2017-01-25



Sekarang ini spiritualisme seakan menjadi topik yang sangat trendy. Banyak orang ingin terlihat, terdengar, dan terkesan spiritual. Mulai dari cara memilih makanan, pakaian, image yang dishare di facebook atau instagram, atau bahkan, “ikut-ikutan” yoga, makan chia seeds, meditasi, dan workshop penyembuhan diri.

Kalau kamu merasa nggak begitu, ya ok-ok saja. Tapi… kalau kamu merasa begitu, mungkin kamu perlu berpikir dan merasa ulang: apa sebenarnya yang kamu cari?

Baca artikel:
>> Empat tahap pertumbuhan spiritual manusia
>> 10 Tanda bahwa kamu sedang bergerak menuju Bumi baru

Apa sih sebenarnya spiritual itu?

Sebelum kita semakin terlarut dengan berbagai fantasi spiritual, yuk kita cari tahu dulu apa sebenarnya arti dari kata-kata yang kata utamanya adalah spirit ini. Semua definisi di bawah ini saya ambil dari KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia) online.

Spirit: 1. semangat; 2. jiwa; sukma; roh. Spiritual: berhubungan dengan atau bersifat kejiwaan (rohani, batin). Spiritualisme: 1. aliran filsafat yang mengutamakan kerohanian; 2. kepercayaan untuk memanggil roh orang yang sudah meninggal; 3. spiritisme. Lalu, apa lagi itu spiritisme? Spiritisme: 1. pemujaan kepada roh; 2. kepercayaan bahwa roh dapat berhubungan dengan manusia yang masih hidup; 3. ajaran dan cara-cara memanggil roh.

Dan sepertinya baru akan lengkap kalau kita tambahkan pengertian kata jiwa di sini. Jiwa: 1. roh manusia (yang ada di dalam tubuh dan menyebabkan seseorang hidup); nyawa; 2. seluruh kehidupan batin manusia (yang terjadi dari perasaan, pikiran, angan-angan, dan sebagainya); 3. sesuatu atau orang yang utama dan menjadi sumber tenaga dan semangat; 4. isi (maksud) yang sebenarnya; arti (maksud) yang tersirat (dalam perkataan, perjanjian, dan sebagainya); 5. buah hati; kekasih;  6. orang (dalam perhitungan penduduk); 7. daya hidup orang atau makhluk hidup lainnya.

Setelah membaca semua definisi di atas, saya sendiri suka mengartikan spiritual sebagai segala sesuatu yang berhubungan dengan seluruh kehidupan batin manusia (yang terjadi dari perasaan, pikiran, angan-angan, dan sebagainya). Atau, kalau boleh saya simpulkan dengan lebih apa adanya, segala sesuatu dalam kehidupan kita itu sejatinya spiritual.



Perjumpaan dengan dunia spiritual

Dikatakan bahwa kita bukanlah manusia yang mengalami pengalaman spiritual, tapi kita sebenarnya adalah makhluk spiritual yang sedang menjalankan pengalaman menjadi manusia. Ini berarti pada dasarnya, atau aslinya, kita adalah orang yang paham dan orang yang terhubung dengan Tuhan dan Alam Semesta. Kita hanya lupa saja bahwa kita sudah spiritual sejak awal mula.

Tiap orang memiliki cara yang unik bagaimana ia kemudian berjumpa dengan dunia spiritual, pengalaman spiritual, atau mungkin, guru spiritual. Kalau kata guru saya, Pak Gede Prama, dewasa ini orang dituntun untuk masuk ke gerbang spiritual lewat penderitaan. Ketika jiwa kita hancur terhantam rasa sedih dan sakit, kita bertanya-tanya dan mencari, logika kita lumpuh – dan di saat bersamaan, kesadaran kita mulai muncul.

Saya sendiri berjumpa dengan dunia spiritual karena bawaan saya yang kepo, pemikir, dan tertarik dengan manusia. Perjumpaan saya dengan dunia spiritual yang lebih mendalam, kemudian, juga dibuka oleh berbagai lembar masa-masa yang sangat menderita.

Bahasa indahnya, kita dimurnikan lewat penderitaan. Kita menjadi semakin bercahaya karena sudah menerangi begitu banyak kegelapan di dalam. Mendekap dengan welas asih dan memberikan cahaya pada rasa sedih, sakit hati, marah, dendam, iri, kecewa, khawatir, bingung, lelah, dan putus asa. Inilah spiritual yang saya kenal.

Setelah jiwa kemudian bersinar lebih terang, muncul sebuah kerinduan atau panggilan untuk membagikan rasa cinta. Itulah kenapa, bagi saya, mereka yang spiritual adalah mereka yang senyumnya paling merekah, ketika diminta berbagi selalu menjadi yang paling pertama, ketika memberi tak pernah minta kembali, selalu ingin mendengarkan, menghangatkan, dan melayani.

Kemampuan spiritual terbesar

Saya tahu ada orang di luar sana yang senang dengan pamer-pameran kekuatan gaib. Tapi saat berhadapan dengan orang yang mencibir, langsung “keluar aslinya”, meradang-radang marah. Semakin bertumbuh, semakin memudar rasa kagum saya kepada mereka yang demikian. Saya memilih untuk menunduk hormat dan berguru justru kepada mereka yang terkesan bodoh – saking sabarnya, saking lembutnya, saking penuh cintanya.

Menjadi spiritual bukanlah sebuah tren. Menjadi spiritual adalah kembali kepada hakikat diri sejati. Dan hakikat sejati serta kemampuan spiritual terbesar yang semua orang pasti miliki adalah kemampuan untuk mencintai.

Kadang orang berpikir bahwa kemampuan spiritual itu seperti kemampuan untuk bisa melihat energi-energi dari alam lain atau dimensi lain. Rohnya terbang ke mana-mana saat meditasi. Bisa melihat masa lampau juga masa depan. Bisa menyembuhkan. Bisa menumpangkan tangan lalu terjadi keajaiban. Bisa membaca karakter orang. Bisa komunikasi dan dapat pesan dari tanaman, binatang, alien, dan piring terbang. Ikut dibawa ke dalam UFO. Tubuh dan jiwa terbuka sampai ke lapisan chakra yang paling tinggi. Bisa tahu kapan dia mati. Dan masih banyak lagi.

Terus lalu, kalau bisa terbang memangnya mau apa?

Kita semua sudah lahir dengan kemampuan spiritual terbesar dan teragung yang pernah ada. Yaitu, kemampuan untuk mencintai. Hakikat kita. Natural. Bebas. Tanpa syarat. Itu saja, lalu cukup.

Membanding-bandingkan diri sendiri untuk punya “kemampuan spiritual yang kedengaran keren” itu tidak keren. Dan tidak keren juga bagi mereka yang merasa punya “kemampuan spiritual yang kedengaran keren” itu kalau ternyata kemampuan itu hanya tinggal kemampuan saja. Sebaik-baiknya orang adalah dia yang bermanfaat untuk orang lain, begitu kata mereka yang bijak. Tidak penting untuk bisa terbang.

Menurut saya, bisa memaafkan orang yang selalu mengata-ngatai kita, bisa memaafkan pasangan yang mengkhianati, bisa memaafkan rekan kerja yang mengambil uang kita… nah itulah kemampuan spiritual yang sungguh sangat keren!

Baca artikel:
>> Bagaimana memaafkan (tanpa permintaan maaf sekalipun)
>> 5 Langkah untuk memaafkan orang lain dan diri kita sendiri
>> Tidak ada orang jahat, yang ada hanyalah guru yang menyamar



Sebenarnya, sangat tidak masalah kalau kita berjumpa dengan dunia spiritual karena ikut-ikutan. Saya hanya sengaja ingin membuat kita semua berpikir dan merasa ulang saja. Saya hanya berharap agar kita selalu diingatkan bahwa salah satu ego terbesar manusia adalah ego dalam spiritualisme. Menjadi spiritual itu bukan tren. Menjadi spiritual itu sudah dari sananya. Yang kita perlukan saat ini adalah belajar menjadi manusia yang lebih sabar dan penuh cinta lagi. Inilah spiritual yang saya kenal.

Nah, sekarang saatnya saya yang mendengar dari kamu. Bagaimana awal perjumpaan kamu dengan dunia spiritual? Saya ingin tahu langsung darimu, dan kalau kamu punya pengalaman spiritual yang menarik, kamu bisa ceritakan pada saya semuanya pada kolom komentar di bawah ini.

Terima kasih banyak karena sudah membaca. Kalau kamu merasa artikel ini bermanfaat, bantu share ya ke teman-temanmu. Saya doakan agar setiap harinya kita bisa menerangi kegelapan di dalam agar kita bisa hidup dengan semakin penuh cinta. Sampai jumpa!

Love and light,

Amelia adalah seorang penulis dan Intuitive Coach. Misinya adalah membantu orang lain untuk menemukan siapa diri mereka sebenarnya, mengapa mereka ada di sini, dan bagaimana untuk menjadi diri mereka yang sejati. Saat ini Amelia terus berbagi lewat berbagai kelas offline dan online, workshop dan retreat. Ia secara rutin menulis pada blog yang bisa diakses di ameliadevina.com. Amelia bisa dihubungi lewat email hello@ameliadevina.com, halaman facebook Amelia Devina, dan instagram/ twitter @ameliadevina777.

The post Menjadi spiritual bukanlah sebuah tren appeared first on Amelia Devina.

Show more