khianat sekeji-kejinya, dan bahwa orang menyebutkan engkau: pemberontak sejak dari kandungan.



Alkitab mengajarkan bahwa seseorang itu sudah berdosa sejak berada di dalam rahim ibunya. Akibat dari DOSA ASAL yang diperbuat oleh ADAM-HAWA :
Sehingga semua manusia sejak bayi (lahir dari kandungan) mewarisi dosa Adam-Hawa, yaitu kehilangan kemuliaan, lebih jelas lagi dalam :


* 2 Tawarikh 6:36
Apabila mereka berdosa kepada-Mu— karena tidak ada manusia yang tidak berdosa--dan Engkau murka kepada mereka dan menyerahkan mereka kepada musuh, sehingga mereka diangkut tertawan ke negeri yang jauh atau yang dekat,



2 Tawarikh berbicara mengenai dosa asal dari dosa Adam-Hawa, sehingga tidak ada manusia tidak terjamah oleh dosa, bahkan seorang Nabi sekalipun.


Hadis Shahih Bukhari no. 1493 setidak-tidaknya juga menyiratkan adanya kultur dosa ketika dikatakan bahwa setiap anak Adam akan disentuh oleh setan ketika lahirnya (kecuali Maryam dan Anaknya). Dan tentulah sentuhan setan itu berkaitan atau berkonotasi dosa (kultur dosa). Bahkan para ahli dari kalangan Islam sulit mengelak kultur dosa ini ketika dihadapkan kepada kemestian masuk ke neraka bagi setiap orang (termasuk bayi tak berdosa), seperti yang tertulis dalam Al~Qur'an dibawh ini :


* Qs 19:71
Dan tidak ada seorang pun dari padamu, melainkan mendatangi neraka itu. Hal itu bagi Tuhanmu adalah suatu kemestian yang sudah ditetapkan.

http://quran.al-islam.com/Targama/DispT ... a=71&t=ind




Blessings,
BP
September 13, 2006




Sumber :
- Eja Kalima, Kitab Tuhan Menjamu Tuduhan dan Salam Paham, p. 63-67.
- Yohannes/ Biblika

 
Posts: 31
Joined: Fri Oct 31, 2014 5:00 pm

Re: Re. Yesus menebus dosa kepada siapa?

Post by mahabratha » Sun Nov 30, 2014 8:35 pm

wishmeluck wrote:Reff: yesus-menebus-dosa-kepada-siapa-vt6512.html#p28160

BP wrote:Yesus menebus dosa kepada siapa?


Tanya:
masih newbie nih… belum tahu apa”… ada yang bertanya seperti ini.. “Yesus menebus dosa kepada siapa??” jawaban apa yang tepat menurut saudra” sekalian?


Jawab:

Perlu kita pahami tentang HUKUM ALLAH mengenai Dosa:

Allah, sejak mulanya sudah menyatakan Hukum Kekudusan Allah, bahwa konsekwensi dari pelanggaran (dosa) adalah mati (Kejadian 2:16,17 bandingkan Roma 6:23a):

    Lalu TUHAN Allah memberi perintah ini kepada manusia: "Semua pohon dalam taman ini boleh kaumakan buahnya dengan bebas, tetapi pohon pengetahuan tentang yang baik dan yang jahat itu, janganlah kaumakan buahnya, sebab pada hari engkau memakannya, pastilah engkau mati." (Kejadian 2:16,17)

Bandingkan:

    "Sebab upah dosa ialah maut..." (Roma 6:23a)

Maka jika ditanyakan kepada siapakah Yesus Kristus menebus dosa. Yesus Kristus menebus "hutang dosa" manusia kepada HUKUM ALLAH (Hukum Kekudusan Allah) yang sudah ditetapkan itu.

Note:
Pahami juga tentang maksud "Dosa" adalah "Hutang" Dan, Hutang dosa yang konsekwensinya adalah mati. Kematian itu harus dibayar dengan "darah" Reff: di dosa-adalah-hutang-dalam-pola-pikir-semitik-vt1184.html#p22013

    Sebab di dalam Dia dan oleh darah-Nya kita beroleh penebusan, yaitu pengampunan dosa, menurut kekayaan kasih karunia-Nya, yang dilimpahkan-Nya kepada kita dalam segala hikmat dan pengertian. (Efesus 1:7-8)

Alkitab menyatakan bahwa dosa itu identik dengan hutang. Konsekwensi dosa adalah mati/ kebinasaan yg kekal (Roma 6:23a band. Kejadian 2:17), maka harus ada nyawa untuk membayarnya, agar dosa itu dapat ditebus. Pengampunan dosa dapat terjadi apabila ada nyawa yang dipakai untuk membayar hutang/dosa itu. Pengampunan dosa itu ibarat seseorang yang punya hutang tapi dianggap lunas oleh si kreditor dimana si kreditor mengambil alih kerugiannya untuk membebaskan pihak yang berhutang itu. Itulah mengapa untuk penebusan dosa manusia, Tuhan harus datang ke dunia, menyerahkan nyawanya sebagai pelunasan hutang-hutang – yaitu dosa manusia – dengan cara mati di kayu salib. Pemahaman ini tidak dimiliki dalam agama-agama lain, sehingga seringkali ada banyak pertanyaan bahkan cibiran, mengapa Allah perlu hadir sebagai manusia hanya untuk mati di kayu salib, seolah-olah Allah lemah dan tidak-berdaya. Kematian Yesus bukanlah kematian 'martir' seperti kematian seorang syuhada yang berjihad, kematiannya bukan pula sebagai kekalahan dalam suatu peperangan. Namun, kematian Yesus adalah KEMATIAN-KURBAN, dimana Allah merelakan diriNya sendiri untuk dikorbankan demi kasih yang begitu besar untuk menyelamatkan jiwa-jiwa orang yang dikasihiNya.

Sebelum penggenapannya, dalam hukum Taurat telah menetapkan hampir segala sesuatu disucikan, dan diampunkan dengan darah (yang dianggap nyawa), dan "tanpa penumpahan darah, tidak ada pengampunan" (Ibrani 9:22). Ini dilakukan lewat domba yang dikorbankan diatas mezbah, berulang-ulang untuk setiap kali pengampunan hingga digenapi oleh darah dan kematian Sang Mesias. Darah yang dilambangkan sebagai nyawa ganti nyawa (konsekwensi dosa) telah digantikan oleh Anak Domba Allah yang sempurna, yaitu Yesus Kristus (Yohanes 1:29). Ini adalah sebuah kematian 'tukar-guling' yang merupakan 'win-win solution' (semua pihak diuntungkan) demi menebus kematian akibat dosa yang menjangkiti semua manusia keturunan Adam. Dari kenyataan dan pemahaman ini, kita umat Kristiani memandang betapa penting peristiwa kematian Yesus Kristus yang darahnya telah tercurah bagi kehidupan manusia, oleh peristiwa itu, manusia dimungkinkan masuk ke dalam kehidupan kekal.

    Image

Tapi, tentu saja masih ada pertanyaan, misalnya seperti ini:

BUKANKAH ALLAH BISA MENGAMPUNI SAJA?
APA PERLUNYA ALLAH MENYERAHKAN NYAWA YESUS UNTUK PENEBUSAN DOSA?



MENGAMPUNI?

    Apa yang ada dalam benak anda dengan istilah “mengampuni” ?
    Yesus mensyaratkan pengampunan dalam arti yang amat mendasar, yaitu keharusan bagi si pengampun untuk membayar harga, harga tebusan!


    Allah yang Maha Kuasa memang berkuasa mengampuni kita di setiap waktu, namun dosa kita tidak bisa diampuni begitu saja karena Allah juga Adil, dan konsekwen dengan hukum-pokok keadilanNya adalah Dia harus menghukum setiap dosa yang kita perbuat.

    Di satu pihak Allah itu Maha Kasih, mau dan bisa mengampuni. Tetapi di lain pihak Allah itu Maha Adil, apabila hanya sekadar “melupakan” atau “membiarkan” kesalahan seseorang tanpa mempertanggung-jawabkannya dengan suatu harga, yaitu yang disebut penebusan.


Anda bertanya, mengapa ada harga yang terlibat?

    Ya, pemahaman kita atas Azaz Pengampunan cenderung larut menurut arti populer saja, bukan arti murninya.
    Untuk mencernakannya kembali, kini pikirkanlah ada seorang anak Anda yang berbuat dosa terhadap Anda, misalnya ia memberontak dan membakar tas kantor Anda. Anda-pun marah. Mengapa?
    Karena anda merasa dirugikan oleh perbuatan tersebut. Akhirnya sang anak sadar akan perbuatan kesalahannya dan minta pengampunan, dan anda rela mengampuninya.

Mengampuni adalah rela membayar harga tebusan
    Ketika Anda rela mengampuninya, itu IDENTIK dengan anda rela menyedot dan membayar harga kerugian yang tadinya anda rasakan, yaitu kerugian moril maupun materiil. Anda mengampuninya dengan jalan menebus harga tersebut! Jadi, dalam setiap pengampunan ada harga yang harus dibayar, yang menuntut suatu penebusan!.

    Kini, karena sudah ditetapkan Allah sendiri bahwa setiap pelaku dosa harus dihukum mati dalam kekekalan (dengan istilah “upah dosa adalah maut”, Kejadian 2:17, Roma 6:23), maka manusia tidak mungkin bisa membayar harga sebesar itu dengan usaha amal-ibadah atau cara apapun. Itu sama halnya dengan hukuman mati di pengadilan yang tak bisa dilunaskan dengan jasa apapun yang pernah dibuat oleh si terhukum!
    Diperlukan pertolongan dan kekuatan dari luar sebagai penyelamat atau penebus.

Dicontohkan satu kasus tebusan sebagai ilustrasinya, sebagai berikut :
    Ada cerita tentang seorang wanita muda yang tertangkap di diskotik ketika sedang diadakan razia narkoba oleh aparat negara. Ia dihadapkan ke meja-hijau. Jaksa penuntut membacakan dakwaan dan tuntutan. Maka, sang Hakim-pun bertanya kepada si tertuduh : “Anda bersalah atau tidak bersalah?”
    Gadis tersebut mengaku bersalah, minta ampun dan ingin bertobat. Namun sang Hakim yang adil itu tetap mengetuk palunya mendenda Rp. 10,000,000.-- atau penjara 3 bulan. Tiba-tiba terjadi hal yang mengagetkan semua orang dalam sidang tersebut. Sang Hakim turun dari kursinya sambil membuka jubahnya. Ia segera menuju kursi si terhukum, mengeluarkan uang 10juta dari tas-nya untuk membayar denda si gadis. Mengapa? Ternyata sang hakim tersebut adalah bapak dari si gadis. Walau bagaimanapun cinta yang bapak kepada anak-gadisnya, ia tetaplah Hakim yang adil dan tidak bisa berkata : “Aku mengampuni kamu, karena kamu menyesal dan bertobat”. Atau mengatakan : “Karena cintaku kepadamu, maka Aku mengampuni kesalahanmu”.

    Hukum keadilan tidak memungkinkan sang Hakim mengampuni dosa anaknya dengan sesukanya “tanpa prosedur harga”. Maka ia yang begitu mengasihi anaknya bersedia turun dari kursi dan menanggalkan jubah kehakimannya, lalu menjadi wali untuk membayar harga denda. Inilah jalan satu-satunya bagi seorang hakim yang adil untuk memberi pengampunan bagi seorang terhukum yang dikasihinya

Dan inilah analogi untuk Yesus Kristus yang menanggalkan jubah keilahianNya dan turun ke dunia menjadi manusia demi untuk membayar harga MAUT di kayu salib, yang tidak sanggub dibayar oleh si pendosa sendiri yang sudah terhukum mati. Yesus telah mengatakannya secara lurus, tanpa usah tafsiran, bahwa ‘Anak Manusia (Yesus) datang untuk memberikan nyawaNya menjadi tebusan (nyawa) bagi banyak orang’ (Markus 10:45).

Maka hak-qisas (hukum pembalasan yang setimpal) terhadap hutang nyawa, kini dipenuhi dalam kematian Yesus bagi manusia : “nyawa ganti nyawa, mata ganti mata, gigi ganti gigi, tangan ganti tangan… luka ganti luka, bengkak ganti bengkak” (Keluaran 21:24). Demi menebus kematian Anda dan saya!.

Allah bebas tidak terbatas? Menghalalkan segala cara demi kasihNya

    Disini, teologi agama-agama yang tidak mengenal konsep penebusan Yesus (tidak mengimani anugerah Ilahi), melainkan hanya mengenal konsep usaha diri dalam mencari ridha Allah lewat ibadah-amal-pahala, akan menemui dilema yang besar. Mereka tidak mempunyai cara apapun untuk merekonsiliasikan kedua sifat Allah yang saling menentang, yaitu Maha Kasih versus Maha Adil.


Bagaimana Allah bisa-bisanya Maha Kasih (yang mengampuni dosa), padahal Ia juga Maha Adil(yang menghukum dosa), sungguh kontradiktif!

    Sebab, jikalau Allah menghalalkan diriNya secara bebas dalam mengampuni, semata-mata karena Ia Maka Pengasih dan penyayang, maka tentulah Ia Non-Adil, karena berkolusi, dengan tidak menghukum dosa yang seharusnya tidak dihukum. Pengampunan model begini adalah keputusan tanpa dasar apapun kecuali sewenang-wenang. Allah yang Maha Adil, Maha Benar dan Suci itu sungguh tidak bisa begitu saja menyebut “putih” atas sesuatu yang sebenarnya “hitam”. Hukum dan Jalan Allah itu lurus, dan itu yang menjadikan diri Allah terbatas, karena Ia tidak bisa keluar batas dengan mengingkari diriNya sendiri :

    *2 Timotius 2:13
    jika kita tidak setia, Dia tetap setia, karena Dia tidak dapat menyangkal diri-Nya.


    Walau demikian, masih banyak orang menafsirkan bahwa Allah itu adalah Pencipta Hukum. Jadi Dia berdaulat dan berdiri sepenuhnya diatas hukum, tidak ada yang bisa membatasi Allah!.
    Namun, Alkitab menjelaskan bahwa Tuhan “dibatasi” oleh hakikat keberadaanNya sendiri, bukan oleh pihak luar manapun. Dia sepenuhnya dapat dipercaya dan konsisten dengan Apa yang diucapkanNya. Dia selalu berkiprah dalam jalur/ batas ucapan dan hukumNya.
    Dia tidak berdiri di atas Hukum.
    Melainkan diriNya adalah HukumNya, dan HukumNya adalah diriNya
    .
    Allah sendirilah yang membayar kesalahan manusia bagi Hukum-Nya itu

Dia tidak berubah, dahulu, sekarang dan selamanya!
Maka, Firman Allah itu selalu benar dan kekal, tak ada ayat-ayat susulan yang bisa membatalkan atau menggantikan ayat-ayat terdahulu. Allah yang Maha Tahu dan Benar tidak mengkoreksi diriNya sendiri, dengan alasan apapun!
Makin Dia mengkoreksi, dan makin memberi alasan, makin bukan Allah-lah Dia.


Blessings,
BP

Artikel terkait :
DOSA adalah "HUTANG" dalam pola pikir Semitik, di dosa-adalah-hutang-dalam-pola-pikir-semitik-vt1184.html

UPAH DOSA ADALAH MATI: dibahas di: upah-dosa-adalah-mati-vt4419.html#p24214
dibahas ulang di : hutang-utang-piutang-vt6278.html#p26994

Kematian Kurban vs Martir, di kematian-kurban-dan-darah-perjanjian-untuk-pengampunan-dosa-vt67.html#p140 dan
kematian-martir-dan-kematian-kurban-vt475.html#p931

Bukankan Allah bisa mengampuni saja? Apa perlunya Allah menyerahkan nyawa Yesus untuk penebusan dosa?, di bukankah-allah-bisa-mengampuni-saja-vt220.html#p466



Salam Damai. peace :)
Gara-gara tulisan anda, saya jadi register ke sini deh hehe...
saya sepertinya tidak asing dengan ["melainkan hanya mengenal konsep usaha diri dalam mencari ridha Allah lewat ibadah-amal-pahala, akan menemui dilema yang besar. Mereka tidak mempunyai cara apapun untuk merekonsiliasikan kedua sifat Allah yang saling menentang, yaitu Maha Kasih versus Maha Adil”. ] setelah membaca beberapa tulisan anda, saya jadi paham tapi saya boleh jawab sekaligus nanya ya...
:).. hehehe.. sama saya juga pingin nulis setelah membaca tulisan anda sambil menunggu sdr Yotam yg sekarang diam seribu bahasa..

[Kini, karena sudah ditetapkan Allah sendiri bahwa setiap pelaku dosa harus dihukum mati dalam kekekalan (dengan istilah “upah dosa adalah maut”, Kejadian 2:17, Roma 6:23), maka manusia tidak mungkin bisa membayar harga sebesar itu dengan usaha amal-ibadah atau cara apapun. Itu sama halnya dengan hukuman mati di pengadilan yang tak bisa dilunaskan dengan jasa apapun yang pernah dibuat oleh si terhukum!]
Pertanyaan pertama,

anda mengenal dosa waris dan dosa perbuatan. Jika Yesus menebus dosa perbuatan, bukankah tidak adil untuk memukul rata beban hukuman untuk semua dosa? Kita semua tahu besar hukuman untuk nenek pencuri 3 buah kakao tidak sama dengan koruptor milyaran rupiah? Dan hukuman untuk pembunuh satu orang tidak sama dengan pelaku genosida? Ya benar, hukuman mati di pengadilan tidak bisa dilunaskan dengan jasa apapun yang pernah dibuat oleh si terhukum, tapi Hakim kami tidak menghukum mati untuk semua dosa tak perduli bentuknya.
Kalo fitri sejak lahir, kapan anda mulai berdosa? mengapa ada niat anda berbuat dosa? paling extreemnya bukankah seharusnya manusia di dunia ini Fitri semua kalau kita telusuri sejak jaman Nuh (air bah)? artinya tidak ada kejahatan lagi? Dari Statement anda mengenai kasus pengadilan diatas, bukankah sama artinya anda memprotes Allah mengusir Adam dan Hawa dari taman Eden hanya gara2 makan buah ditengah taman itu? paling extreemnya bukankah sama artinya anda memprotes Allah dengan menumbuhkan pohon ditengah taman itu? kenapa tidak dibabat Allah saja sehingga tidak ada potensi Adam dan Hawa memakan buahnya? bagaimana? coba anda pahami kembali dari"Subahana Allah" (dalam bahasa kami Allah Maha), Kudus), Maaf kalo saya salah mengartikan dan salah menulis.. :)

Sebaliknya, jika Yesus hanya menebus dosa waris, kini anda telah ditebus oleh yesus sehingga anda kini layak surga, layak ampunan, dan layak dekat kepada Allah dan umat kristiani memanfaatkan peluang ini untuk banyak melakukan kebaikan dan memohon ampunan jika melakukan kesalahan, lalu bukankah sama saja dengan kami? Bedanya kami memiliki kelayakan dan kesempatan tersebut sejak lahir tanpa ada tebusan karena tidak ada dosa waris dan kami terlahir fitrah? Jika dosa waris yang anda bahas di sini, maka jangan membandingkannya dengan konsep dosa kami, karena kami tidak mengimani dosa waris tapi hanya dosa perbuatan. Apakah dosa perbuatan tidak bisa ditebus dengan amal-ibadah apapun? Jika anda jawab ya, maka baca kembali paragraf sebelumnya.

Kami terlahir tanpa dosa dan tanpa tebusan, apakah itu melanggar aturanNya sendiri?
:).. tidak, karena itu keyakinan anda, dan saya tidak berhak menghakiminya, masalah itu hak Yang Maha Kuasa.

Tuhan yang saya imani, Allah SWT, tidak melanggar hukum atau sumpah apapun karena Ia memang tidak pernah membuat aturan bahwa “upah dosa adalah maut/darah”, tidak juga aturan “Dosa Adam mengkontaminasi seluruh umat manusia” tidak juga “Dosa membuat hubungan Tuhan dan manusia terputus sama sekali dan tidak bisa dihubungkan kembali kecuali ada yang bersedia mati untuk menebus dosa tersebut”. Otomatis konsep penebusan dosa tidak akan sampai kepada kami karena kami tidak mengimani adanya ketentuan2 tersebut.
Menurut anda apa itu dosa? kalo pemahamanku Dosa adalah jauh dari Khadirat Allah, maka jika ada orang berdosa maka pasti mati yg sesungguh...dapatkah anda pahami? :) ... soal anda tidak sampai kesorga itu juga bukan hak kami... tapi kalo masalah kematian Yesus itu adalah sumber kekuatan kami, intinya begini, Yesus ingin berpesan "jika anda melakukan seperti yg Aku lakukan, maka ujungnya adalah dimusuhi oleh dunia ini dan yg palih berat adalah disalibkan, tapi jangan takut, engkau akan bangkit seperti Aku juga bangkit". bukankah ini yang membedakan dengan ajaran lain?. bukan kurang kitab yang mengajarkan kebaikan, bukan kurang orang yg tahu ttg kebaikan, tapi mengapa mereka masih berbuat jahat? karena tidak ada kekuatan pengharapan untuk menjalankanya, karena ujung2nya adalah maut bagi orang yg berbuat benar, apakah mereka diasingkan atau perlakuan tidak senonoh lain. apa janji Allah untuk ini "siapa yg kehilangan hidupnya karena Aku maka ia akan mendpatkan, tapi siapa yg mempertahankan hidupnya maka ia akan kehilangan hidupnya", bukankah ini yg harus kita imani supaya hakekat sebuah agama yg artinya "tidak kacau" tidak tersamarkan oleh kepentingan pribadi atau golongan?, bagaimana menurut anda?

[Ketika Anda rela mengampuninya, itu IDENTIK dengan anda rela menyedot dan membayar harga kerugian yang tadinya anda rasakan, yaitu kerugian moril maupun materiil. Anda mengampuninya dengan jalan menebus harga tersebut! Jadi, dalam setiap pengampunan ada harga yang harus dibayar, yang menuntut suatu penebusan!]

Jika Tuhan mengampuni manusia apakah Tuhan berarti rela dirugikan dan itu harga dari ampunanNya? Tuhan mustahil rugi. Saya mabuk, berzina, tidak ibadah, bahkan kafir sekalipun tidak akan merugikan Tuhan sedikitpun karena perbuatan-perbuatan tersebut tidak memiliki efek pada Tuhan tapi pada si pendosa sendiri. Saya kafir dan masuk neraka, Tuhan tidak akan menggantikan saya masuk ke neraka pula karena menjadi kafir adalah pilihan saya sendiri. Karena itulah perbuatan dosa disebut “menganiaya/menzalimi diri sendiri” karena yang dirugikan sebenarnya adalah dirinya sendiri. Tuhan Seluruh Alam tidak butuh harga penebusan bahkan Ia tidak butuh manusia (tidak terdengar cukup indah untuk anda imani?, Tuhan Yang Maha Besar tidak akan binasa walau seluruh manusia dilenyapkan). Ia juga tidak mengambil keuntungan apa-apa dari manusia. Agar manusia tahu sebesar apa dosanya dan sekelam apa masa lalunya, ia tidak boleh putus asa dari ampunan Allah karena telah “menganiaya diri sendiri”. Allah akan selalu menyambut hambaNya yang mau kembali dan memberikan kesempatan kedua. Harga tebusan akibat menzalimi diri sendiri adalah mengasihi diri sendiri dengan cara banyak melakukan amal kebaikan, merendahkan diri dan memohon ampunan pada Tuhan. Jika manusia bertaubat dan berjanji tidak akan mengulangi itu demi kebaikan si manusia sendiri.
:) .. kira2 menurut anda apakah ada tim pembela sewaktu menentukan apakah orang itu masuk sorga atau tidak? kalo tidak ada, apakah anda tahu kriteria2 orang yang akan masuk sorga yg disepekati bersama dg Allah? jika anda sudah tahu, kira siapa orangnya disekitar anda yang akan masuk sorga dan siapa yg belum? dan apa yang akan anda lakukan bagi yg belum?

[“Sebab, jikalau Allah menghalalkan diriNya secara bebas dalam mengampuni, semata-mata karena Ia Maha Pengasih dan penyayang, maka tentulah Ia Non-Adil, karena berkolusi, dengan tidak menghukum dosa yang seharusnya dihukum”. ]

Tepat sekali dan disinilah tebus menebus terjadi. Hidup ini kompleks dan Tuhan tidak secara bebas dalam mengampuni. Hubungan manusia itu ada dua, manusia dengan Allah dan manusia dengan manusia. Jika saya khilaf tidak sholat, saya berdosa pada Allah dan Allah bebas mau mengampuni atau tidak, tanpa harus rugi sedikitpun. Tapi jika saya merugikan orang (memukul, mencuri, dsb), Tuhan tidak akan membiarkan saya sebelum yang dirugikan rela dan memaafkan atau ia membalas perbuatan saya setimpal. Dan itu adil. Jika anda menampar wajah saya kemudian anda mengatakan bahwa Tuhan sudah dihukum untuk menggantikan kesalahan anda, saya akan protes karena saya tidak punya urusan apa2 dengan Tuhan tapi dengan anda. Saya ingin anda yang dihukum bukan Tuhan. Itulah mengapa di akhirat nanti orang taat ibadah yang suka menganiaya orang lain harus membayar ganti rugi dengan memberikan amal ibadahnya. Semakin banyak yang dianiaya semakin banyak yang harus dibayar bisa2 habis amal2nya. Manusia bisa rugi tapi Allah tidak.
Kalo begitu pola pikirnya, apakah tidak sebaiknya anda jadi petapa? supaya anda hanya berhubungan dg pengapunan Allah bukan dengan manusia, jadi tidak merepotkan, bagaimana menurut anda?

Abu Hurairah r.a. berkata: “Nabi SAW bersabda: “Siapa yang merasa pernah berbuat aniaya kepada saudaranya, baik berupa kehormatan badan atau harta atau lain-lainnya, hendaknya segera meminta halal (maaf) nya sekarang juga, sebelum datang suatu hari yang tiada harta dan dinar atau dirham, jika ia punya amal shalih, maka akan diambil menurut penganiayaannya, dan jika tidak mempunyai hasanat (kebaikan), maka diambilkan dari kejahatan orang yang dianiaya untuk ditanggungkan kepadanya.” (HR. Bukhori, Muslim)

Pertanyaan kedua jika manusia itu melakukan dosa karena natur dosa dari konsekuensi perbuatan Adam-Hawa, lalu mengapa Adam-Hawa ketika masih di taman eden dapat tergoda untuk melanggar larangan Allah, padahal mereka manusia pertama yang diciptakan?

Kami tidak mengimani “keadaan dosa” yang membuat manusia cendrung berbuat dosa. Yang kami imani adalah manusia berbuat dosa karena dorongan hawa nafsu dan bisikan syaitan. Memiliki hawa nafsu bukanlah dosa tapi Allah memang menciptakan manusia demikian sejak Adam. Selain sebagai ujian iman, juga membuat manusia bergairah untuk mengelola bumi. Ingin kaya itu hawa nafsu, bekerja keras itu halal, mencuri itu dosa. Ingin berhubungan badan itu hawa nafsu, melakukan dengan istri/suami itu halal tapi berzina dengan PSK itu dosa. Intinya? Pengendalian hawa nafsu.
Apakah anda mempunya kekuatan untuk mengendalikan hawa nafsu anda? jika ada, seharusnya tidak ada lagi kejahatan di bumi ini :), tapi mengapa selalu saja ada orang berbuat jahat padahal sering beribadah? gemana menurut anda?... Berzina, menurut anda apa arti berzina ? simplenya begini : ada suami istri mempunyai anak dari hasil hubungan mereka tapi akhirnya bercerai sehingga anak jadi terlantar, menurut anda apakah apakah selama ini mereka berjina atau tidak? supaya kita jangan tertipu oleh suatu norma sehingga mengabaikan etika.

Pertanyaan ketiga. Tuhan Yang Maha Tahu adalah yang paling tahu keadaan ciptaannya. Tidakkah Ia tahu bahwa suatu saat Adam akan jatuh ke dalam dosa? Apakah sejak Adam diciptakan ia memang dimaksudkan untuk tidak pernah melakukan kesalahan apapun? Mengingat satu kesalahan yang dibuatnya berdampak luar biasa yaitu dosa mengotori seluruh anak-cucunya sehingga terputus hubungan dengan Allah dan Allah turun teraniaya dan disalib demi membayar upah dosa berupa kematian? Jika Allah tahu bahwa Adam ternyata memiliki kelemahan dan akan jatuh ke dalam dosa mengapa menetapkan hukum yang sangat berat yaitu upah dosa adalah maut dimana manusia tidak layak diampuni dan hidup kekal di surga sebelum harga dosa ditebus? Kenapa tidak sekalian menciptakan Adam dengan sifat “mustahil salah”. Jika Allah menetapkan hukum ini sedangkan Ia akan menciptakan manusia yang lemah dan tahu akan berbuat salah, bukankah itu sama saja dengan kejam?

Yang kami imani sebelum manusia diciptakan, Allah dan malaikat sudah tahu tabiat manusia akan seperti apa, terlebih lagi, Adam-Hawa memang akan dikeluarkan dari surga karena manusia diciptakan sebagai pemimpin bumi bukan surga (lain lagi kalau anda mengimani Taman Eden)…
:) menurut anda sewaktu Allah mengatakan "kamu akan mati jika memakan buah itu", apakah itu kekejaman atau kasih di benak Allah? bayangkan jika manusia tidak pernah mati walaupun sudah berbuat dosa, menurut anda jadi apa dunia? kalo masalah keadaan Adam sebaiknya anda dalami kitab Ayub, sepertinya disana lebih jelas untuk menggambarkan keadaan itu. singkatnya begini, apakah aku dapat mengatakan anda seorang taat berpuasa jika tidak ada memang yg dapat dimakan? bagaimana menurut?

ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada Para Malaikat: "Sesungguhnya aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi." mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, Padahal Kami Senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui." (Al-Baqarah: 30)

Ya, dalam agama kami juga ada siksa kekal di dalam neraka, suatu balasan yang sangat dahsyat dan tidak sanggup kami tanggung dan kami tidak dapat mengakhirinya. Tapi untuk Firaun sekalipun, Allah telah memberinya kesempatan bahkan Musa AS telah menunjukkan mukjizatnya, tapi ia tidak juga mau beriman. Maka ia sendirilah yang memilih jalan ke neraka. Jadi apa intinya? Selama manusia hidup Allah akan selalu memberi kesempatan hingga kesombongan dan kekerasan hati manusia sendirilah yang menghanguskan kesempatan itu. Allah tidak akan semena-mena menjatuhkan dosa, setiap manusia bebas berbuat tapi tanggung sendiri akibatnya sendiri-sendiri.

Pertanyaan keempat. Baiklah, Allah Maha Tahu. Ia tahu Adam akan berdosa terlepas dari hukum yang telah ditetapkanNya, karena Ia tahu manusia tetap dapat diselamatkan melalui penebusan Putra TunggalNya. Bukankah itu terdengar ganjil juga? Sejak awal menetapkan harga dosa (berapapun bobotnya yang penting dosa) yang tidak sanggup ditebus dan dihapus/diampuni walaupun tahu Adam akan berdosa karena Ia berencana Dia sendirilah yang akan menebusnya? Berarti Ia sejak awal ingin menyiksa dirinya sendiri? Ia tahu sejak awal kejadiannya akan seperti itu? Bukankah Tuhan itu Maha Besar, Maha Bijak, Maha Tinggi, Maha Mulia, mengapa Ia ingin menyiksa dirinya sendiri? Untuk menunjukkan besar kasihnya kepada manusia?

Yang kami imani, dosa kami tidak akan mengotori kesucian Allah sedikitpun. Allah akan tetap Yang Maha Suci walau seluruh manusia itu berdosa, karena yang akan terkotori dosa hanyalah si manusia sendiri. Bahkan jika seluruh manusia menuduh Allah berwujud manusia, Allah tetap Yang Maha Suci namun lidah setiap manusia akan dimintai pertanggungjawabannya.
:) betul... Tapi tahukah anda untuk menyucikan diri supaya dapat kembali tinggal bersama dg Allah? sebab Allah itu Maha suci, maka anda harus suci tanpa dosa, sebab kalo tidak, anda tidak dapat tinggal besama Allah karena akan menodai kesucianNya dan kesucian tempat tinggalNYa. bagaimana menurut anda?

Penutupan. Kami mengimani bahwa dunia itu bersifat dualisme layaknya antara surga dan neraka. Jadi jika ada kesakitan, penderitaan, keburukan, kemiskinan, kesedihan kami tidak mengimaninya sebagai akibat dosa masuk ke dunia karena masih ada kesehatan, kebahagiaan, kebaikan, kekayaan, kesenangan dan dunia tidak dimaksudkan menjadi tempat yang sempurna bagai surga.

Lalu, apakah dosa dapat ditebus dengan amal kebaikan? Bagi kami ya.

Yups.. selamat mengimani apa yang anda yakini... :) GBU

 
Posts: 31
Joined: Fri Oct 31, 2014 5:00 pm

Re: Re. Yesus menebus dosa kepada siapa?

Post by mahabratha » Sun Nov 30, 2014 9:18 pm

Sdr Wishmeluck.

Salam Damai. peace :)
Gara-gara tulisan anda, saya jadi register ke sini deh hehe...
saya sepertinya tidak asing dengan ["melainkan hanya mengenal konsep usaha diri dalam mencari ridha Allah lewat ibadah-amal-pahala, akan menemui dilema yang besar. Mereka tidak mempunyai cara apapun untuk merekonsiliasikan kedua sifat Allah yang saling menentang, yaitu Maha Kasih versus Maha Adil”. ] setelah membaca beberapa tulisan anda, saya jadi paham tapi saya boleh jawab sekaligus nanya ya...
:).. hehehe.. sama saya juga pingin nulis setelah membaca tulisan anda sambil menunggu sdr Yotam yg sekarang diam seribu bahasa..

Pertanyaan pertama,

anda mengenal dosa waris dan dosa perbuatan. Jika Yesus menebus dosa perbuatan, bukankah tidak adil untuk memukul rata beban hukuman untuk semua dosa? Kita semua tahu besar hukuman untuk nenek pencuri 3 buah kakao tidak sama dengan koruptor milyaran rupiah? Dan hukuman untuk pembunuh satu orang tidak sama dengan pelaku genosida? Ya benar, hukuman mati di pengadilan tidak bisa dilunaskan dengan jasa apapun yang pernah dibuat oleh si terhukum, tapi Hakim kami tidak menghukum mati untuk semua dosa tak perduli bentuknya.
Kalo fitri sejak lahir, kapan anda mulai berdosa? mengapa ada niat anda berbuat dosa? paling extreemnya bukankah seharusnya manusia di dunia ini Fitri semua kalau kita telusuri sejak jaman Nuh (air bah)? artinya tidak ada kejahatan lagi? Dari Statement anda mengenai kasus pengadilan diatas, bukankah sama artinya anda memprotes Allah mengusir Adam dan Hawa dari taman Eden hanya gara2 makan buah ditengah taman itu? paling extreemnya bukankah sama artinya anda memprotes Allah dengan menumbuhkan pohon ditengah taman itu? kenapa tidak dibabat Allah saja sehingga tidak ada potensi Adam dan Hawa memakan buahnya? bagaimana? coba anda pahami kembali dari"Subahana Allah" (dalam bahasa kami Allah Maha), Kudus), Maaf kalo saya salah mengartikan dan salah menulis.. :)

Sebaliknya, jika Yesus hanya menebus dosa waris, kini anda telah ditebus oleh yesus sehingga anda kini layak surga, layak ampunan, dan layak dekat kepada Allah dan umat kristiani memanfaatkan peluang ini untuk banyak melakukan kebaikan dan memohon ampunan jika melakukan kesalahan, lalu bukankah sama saja dengan kami? Bedanya kami memiliki kelayakan dan kesempatan tersebut sejak lahir tanpa ada tebusan karena tidak ada dosa waris dan kami terlahir fitrah? Jika dosa waris yang anda bahas di sini, maka jangan membandingkannya dengan konsep dosa kami, karena kami tidak mengimani dosa waris tapi hanya dosa perbuatan. Apakah dosa perbuatan tidak bisa ditebus dengan amal-ibadah apapun? Jika anda jawab ya, maka baca kembali paragraf sebelumnya.
Pemahaman ini saya tidak komentari, karena mutlak keyanin anda, cuma pemikiran saya "adakah kesempatan masuk sorga bagi orang yg menjelang ajalnya baru bertobat?
Kami terlahir tanpa dosa dan tanpa tebusan, apakah itu melanggar aturanNya sendiri?

:).. tidak, karena itu keyakinan anda, saya tidak berhak menghakiminya, masalah itu hak Yang Maha Kuasa.

Tuhan yang saya imani, Allah SWT, tidak melanggar hukum atau sumpah apapun karena Ia memang tidak pernah membuat aturan bahwa “upah dosa adalah maut/darah”, tidak juga aturan “Dosa Adam mengkontaminasi seluruh umat manusia” tidak juga “Dosa membuat hubungan Tuhan dan manusia terputus sama sekali dan tidak bisa dihubungkan kembali kecuali ada yang bersedia mati untuk menebus dosa tersebut”. Otomatis konsep penebusan dosa tidak akan sampai kepada kami karena kami tidak mengimani adanya ketentuan2 tersebut.
Menurut anda apa itu dosa? kalo pemahamanku Dosa adalah jauh dari Khadirat Allah, maka jika ada orang berdosa maka pasti mati yg sesungguh...dapatkah anda pahami? :) ... soal anda tidak sampai kesorga itu juga bukan hak kami... tapi kalo masalah kematian Yesus itu adalah sumber kekuatan kami, intinya begini, Yesus ingin berpesan "jika anda melakukan seperti yg Aku lakukan, maka ujungnya adalah dimusuhi oleh dunia ini dan yg palih berat adalah disalibkan, tapi jangan takut, engkau akan bangkit seperti Aku juga bangkit". bukankah ini yang membedakan dengan ajaran lain?. bukan kurang kitab yang mengajarkan kebaikan, bukan kurang orang yg tahu ttg kebaikan, tapi mengapa mereka masih berbuat jahat? karena tidak ada kekuatan pengharapan untuk menjalankanya, karena ujung2nya adalah maut bagi orang yg berbuat benar, apakah mereka diasingkan atau perlakuan tidak senonoh lain. apa janji Allah untuk ini "siapa yg kehilangan hidupnya karena Aku maka ia akan mendpatkan, tapi siapa yg mempertahankan hidupnya maka ia akan kehilangan hidupnya", bukankah ini yg harus kita imani supaya hakekat sebuah agama yg artinya "tidak kacau" tidak tersamarkan oleh kepentingan pribadi atau golongan?, bagaimana menurut anda?
[Ketika Anda rela mengampuninya, itu IDENTIK dengan anda rela menyedot dan membayar harga kerugian yang tadinya anda rasakan, yaitu kerugian moril maupun materiil. Anda mengampuninya dengan jalan menebus harga tersebut! Jadi, dalam setiap pengampunan ada harga yang harus dibayar, yang menuntut suatu penebusan!]

Jika Tuhan mengampuni manusia apakah Tuhan berarti rela dirugikan dan itu harga dari ampunanNya? Tuhan mustahil rugi. Saya mabuk, berzina, tidak ibadah, bahkan kafir sekalipun tidak akan merugikan Tuhan sedikitpun karena perbuatan-perbuatan tersebut tidak memiliki efek pada Tuhan tapi pada si pendosa sendiri. Saya kafir dan masuk neraka, Tuhan tidak akan menggantikan saya masuk ke neraka pula karena menjadi kafir adalah pilihan saya sendiri. Karena itulah perbuatan dosa disebut “menganiaya/menzalimi diri sendiri” karena yang dirugikan sebenarnya adalah dirinya sendiri. Tuhan Seluruh Alam tidak butuh harga penebusan bahkan Ia tidak butuh manusia (tidak terdengar cukup indah untuk anda imani?, Tuhan Yang Maha Besar tidak akan binasa walau seluruh manusia dilenyapkan). Ia juga tidak mengambil keuntungan apa-apa dari manusia. Agar manusia tahu sebesar apa dosanya dan sekelam apa masa lalunya, ia tidak boleh putus asa dari ampunan Allah karena telah “menganiaya diri sendiri”. Allah akan selalu menyambut hambaNya yang mau kembali dan memberikan kesempatan kedua. Harga tebusan akibat menzalimi diri sendiri adalah mengasihi diri sendiri dengan cara banyak melakukan amal kebaikan, merendahkan diri dan memohon ampunan pada Tuhan. Jika manusia bertaubat dan berjanji tidak akan mengulangi itu demi kebaikan si manusia sendiri.

:) .. kira2 menurut anda apakah ada tim pembela sewaktu menentukan apakah orang itu masuk sorga atau tidak?kalo ada siapa orangnya? kalo tidak ada, apakah anda tahu kriteria2 orang yang akan masuk sorga yg disepekati bersama dg Allah? jika anda sudah tahu, kira siapa orangnya disekitar anda yang akan masuk sorga dan siapa yg belum? dan apa yang akan anda lakukan bagi yg belum?

[“Sebab, jikalau Allah menghalalkan diriNya secara bebas dalam mengampuni, semata-mata karena Ia Maha Pengasih dan penyayang, maka tentulah Ia Non-Adil, karena berkolusi, dengan tidak menghukum dosa yang seharusnya dihukum”. ]

Tepat sekali dan disinilah tebus menebus terjadi. Hidup ini kompleks dan Tuhan tidak secara bebas dalam mengampuni. Hubungan manusia itu ada dua, manusia dengan Allah dan manusia dengan manusia. Jika saya khilaf tidak sholat, saya berdosa pada Allah dan Allah bebas mau mengampuni atau tidak, tanpa harus rugi sedikitpun. Tapi jika saya merugikan orang (memukul, mencuri, dsb), Tuhan tidak akan membiarkan saya sebelum yang dirugikan rela dan memaafkan atau ia membalas perbuatan saya setimpal. Dan itu adil. Jika anda menampar wajah saya kemudian anda mengatakan bahwa Tuhan sudah dihukum untuk menggantikan kesalahan anda, saya akan protes karena saya tidak punya urusan apa2 dengan Tuhan tapi dengan anda. Saya ingin anda yang dihukum bukan Tuhan. Itulah mengapa di akhirat nanti orang taat ibadah yang suka menganiaya orang lain harus membayar ganti rugi dengan memberikan amal ibadahnya. Semakin banyak yang dianiaya semakin banyak yang harus dibayar bisa2 habis amal2nya. Manusia bisa rugi tapi Allah tidak.

Kalo begitu pola pikirnya, apakah tidak sebaiknya anda jadi petapa ? supaya anda hanya berhubungan dg pengapunan Allah bukan dengan manusia, jadi tidak merepotkan, bagaimana menurut anda?

Abu Hurairah r.a. berkata: “Nabi SAW bersabda: “Siapa yang merasa pernah berbuat aniaya kepada saudaranya, baik berupa kehormatan badan atau harta atau lain-lainnya, hendaknya segera meminta halal (maaf) nya sekarang juga, sebelum datang suatu hari yang tiada harta dan dinar atau dirham, jika ia punya amal shalih, maka akan diambil menurut penganiayaannya, dan jika tidak mempunyai hasanat (kebaikan), maka diambilkan dari kejahatan orang yang dianiaya untuk ditanggungkan kepadanya.” (HR. Bukhori, Muslim)

Pertanyaan kedua jika manusia itu melakukan dosa karena natur dosa dari konsekuensi perbuatan Adam-Hawa, lalu mengapa Adam-Hawa ketika masih di taman eden dapat tergoda untuk melanggar larangan Allah, padahal mereka manusia pertama yang diciptakan?

Kami tidak mengimani “keadaan dosa” yang membuat manusia cendrung berbuat dosa. Yang kami imani adalah manusia berbuat dosa karena dorongan hawa nafsu dan bisikan syaitan. Memiliki hawa nafsu bukanlah dosa tapi Allah memang menciptakan manusia demikian sejak Adam. Selain sebagai ujian iman, juga membuat manusia bergairah untuk mengelola bumi. Ingin kaya itu hawa nafsu, bekerja keras itu halal, mencuri itu dosa. Ingin berhubungan badan itu hawa nafsu, melakukan dengan istri/suami itu halal tapi berzina dengan PSK itu dosa. Intinya? Pengendalian hawa nafsu.

Apakah anda mempunya kekuatan untuk mengendalikan hawa nafsu anda? jika ada, seharusnya tidak ada lagi kejahatan di bumi ini :), tapi mengapa selalu saja ada orang berbuat jahat padahal sering beribadah? gemana menurut anda?... Berzina, menurut anda apa arti berzina ? simplenya begini : ada suami istri mempunyai anak dari hasil hubungan mereka tapi akhirnya bercerai sehingga anak jadi terlantar, menurut anda apakah apakah selama ini mereka berjina atau tidak? supaya kita jangan tertipu oleh suatu norma sehingga mengabaikan etika.

Pertanyaan ketiga. Tuhan Yang Maha Tahu adalah yang paling tahu keadaan ciptaannya. Tidakkah Ia tahu bahwa suatu saat Adam akan jatuh ke dalam dosa? Apakah sejak Adam diciptakan ia memang dimaksudkan untuk tidak pernah melakukan kesalahan apapun? Mengingat satu kesalahan yang dibuatnya berdampak luar biasa yaitu dosa mengotori seluruh anak-cucunya sehingga terputus hubungan dengan Allah dan Allah turun teraniaya dan disalib demi membayar upah dosa berupa kematian? Jika Allah tahu bahwa Adam ternyata memiliki kelemahan dan akan jatuh ke dalam dosa mengapa menetapkan hukum yang sangat berat yaitu upah dosa adalah maut dimana manusia tidak layak diampuni dan hidup kekal di surga sebelum harga dosa ditebus? Kenapa tidak sekalian menciptakan Adam dengan sifat “mustahil salah”. Jika Allah menetapkan hukum ini sedangkan Ia akan menciptakan manusia yang lemah dan tahu akan berbuat salah, bukankah itu sama saja dengan kejam?

Yang kami imani sebelum manusia diciptakan, Allah dan malaikat sudah tahu tabiat manusia akan seperti apa, terlebih lagi, Adam-Hawa memang akan dikeluarkan dari surga karena manusia diciptakan sebagai pemimpin bumi bukan surga (lain lagi kalau anda mengimani Taman Eden)…

:) menurut anda sewaktu Allah mengatakan "kamu akan mati jika memakan buah itu", apakah itu kekejaman atau kasih di benak Allah? bayangkan jika manusia tidak pernah mati walaupun sudah berbuat dosa, menurut anda jadi apa dunia? kalo masalah keadaan Adam sebaiknya anda dalami kitab Ayub, sepertinya disana lebih jelas untuk menggambarkan keadaan itu. singkatnya begini, apakah aku dapat mengatakan anda seorang taat berpuasa jika tidak ada memang yg dapat dimakan? bagaimana menurut?
ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada Para Malaikat: "Sesungguhnya aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi." mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, Padahal Kami Senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui." (Al-Baqarah: 30)

Ya, dalam agama kami juga ada siksa kekal di dalam neraka, suatu balasan yang sangat dahsyat dan tidak sanggup kami tanggung dan kami tidak dapat mengakhirinya. Tapi untuk Firaun sekalipun, Allah telah memberinya kesempatan bahkan Musa AS telah menunjukkan mukjizatnya, tapi ia tidak juga mau beriman. Maka ia sendirilah yang memilih jalan ke neraka. Jadi apa intinya? Selama manusia hidup Allah akan selalu memberi kesempatan hingga kesombongan dan kekerasan hati manusia sendirilah yang menghanguskan kesempatan itu. Allah tidak akan semena-mena menjatuhkan dosa, setiap manusia bebas berbuat tapi tanggung sendiri akibatnya sendiri-sendiri.

Pertanyaan keempat. Baiklah, Allah Maha Tahu. Ia tahu Adam akan berdosa terlepas dari hukum yang telah ditetapkanNya, karena Ia tahu manusia tetap dapat diselamatkan melalui penebusan Putra TunggalNya. Bukankah itu terdengar ganjil juga? Sejak awal menetapkan harga dosa (berapapun bobotnya yang penting dosa) yang tidak sanggup ditebus dan dihapus/diampuni walaupun tahu Adam akan berdosa karena Ia berencana Dia sendirilah yang akan menebusnya? Berarti Ia sejak awal ingin menyiksa dirinya sendiri? Ia tahu sejak awal kejadiannya akan seperti itu? Bukankah Tuhan itu Maha Besar, Maha Bijak, Maha Tinggi, Maha Mulia, mengapa Ia ingin menyiksa dirinya sendiri? Untuk menunjukkan besar kasihnya kepada manusia?

Yang kami imani, dosa kami tidak akan mengotori kesucian Allah sedikitpun. Allah akan tetap Yang Maha Suci walau seluruh manusia itu berdosa, karena yang akan terkotori dosa hanyalah si manusia sendiri. Bahkan jika seluruh manusia menuduh Allah berwujud manusia, Allah tetap Yang Maha Suci namun lidah setiap manusia akan dimintai pertanggungjawabannya.

:) betul... Tapi tahukah anda untuk menyucikan diri supaya dapat kembali tinggal bersama dg Allah? sebab Allah itu Maha suci, maka anda harus suci tanpa dosa, sebab kalo tidak, anda tidak tinggal besama Allah karena akan menodai kesucianNya dan kesucian tempat tinggalNYa. bagaimana menurut anda?

Penutupan. Kami mengimani bahwa dunia itu bersifat dualisme layaknya antara surga dan neraka. Jadi jika ada kesakitan, penderitaan, keburukan, kemiskinan, kesedihan kami tidak mengimaninya sebagai akibat dosa masuk ke dunia karena masih ada kesehatan, kebahagiaan, kebaikan, kekayaan, kesenangan dan dunia tidak dimaksudkan menjadi tempat yang sempurna bagai surga.

Lalu, apakah dosa dapat ditebus dengan amal kebaikan? Bagi kami ya.[/quote

Yups.. selamat mengimani apa yang anda yakini... :) GBU


Return to Kritik & Pertanyaan dari Non Kristen

Who is online

Users browsing this forum: No registered users and 0 guests