2012-07-11



Suatu pagi di hari Minggu, Bapak Pemilik Pondok, menyambangi pondok tempat saya menginap yang berada beberapa meter dari bibir pantai. Dengan ramah, Bapak ini mengajak berbincang tentang apa saja yang telah saya lakukan hari sebelumnya dan rencana yang akan saya lakukan hari ini. Saat saya bilang bahwa saya hanya menghabiskan hari di pantai depan penginapan dan berencana akan menghabiskan sisa hari juga di pantai depan penginapan, Bapak itu tampak sedikit syok lalu bergegas ke rumah pribadinya yang berada di belakang pondok dan sesaat kemudian muncul lagi sambil membawa hasil print gambar point of interest dari kawasan wisata Ujung Genteng. Di sana tersaji nama-nama yang sebenarnya tidak asing di telinga saya, seperti tempat penangkaran penyu di Pangumbahan, Curug Cikaso, Curug Cigangsa, Pantai Ombak Tujuh, Gua Sungging, Muara Cipanarikan, Muara Cikarang hingga Amanda Ratu. Dan, semua nama yang sangat UG banget itu benar-benar saya lewatkan begitu saja!



*Pantai Cibuaya*

Mungkin kelihatan rugi banget jauh-jauh pergi ke Kecamatan Ciracap Kabupaten Sukabumi hanya untuk tidur di salah satu pondok semipermanen lalu duduk-duduk di tepi pantai di depan pondok semata. Namun bagi saya tidak ada ruginya sama sekali. Perjalanan saya selama lebih dari tujuh jam untuk menuju Pantai Cibuaya tidak akan saya maknai dengan perjalanan sia-sia belaka. Saya menikmati sebuah proses dari keluar rumah sebelum pukul enam, lalu menuju Terminal Lebak Bulus demi mengejar Agra Mas untuk menuju Baranang Siang, kemudian harus bersabar sekian lama karena Bus MGI Bogor – Surade terpaksa ngetem demi tambahan penumpang, hingga terjebak macet lalu memutar arah tanpa masuk ke Kota Sukabumi dengan melewati perkebunan karet dimana Bus MGI mengalami kempes ban dan kudu berhenti (lagi) untuk ganti ban. Saya menikmatinya. Tidak peduli lagi ketika saya pun terpaksa pipis di tengah kebun saking kebeletnya!

Begitu pun, ketika Bus MGI mulai berjalan kembali dan mendadak berhenti di warung makan di daerah Sukabumi Lengkong, di depan hamparan kebun teh, saya pun tetap tenang, dan tentu saja menyempatkan untuk ikutan makan siang daripada kepanasan di dalam bus ekonomi.

Lalu ketika sore menjelang, bus MGI baru sampai di Surade: sebuah kota kecil namun sudah cukup semarak, ada minimarket sekaligus ATM. Selepas itu saya masih harus melanjutkan perjalanan dengan berganti angkutan umum. Angkot Merah akan mengantarkan saya menuju Ujung Genteng. Ada rasa lelah namun saya tidak ingin berkeluh kesah. Mengobrol sebentar dengan Ibu Paruh Bayah di dalam angkot menjadi selingan ringan. Mendengar cerita si ibu yang terjebak macet selama tiga jam demi ziarah sebelum puasa di Cibungur membuat saya menyukai cara perjalanan ini. Berinteraksi dengan siapa saja yang tidak pernah terduga sebelumnya, bahkan saya bertegur sapa dengan anak punk yang tampak menyeramkan namun ternyata cukup santun. Selalu ada sisi lain yang menarik dari sebuah perjalanan. Menyenangkan!



*TKP Ban Kempes, di salah satu batang pohon itu, saya numpang pipis ;p*

Memilih perjalanan di sabtu pagi dari Jakarta untuk menuju Ujung Genteng cukup jarang dilakukan jika hanya untuk menghabiskan wiken. Perjalanan dengan waktu tempuh sekitar 6-7 jam cukup menyita waktu.  Capek di jalan. Maka, kebanyakan orang lebih memilih untuk berangkat pada Jumat tengah malam/sabtu dini hari, sehingga pas fajar merekah, Surade (bahkan Ujung Genteng) sudah di depan mata.

Namun perjalanan setiap orang memiliki caranya masing-masing. Dan, saya memilih berangkat sabtu pagi. Di sini, saya sudah sadar bahwa saya tidak punya banyak waktu, maka saya pun tidak memiliki obsesi  untuk mengunjungi semua point of interest di Ujung Genteng. Misi saya hanya sederhana, saya hanya ingin ke pantai!

Maka, sampailah saya di Pondok Pebi di Pantai Cibuaya sekitar pukul empat sore.

Tidak banyak yang akan saya lakukan selepas itu. Karena misi saya hanya ke pantai, maka saya akan mewujudkannya. Melangkahkan kaki ke Pantai Cibuaya tanpa disibukan dengan kegiatan memotret menggunakan kamera SLR. Kebetulan sekali kamera kehilangan auto focus dan belum sempat diservis-in, alhasil saya benar-benar lepas dari kalungan kamera, juga melepas mata tanpa ‘penghalang’, saya bebas.

Di Cibuaya, saya menepi, namun saya jauh dari kesan piknik. Sepanjang malam, saya tidak ikut dalam kegiatan wajib seperti yang banyak disebutkan dalam ‘Buku Panduan Wisata Ujung Kulon’, yakni melihat penyu ‘bersalin’, eh bertelur. Selepas makan ikan bakar, saya langsung menuju pondok, tak ubahnya seperti penduduk lokal. Menikmati senyap kamar berdinding bambu tanpa ada pengganggu kotak bernama televisi.

Dan, ketika pagi tiba, Bapak Pemilik Pondok Pebi (yang awalnya bernama Pondok Rian, FYI, Rian adalah kakaknya Pebi yang sudah beranjak abg dan malu namanya dijadikan nama pondok, hihi) tampak  sedikit heran mendengar pengakuan saya.

Namun keheranan itu malah mengingatkan Bapak Pemilik Pondok, beliau teringat akan tipikal nggak biasa dari sebagian tamu-tamunya. “Emang ada juga sih yang datang ke sini hanya untuk tidur. Bahkan hape-nya aja juga dimatiin.”

Well, banyak hal yang melatarbelakangi sebuah perjalanan, baik kisah pribadi yang sentimentil maupun keseruan trip bareng teman-teman se-RT. Traveling bukan lagi perkara tren kekinian. Saya percaya traveling selalu memiliki alasan subyektif dari pelakunya, tidak peduli masa kini maupun dekade-dekade sebelumnya. Traveling atau perjalanan memilih jalurnya masing-masing. Tidak harus sama. Kali ini, saya hanya ingin menepi di Cibuaya dengan menginap di Pondok Pebi. Tidak kurang dan tidak lebih.

Apakah saya menikmatinya? Pasti! Saya merasa nyaman di sana, layaknya duduk di kursi malas di rumah.

Data Perjalanan Jakarta – Ujung Genteng dengan Angkutan Umum:

TRANSPORTASI

Berangkat:

JAKARTA – BOGOR:

Bus Agra Mas, Rp. 11.500,00

BOGOR – SURADE:

Bus Ekonomi MGI, Rp. 35.000,00

SURADE – CIBUAYA (Pondok Pebi):

Angkot Merah, Rp. 15.000,00

*Bagian Dalam Bus MGI*

Pulang:

CIBUAYA – CIBATU:

Ojek, Rp. 10.000,00

CIBATU (UJUNG GENTENG) – SURADE:

Angkot Merah, Rp. 8.000,00

SURADE – SUB TERM. LEMBUR SITU (SUKABUMI):

Elf, Rp. 22.000,00

LEMBUR SITU – TERM. DEGUNG (SUKABUMI):

Angkot Kuning, Rp. 5.000,00

TERM. DEGUNG – BOGOR:

L300, Rp. 15.000,00

BOGOR – LEBAK BULUS:

Agra Mas, Rp. 11.500,00

(FYI, untuk kepulangan, niatnya menggunakan Bus MGI dari Surade, namun ternyata Elf lebih dulu berangkat maka keputusan cepat dipilihlah Elf. Begitupun ketika Bus Parung Indah (Sukabumi – Lebak Bulus) belum datang di Terminal Degung, maka keputusan cepat dipilih untuk naik L300 daripada kemalaman.)

PENGINAPAN

Pondok Pebi, Rp. 150.000

(satu kamar, fan, springbed, kamar mandi dalam)

CP: 085624914469

*Pondok Pebi, Cibuaya, Ujung Genteng*

MAKAN

Bisa makan di Pondok Pebi (harga sekitar Rp. 13.000/porsi atau tergantung lauknya). Saya memilih makan di warung sekitar penginapan. Harga wajar, dalam artian wajar untuk tempat wisata, contoh saja Indomie Goreng dikasih harga
nyesek
Rp. 7.500,00 atau segelas Good Day dilabeli Rp. 3.000,00.

TIKET MASUK

FREE. Saya masuk kawasan Ujung Genteng dan Cibuaya dengan
kostum penduduk lokal yang akan pergi mancing
angkutan umum.

 

 

Show more