2014-04-24

Normal

0

false

false

false

EN-US

X-NONE

X-NONE

MicrosoftInternetExplorer4



Pagi ini adalah hari yang cerah, ketika seorang gadis perempuan berusia dua puluh tiga tahun melihat ke arah luar jendela rumahnya yang berdomisili di Cikarang, tepatnya di kompleks perumahan Jababeka.

Gadis itu sudah berseragam rapi – seragam bertuliskan Multistrada tempat dia bekerja. Celananya dari bahan jeans berwarna hitam pekat dan agak ketat sehingga menimbulkan bentuk liuk pinggul ideal seorang wanita dan tungkai kakinya yang bagus. Orang-orang menyebut model ini sebagai celana pensil atau slim fit pants, semakin ke bawah semakin mengecil pada pipa celana tersebut. Sedangkan baju seragamnya berupa kemeja hitam berlengan pendek dengan sedikit pola berwarna ungu dan hijau pada bagian pinggulnya – warna yang mencerminkan image perusahaannya. Rambutnya yang bergelombang dan masih agak sedikit basah bekas mandi sebelumnya, wangi tergerai sebatas tulang punggung, jenis rambut yang sama yang diturunkan dari ibunya.

“Stella,” kata sang ibu memanggilnya, “Sarapan dulu kamu sama Bella, itu sudah Ibu siapkan”

Sambil sesekali memandang ke arah luar, ke arah langit biru berawan yang semalam baru saja menurunkan hujan deras bulan November, gadis bernama Stella itu bertanya-tanya apakah malam ini akan sama seperti malam kemarin – hujan dan terpaksa pulang malam. Bukan karena menunggu hujan reda, tetapi pekerjaan yang harus dia selesaikan. Dia melirik ke arah jam tangan Mickey Mouse miliknya. Masih jam enam lewat tiga puluh.

Pelan-pelan dengan lembut Stella mengoleskan selai stroberi ke atas roti tawar sebagai pembuka sarapan paginya kali ini ditambah segelas susu coklat hangat yang baru saja diseduh oleh ibunya. Sementara sang ibu sendiri mengoleskan selai ke roti tawar untuk anak bungsunya yang juga berada disitu dari tadi sambil menonton televisi dan tidak berbicara sepatah katapun – anak itu bernama Bella. Tangan mungilnya memegang gelas berisi susu coklat hangat yang langsung diminumnya beberapa teguk.

Di depan tempat mereka duduk menikmati sarapan pagi, sebuah televisi menayangkan acara Inbox, acara konser musik dan lagu kecil-kecilan dengan setting panggung yang sengaja ditempatkan di mall-mall atau tempat ramai di suatu kota, setiap hari ditayangkan secara live tanpa bosan oleh salah satu stasiun televisi Indonesia. Pangsa pasar untuk anak muda disini – di Indonesia, selalu tidak jauh dari musik dan lagu. Ada yang memang pantas untuk ditampilkan dengan suara asli dari penyanyinya, tetapi juga tidak sedikit yang hanya sekedar lipsinc – berpura-pura menyanyikan lagu yang sebenarnya diputar dari rekaman, mungkin beberapa penyanyi yang tidak terlalu percaya diri untuk benar-benar menyanyi secara live, atau memang suaranya yang tidak enak didengar kecuali diedit terlebih dahulu oleh studio rekaman. Sesekali ketika acara tersebut terasa membosankan, gadis itu memindahkan channel televisi, ada film kartun, ada berita, sampai dengan acara kuliner makanan. Adiknya tidak pernah protes jika Stella memindahkan channel televisi, seakan-akan adik perempuannya yang masih berusia enam tahun itu tidak punya hasrat untuk menonton televisi. Tetapi Stella tahu, adiknya itu lebih pintar dari anak-anak seusia lainnya. Mampu menangkap maksud ataupun informasi dari acara-acara yang ditontonnya. Bukan hanya menonton film kartun, tetapi berita pun ia mengerti.

Setelah menyelesaikan sarapan roti dan menenggak habis susu coklatnya, Stella beranjak dari tempat duduk, mengambil tas kerja yang diletakkan di atas meja makan tadi sebelum sarapan, memeriksa kembali isinya – dompet, handphone, kosmetik, sarung tangan, tissue, dan beberapa buah permen di dalam tasnya.

Motor matic Mio miliknya masih terlihat bersih meskipun belum dicuci lagi semenjak 3 hari kemarin. Sambil menunggu memanaskan motornya, Stella menghampiri adiknya yang masih di ruang tengah. Sambil mengatakan sesuatu, Stella menyodorkan tangan, “Kakak mau berangkat dulu ya, salim sayang,” Bella tersenyum sambil membalas menjabat tangan si kakak dan menciumnya. Salim, sebuah tradisi masyarakat Indonesia yang tidak akan pernah hilang, umumnya digunakan didalam anggota keluarga atau sanak saudara ketika akan berpamitan. Oleh anak kecil biasanya tangan orang yang lebih tua dicium atau ditempelkan di kening, namun antar orang dewasa biasanya cukup dengan berjabat tangan. Setelah mencium kening dan mengusap-usap kepala adiknya itu, Stella beranjak ke sisi ibunya, mengucapkan sesuatu dan menjabat tangan sang ibu dan menciumnya persis seperti yang dilakukan Bella kepada Stella tadi.

“Stella berangkat dulu, Bu, assalamu’alaikum..”

“Wa’alaikum salam, iya, hati-hati.”

Hanya ibu dan adik perempuannya saja anggota keluarga yang tersisa di rumah itu. Meskipun sudah dua tahun Stella tidak mencium tangan seseorang yang lain – seorang pria yang sudah tidak ada lagi disitu, namun dia sudah terbiasa.

Cuaca cerah pagi hari itu mengantar keberangkatan Stella menuju kantor perusahaannya. Tetapi dia tidak mengetahui bahwa empat puluh delapan jam dari sekarang akan ada satu peristiwa yang menyangkut urusan nyawanya nanti.

Kunjungi selengkapnya di www.endoneshia.blogspot.com

Show more