2016-06-23



H. Muhammad Aiz, SH, MH

Agama Islam memiliki lima pondasi utama yang harus dilaksanakan oleh seluruh penganutnya. Idealnya, kelima pondasi utama tersebut dapat dilaksanakan secara kamulatif dan tidak bersifat alternatif.

Namun demikian, dalam kondisi tertentu kelima pondasi utama tersebut tidak menjadi semacam paksaan bagi umat Islam yang memiliki keterbatasan, khususnya di bidang ekonomi.

Zakat dan pergi haji ke Baitullah merupakan pondasi utama yang “boleh” tidak dilaksanakan bagi umat Islam yang belum mencapai nishab (zakat) atau belum memiliki kemampuan (berhaji).

Tiga pondasi lainnya, mengucapkan dua kalimat syahadat, mendirikan salat, serta melaksanakan puasa di Bulan Ramadan menjadi pondasi yang harus dilakukan oleh seluruh umat Islam, meskipun tetap saja ada dispensasi (rukhshoh) bagi yang berhalangan.

Dalam sejarah Islam, disebutkan bahwa awal dimulainya puasa Bulan Ramadan terjadi pada tahun ke-2 Hijriah saat diturunkannya ayat 183, 184, dan 185 Surah al-Baqarah. Dalam ayat 183 tersebut, Allah SWT berfirman bahwa puasa merupakan salah satu ibadah yang telah diwajibkan sebelum diutusnya Nabi Muhammad SAW.

Berdasarkan hal tersebut, maka puasa termasuk ritual ibadah terdahulu, seperti halnya pelaksanaan “thawaf” yang telah ada sejak zaman sebelum Nabi Muhammad SAW.

Sebagai contoh, Nabi Daud AS pernah berpuasa selama tujuh hari ketika salah satu putranya sakit, selain “Puasa Daud” yang telah diketahui bersama. Nabi Musa AS pun berpuasa selama 40 hari ketika berada di bukit Sina. Nabi Isa AS dan Ibundanya, yakni Siti Maryam pun demikian sebagaimana Allah SWT kisahkan dalam Q.S Maryam:26.

Terkait dengan kapan sesungguhnya pertama kali diwajibkannya puasa kepada umat Islam, setidaknya terdapat dua pendapat yang berbeda. Pendapat pertama menyatakan bahwa tidak ada kewajiban berpuasa bagi umat Islam sebelum turunnya Q.S Al-Baqarah 183 tersebut. Hal ini menandakan bahwa puasa yang pertama kali diwajibkan untuk umat Islam adalah puasa di Bulan Ramadan.

Adapun puasa-puasa lainnya hanya bersifat anjuran saja. Pendapat ini didukung oleh jumhur ulama yang berlandaskan pada hadis yang diriwayatkan oleh Muawiyah. Pendapat kedua menyatakan bahwa puasa pertama yang diwajibkan bagi umat Islam adalah puasa Asyuro. Namun setelah turunnya Q.S Al-Baqarah 183 tersebut kewajiban untuk berpuasa hari Asyuro dihapus.

Pendapat ini merupakan pandangan mazhab Hanafi yang berlandaskan pada hadis riwayat dari Ibn Umar dan Aisyah. Namun demikian terlepas dari dua pendapat yang berbeda tersebut, terdapat persamaan keyakinan bahwa sesungguhnya ibadah puasa merupakan salah satu ibadah yang telah ada sejak lama, bahkan sejak nabi-nabi terdahulu.

Suasana Bulan Ramadan dalam sejarah Islam sesungguhnya diwarnai dengan kegiatan atau kejadian yang bermacam-macam, baik kejadian heroik maupun kejadian yang memilukan. Setidaknya tercatat dua kejadian yang saling berlawanan di masa Rasulullah SAW dan di masa Sahabat.

Di masa Rasulullah SAW, tercatat telah terjadi sebuah perang yang sangat dahsyat. Perang Badar, adalah sebuah contoh perjuangan aksi heroik yang dilakukan oleh Rasulullah SAW bersama pasukannya ketika mengalahkan pasukan kaum kafir Quraisy.

Sebuah mukjizat yang Allah SWT limpahkan kepada pasukan Rasulullah SAW yang berjumlah sangat sedikit mampu mengalahkan pasukan musuh yang jumlah berlipat-lipat.

Perjuangan yang tidak pantang menyerah yang telah dicontohkan oleh Rasulullah SAW seharusnya menjadi ‘ibrah’ (pelajaran) bagi umat Islam untuk senantiasa berjuang di jalan Allah SWT meskipun dengan modal yang minim.

Selain itu pula momentum Bulan Ramadan yang bagi sebagian manusia terkendala karena sedang berpuasa sehingga berkurangnya kemampuan fisik, tidak menjadi argumentasi yang kuat dan tepat. Justru Rasulullah SAW mencontohkan perjuangan yang maha berat di Bulan Ramadan ketika harus berperang melawan kafir Quraisy.

Contoh sebaliknya, juga terjadi di Bulan Ramadan pada tahun ke-40 Hijriah. Kejadian yang sangat memilukan justru terjadi di tengah Bulan Ramadan, di mana terjadi pembunuhan terhadap salah satu Sahabat terbaik Rasulullah SAW. Ada beberapa riwayat yang menyebutkan pada tanggal 17, 19, dan 21 Ramadan ketika terbunuhnya Sayidina Ali bin Abi Thalib RA. Peristiwa tersebut terjadi ketika Sayidina Ali bin Abi Thalib tengah mengimami salat Subuh di masjid Kota Kuffah.

Pembunuh Saydina Ali bin Abi Thalib RA berasal dari kelompok Khawarij, yang bernama Abdurrahman bin Muljam. Sang pembunuh tersebut merupakan salah seorang utusan kelompok Khawarij yang memang ditugaskan untuk membunuh salah satu dari tiga tokoh pimpinan muslim utama ketika itu, yakni Ali bin Abi Thalib, Muawiyah, dan ‘Amr bin Ash.

Berdasarkan dua contoh kasus di atas, menjadi pelajaran bagi kita umat Muslim di Kota Bekasi untuk senantiasa introspeksi atas segala macam perbuatan yang kita lakukan di bulan suci ini. Semangat juang yang tinggi dalam beribadah serta bekerja harus muncul di setiap sanubari umat muslim saat Bulan Ramadan ini.

Seharusnya kondisi berpuasa tidak menjadi alasan pembenar untuk bermalas-malasan bekerja, terlebih lagi untuk melayani masyarakat luas. Jadikanlah melayani masyarakat sebagai salah satu ibadah kita di bulan suci ini.

Di lain sisi, contoh peristiwa yang memilukan di atas, seharusnya juga memberikan pelajaran bagi kita, bahwa di bulan suci ini sifat amarah, dendam bahkan angkara murka bisa saja kita miliki. Oleh karenanya menjadi kewajiban bagi kita semua untuk mampu mengendalikan semua itu. Semoga.

(*)

Show more