2014-11-30

BAB I

Pendahuluan

1.1 Latar Belakang Masalah

Sumber ajaran islam ialah segala sesuatu yang dijadikan dasar, acuan, atau pedoman syariat islam. Ajaran Islam adalah pengembangan agama Islam. Agama Islam bersumber dari Al-Quran yang memuat wahyu Allah dan al-Hadis yang memuat Sunnah Rasulullah. Komponen utama agama Islam atau unsur utama ajaran agama Islam (akidah, syari’ah dan akhlak) dikembangkan dengan rakyu atau akal pikiran manusia yang memenuhi syarat runtuk mengembangkannya.

Mempelajari agama Islam merupakan fardhu ’ain , yakni kewajiban pribadi setiap muslim dan muslimah, sedang mengkaji ajaran Islam terutama yang dikembangkan oleh akal pikiran manusia, diwajibkan kepada masyarakat atau kelompok masyarakat.

Berijtihad adalah berusaha sungguh-sungguh dengan memperguna kan seluruh kemampuan akal pikiran, pengetahuan dan pengalaman manusia yang memenuhi syarat untuk mengkaji dan memahami wahyu dan sunnah serta mengalirkan ajaran, termasuk ajaran mengenai hukum (fikih) Islam dari keduanya.

Dalam upaya memahami ajaran Islam, berbagai aspek yang berkenaan dengan Islam perlu dikaji secara seksama, sehingga dapat menghasilkan pemahaman Islam yang komprehensif. Hal ini penting dilakukan, karena kualitas pemahaman ke Islaman seseorang akan mempengaruhi pola pikir, sikap, dan tindakan ke Islaman yang bersangkutan. Untuk itu uraian di bawah ini diarahkan untuk mendapatkan pemahaman tentang Islam.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa saja sumber – sumber ajaran Agama Islam?

2. Apa ciri – ciri dan kelebihan dari Al – Qur’an?

3. Apa fungsi Al – Qur’an?

4. Apa saja isi kandungan yang terdalam Al – Qur’an?

5. Apa fungsi Al – Sunnah?

6. Apa saja bagian – bagian dari Al – Sunnah?

7. Apa hubungan Al – Qur’an dan Al – Sunnah?

8. Apa yang membedakan antara Al – Qur’an dengan Al – Sunnah?

9. Apa itu ijtihad

1.3 Tujuan

Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah :

1. Memamparkan dan menjelaskan sumber-sumber ajaran islam

2. Sebagai penambah pengetahuan dan wawasan akan sumber – sumber ajaran Agama Islam

BAB II

PEMBAHASAN



Al-Quran

Sumber-Sumber Ajaran Islam

A. Pengertian Islam Menurut Al-Quran

Islam adalah agama yang diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw sebagai nabi dan rasul terakhir untuk menjadi pedoman hidup seluruh manusia hingga akhir zaman.

Pengertian Islam secara  harfiyah artinya damai, selamat, tunduk, dan bersih. Kata Islam terbentuk dari tiga huruf, yaitu S (sin), L (lam), M (mim) yang bermakna dasar "selamat" (Salama).

1. Al-Quran.

Pendapat para ahli mendifinisikan alquran:

a. Dr. Subhi Al Salih mendefinisikan Al-Qur'an sebagai berikut:

“Kalam Allah SWT yang merupakan mukjizat yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW dan ditulis di mushaf serta diriwayatkan dengan mutawatir, membacanya termasuk ibadah”.

b. Muhammad Ali ash-Shabuni mendefinisikan Al-Qur'an sebagai berikut:

"Al-Qur'an adalah firman Allah yang tiada tandingannya, diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW penutup para Nabi dan Rasul, dengan perantaraan Malaikat Jibril a.s. dan ditulis pada mushaf-mushaf yang kemudian disampaikan kepada kita secara mutawatir, serta membaca dan mempelajarinya merupakan ibadah, yang dimulai dengan surat Al-Fatihah dan ditutup dengan surat An-Nas"

Secara etimologi Alquran berasal dari kata qara’a, yaqra’u, qiraa’atan, atau qur’anan yang berarti mengumpulkan (al-jam’u) dan menghimpun (al-dlammu). Sedangkan secara terminologi (syariat), Alquran adalah Kalam Allah ta’ala atau mu’jizat yang diturunkan kepada Rasul dan penutup para Nabi-Nya, Muhammad shallallaahu ‘alaihi wasallam,yang ditulis dalam mushaf diriwayatkan  secara mutawatir dan membacanya ibadah,dan diawali dengan surat al-Fatihah dan diakhiri dengan surat an-Naas. Dan menurut para ulama klasik, Alquran sumber agama (juga ajaran) Islam pertama dan utama yang memuat firman-firman (wahyu) Allah, sama benar dengan yang disampaikan oleh Malaikat Jibril kepada Nabi Muhammad sebagai Rasul Allah sedikit demi sedikit selama 22 tahun 2 bulan 22 hari, mula-mula di Mekah kemudian di Medinah.

Ayat-ayat al-Quran yang diturunkan selama lebih kurang 23 tahun,13 tahun sebelum hijrah hingga 10 tahun setelah hijrah ,dapat dibedakan antara ayat-ayat yang diturunkan ketika Nabi Muhammad masih tinggal di Mekah (sebelum hijrah) dengan ayat yang turun setelah Nabi Muhammad hijrah (pindah) ke Madinah. Ayat-ayat yang tutun ketika Nabi Muhammad masih berdiam di Mekkah di sebut ayat-ayat Makkiyah, sedangkan ayat-ayat yang turun sesudah Nabi Muhammad pindah ke Medinah dinamakan ayat-ayat Madaniyah.

Al-Qur’an menyajikan tingkat tertinggi dari segi kehidupan manusia. Sangat mengaggumkan bukan saja bagi orang mukmin, melainkan juga bagi orang-orang kafir. Al-Qur’an pertama kali diturunkan pada tanggal 17 Ramadhan (Nuzulul Qur’an). Wahyu yang pertama kali turun tersebut adalah Surat Alaq, ayat 1-5. Al-Qur’an memiliki beberapa nama lain, antara lain adalah :

• Al-Kitab (Buku)

• Al-Furqan (Pembeda benar salah)

• Adz-Dzikr (Pemberi peringatan)

• Al-Mau'idhah (Pelajaran/nasihat)

• Al-Hukm (Peraturan/hukum)

• Al-Hikmah (Kebijaksanaan)

• Asy-Syifa' (Obat/penyembuh)

3.Struktur dan pembagian Al-Qur'an

a.Surat, ayat dan ruku'

Al-Qur'an terdiri atas 114 bagian yang dikenal dengan nama surah (surat) dan 6666 ayat. Setiap surat akan terdiri atas beberapa ayat, di mana surat terpanjang dengan 286 ayat adalah surat Al Baqarah dan yang terpendek hanya memiliki 3 ayat yakni surat Al Kautsar, An-Nasr dan Al-‘Așr. Surat-surat yang panjang terbagi lagi atas sub bagian lagi yang disebut ruku' yang membahas tema atau topik tertentu.

b.Makkiyah dan Madaniyah

Sedangkan menurut tempat diturunkannya, setiap surat dapat dibagi atas surat-surat Makkiyah (surat Mekkah) dan Madaniyah (surat Madinah). Pembagian ini berdasarkan tempat dan waktu penurunan surat dan ayat tertentu di mana surat-surat yang turun sebelum Rasulullah SAW hijrah ke Madinah digolongkan surat Makkiyah sedangkan setelahnya tergolong surat Madaniyah.

c. Juz dan manzil

Dalam skema pembagian lain, Al-Qur'an juga terbagi menjadi 30 bagian dengan panjang sama yang dikenal dengan nama juz. Pembagian ini untuk memudahkan mereka yang ingin menuntaskan bacaan Al-Qur'an dalam 30 hari (satu bulan). Pembagian lain yakni manzil memecah Al-Qur'an menjadi 7 bagian dengan tujuan penyelesaian bacaan dalam 7 hari (satu minggu). Kedua jenis pembagian ini tidak memiliki hubungan dengan pembagian subyek bahasan tertentu.

d.Menurut ukuran surat

Kemudian dari segi panjang-pendeknya, surat-surat yang ada di dalam Al-Qur’an terbagi menjadi empat bagian, yaitu:

As Sab’uththiwaal (tujuh surat yang panjang). Yaitu Surat Al-Baqarah, Ali Imran, An-Nisaa’, Al-A’raaf, Al-An’aam, Al Maa-idah dan Yunus

Al Miuun (seratus ayat lebih), seperti Hud, Yusuf, Mu'min dan sebagainya

Al Matsaani (kurang sedikit dari seratus ayat), seperti Al-Anfaal, Al-Hijr dan sebagainya

Al Mufashshal (surat-surat pendek), seperti Adh-Dhuha, Al-Ikhlas, Al-Falaq, An-Nas dan sebagainya

Al-Quran adalah mukjizat terbesar Nabi Muhammad Saw, bahkan terbesar pula dibandingkan mukjizat para nabi sebelumnya. Al-Quran membenarkan Kitab-Kitab sebelumnya dan menjelaskan hukum-hukum yang telah ditetapkan sebelumnya.

“Tidak mungkin Al-Quran ini dibuat oleh selain Allah. Akan tetapi ia membenarkan kitab-kitab yang sebelumnya dan menjelaskan hukum-hukum yang ditetapkannya. Tidak ada keraguan di dalamnya dari Tuhan semesta alam” (Q.S. 10:37).

“Dan apa yang telah Kami wahyukan kepadamu yaitu Al-Quran itulah yang benar, membenarkan kitab-kitab sebelumnya...” (Q.S. 35:31).

Fungsi Al-Qur’an antara lain adalah:

• Sebagai Furqon (pembeda antara haq dan yang bathil, baik dan buruk)

• Sebagai obat penyakit (jiwa) (QS. 10: 57; 17:82; 41: 44)

• Sebagai pemberi kabar gembira

• Sebagai hidayah atau petunjuk (QS. 2:1, 97, 185; 3: 138; 7: 52, 203, dll)

• Sebagai peringatan

• Sebagai cahaya petunjuk (QS. 42: 52)

• Sebagai pedoman hidup (QS. 45: 20)

Ciri-cirinya adalah :

1.  Ayat-ayat Makiyah pada umumnya pendek-pendek, merupakan 19/30 dari seluruh isi al-Quran, terdiri dari 86 surat, 4.780 ayat. Sedangkan ayat-ayat Madaniyah pada umumnya panjang-panjang, merupakan 11/30 dari seluruh isi al-Quran, terdiri dari 28 surat, 1456 ayat.

2.  Ayat-ayat Makkiyah dimulai dengan kata-kata yaa ayyuhannaas (hai manusia) sedang ayat–ayat Madaniyah dimulai dengan kata-kata yaa ayyuhallaziina aamanu (hai orang-orang yang beriman).

3.  Pada umumnya ayat-ayat Makkiyah berisi tentang tauhid yakni keyakinan pada Kemaha Esaan Allah, hari Kiamat, akhlak dan kisah-kisah umat manusia di masa lalu, sedang ayat-ayat Madaniya memuat soal-soal hukum, keadilan, masyarakat dan sebagainya.

4 ) Pokok-pokok kandungan dalam Alquran antara lain :

a. Petunjuk mengenai akidah yang harus diyakini oleh manusia. Petunjuk akidah ini berintikan keimanan akan keesaan Tuhan dan kepercayaan kepastian adanya hari kebangkitan, perhitungan serta pembalasan kelak.

b. Petunjuk mengenai syari’ah yaitu jalan yang harus diikuti manusia dalam berhubungan dengan Allah dan dengan sesama insan demi kebahagiaan hidup manusia di dunia ini dan di akhirat kelak.

c. Petunjuk tentang akhlak, mengenai yang baik dan buruk yang harus diindahkan oleh manusia dalam kehidupan, baik kehidupan individual maupun kehidupan sosial.

d. Kisah-kisah umat manusia di zaman lampau. Sebagai contoh kisah kaum Allah menghukum mereka dengan mendatangkan banjir besar serta mengganti kebun yang rusak itu dengan kebun lain yang ditumbuhi pohon-pohon yang berbuah pahit rasanya.

e. Berita tentang zaman yang akan datang. Yakni zaman kehidupan akhir manusia yang disebut kehidupan akhirat. Kehidupan akhirat dimulai dengan peniupan sangkakala (terompet) oleh malaikat Israil. “ Apabila sangkakala pertamaditiupkan, diangkatlah bumi dan gunung-gunung, la- lu keduanya dibenturkan sekali bentur. Pada hari itulah terjadilah kiamat dan terbelahlah langit...”. (Qs al-Haqqah (69) : 13-16.

5 ) Keutamaan Al-Qur’an ditegaskan dalam Sabda Rasullullah, antara lain:

Sebaik-baik orang di antara kamu, ialah orang yang mempelajari Al-Qur’an dan mengajarkannya

Umatku yang paling mulia adalah Huffaz (penghafal) Al-Qur’an (HR. Turmuzi)

Orang-orang yang mahir dengan Al-Qur’an adalah beserta malaikat-malaikat yang suci dan mulia, sedangkan orang membaca Al-Qur’an dan kurang fasih lidahnya berat dan sulit membetulkannya maka baginya dapat dua pahala (HR. Muslim).

Sesungguhnya Al-Qur’an ini adalah hidangan Allah, maka pelajarilah hidangan Allah tersebut dengan kemampuanmu (HR. Bukhari-Muslim).

Bacalah Al-Qur’an sebab di hari Kiamat nanti akan datang Al-Qur’an sebagai penolong bagai pembacanya (HR. Turmuzi).

Al-Quran mengandung tiga komponen dasar hukum, sebagai berikut:

1.  Hukum I’tiqadiah, yakni hukum yang mengatur hubungan rohaniah manusia dengan Allah SWT dan hal-hal yang berkaitan dengan akidah/keimanan. Hukum ini tercermin dalam Rukun Iman. Ilmu yang mempelajarinya disebut Ilmu Tauhid, Ilmu Ushuluddin, atau Ilmu Kalam.

2.  Hukum Amaliah, yakni hukum yang mengatur secara lahiriah hubungan manusia dengan Allah SWT, antara manusia dengan sesama manusia, serta manusia dengan lingkungan sekitar. Hukum amaliah ini tercermin dalam Rukun Islam dan disebut hukum syara/syariat. Adapun ilmu yang mempelajarinya disebut Ilmu Fikih.

3.  Hukum Khuluqiah, yakni hukum yang berkaitan dengan perilaku normal manusia dalam kehidupan, baik sebagai makhluk individual atau makhluk sosial. Hukum ini tercermin dalam konsep Ihsan. Adapun ilmu yang mempelajarinya disebut Ilmu Akhlaq atau Tasawuf.

Sedangkan khusus hukum syara dapat dibagi menjadi dua kelompok, yakni:

1.  Hukum ibadah, yaitu hukum yang mengatur hubungan manusia dengan Allah SWT, misalnya salat, puasa, zakat, dan haji

2.  Hukum muamalat, yaitu hukum yang mengatur manusia dengan sesama manusia dan alam sekitarnya. Termasuk ke dalam hukum muamalat adalah sebagai berikut:

•  Hukum munakahat (pernikahan).

•  Hukum faraid (waris).

•  Hukum jinayat (pidana).

•  Hukum hudud (hukuman).

•  Hukum jual-beli dan perjanjian.

•  Hukum tata Negara/kepemerintahan

2. Hadits/As-Sunnah

a. pengertian hadist

Hadits disebut juga As-Sunnah. Sunnah secara bahasa berarti "adat-istiadat" atau "kebiasaan" (traditions). Sunnah adalah segala perkataan, perbuatan, dan penetapan/persetujuan serta kebiasaan Nabi Muhammad Saw. Penetapan (taqrir) adalah persetujuan atau diamnya Nabi Saw terhadap perkataan dan perilaku sahabat.

Menurut Etimologi hadist adalah  jalan / tradisi, kebiasaan, adat istiadat, dapat juga berarti undang-undang yang berlaku.sedangkan Terminologi  hadist ialah berita / kabar, segala perbuatan, perkataan dan takrir ( keizinan / pernyataan ) Nabi Muhammad saw.

Kedudukan As-Sunnah sebagai sumber hukum Islam dijelaskan Al-Quran dan sabda Nabi Muhammad Saw.

“Demi Tuhanmu, mereka pada hakikatnya tidak beriman sehingga mereka menjadikanmu (Muhammad) sebagai hakim terhadap perkara yang mereka perselisihkan, lalu mereka tidak merasa berat hati terhadap putusan yang kamu berikan dan mereka menerima sepenuh hati” (Q.S. 4:65).

“Telah kutinggalkan untuk kalian dua perkara yang (selama kalian berpegang teguh dengan keduanya) kalian tidak akan tersesat, yaitu Kitabullah (Al-Quran) dan Sunnah-ku.” (HR. Hakim dan Daruquthni).

“Berpegangteguhlah kalian kepada Sunnahku dan kepada Sunnah Khulafaur Rasyidin setelahku” (H.R. Abu Daud).

Sunnah merupakan “penafsir” sekaligus “juklak” (petunjuk pelaksanaan) Al-Quran. Sebagai contoh, Al-Quran menegaskan tentang kewajiban shalat dan berbicara tentang ruku’ dan sujud. Sunnah atau Hadits Rasulullah-lah yang memberikan contoh langsung bagaimana shalat itu dijalankan, mulai takbiratul ihram (bacaan “Allahu Akbar” sebagai pembuka shalat), doa iftitah, bacaan Al-Fatihah, gerakan ruku, sujud, hingga bacaan tahiyat dan salam.

2 )KEDUDUKAN AS-SUNNAH / HADITS

As-Sunnah adalah sumber hukum Islam yang kedua sesudah Al-Qur’an.Apabila as-Sunnah / Hadits tidak berfungsi sebagai sumber hukum, maka kaum muslimin akan mengalami kesulitan-kesulitan seperti :

1. Melaksanakan Shalat, Ibadah Haji, mengeluarkan Zakat dan lain sebagainya, karena ayat al-Qur’an dalam hal tersebut hanya berbicara secara global dan umum, sedangkan yang menjelaskan secara rinci adalah as-Sunnah / Hadits.

2. Menafsirkan ayat-ayat al-Qur’an, untuk menghindari penafsiran yang subyektif dan tidak dapat dipertanggungjawabkan.

3. Mengikuti pola hidup Nabi adalah sunnah dalam perintah al-Qur’an.

4. Menghadapi masalah kehidupan yang bersifat teknis, karena adanya peraturan-peraturan yang diterangkan oleh as-Sunnah / Hadits yang tidak ada dalam al-Qur’an seperti kebolehan memakan bangkai ikan dan belalang, sedangkan dalam al-Qur’an menyatakan bahwa bangkai itu haram.

Ada tiga peranan al-Hadis disamping al-Quran sebagai sumber agama dan ajaran Islam, yakni sebagai berikut :

1.  Menegaskan lebih lanjut ketentuan yang terdapat dalam al-Quran. Misalnya dalam Al-Quran terdapat ayat tentang sholat tetapi mengenai tata cara pelaksanaannya dijelaskan oleh Nabi.

2.  Sebagai penjelasan isi Al-Quran. Di dalam Al-Quran Allah memerintah- kan manusia mendirikan shalat. Namun di dalam kitab suci tidak dijelaskan banyaknya raka’at, cara rukun dan syarat mendirikan shalat. Nabilah yang menyebut sambil mencontohkan jumlah raka’at setiap shalat, cara, rukun dan syarat mendirikan shalat.

3.  Menambahkan atau mengembangkan sesuatu yang tidak ada atau samar-samar ketentuannya di dalam Al-Quran. Sebagai contoh larangan Nabi mengawini seorang perempuan dengan bibinya. Larangan ini tidak terdapat dalam larangan-larangan perkawinan di surat An-Nisa (4) : 23. Namun, kalau dilihat hikmah larangan itu jelas bahwa larangan tersebut mencegah rusak atau putusnya hubungan silaturrahim antara dua kerabat dekat yang tidak disukai oleh agama Islam.

3 ) HUBUNGAN AS-SUNNAH DENGAN AL-QUR’AN

1. Sebagai Bayan ( menerangkan ayat-ayat yang sangat umum).

2. Sebagai Taqrir ( memperkokoh dan memperkuat pernyataan al-Qur’an ).

3. Sebagai Bayan Tawdih ( menerangkan maksud dan tujuan sesuatu ).

4 ) PERBEDAAN AL-QUR’AN DAN AS-SUNNAH / HADITS SEBAGAI SUMBER HUKUM

Sekalipun al-Qur’an dan as-Sunnah sama-sama sebagai sumber hukum Islam, namun diantara keduanya terdapat perbedaan-perbedaan yang cukup prinsipil, antara lain sebagai berikut :

1.  Al-Qur’an bersifat Qath’i ( mutlak ) kebenarannya,sedangkan As-Sunnah bersifat Dzhanni ( relatif ), kecuali Hadits Mutawatir.

2. Seluruh ayat al-Qur’an mesti dijadikan sebagai pedoman hidup,sedangkan Tidak seluruh Hadits dapat dijadikan pedoman hidup karena disamping ada Hadits Shahih, ada pula Hadits yang Dhaif .

3. Al-Qur’an sudah pasti autentik lafadz dan maknanya,sebaliknya As-Sunnah belum tentu autentik lafadz dan maknanya.

4. Apabila al-Qur’an berbicara tentang masalah-masalah aqidah atau hal-hal yang ghaib, maka setiap muslim wajib mengimaninya,sedangkan Apabila as-Sunnah berbicara tentang masalah-masalah aqidah atau hal-hal yang ghaib, maka setiap muslim tidak diharuskan mengimaninya seperti halnya mengimani al-Qur’an.

5. Berdasarkan perbedaan tersebut, maka :

# Penerimaan seorang muslim terhadap al-Qur’an hendaknya didasarkan pada keyakinan yang kuat, sedangkan;

# Penerimaan seorang muslim terhadap as-Sunnah harus didasarkan atas keragu-raguan ( dugaan-dugaan ) yang kuat. Hal ini bukan berarti ragu kepada Nabi, tetapi ragu apakah Hadits itu benar-benar berasal dari Nabi atau tidak karena adanya proses sejarah kodifikasi hadits yang tidak cukup memberikan jaminan keyakinan sebagaimana jaminan keyakinan ter Macam-macam As-Sunnah:

5 ) Ditinjau dari bentuknya

1.  Sunnah qauliyah, yaitu semua perkataan Rasulullah

2.  Sunnah fi’liyah, yaitu semua perbuatan Rasulullah

3.  Sunnah taqririyah, yaitu penetapan dan pengakuan Rasulullah terhadap pernyataan ataupun perbuatan orang lain

4.  Sunnah hammiyah, yaitu sesuatu yang telah direncanakan akan dikerjakan tapi tidak sampai dikerjakan

A .Ditinjau dari segi jumlah orang-orang yang menyampaikannya

1,Hadits Mutawatir

a. Pengertian Hadits Mutawatir

Secara etimologi, kata mutawatir berarti : Mutatabi’ (beriringan tanpa jarak). Dalam terminologi ilmu hadits, ia merupakan haidts yang diriwayatkan oleh orang banyak, dan berdasarkan logika atau kebiasaan, mustahil mereka akan sepakat untuk berdusta. Periwayatan seperti itu terus menerus berlangsung, semenjak thabaqat yang pertama sampai thabaqat yang terakhir.

Macam-macam hadis mutawatir Hadits mutawatir ada tiga macam, yaitu :

1) Hadits mutawatir Lafzhi, yaitu hadits yang diriwayatkan dengan lafaz dan makna yang sama, serta kandungan hukum yang sama.

contoh : Rasulullah SAW bersabda, “Barang siapa yang ini sengaja berdusta atas namaku, maka hendaklah dia siap-siap menduduki tempatnya di atas api neraka. Menurut Al-Bazzar, hadits ini diriwayatkan oleh 40 orang sahabat. Al-Nawawi menyatakan bahwa hadits ini diriwayatkan oleh 200 orang sahabat.

2) Hadits Mutawatir Ma’nawi, yaitu hadits mutawatir yang berasal dari berbagai hadits yang diriwayatkan dengan lafaz yang berbeda-beda, tetapi jika disimpulkan, mempunyai makna yang sama tetapi lafaznya tidak. Contoh hadits yang meriwayatkan bahwa Nabu Muhammad SAW mengangkat tangannya ketika berdo’a. Abu Musa Al-Asy’ari berkata bahwa Nabi Muhammad SAW, tidak pernah mengangkat kedua tangannya dalam berdo’a hingga nampak putih kedua ketiaknya kecuali saat melakukan do’a dalam sholat istisqo’ (HR. Bukhori dan Muslim)

3) Hadits Mutawatir ‘Amali, yakni amalan agama (ibadah) yang dikerjakan oleh Nabi Muhammad SAW, kemudian diikuti oleh para sahabat, kemudian diikuti lagi oleh Tabi’in, dan seterusnya, diikuti oleh generasi sampai sekarang.

Contoh, hadits-hadits nabi tentang shalat dan jumlah rakaatnya, shalat id, shalat jenazah dan sebagainya. Segala amal ibadah yang sudah menjadi ijma’ di kalangan ulama dikategorikan sebagai hadits mutawatir ‘amali.

2. Hadits Ahad

a. Pengertian Hadits Ahad

Al Ahad jama’ dari ahad, menurut bahasa berarti al-wahid atau satu. Dengan demikian khabar wahid adalah suatu berita yang disampaikan oleh satu orang. Sedangkan ahad secara istilah, banyak didefinisikan para ulama, antara lain: “Khabar yang tiada sampai jumlah banyak pemberitanya kepada jumlah khabar mutawatir, baik pengkhabar itu seorang, dua, tiga, empat, lima dan seterusnya dari bilangan-bilangan yang tiada memberi pengertian bahwa khabar itu dengan bilangan tersebut masuk ke dalam khabar mutawatir”.

Melihat dari beberapa definisi diatas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa hadits ahad adalah sebagai berikut:

1) Hadits yang diriwayatkan oleh beberapa rawi, akan tetapi tidak mencapai derajat mutawatir

2) Perawi-perawi tersebut dalam jumlah mengalami variasi dalam setiap thabaqah (tingkatan)

3) Perawi-perawi dalam hadits ahad tidak berdasarkan jumlah, akan tetapi lebih tertuju pada kredibilitas perawi.

3) Hadits Masyhur

Masyhur menurut bahasa ialah al-intisyar wa az-zuyu’ (sesuatu yang sudah tersebar dan populer). Atau Masyhur ialah hadits yang diriwayatkan oleh tiga orang atau lebih, tetapi belum mencapai derajat mutawatir. Menurut ulama ushul: “Hadis yang diriwayatkan dari sahabat, tetapi bilangannya tidak sampai ukuran bilang mutawatir, kemudian baru mutawatir setelah sahabat dan demikian pula setelah mereka”.

4 ) Hadits Shahih

Hadist shahih Yakni tingkatan tertinggi penerimaan pada suatu hadits. Hadits shahih memenuhi persyaratan sebagai berikut:

a. Sanadnya bersambung

b. Diriwayatkan oleh penutur/perawi yg adil

c. memiliki sifat istiqomah, berakhlak baik, tidak fasik, terjaga muruah(kehormatan)-nya

d. dan kuat ingatannya

e. Haditsnya musnad, maksudnya hadits tersebut disandarkan kepada Nabi Muhammad SAW,Matannya tidak mengandung kejanggalan/bertentangan (syadz) serta tidak ada sebab tersembunyi atau tidak.

5 ) Hadits Hasan

Bila hadits yang tersebut sanadnya bersambung, diriwayatkan oleh rawi yg adil namun tidak sempurna ingatannya, serta matannya tidak syadz serta cacat.

6 ) Hadits Dhaif (Lemah)

Hadist dhaif Ialah hadits yang sanadnya tidak bersambung dan diriwayatkan oleh orang yang tidak adil atau tidak kuat ingatannya, mengandung kejanggalan atau cacat.

7 ) Hadits Maudu’

Bila hadits dicurigai palsu atau buatan karena dalam sanadnya dijumpai penutur yang memiliki kemungkinan berdusta.Hadits Mardud menurut bahasa berarti yang ditolak, yang tidak diterima. Sedangkan menurut urf Muhaditsin, Hadits Mardud ialah hadits yang tidak menunjuki keterangan yang kuat akan adanya,tetapi adanya dengan ketidakadaannya bersamaan. Maka, Jumhur Ulama mewajibkan untuk menerima hadits – hadits maqbul, dan sebaliknya setiap hadits yang mardud tidak boleh diterima dan tidak boleh diamalkan (harus ditolak).

3. Ijtihad

A. Pengertian ijtihad

Ijtihad berasal dari kata ijtihada yang berarti mencurahkan tenaga dan pikiran atau bekerja semaksimal mungkin. Sedangkan ijtihad sendiri berarti mencurahkan segala kemampuan berfikir untuk mengeluarkan hukum syar’i dari dalil-dalil syara, yaitu Alquran dan hadist.

Hasil dari ijtihad merupakan sumber hukum ketiga setelah Alquran dan hadist. Ijtihad dapat dilakukan apabila ada suatu masalah yang hukumnya tidak terdapat di dalam Alquran maupun hadist, maka dapat dilakukan ijtihad dengan menggunakan akal pikiran dengan tetap mengacu pada Alquran dan hadist.orang yang melakukan ijtihad disebut mujtahid.

Syarat –syarat orang yang ijtihad sebagai berikut:

• Memiliki pengetahuan yang luas dan mendalam,

• Memiliki pemahaman mendalam tentang bahas Arab, ilmu tafsir, usul fiqh, dan tarikh (sejarah),

• Mengenal cara meng-istinbat-kan (perumusan) hukum dan melakukan qiyas,

• Memiliki akhlaqul qarimah.

B. Macam-macam ijtidah yang dikenal dalam syariat islam, yaitu

1. ijma

Ijma menurut bahasa artinya sepakat, setuju, atau sependapat. Sedangkan menurut istilah adalah kebulatan pendapat ahli ijtihad umat Nabi Muhammad SAW sesudah beliau wafat pada suatu masa, tentang hukum suatu perkara dengan cara musyawarah. Hasil dari Ijma’ adalah fatwa, yaitu keputusan bersama para ulama dan ahli agama yang berwenang untuk diikuti seluruh umat.

Contoh Ijma’:

Menjadikan sunnah sebagai salah satu sumber hukum Islam.

Pengumpulan dan pembukuan Al-qur’an sejak pemerintahan Abu Bakar tetapi idenya berasal dari Umar bin Khatab

Penetapan awal ramadhan dan syawal berdasarkan ru’yatul hilal.

2.  Qiyas

Qiyas yaitu berarti mengukur sesuatu dengan yang lain dan menyamakannya. Dengan kata lain Qiyas dapat diartikan pula sebagai suatu upaya untuk membandingkan suatu perkara dengan perkara lain yang mempunyai pokok masalah atau sebab akibat yang sama.

Contoh Qiyas :

Setiap minuman yang memabukan contohnya mensen, sabu-sabu dan lain-lain disamakan dengan khamar, ilatnya  sama-sama memabukan.

Harta anak wajib dikeluarkan zakat disamakan dengan harta dewasa. Menurut syafei karena sama-sama dapat tumbuh dan berkembang, dan dapat menolong fakir miskin.

Mengatakan pada surat Al isra ayat 23 dikatakan bahwa perkataan ‘ah’, ‘cis’, atau ‘hus’ kepada orang tua tidak diperbolehkan karena dianggap meremehkan atau menghina, apalagi sampai memukul karena sama-sama menyakiti hati orang tua

3. Istihsan

Istihsan yaitu suatu proses perpindahan dari suatu Qiyas kepada Qiyas lainnya yang lebih kuat atau mengganti argumen dengan fakta yang dapat diterima untuk mencegah kemudharatan atau dapat diartikan pula menetapkan hukum suatu perkara yang menurut logika dapat dibenarkan.

Contohnya, menurut aturan syarak, kita dilarang mengadakan jual beli yang barangnya belum ada saat terjadi akad. Akan tetapi menurut Istihsan, syarak memberikan rukhsah (kemudahan atau keringanan) bahwa jual beli diperbolehkan dengan sistem pembayaran di awal, sedangkan barangnya dikirim kemudian.

4.  Mushalat Murshalah

Mushalat murshalah menurut bahasa berarti kesejahteraan umum. Adapun menurut istilah adalah perkara-perkara yang perlu dilakukan demi kemaslahatan manusia. Contohnya, dalam Al Quran maupun Hadist tidak terdapat dalil yang memerintahkan untuk membukukan ayat-ayat Al Quran. Akan tetapi, hal ini dilakukan oleh umat Islam demi kemaslahatan umat.

5. Sududz Dzariah

Sududz dzariah menurut bahasa menutup jalan, sedangkan menurut istilah adalah tindakan memutuskan suatu yang mubah menjadi makruh atau haram demi kepentingan umat.

Contohnya adalah adanya larangan meminum minuman keras walaupun hanya seteguk, padahal minum seteguk tidak memabukan. Larangan seperti ini untuk menjaga agar jangan sampai orang tersebut minum banyak hingga mabuk bahkan menjadi kebiasaan.

6. Istishab

Istishab yaitu melanjutkan berlakunya hukum yang telah ada dan telah ditetapkan di masa lalu hingga ada dalil yang mengubah kedudukan hukum tersebut.

Contohnya: seseorang yang ragu-ragu apakah ia sudah berwudhu atau belum. Di saat seperti ini, ia harus berpegang atau yakin kepada keadaan sebelum berwudhu sehingga ia harus berwudhu kembali karena shalat tidak sah bila tidak berwudhu.

7. Urf

Urf yaitu berupa perbuatan yang dilakukan terus-menerus (adat), baik berupa perkataan maupun perbuatan.

Contohnya adalah dalam hal jual beli. Si pembeli menyerahkan uang sebagai pembayaran atas barang yang telah diambilnya tanpa mengadakan ijab kabul karena harga telah dimaklumi bersama antara penjual dan pembeli.

BAB III

PENUTUP

3.1  Kesimpulan

Mempelajari agama Islam merupakan fardhu ’ain , yakni kewajiban pribadi setiap muslim dan muslimah, sedang mengkaji ajaran Islam terutama yang dikembangkan oleh akal pikiran manusia, diwajibkan kepada masyarakat atau kelompok masyarakat.

Sumber ajaran agama islam terdiri dari sumber ajaran islam primer dan sekunder. Sumber ajaran agama islam primer terdiri dari al-qur’an dan as-sunnah (hadist), sedangkan sumber ajaran agama islam sekunder adalah ijtihad.

Kemudian, mengenai sumber-sumber hukum Islam dapat kita simpulkan bahwa segala sesuatu yang berkenaan dengan ibadah, muamalah, dan lain sebagainya itu berlandaskan Al-qur’an yang merupakan Firman Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad secara mutawatir dan diturunkan melalui malaikat Jibril dan membacanya di nilai sebagai Ibadah, dan Al-Sunnah sebagai sumber hukum yang kedua yang mempunyai fungsi untuk memperjelas isi kandungan Al-qur’an dan lain sebagainya.

B. Saran

Marilah kita mengamalkan dan menjadikan Al-qur’an dan Al-sunnah sebagai pedoman dalam kehidupan kita sehari-hari yang merupakan sumber dari hukum agama Islam dan sekaligus dapat membuat kita bahagia baik itu di dunia maupun diakhirat nanti.agar hidup yang kita jalani lebih sempurna dan mempunyai tujuan hidup.

Show more